Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kasus IV
LUMPUH SEBELAH

Tn. Amat 65 tahun, seorang pensiunan guru dibawa ke UGD puskesmas terdekat oleh
keluarganya karena tiba-tiba jatuh ketika akan ke kamar mandi. Hasil pemeriksaan dokter
menunjukkan kesadaran agak menurun, aphasia, tekanan darah 190/120 mmHg, nadi
100x/menit, kekuatan otot ekstremitas kanan menurun, refleks dalam batas normal. Ternyata
Tn. Amat mempunyai riwayat TIA sebelumnya. Dokter menanyakan mengenai diet dan
aktivitas Tn. Amat sehari-hari kepada keluarganya serta menanyakan apakah ia pernah
memeriksakan diri di posyandu lansia dekat rumahnya. Dokter memberikan tindakan awal
dan segera merujuk ke rumah sakit terdekat.

1.2 Klarifikasi Term dan Konsep


1. Aphasia adalah hilangnya kemampuan untuk memahami, mengeluarkan dan
menyatakan konsep bicara. (Sylvia, 2005)
2. TIA (Transient Ischemic Attack) adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal
serebral yang gejalanya berlangsung < 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau
emboli. (A.Gofir, 2011)
3. Lumpuh sebelah/salah satu sisi  hemiparese

Status Neurologi

Anamnese Pribadi
Nama : Tn. Amat Alamat :-
Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah
Usia : 65 tahun Pekerjaan : Pensiunan Guru
Suku bangsa :- Tanggal masuk : -
Agama :- Tanggal keluar :

1
Riwayat Perjalanan Penyakit
Anamnesis Penyakit
Keluhan utama : Kesadaran agak menurun
RPS : Hal ini dialami setelah tiba-tiba jatuh ketika akan ke kamar mandi.
RPD : TIA

Anamnesis Keluarga
Faktor herediter :
Faktor familer :
Lain-lain : tidak dijumpai

Anamnesis Sosial
Kelahiran dan pertumbuhan :
Imunisasi :
Pendidikan :
Pekerjaan : pensiunan guru
Perkawinan dan Anak : menikah

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Sensorium : somnolen
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Frekuensi nadi : 100 kali/menit
Frekuensi nafas :
Temperatur :
Kulit dan Selaput Lendir :
Kelenjar Getah Bening :
Persendian :
Siriraj Stroke Score :

Kepala dan Leher


Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan :
Kelainan panca indera : aphasia
Rongga mulut dan gigi :
Kelenjar parotis :
Desah :
Lain-lain :

Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada


Rongga abdomen
Inspeksi : simetris fusifomis simetris
Palpasi : dalam batas normal
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi :

Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosa
Diagnosa fungsional : Hemiparese dextra
Diagnosa etiologi : Hemorrhage
Diagnosa anatomi :
Diagnosa kerja : Hemiparese sinistra e.c Stroke hemoragik
Diagnosa banding :
1. Trauma kapitis
2. Infeksi

Penatalaksanaan :
 Tirah baring
 Turunkan tensi
 Rehabilitasi ekstremitas

Rencana pemeriksaan :
 Darah rutin
 KGD 2 jam PP
 Elektrolit
 Renal Function Test
 Liver Function Test
 Ureum, kreatin
 EKG
 Head CT Scan
1.3 Mendefinisikan/Menegaskan Problem
1. Apa yang menyebabkan pasien tiba-tiba jatuh ketika akan ke kamar mandi?
2. Bagaimana hubungan riwayat TIA dengan keluhan pasien?
3. Apa hubungan diet dan aktivitas pasien dengan keluhan pasien?
4. Apa yang menyebabkan kekuatan otot ekstremitas kanan pasien menurun?
5. apa yang menyebabkan pasien aphasia?
6. Apa yang menyebabkan pasien mengalami penurunan kesadaran?
7. Apakah tindakan awal yang diberikan dokter pada kasus ini?
8. Mengapa refleks pasien dalam batas normal?
9. Apakah TIA dapat terjadai pada orang normal?
10. Apa saja peran posyandu lansia pada kasus ini?
11. Bagaimana cara merujuk pasien pada kasus ini?
12. Bagaimana tindakan stabilisasi pada kasus ini?
13. Apakah definisi stroke?
14. Bagaimana epidemiologi stroke?
15. Apa saja etiologi dan faktor resiko stroke?
16. Apa saja klasifikasi stroke?
17. Bagaimana patofisiologi stroke?
18. Bagaimana gambaran klinis stroke?
19. Apa saja pemeriksaan fisik, neurologis (refleks) dan pemeriksaan penunjang pada
stroke?
20. Bagaimana kriteria diagnosis stroke?
21. Bagaimana komplikasi dan prognosis pada stroke?
22. Bagaimana penatalaksanaan stroke?

1.4 Analisis Problem (Brainstorming)

1. karena pada stroke hemoragik terdapat penurunan kesadaran jika terjadi perdarahan
intraserebral.
2. Karena riwayat TIA merupakan faktor resiko stroke yang tidak bisa dimodifikasi.
3. Diet tinggi karbohidat atau lemak dan aktivitas fisik yang kurang juga merupakan
faktor resiko terjadinya stroke terutama stroke iskemik.
4. Karena terjadi kerusakan atau lesi pada hemisfer otak kiri.
5. Karena terjadi kerusakan nervus kranialis XII (nervus hipoglosus)
6. Karena kurangnya asupan oksigen di otak akibat dari stroke.
7. Terapi ABC (Airway, Breathing, Cardiovascular), terapi cairan dan elektrolit, terapi
antihipertensi perlahan/hiperglikemia.
8. Jika lesi UMN maka refleksnya meninggi (refleks babinski +), jika lesi LMN
refleksnya justru menurun atau tidak ada (refleks babinski -)
9. Orang dengan tekanan darah normal dapat mengalami TIA jika memiliki faktor
resiko seperti: riwayat penyakit jantung, anggota keluarga yang pernah mengalami
stroke atau tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, merokok.
10. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari, periksa BB, TB, tekanan darah, cek glukosa darah,
proteinuria, dan adanya penyuluhan-penyuluhan dan konseling untuk masyarakat
serta pengobatan ringan oleh tenaga kesehatan.
11. Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa
banding. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO). Untuk pasien
gawat darurat harus didampingi petugas Medis/Paramedis yang
kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.
12. Menstabilkan tekanan darah dengan pemberian obat antihipertensi perlahan jika
tekanan darah sistolik > 220 mmHg, jika kurang dari 220 mmHg dapat dilakukan
diet dan tanpa obat. Menstabilkan kadar glukosa darah jika hipergliemia, stabilkan
cairan dengan pemberian infus.
13. Stroke adalah suatu defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemik atau
hemoragik sirkulasi saraf otak.
14. Di AS, stroke mrp penyebab kematian ke-3 setelah jantung dan kanker, di Indonesia
stroke termasuk penyebab kematian utama. Di dunia penyaki cardiovaskuler seperti
jantung koroner dan stroke berada diurutan kedua penyebab kematian tertinggi di
dunia. Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15% adalah stroke
hemoragik.
15. Etiologi berdasarkan klasifikasi stroke. Faktor resiko: usia, jenis kelamin, ras,
genetik, hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, kontrasepsi oral, dll
16. Stroke secara umum terbagi 2, yaitu: stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
17. Patofisiologi stroke secara umum karena menurunnya aliran darah ke otak yang
disebabkan oleh adanya penyumbatan (trombus, emboli) maupuan karena
perdarahan intraserebral atau subaraknoid, jika > 6 menit akan terjadi infark (umbra-
penumbra).
18. Tanda peringatan stroke yaitu: Kelemahan mendadak terutama pada satu sisi tubuh,
Sulit untuk berbicara atau memahami pembicaraan, Gangguan penglihatan di satu
mata atau keduanya, kesulitan berjalan secara tiba-tiba, pusing, kehilangan
keseimbangan atau koordinasi, atau sakit kepala yang berat secara tiba-tiba dengan
tidak diketahui penyebabnya, tiba-tiba mengalami kebingungan.
19. Pemeriksaan fisik: sistem pembuluh darah, jantung, retina, ekstremitas. Pemeriksaan
neurologis: fungsi visual, pem.pupil, pem.sensai kornea dan wajah, pem.fungsi
motorik dan sensorik, pem.fungsi serebelum. Pemeriksaan penunjang: laboratorium,
EKG, CT-scan/MRI, sinar-X thoraks, pungsi lumbal.
20. Kriteria diagnosis dilihat dari gambaran klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang.
21. Komplikasi akut: gangguan jantung, gangguan respirasi, infeksi, kejang, stroke
berulang. Komplikasi kronis: dekubitus, inkontinensia, gangguan psikologis.
Prognosis stroke bergantung pada luas dan letak lesi, usia onset, dan gangguan
kesadaran.
22. Tatalaksana stroke: tindakan evaluasi awal (ABC, cairan & elektrolit, hipertensi,
hiperglikemia), rehabilitasi, follow up, pencegahan stroke recurrent.

1.5 Menyusun Penjelasan (Spider Web)

Epidemiolo
Definis gi Faktor
i Resiko
Posyandu Etiolo
Lansia gi
Prognosi STROK Klasifikas
s E i
Komplikasi Patofisiolo
gi
Penatalaksanaan Diagnosis Manifestasi
Klinis

1.6 Memformulasikan Sasaran Belajar


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang:
1. Defenisi stroke
2. Epidemiologi stroke
3. Klasifikasi stroke
4. Faktor resiko stroke
5. Etiologi stroke
6. Patogenesis dan patofisiologi stroke
7. Manifestasi klinis stroke
8. Diagnosis klinis stroke
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik dan neurologis
c. Pemeriksaan penunjang
9. Diagnosis banding stroke
10. Penatalaksanaan stroke
a. Tindakan/penanganan awal
b. Rehabilitasi penderita stroke
c. Cara merujuk kasus stroke
11. Komplikasi stroke
12. Prognosis

13. Peran posyandu lansia

1.7 Belajar Mandiri

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.3
2.2 Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat yang
tinggi sebagai penyebab kematian. Di amerika serikat, stroke menduduki peringkat ke-3
sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Di inggris stroke merupakan
penyakit ke-2 setelah infark miokard akut. Di perancis stroke disebut sebagai “serangan otak
(attaque cerebrale)” yang menunjukkan analogi kedekatan syok dengan serangan jantung.2,6

Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit jantung koroner dan stroke adalah
penyebab kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam
sebagai penyebab kecacatan. Karena kecacatan yang terjadi setelah stroke dapat sangat
merugikan, dan karena perempuan lebih besar kemungkinannya daripada pria, maka the
National Stroke Association memutuskan untuk memprioritaskan pendidikan tentang faktor
resiko dan perawatan darurat, khususnya untuk perempuan.6

2.3 Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke hemoragik dan stroke
iskemik.
A. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan 15-20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi
vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Stroke hemoragik juga dapat disebabkan
karena pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi
berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid.6

Stroke hemoragik dapat dibagi menjadi dua subtipe, yaitu perdarahan intraserebral
(PIS) yaitu perdarahan yang langsung ke jaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan
parenkim otak, dan perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi di ruangan subarachnoid
(antara arachnoid dan piameter).6
 Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh
hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus ke dalam jaringan
otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien
terjaga dan aktif. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, ganglia basalis dan
kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia pada stroke tipe ini.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna adalah hemiparesis kontralateral dari
letak perdarahan.6

 Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid memiliki 2 penyebab utama: ruptur aneurisma vaskular dan


trauma kepala. Pecahnya aneurisma menyebabkan perdarahan yang langsung berhubungan
dengan LCS, sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakaranial
(TIK). Penyebab PSA yang lebih jarang adalah malformasi arterionvena (MAV), yaitu
jaringan yang mengalami malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga
darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah,
akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak.
Pada sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intra parenkim dengan
perembasan ke dalam ruang subaraknoid.2,6
B. Stroke iskemik

Sekitar 80-85% stroke adalah stroke


iskemik, yang terjadi akibat abstruksi atau
bekuan di satu sisi lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat terlepas,
atau mungkin terbentuk di dalam suatu
organ seperti jantung, dan kemudian
dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu emboli. Sumbatan pada
arteri carotis interna sering sebagai penyebab stroke pada lansia, yang sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis. Aterosklerosis sering terbentuk pada percabangan arteria kaortis komunis. Penyebab
lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang merupakan respons vaskular reaktif terhadap
perdarahan di dalam ruang subaraknoid. Terdapat 4 subtipe dasar pada stroke iskemik
berdasarkan penyebab:6

 Stroke Lakunar
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotromborik atau hialin-
lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Wilisi, arteria serebri media, atau
arteria vertebralis dan basilaris. Teradapat 4 sindrom lakunar: hemiparesis motorik murni
akibat infark di kapsula interna posterior, hemiparesis motorik murni akibat infark pars
anterior kapsula interna, stroke sensorik murni kibat infark talamus, dan hemiparesis ataksik
atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal.6

 Stroke Trombotik Pembuluh Besar


Sebagian besar stroke ini terjadi pada saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi
dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat
seing berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteria karotis
interna atau di pangkal arteria cerebri media atau di tautan arteria vertebralis dan basilaris.
Gejala dana tanda bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral dijairngan
otak yang terkena.6

 Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung (stroke kardioembolik).
Trombus mural jantung merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi atrium,
penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum
sejak awitan penyakit, biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.6

 Stroke Kriptogenik
Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh
intrakranial besar tetapi tanpa penyebab yang jelas. Namun, sebagian besar stroke yang
kausanya tidak jelas pada pasien yang profil klinisnya tidak dapat dibedakan dari mereka
yang mengidap aterotrombosis.6

2.4 Faktor Resiko Stroke2

Tidak dapat Dapat dimodifikasi & terdokumentasi Dapat dimodifikasi & kurang
dimodifikasi dengan baik terdokumentasi
 TIA (Transient Ischemic
 Usia  Migren
Attack)
 Jenis
 Hipertensi  Konsumsi alkohol
kelamin
 BBLR  Diabetes  Hiperkoagulabilitas
 Obstructive Sleep
 Ras  Atrial Fibrilasi
Apnea
 Faktor  Patent Foramen Ovale  Peningkatan
Genetik lipoprotein
 Stenosis arteri carotis  Penyalahgunaan obat-
asimptomatik obatan
 Sickle Cell Disease  Inflamasi dan infeksi
 Dislipidemia
 Obesitas & distribusi lemak
tubuh
 Merokok
 Kontrasepsi oral

2.5 Etiologi Stroke

A. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral hipertensif
 Perdarahan subaraknoid
- Ruptura aneurisma sakular
- Trauma kepala
- Ruptura malformasi arteriovena (AVM)
 Penggunaan kokain, amfetamin

 Penyakit perdarahan sistemik.6

B. Stroke Iskemik

 Trombosis
 Atreosklerosis
 Vaskulitis: arteritis temporalis, poliartritis nodosa
 Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
 Embolisme

 Hiperkoagulabilitas: kontrasepsi oral, karsinoma.6

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Stroke


A. Stroke Hemoragik2

Hipertensi
kronis
Proses degeneratif
pd otot & unsur Marah, mengejan,
elastik ddg arteri
aneuri aktivitas yg
sma mengeluarkan
lonjakan byk
Ruptura
energi.
tekanan darah
aneurisma
Perdara sistemik
han Pelepasan agen
Efek toksik ↑
vasokonstriktor
darah TIK
Iskemia (Serotonin,
InfluksPG, &
global darah)
Ca+
Influks vasosp
Ca+ asme
Nekrosis Iskemia
neuron fokal

B. Stroke Iskemik2
Aterotro CBF < 10 ml/100
mbosis,E mg/menit
Hipoksia
mboli seliske
otak O2 dan Oksidasi
mik↓
ATP glukosa ↓ anaerobpd
Asidosis
Kegagalan pompa Na- otak
Asam
Influks Na + Cl K-ATPase
Depolarisasi laktat
Denaturasi
dan H2O
Edema membran
sel dan Pelepasan glutamat protein, influks
osmolisis
Nekrosis ke ekstrasel
Aktivasi reseptor Ca2+, edema
glutamat glial, produksi
Depolarisasi
(ionotropik) radikal bebas
membran
Influks ion K, Na, Ca
dlm
Ca >>neuron
aktivasi
nuclear
Kerusakanenzym
membran sel &
Kematian
struktur neuron
sel

2.7 Manifestasi Klinis Stroke


Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), terdapat
lima tanda utama stroke:2
A. Stroke Hemoragik

Gejala Klinis Perdarahan Intraserebral (PIS)


 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan
epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal/umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola
mata menghilang dan deserebrasi.
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.7

Gejala Klinis Perdarahan Subaraknoid (PSA)

 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,


berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.7

B. Stroke Iskemik

Terdapat 4 perjalanan klinis stroke iskemik, yaitu:


1) Transient Ischemic Attack (TIA) adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal dan
serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh
trombus atau emboli.
2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), merupakan gangguan serebral
yang gejalanya berlangsung lebih dari 24 jam bahkan sampai 21 hari. Biasanya
RIND membaik dalam waktu 24-48 jam.
3) Stroke in Evolusion (SIE), ditandai dengan gejala dan tanda neurologis fokal terus
memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung
secara bertahap dari bersifat ringan menjadi lebih berat.
4) Complete Stroke, yaitu kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak
berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul bermacam-macam, tergantung
pada daerah otak mana yang mengalami infark.2

Berikut ini penggolongan sindrom klinik oklusi berdasarkan lokasinya2:


Teritorial
Manifestasi Klinik
Vaskuler
• buta ipsilateral (a. ophtalmika)
A. Karotis
• sindroma Horner ipsilateral
Interna
• gejala a. serebri media
• paresis kontralateral & ggn sensorik mengenai lengan & wajah >
tungkai
A. Serebri • afasia
Media • hemineglect, anosognosia (penyangkalan defisit neurologis),
disorientasi spasial pada hemisfer serebri dekstra
• defek lapangan pandang homonim bermacam derajat
• paresis kontralateral & ggn sensorik predominan ekstremitas
bawah
A. Serebri • inkontinensia urine, khusus pada lesi bilateral
Anterior • dispraksia lengan
• abulia (kurang keinginan)
• afasia motorik transkortikal pada sisi dominan
• hemianopia homonim kontralateral
A. Serebri • hemihipestesi kontralateral tanpa paresis
Posterior • defisit kortikal berhubungan dgn penglihatan yg beragam, seperti
aleksia tanpa agrafia & agnosia visual asosiatif
• paralisis anggota gerak (biasanya bilateral, tetapi mungkin
asimetris)
• biasanya paralisis bulber atau pseudobulber berat dari otot-otot
kranial (disfagi, disartri, diplegia fasial dll)
A.Basilaris • kekurangan sensorik atau abnormalitas serebellum
• abnormalitas gerakan mata (ophtalmoplegi internuklear, “one and a
half syndrome”, nistagmus, deviasi miring, ocular bobbing, miosis &
ptosis
• koma
• bermacam derajat vertigo, dizziness, mual & muntah
• hipoestesi ipsilateral fasial dgn kontralateral tubuh & anggota
A.Vertebralis gerak terhadap nyeri & suhu
• ataksia ipsilateral trunkal atau appendicular
• disfagia & disfonia

2.8 Diagnosis Klinis Stroke


A. Anamnesis
 Karakteristik gejala dan tanda
 Konsekuensi fungsional (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
 Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurolgis
 Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang lakukan pada saat
onset dan tidak lama sebelum onset)
 Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai (misalnya: nyeri kepala, kejang
epileptic, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada)
 Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
(riwayat TIA/stroke terdahulu, hipertensi, hypercholesterolemia, DM, infark
miokard, arteritis, riwayat penyakit vaskular atau trombolitik pada keluarga)
 Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan (merokok, konsumsi alkohol,
diet, aktivitas fisik, obat-obatan seperti: kontrasepsi oral, obat trombolitik,
antikoagulan, amfetamin).2

B. Pemeriksaan Fisik
♦ Sistem pembuluh perifer. Lakukan asukultasi pada arteria karotis untuk mencari
adanya bising dan periksa tekanan darah di kedua lengan untuk diperbandingkan.
♦ Jantung, lakukan pemeriksaan aukultasi jantung untuk mencari murmur dan
disritmia, serta EKG.
♦ Retina, lakukan pemeriksaan ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan
retina, kelainan diabetes.
♦ Ekstremitas, lakukan evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda
embolus perifer.
♦ Pemeriksaan neurologik untuk mengetahui letak dan luasnya suatu stroke.6
- Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi
- Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
- Pemeriksaan doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
- Sensasi, dengan memeriksa sensai kornea dan wajah terhadap benda tajam
- Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli
noxious (menggelitik hidung)
- Fungsi faring lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara bicara
dan memeriksa mulut.
- Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki.
- Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posisi (tingkat level gangguan
sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis,
sesuai dermatomnya)
- Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
- Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke
tangan pemeriksa
- Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologis anggota gerak kanan meningkat,
yang kiri normal)
- Refleks babinski.2
C. Pemeriksaan penunjang
 Analisis laboratorium: urianalisi, HDL, LED, panel metabolik dasar (Na, K, Cl,
bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin), profil lemak serum, dan
serologi untuk sifilis.
 Pemeriksaan sinar-X toraks untuk mendeteksi pembesaran jantung dan infiltrat
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif.
 Pungsi lumbal untuk mendeteksi kemungkinan terdapt darah di LCS pada stroke
hemoragik, terutama pada perdarahan subaraknoid.
 USG karotis untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memperbaiki kausa stroke.
 CT-scan merupakan gold standard untuk diagnosis stroke. CT-scan kepala untuk
membedakan stroke perdarahan intraserebral atau stroke infark.
 Angiografi serebrum untuk mendeteksi lesi ulseratif, stenosis, displasia
fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan trombus di
pembuluh besar.
 Transcranial Doppler (TCD) untuk menilai aliran darah kolateral dan CBF total di
aspek anterior dan posterior sirkulus Wilisi.2,6

D. Sistem Skoring

Skor Stroke Siriraj


Gejala/tanda Penilaian Indeks
(0) Kompos mentis
Derajat
(1) Somnolen X 2,5
Kesadaran
(2) Sopor/koma
(0) Tidak ada
Vomitus X2
(1) Ada
(0) Tidak ada
Nyeri kepala X2
(1) Ada
Tekanan darah Diastolik X 0,1
(0) Tidak ada
Ateroma (1) Salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit X3
pembuluh darah.
Skor >1 : Perdarahan Supratentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT-Scan
Skor < -2 : Infark Serebri

Ya

Ketiganya
Penurunan atau
Tidak2 PENDERITA
Dengan Stroke
PENURUNAN
dari
kesadaran (+)
(-) Algoritma
KESADARAN Stroke
STROKEatau tanpaiskemik
AKUT perdarahan
akut
ketiganya ada(-)
Nyeri kepala (+)
(+) NYERI KEPALA
Refleks Babinski GadjahREFLEKS
Mada atau
intraserebral
stroke
(-)
(+) BABINSKI infark
2.9 Diagnosis Banding Stroke

Gejala neurologis fokal yang terjadi mendadak seperti pada stroke memiliki diagnosis
banding yang luas, seperti:
1) Penyakit sistemik atau kejang, yang menyebabkan perburukan stroke yang pernah
dialami
2) Kejang epileptik atau kejang non konvulsif
3) Lesi struktural intracranial: hematoma subdural, tumor otak, MAV
4) Ensefalopati metabolic/toksik: hipoglikemia, hiperglikemia non-ketotik, hiponatremia,
Wernicke-Korsakoff syndrome, ensefalopati hepatic, intoksikasi obat dan alkohol,
septikemia.
5) Fungsional/non-neurologis
6) Migren hemiplegik
7) Ensefalitis atau abses otak
8) Cedera kepala
9) Lesi saraf perifer
10) Hypertensive encephalophaty
11) Multiple sclerosis
12) Penyakit Creutzfeldt-Jakob
13) Penyakit Wilson’s2

2.10 Komplikasi Stroke

Komplikasi akut
 Peningkatan tekanan darah, merupakan kompensasi sebagai upaya mengejar pasokan
darah di tempat lesi. Jika tekanan darah tidak terlalu tinggi (>220/130 mmHg) tidak
perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi
kronik tekanan darah juga tidak perlu dirturunkan segera.
 Peningkatan kadar gula darah, sebagai kompensasi atau akibat mekanisme stress.
 Gangguan jantung, baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi.
 Gangguan respirasi, baik akibat infeksi maupun akibat enekanan di pusat napas.
 Infeksi dan sepsis merupakan komplikasi stroke yang serius
 Gangguan ginjal dan hati
 Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
 Ulcer stress, yang sering menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.5

Komplikasi kronis
 Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
 Rekurensi stroke
 Gangguan sosial-ekonomi

 Gangguan psikologis.5

2.11 Prognosis

Prognosis stroke berdasarkan tipe dan luas serangan, usia dari onset stroke, tingkat
kesadaran. Setelah serangan sekitar sepertiga pasien kembali pulih kembali, sepertiga fatal
dan sepertiganya lagi megalami kecacatan jangka panjang. Angka kematian untuk perdarahan
intraserebrum hipertensif sangat tinggi (mendekati 50%). Perdarahan di ruang supratentorium
memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit, namun perdarahan dalam ruang
infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk
karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak. Perdarahan yang
masif dan ekstravasasi yang cepat dalam ruang subaraknoid lapisan meningen memiliki
angka kematian yang tinggi (50%) pada bulan pertama setelah perdarahan.6

2.12 Penatalaksanaan Stroke

Tindakan/Penanganan Awal
1) Jalan nafas (Airway)
Usahakan agar jalan nafas bebas dari hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi
akibat benda asing maupun sebagai akibat stroke. Tanda obstruksi jalan nafas: stridor
(mendengkur, noring), napas cuping hidung, retraksi trakea, retraksi thoraks, tidak terasa
udara ekspirasi. Penanganan: pasien dapat diberikan gastric suction dan intubasi untuk
melindungi jalan napas dari aspirasi isi lambung.5,6

2) Pernapasan (Breathing)

Pada kasus stroke mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau
oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus mengharuskan
monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%). Pada pasien dengan
penyakit paru kronis saturasi oksigen berkisar antara 88-92%. Pada pasien stroke yang
mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau peningkatan TIK, kadang diperlukan
untuk melakukan ventilasi.5,6

3) Fungsi Kardiovaskular
Pasien dengan resiko tinggi untuk stroke biasanya memiliki penyakit kardiovaskular
yang telah ada, sehingga pemeriksaan EKG penting dilakukan untuk mengevaluasi bukti
adanya iskemia jantung akut dan fibrilasi atrial. Status koagulasi menyeluruh termasuk kadar
fibrinogen perlu diperiksa dan kalau mungkin dikoreksi. Keadaan hiperviskositas (hematokrit
yang terlalu tinggi pada PPOM) perlu diturunkan secara moderat, sedangkan keadaan
obstruksi parunya perlu siperbaiki.5,6

4) Cairan dan elektrolit


Pada kondisi pasca stroke, hipoosmolaritas akan memacu pembengkakan otak sehingga
pasien stroke iskemik yang berisiko untuk mengalami pembengkakan otak harus ditangani
dengan cairan isotonik. Dehidrasi harus dihindari karena memacu koagulasi dan mengganggu
aliran darah serebral. Cairan yang berisi glukosa harus dihindari karena osmotik dari cairan
infus air dengan jumlah yang sama dan karena hubungan antara hiperglikemia dan outcome
yang buruk. Asupan enteral harus dilakukan secepat mungkin dengan monitoring glukosa
darah. Cairan yang digunakan adalah normal salin dengan kecepatan infuse 75-100 ml/jam.
Pada pasien hipovolemia dapat diberikan bolus normal salin IV secara hati-hati.2

5) Hiperglikemia
Insulin IV dapat digunakan untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal.
Pemberian insulin dimulai dengan 40 ml/jam dan periksa kembali kadar glukosa dalam 1
jam. Pada malam hari, turunkan kecepatan insulin menjadi 20 ml/jam (kecuali jika memang
sudah lebih rendah).2

6) Manajemen hipertensi
Terapi hipertensi berat tidak boleh dilakukan penurunan mendadak tekanan darah arteri
karena dapat menyebabkan penurunan perfusi lokal yang berbahaya. Dimulai terapi
antihipertensi diindikasikan pada pasien dengan stroke yang memiliki diseksi aorta, infark
miokard akut, gagal jantung, gagal ginjal akut, atau ensefalopati hipertensif dan pasien yang
mendapat terapi trombolitik dengan tekanan darah 180/105 mmHg atau lebih. Manajemen
terapi dilakukan tanpa obat, kecuali bila mean arterial blood pressure lebih dari 140 mmHg
atau tekanan sistolik lebih dari 220 mmHg.2

Rehabilitasi Penderita Stroke

Rehabilitasi awal adalah salah satu pertimbangan dalam manajemen stroke akut.
Tujuan perawatan suportif awal adalah untuk memulihkan fungsi neurologis melalui tindakan
fisioterapi dan teknik-teknik lain seperti terapi wicara bila terdapat gangguan bicara dan
menelan. Setelah pasien bisa berjalan sendiri, terapi fisik dan okupasi perlu diberikan, agar
pasien bisa kembali mandiri. Pendekatan psikologis terutama berguna untuk memulihkan
kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun pasca stroke.2,6

Mencegah Serangan Ulang Stroke

Berbagai terapi yang dapat diberikan untuk mencegah serangan ulang pada pasien
stroke iskemik dan infark antara lain aspirin, ticlopidin, clopidogrel, dipiridamol, cilostazol,
glycoprotein (GP) IIb/IIIa antagonis. Obat tersebut mengurangi resiko relatif terjadinya
stroke, infark miokard, atau kematian rata-rata 22%.2

Cara Merujuk Kasus Stroke

Prosedur standar merujuk pasien


a. Prosedur Klinis:
1. Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
2. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan Standar
Prosedur Operasional (SPO).
3. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas
Medis/Paramedis yang kompeten dibidangnya dan mengetahui
kondisi pasien.
5. Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di
IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat
pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.1

b. Prosedur Administratif:
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2. Membuat catatan rekam medis pasien.
3. Memberikan Informed Consernt (persetujuan/penolakan rujukan)
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 (form R/1/a terlampir).
Lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang
bersakutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
5. Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
6. Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat tujuan rujukan.
7. Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan
administrasi yang bersangkutan.1

Contoh surat rujukan pasien

SURAT RUJUKAN PASIEN


R/1/a
No :…………………….…….. Tanggal:
……………..
Jam: .……………
Perihal: Rujukan pasien. Kepada Yth,
Dokter …………..….………………………………...
Gakin ……………..………………………..………………...
Kartu= ada / tidak*
Non-Gakin Di
No.
Umum Askes ----------------------------
jamsostek ...... ……………………………………………….……......
---------

Mohon bantuan perawatan dan pengobatan selanjutnya penderita :

Nama : L/P* Umur :


Alamat lengkap :

Anamnesa :

Pem. Fisik :

Riwayat Ibu :
(khusus Neonatal)

Pem. Penunjang :

Diagnosa Klinis :

Pengobatan yg telah diberikan :


………………………………………………………………….......

………………………………………………………………..........
Mohon kesediaan dokter untuk mengirim surat balasan rujukan (R/1/b) kepada kami apabila
penderita ini telah sembuh atau keluar dari perawatan dokter. Atas perhatiannya disampaikan
terima kasih.

Petugas Yg Menerima Rujukan, Dokter / Bidan / Perawat*


Yang Mengirim Rujukan,

(___________________________) (_______________________________)
Dari Puskesmas /Polindes/RS* ………….…...
* = coret yg tidak perlu. Telp/HP*: ……………………………………….
2.13 Peran Posyandu Lansia

Dalam kegiatan posyandu lansia dibagi menjadi 10 tahap pelayanan, yaitu:


1) Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living), meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan, seperti makan/minu, berjalan, mabsi, berpakaian, naik turun
tempat tidur dan buang air.
2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional,
dengan menggunakan pedoman metode 2 menit.
3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan BB dan pengukuran TB dan dicatat pada
grafik indek massa tubuh.
4) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5) Pemeriksaan hemoglobin
6) Pemeriksaan adanya gula dalam urin sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetes
melitus
7) Pemeriksaan adanya zat putih telur/protein dalam urin sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal.
8) Pelaksanaan rujukan pada pemeriksaan bila mana ada keluhan dan atau ditemukan
kelianan pada pemeriksaan nomor 1-7.
9) Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan
rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh individu dan atau kelompok usia lanjut.
10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok lansia yang tidak datang,
dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.4

Pada saat kegiatan pelayanan posyandu lansia, sering digunakan sistem 5 meja, yaitu:
 Meja 1: Pendaftaran
Mendaftarkan lansia, kader mencatat lansia tersebut, kemudia perserta yang sudah
terdaftar dibuku register langsung menuju meja selanjutnya.
 Meja 2: Pengukuran Tinggi, Berat dan Tekanan darah
Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah.
 Meja 3: Pencatatan (pengisian Kartu Menuju Sehat)
Kader melakukan pencatatan di KMS lansia meliputi: indeks massa tubuh, tinggi
badan, berat badan, tekanan darah.
 Meja 4: Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan perorangan berdasarkan KMS dan pemberian makana tambahan.
 Meja 5 Pelayanan Medis
Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari puskesmas/kesehatan meliputi
kegiatan pemeriksaan dan pengobatan ringan.4

Skema sistem 5 meja di posyandu lansia:


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan suatu defisit
neurologis mendadak yang disebabkab oleh menurunnya aliran darah ke otak akibat adanya
sumbatan karena emboli atau trombus di pembuluh darah atau karena perdarahan
intraserebral atau subaraknoid, dengan gambaran klinis kelemahan mendadak terutama pada
satu sisi tubuh, sulit untuk berbicara atau memahami pembicaraan, gangguan penglihatan di
satu mata atau keduanya, kesulitan berjalan secara tiba-tiba, pusing, kehilangan
keseimbangan atau koordinasi, atau sakit kepala yang berat secara tiba-tiba dengan tidak
diketahui penyebabnya, dan tiba-tiba mengalami kebingungan. Stroke dapat didiagnosis
dengan gambaran klinis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.

Stroke dalam waktu singkat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu harus
dilakukan penatalaksanaan dengan segera, agar dapat mencegah perluasan lesi/infark yang
terjadi di otak. Selain itu, juga dilakukan rehabilitasi untuk memperbaiki fungsi motorik.
Selain dilakukan tatalaksana dini juga dilakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi
serangan ulang stroke. Stroke dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik akut maupun
kronis. Prognosis stroke bergantung pada lokasi dan luas lesi, usia saat onset, dan tingkat
kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budarja L, Kusuma NW, Kertayasa GB, Mirahani KSGA, Sofiarini R,


Fahmi H. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi NTB.
Dinkes NTB. Mataram. 2011

2. Gofir, Abdul. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Editor: Dwi YH, Agus
BU, Indera. Edisi 2. Pustaka Cendekia Press. Jakarta. 2011.

3. Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Kepala Unit Stroke RSUP
Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, FK UGM. Jakarta. 2011.

4. Subijanto, Vendarani YF, Redhono D. KIE: Pembinaan Posyandu Lansia Guna


Pelayanan Kesehatan Lansia. Field Lab FK USM. Surakarta. 2011.

5. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam FKUI. Jilid 2. Jakarta Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. 2006.

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Jilid 2. Editor: Huriawati Hartanto. EGC. Jakarta. 2005.

7. Yayan A. Israr. Stroke. Pekanbaru: SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI.
Pekanbaru. 2008.

Anda mungkin juga menyukai