Anda di halaman 1dari 11

Definisi Stroke

Stroke adalah suatu defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh adanya
gangguan perfusi aliran darah ke otak. Jenis stroke ada 2 yaitu:

1. Stroke Hemoragik atau stroke perdarahan.


2. Stroke Non-Hemoragik atau stroke iskemik.

Stroke ini biasa terjadi pada umur di atas 45 atau 55 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan
orang dengan usia yang lebih muda juga dapat mengalaminya. Sampai sekitar 10% dari stroke
dapat terjadi pada orang dewasa muda dan merupakan tantangan para ahli dalam hal diagnosis
dan pengobatan. Pasien biasanya ditangani dengan melakukan beberapa tes seperti pemeriksaan
scan otak, pembuluh darah, evaluasi jantung dan penilaian hematologi dengan menggunakan
teknik diagnostik yang terbaik.

Bagaimana dengan stroke perdarahan atau hemoragik?. Baca di sini.

Stroke Non-Hemoragik
Pengertian Stroke Iskemik

Stroke Non-hemoragik disebut juga sebagai stroke iskemik, bisa disingkat NHS (non
hemorrhagic stroke). Stroke Iskemik adalah stroke yang terjadi ketika terdapat sumbatan bekuan
darah dalam pembuluh darah di otak atau arteri yang menuju ke otak. Stroke jenis ini adalah
yang paling sering terjadi.

Sekitar 80-90% dari semua stroke adalah stroke iskemik. Stroke ini mengacu pada situasi di
mana daerah otak kekurangan aliran darah, biasanya karena adanya bekuan darah atau
penyumbatan arteri oleh aterosklerosis (menumpuknya kolesterol dalam arteri). Faktor risiko
stroke iskemik meliputi bertambahnya usia, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes,
merokok, dan kolesterol tinggi. Pada setiap usia, stroke lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Pengobatan stroke dengan cara mengurangi faktor risiko dan mengidentifikasi sumber
penyumbatan. Setelah penyebab spesifik dari stroke iskemik ditemukan, pengobatan yang terbaik
dapat ditentukan.

Faktor Risiko & Sebab Stroke Non Hemoragik

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya ada banyak faktor penyebab stroke iskemik, faktor
keturunan atau terkait dengan kondisi kesehatan yang menentukan apakah seseorang berada pada
risiko stroke iskemik, namun risiko terjadinya NHS untuk pria dan wanita meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Pilihan gaya hidup juga dapat meningkatkan risiko stroke iskemik,
seperti merokok, yang merupakan kebiasaan yang sangat berbahaya yang dapat melipatgandakan
risiko seseorang.

Berikut ini beberapa faktor risiko stroke iskemik yang dijabarkan dengan singkat:
Faktor risiko karena kondisi dan gangguan kesehatan

Ras orang afro-amerika, Hispanic, atau orang Asia/Pasifik


Usia yang lebih dari 55 tahun.
Riwayat keluarga dengan stroke
Fibrilasi Atrial.
Tekanan darah tinggi.
Penyakit Jantung.
Penyakit arteri karotis atau arteri lainnya.
Penyakit arteri perifer.
Penyakit anemia sel sabit (Sickle Cell Anemia).
Aterosklerosis.
Diabetes.
Obesitas.

Faktor risiko karena gaya hidup

Merokok.
Diet yang tidak sehat.
Minum minuman beralkohol, atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti kokain,
amfetamin atau heroin.

Dari faktor-faktor risiko stroke diatas, ada beberapa yang dapat diubah dan tidak untuk
mencegah terjadi stroke. Ras, usia dan riwayat keluarga adalah faktor risiko yang tidak dapat
diubah sama sekali untuk mencegah terjadinya stroke. Sedangkan faktor risiko lainnya seperti
penggunaan obat terlarang, merokok, gaya serta pola hidup dan diet masih merupakan faktor
risiko yang dapat diubah dengan menghentikannya, serta melakukan pengobatan dan memantau
faktor risiko berupa penyakit yang dialami, yang kesemuanya untuk mencegah terjadinya stroke
iskemik.

Tanda dan gejala stroke

Adapun tanda dan gejala stroke nonhemoragik ini dapat berbeda-beda pada seseorang yang
mengalaminya, karena semuanya tergantung pada arteri di otak yang terpengaruh. Berikut ini
adalah tanda-tanda secara umum dari stroke dan harus membutuhkan perhatian medis segera.

Tiba-tiba mengalami mati rasa atau kelemahan pada bagian wajah, tangan atau tungkai.
Kejadiannya paling sering pada satu sisi. Istilah ini dikenal dengan hemiparesis,
monoparesis, atau yang jarang terjadi adalah quadriparesis
Tiba-tiba mengalami kebingungan atau kesulitan dalam hal berbicara. Lidah terasa lemah
dan kaku, afasia.
Tiba-tiba kehilangan penglihatan, menjadi kabur, gangguan lapangan pandang, diplopia.
Tiba-tiba merasa pusing atau hilang keseimbangan dan koordinasi, vertigo atau ataxia
Tiba-tiba mengalami sakit kepala yang parah.
Untuk lebih mudah mengenali gejala stroke, semua gejala-gejala ini dapat diringkas dengan
sistem FAST (Face, Arm, Speech, dan Time), sesuai dengan waktu penanganannya yang harus
dilakukan dengan cepat atau segera. Sistem ini digunakan oleh asosiasi stroke di Amerika.

Walaupun semua gejala tersebut dapat saja terjadi salah satunya saja, akan tetapi kombinasi dari
beberapa gejala itu lebih mungkin terjadi bersamaan. Dalam hal penanganan stroke yang cepat,
sangat penting mengetahui kapan waktu pertama kali gejala itu timbul, apalagi pasien itu sudah
diketahui kembali normal dari stroke-nya, karena dengan begitu para medis dapat memberikan
langkah awal dengan terapi fibrinolitik yang menjadi pilihan pertama.

Di Amerika, orang-orang yang terkena stroke biasanya pergi ke instalasi rawat darurat (IRD),
rata-rata terlambat 4-24 jam sejak gejala onset stroke terjadi. Banyak faktor yang mendukung
akan terlambatnya dalam mencari perawatan yang segera untuk gejala stroke. Contohnya gejala
stroke yang terjadi ketika pasien baru bangun dari tidurnya, padahal perlangsungan gejala stroke
telah terjadi selama waktu pasien tidur, fenomena ini sering dinamakan wake-up stroke. Ada juga
keterlambatan penanganan stroke karena pasien tidak mampu untuk meminta pertolongan ketika
gejalanya timbul tiba-tiba sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam penanganan yang
segera. Gejala stroke juga terkadang tidak diakui oleh pasien atau orang yang merawat mereka,
dan ini menyulitkan untuk mengetahui kapan gejala stroke ini timbul.

Untuk fenomena wake-up stroke, kita dapat mengambil onset gejala stroke ketika pasien terakhir
terlihat tidak menunjukkan gejala. Untuk hal ini diperlukan masukan dari orang terdekat seperti
keluarga atau rekan kerjanya.

Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala-gejala stroke tersebut, harap menghubungi
layanan kesehatan darurat untuk mendapatkan penanganan dengan segera.

Diagnosis stroke

Dalam melakukan diagnosa stroke iskemik, pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk mencari
kelemahan otot, masalah penglihatan dan berbicara, serta kesulitan dalam gerakan. Jika
memungkinkan, pasien yang mengalami stroke dapat ditanya langsung tentang gejala dan
riwayat medis sebelumnya.

Pemeriksaan Fisis Stroke

Pemeriksaan fisik lengkap akan memungkinkan dokter untuk melihat apakah tubuh pasien stroke
bereaksi. Mereka akan memeriksa tanda-tanda vital, termasuk sistem ABC:

Airway (Jalan Napas)


Dokter akan diperiksa untuk memastikan bahwa pasien dapat bernapas dengan mudah
dan tidak ada yang menghalangi jalan napas.
Breathing (Pernapasan)
Dokter akan memeriksa untuk memastikan pasien bernapas pada tingkat normal 12
sampai 24 kali per menit.
Circulation (Circulation)
Dokter akan menghitung denyut nadi yang rata-rata 60 dan 120 kali per menit.

Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, dokter juga akan:

Melakukan pemeriksaan mata untuk melihat apakah ada pembengkakan saraf optik, yang
dapat disebabkan oleh tekanan yang terbentuk di otak karena stroke, dan mencari gerakan
abnormal atau refleks mata.
Memeriksa leher pasien untuk mendengarkan bruit arteri karotis, adanya suara potensial
menunjukkan adanya sumbatan dalam arteri.
Memeriksa tekanan darah pasien untuk melihat apakah lebih tinggi dari normal (lebih
dari 120 /80 mmHg).
Memeriksa suhu tubuh untuk melihat apakah itu antara 97,8 dan 99,1 derajat Fahrenheit
(36.5 dan 37.3 derajat Celcius).
Memeriksa dengan mendengarkan dengan seksama suara di paru-paru untuk setiap
kelainan

Tes lainnya selama pemeriksaan fisik yaitu memeriksa refleks pasien, kekuatan, koordinasi, dan
rasa sentuhan. Semua hal ini biasanya dipengaruhi oleh kerusakan pada otak karena stroke,
sehingga setiap kelainan pada reaksi pasien mungkin menunjukkan bahwa stroke telah terjadi.
Pemeriksaan fisik juga akan mencakup serangkaian pertanyaan untuk memeriksa setiap
gangguan bicara, ingatan, dan pemahaman.

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang untuk diagnosis stroke yaitu dengan mengambil gambaran dari
struktur tubuh pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan:

CT scan.
CT angiogram (CTA).
Scan MRI.
MRA Magnetic resonance angiography.
USG Doppler.

Tes darah juga dapat membantu menentukan apakah ada masalah dalam pendarahan.

Penanganan atau Pengobatan Stroke (Terapi Stroke)

Manajemen penanganan stroke akut secara umum, baik itu Stroke hemoragik atau non-
hemoragik, difokuskan pada istilah 6B yaitu:

1. Breath (Pernapasan)
2. Blood (Darah)
3. Brain (Otak)
4. Bladder (Kandung Kemih)
5. Bowel (GastroInstestinal)
6. Bone and body skin (Tulang dan Kulit)

Breath (Pernapasan)

Ini adalah bentuk penanganan pertama yang harus diperhatikan yaitu dengan menjaga jalan nafas
tetap bebas dan memastikan fungsi paru-paru cukup baik. Jika pasien mengalami gangguan
kesadaran, maka diperlukan oksigenasi yang cukup memadai, karena ini adalah bagian penting
dari manajemen stroke. Penanganan dengan oksigen harus dilakukan dengan:

1. Oksigen intranasal 2 liter per menit dalam 24 jam pertama


2. Masker oksigen atau intranasal untuk pasien dengan penyakit pernapasan atau edema
paru, digunakan untuk memonitor gas darah arteri atau saturasi oksigen.

Adapun prosedur untuk pasien yang mengalami kesadaran menurun maka harus dilakukan:

Posisi dekubitus lateral untuk menghindari obstruksi jalan napas.


Pemasangan endotracheal tube (ET) dan sekresi harus sering dihisap, jika ventilator tidak
adekuat atau sekret yang keluar tidak terkendali.
Pemasangan trakeostomi, jika intubasi diperlukan selama lebih dari 3 hari.
Pemasangan NGT (NasoGastric Tube) dan mengevakuasi isi lambung, tujuannya untuk
meningkatkan ventilasi dan mencegah aspirasi.
Menganalisa gas darah.

Blood (Darah)

Penanganan ini dengan mengatasi dan memantau tekanan darah, hemoglobin (Hb), glukosa
darah, dan keseimbangan elektrolit.

Tekanan Darah
Menjaga tekanan darah tetap tinggi agar cukup dapat mengalirkan darah sampai ke otak.
Mengukur tekanan darah dilakukan 2 sampai 4 jam pada awalnya, dan kemudian harus
dimonitor dan dikelola dengan cukup hati-hati. Tekanan darah tinggi memang sering
terjadi pada fase akut stroke. Pada kebanyakan kasus yang terjadi, tekanan darah tinggi
akan cukup menurun dalam waktu 1 atau 2 minggu. Pada stroke akut, dengan
menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dapat menyebabkan penurunan aliran darah
otak, yang justru akan menambah iskemik pada bagian otak lagi. Oleh sebab itu, pada
sebagian besar pasien, tekanan darah tinggi tidak harus diturunkan kecuali pada
hipertensi berat, dimana tekanan darah lebih besar dari 180/110 (pada pasien muda) atau
210/120 (pada pasien yang lebih tua).

Mencari dan menganalisa penyebab terjadinya hipertensi, misalnya nyeri, distensi


kandung kemih, sembelit, dll. Jika tekanan darah tinggi bersamaan dengan infark
miokard, diseksi aorta toraks, gagal ginjal atau aneurisma aorta yang pecah, penggunaan
awal obat antihipertensi dapat dibenarkan. Untuk pengobatan yang tiba-tiba, nifedipine
sublingual atau labetalol intravena dapat digunakan. Yang jelas penanganan hipertensi
pada stroke akut secara umum adalah dengan menghindari pengobatan hipertensi yang
berlebihan.

Jika terjadi hipotensi, lakukan koreksi tekanan darah ke ukuran normal dengan
memperhatikan postur pasien, cairan intravena dan mencari sumber terjadinya
hipovolemia atau penyebab hipotensi lainnya.

Hemoglobin (Hb)
Kadar Hb darah harus tetap dijaga dengan baik untuk metabolisme otak.
Glukosa Darah
Penting untuk dilakukan penanganan glukosa darah. Hipoglikemia dan hiperglikemia
dapat menyebabkan efek negatif pada peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena itu,
kadar glukosa darah harus dijaga antara 140 dan 180 mg/dl. Hindari pemberian infus
glukosa, karena akan menyebabkan asidosis di bagian infark otak, yang nantinya akan
mudah terjadi udem otak dan ukuran infark meningkat. Hiperglikemia sering terjadi pada
pasien stroke akut, untuk kadar glukosa lebih dari 250-300 mg/dl maka harus ditangani
dengan pemberian insulin. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita
yang mengantuk atau bradikardi, atau dilihat dengan melakukan pemeriksaan funduskopi.
Obat terapi menangani udem otak dapat diberikan manitol.
Menjaga keseimbangan elektrolit

Brain (Otak)

Penanganan pada otak memfokuskan pada tiga hal yaitu penurunan kesadaran, kejang dan
peningkatan tekanan intrakranial.

Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran tampaknya menjadi prediktor yang paling penting dari suksesnya
terapi stroke. Penilaian fungsi bahasa seperti pemahaman dan ekspresi, harus dilakukan
dengan hati-hati untuk mengecualikan disfasia yang disalahartikan dengan kebingungan.

Pemantauan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital dilakukan setidaknya setiap 2 sampai
4 jam oleh staf medis dan keperawatan. Jika keadaan pasien memburuk, maka
pertimbangkan untuk mencari penyebabnya seperti adanya peningkatan tekanan
intrakranial, perluasan infark ke lobus frontal atau struktur yang lebih dalam, kelainan
metabolik, dan efek obat. Pertimbangkan untuk melakukan CT scan lagi setelah
dilakukan pemeriksaan neurologis seperti fundus okuli, gerakan mata, pupil, dan refleks.
Tetap lakukan pengontrolan dan mewaspadai jangan sampai terjadi aspirasi selama
periode penurunan kesadaran.

Kejang
Strok yang melibatkan bagian kortikal otak akan lebih mungkin secara signifikan terkena
kejang jika dibandingkan dengan lesi yang lebih dalam. Infark emboli lebih sering
mengalami kejang daripada pasien dengan infark trombotik. Kejang harus dapat dicegah
dan diatasi karena dapat memperburuk proses iskemik. Penanganannya dengan
meningkatkan kebutuhan oksigen serebral.
Kejang epilepsi harus dikontrol segera. Pemberian Diazepam intravena atau obat-obatan
yang terkait seperti Diphenylhydantoin atau Carbamazepin adalah pengobatan pilihan
pertama untuk kejang pada pasien stroke. Potensi terjadinya penekanan pernapasan harus
selalu diwaspadai selama pemberian infus obat tersebut. Setelah kejang berhenti,
pemberian fenitoin intravena dapat dimulai untuk mempertahankan dan mengontrol
kejang. Untuk kejang yang tidak dapat dikontrol dengan pemberian berbagai
antikonvulsan, maka diperlukan anestesi barbiturat. Tidak direkomendasikan penggunaan
profilaksis antikonvulsan pada penderita stroke tanpa kejang.

Tekanan Intrakranial (TIK) meningkat


Edema otak sitotoksik terjadi 24-96 jam setelah stroke iskemik akut. Pasien yang
menderita stroke mayor hemisfer biasanya diposisikan dalam posisi tegak 30 dan tidak
boleh berpaling ke kedua sisi selama 24 jam pertama. Jika diperlukan,tingkat sedasi harus
dikontrol dan disesuaikan untuk menghindari rasa sakit dan kecemasan. Tekanan
intrakranial dapat meningkat selama tracheal suction.

Manajemen penanganan peningkatan tekanan intrakranial untuk stroke akut meliputi:

1. Hiperventilasi dengan ventilator wajib dilakukan terus-menerus (PaCO2 antara 30


dan 35 mmHg). Sayangnya efek dari hiperventilasi tidak berlangsung lebih lama
dari 12-36 jam.
2. Osmoterapi dilakukan dengan pemberian:
Infus Gliserol 10 % sampai 4 kali 250 ml lebih dari 1 jam setiap hari
Gliserol 50 % larutan juga dapat diberikan secara enteral melalui tabung
lambung 4 kali 50 ml
Manitol 20 %, 4 kali 100 ml diinfuskan dalam kasus sitotoksik edema
yang parah, atau dalam situasi darurat seperti tekanan intrakranial
dekompensasi dengan pupil melebar, karena tidak lebih dari 2 hari.

Osmoterapi hanya efektif selama 48-72 jam. Selama osmoterapi, osmolalitas


plasma tidak boleh melebihi 330 mosm / kg. Kedua fungsi ginjal dan tekanan
vena sentral harus diawasi dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung
yang mendasarinya. Penggunaan obat osmoterapi dapat mengakibatkan rebound
fenomena jika tiba-tiba dihentikan.

3. Operasi bedah dekompresi dalam kasus selektif dapat menyelamatkan nyawa dan
dapat meningkatkan hasil.

Bladder (Kandung Kemih)

Pengelolaan perkemihan dan keseimbangan cairan tubuh harus diperhatikan, tujuannya untuk
menghindari terjadi retensio atau inkontinensia urine.

Manajemen kandung kemih


Tujuan dari penanganan ini demi mengurangi risiko tekanan berlebih dan infeksi
kandung kemih, dan juga sekaligus memulihkan fungsi kandung kemih dan kontinensia.
Kateterisasi dilakukan jika tingkat kesadaran pasien terganggu atau tidak dapat berkemih
lebih dari 6 jam. Hindari terjadinya inkontinensia atau retensi urin karena akan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.

Keseimbangan cairan dan elektrolit


Mayoritas stroke terjadi pada orang tua, yang mana cairan dan gangguan elektrolit dalam
tubuh lebih mungkin terjadi. Terjadinya dehidrasi akan meningkatkan kekentalan darah
dan menurunkan tekanan darah, sehingga sering sekali memperburuk proses iskemik di
otak. Dehidrasi juga merupakan faktor penting predisposisi kardioembolisme berulang.

Masalah hidrasi cairan harus tetap dipantau dan dijaga keseimbangannya, karena hidrasi
yang berlebihan atau overhydration akibat pemberian cairan hipo-osmolar dapat
memperburuk edema otak dan selanjutnya meningkatkan tekanan intrakranial. Adanya
gangguan yang mendasari seperti penyakit ginjal dan jantung sering membuat koreksi
cairan dan elektrolit lebih sulit.

Permasalahan lainnya adalah disfagia dan penurunan sensasi haus sekunder pada
kerusakan otak, pemberian cairan maintenance parenteral dan penggunaan diuretik yang
tidak sesuai, sering menyebabkan hiper atau hiponatremia, yang berefek memperparah
iskemia otak. Perhatian terhadap ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dilakukan
pada pasien dengan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, penyakit Addison, psirosis
hati, syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), dan diabetes
insipidus.

Pemantauan elektrolit serum, volume dan berat jenis urine, serum dan osmolaritas urine,
serta tekanan vena sentral secara berkala dianjurkan.

Bowel (GastroInstestinal)

Pengelolaan defekasi dan nutrisi pasien stroke harus diperhatikan, tujuannya untuk menghindari
timbulnya gangguan pada sistem pencernaan, karena hal ini akan membuat pasien stroke menjadi
gelisah, contohnya karena terjadi obstipasi.

Fungsi usus
Pemantauan pembukaan usus penting karena sembelit dapat meningkatkan tekanan
intrakranial. Enema diperlukan jika tidak ada motilitas usus selama lebih dari 3 hari.
Nutrisi
Pemberian nutrisi normal harus dilarang pada pasien stroke akut segera setelah onset
untuk menghindari terjadinya aspirasi. Semua pasien yang dirawat dengan stroke harus
mempertahankan tanpa intake oral setidaknya untuk 24-48 jam pertama, seperti halnya
pada kasus TIA persisten atau defisit yang lebih moderat. Perhatian khusus harus
diarahkan untuk pasien dengan infark kortikal yang besar (baik hemisfer dominan atau
non-dominan). Semua pasien tanpa intake oral harus diberikan cairan infus, yaitu normal
saline (kecuali pasien dengan gagal jantung kongestif yang signifikan atau hipertensi).
Perdarahan Gastrointestinal
Untuk mencegah terjadinya perdarahan gastrointestinal, pemberian profilaksis antasida
dan antagonis reseptor H2 dianjurkan pada pasien stroke akut, terutama mereka yang
memiliki riwayat ulkus peptikum atau pengobatan sebelumnya dengan aspirin, agen
fibrinolitik, antikoagulan, obat anti inflamasi non-steroid, atau kortikosteroid.

Bone and body skin (Tulang dan Kulit)

Tanpa pergerakan atau imobilitas dapat menyebabkan peningkatan katabolisme, stasis vena,
penurunan kapasitas vital, depresi psikologis, stasis urin dan memperlambat saluran pencernaan.
Komplikasi utama yang bisa terjadi seperti pneumonia, emboli paru, ulkus dekubitus, kolesistitis,
trombosis vena dalam dan infeksi saluran kemih. Imobilitas juga dapat menyebabkan komplikasi
ortopedi, kontraktur dan kelumpuhan tekanan.

Penanganan dengan melakukan terapi fisik harus dimulai dalam waktu 2 hari sejak onset stroke,
bahkan pada pasien coma sekalipun. Cara merawat pasien stroke dengan merubah posisi tubuh
secara reguler jika pasien lumpuh atau yang mengalami gangguan kesadaran, dan pemantauan
terhadap kulit kemerahan atau yang mengalami erosi, sangat diperlukan pada pasien stroke akut.

Terapi Spesifik Stroke Non-Hemoragik

Manfaat terapi pengobatan farmakologis bisa saja terbatas karena beberapa faktor, sebagian
spesifik untuk stroke oklusif. Salah satu masalah adalah time window untuk efek pengobatan.
Kesulitan yang lainnya adalah kurangnya penetrasi obat ke bagian otak dengan gangguan
sirkulasi darah, risiko terjadinya hipertensi sistemik yang berakibat berkurangnya perfusi pada
zona iskemik yang melalui arteri kolateral, dan terjadinya agitasi atau halusinasi karena
pemberian neuroprotectants.

Menurut pendekatan therapeutical dasar, pengobatan spesifik stroke iskemik dibagi menjadi 2
kelompok.

1. Melindungi penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut akibat metabolit toksik
o Obat Saraf
Glutamate release inhibitors.
Antagonis reseptor NMDA.
Peningkat efek GABA.
Antagonis kalsium, misalnya nimodipin.
Modulasi nitrat oksida terkait toksisitas.
Agen saraf lainnya, misalnya piracetam, citicholine.
o Free-radical scavengers
Superoksida dismutase.
Enzim katalase.
Vitamin E.
Glutathione.
21-aminosteroids (lazaroids), misalnya tirilazad.
Kelator besi.
phenyl-t-butyl nitrons.
o
leucocyte adhesion inhibitors
Anti-intercellular adhesive molecule (anti-ICAM-1), antibodi yang mengurangi
kerusakan sel iskemik yang timbul karena respon inflamasi pasca-iskemik.
2. Meningkatkan suplai darah ke area penumbra iskemik
o Obat Trombolitik
Streptokinase intravena.
Urokinase dan pro-urokinase intra-arteri.
Aktivator jaringan plasminogen intravena.
Ancrod

Terapi trombolitik harus diberikan sesegera mungkin setelah onset stroke (dalam
waktu 3-6 jam). Obat ini dapat menyebabkan perdarahan dan cedera reperfusi
setelah rekanalisasi, dan bahan bekuan terfragmentasi dapat bermigrasi ke distal
dan menciptakan zona iskemik baru. Meskipun masalah terdapat dengan efek
samping, hasil uji coba terbaru menunjukkan bahwa pengobatan farmakologis
khusus ini dapat meningkatkan hasil yang baik untuk stroke akut.

o Antikoagulan
Pemberian heparin intravena telah sering digunakan untuk stroke rekuren, ganas,
atau TIA. Jenis antikoagulan ini dengan bobot molekul rendah (fraxiparin) yang
disuntikkan secara subkutan mungkin lebih efektif, dengan rendahnya risiko
komplikasi terjadinya stroke hemoragik, dibandingkan dengan pemberian
unfractionated heparin standar.

Tim yang terlibat dalam penanganan stroke

Penanganan stroke yang efektif harus melibatkan dari para ahli dari berbagai bidang
multidisiplin ilmu, seperti:

Dokter
Psikoterapi
Terapis Okupasi
Terapis berbicara dan berbahasa
Staf Keperawatan
Pekerja Sosial

Mereka ini kemungkinan juga akan merekomendasikan beberapa spesialis medis dan bedah,
seperti:

Ahli Gizi
Psikiater
Chiropodist (Perawat kaki)
Dokter Gigi
Ahli tulang (Orthotist)
Waktu adalah Utama
Stroke dapat diobati, tetapi hanya jika pasien dapat dibawa ke rumah sakit tepat beberapa jam
setelah mengalami gejala pertama. Semakin lama arteri pembuluh dara tersumbat, otak akan
semakin rusak dan menderita. Semakin cepat bekuan atau sumbatan dapat dihilangkan dan aliran
darah dipulihkan, semakin baik kesempatan untuk mengembalikan aliran darah ke jaringan otak
dan menghentikan kerusakan lebih lanjut.

Tujuan perawatan pasca penanganan stroke awal adalah untuk:

Mengurangi kemungkinan terjadinya stroke lanjutan


Meningkatkan fungsi tubuh yang terkena stroke
Mengatasi terjadinya kecacatan

Perhatian medis segera, cepat, dan efisien (sekitar 3 sampai 6 jam) sejak terjadi onset stroke dari
semua tim penanganan stroke, sangat penting bagi korban stroke non-hemoragik/iskemik untuk
mengurangi risiko cacat jangka panjang atau kematian.

Anda mungkin juga menyukai