Anda di halaman 1dari 16

Infark serebral

Definisi
Infark serebral adalah area jaringan nekrotik di otak akibat penyumbatan atau
penyempitan di arteri yang memasok darah dan oksigen ke otak. Oksigen yang terbatas karena
suplai darah yang terbatas menyebabkan stroke iskemik yang dapat mengakibatkan infark jika
aliran darah tidak pulih dalam waktu yang relatif singkat. Penyumbatan dapat disebabkan
oleh trombus , embolus, atau stenosis ateromatosa pada satu atau lebih arteri. Arteri mana yang
bermasalah akan menentukan area otak mana yang terpengaruh (infark). sindroma klinis dengan
gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vaskular (WHO 1983)

Klasifikasi
Ada berbagai sistem klasifikasi untuk infark serebral, beberapa di antaranya dijelaskan di
bawah ini :
 Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
 3. Lacunar Infark (LACI)
 4. Posterior Circulation Infark (POCI) 

Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya infark serebral dapat di klasifikasikan sebagai berikut
(Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain

Patofisiologi
Patofisiologi dari infark serebral bisa diliat dari apakah infark serebral didasarkan pada
trombotik atau emboli, patofisiologinya , atau kondisi yang diamati dan mekanisme penyakit
yang mendasari. Pada stroke iskemik trombotik, trombus terbentuk dan menghalangi aliran
darah..Trombus terbentuk ketika endotelium diaktivasi oleh berbagai sinyal untuk
menghasilkan agregasi platelet di arteri. Gumpalan trombosit ini berinteraksi
dengan fibrin membentuk sumbat trombosit . Sumbat trombosit ini tumbuh menjadi trombus,
menghasilkan arteri stenotik. Iskemia trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah besar
atau kecil. Pada pembuluh darah besar, penyebab paling umum dari trombus
adalah aterosklerosis dan vasokonstriksi . Pada pembuluh kecil, penyebab tersering
adalah lipohyalinosis. Lipohyalinosis terjadi ketika tekanan darah tinggi dan penuaan
menyebabkan penumpukan materi hialin berlemak di pembuluh
darah. Pembentukan ateroma juga dapat menyebabkan stroke iskemik trombotik pembuluh
kecil. Penyumbatan aliran darah menghasilkan depolarisasi neuron yang menghasilkan
gelombang yang disebut penyebaran depolarisasi , yang bergerak dari inti yang terkena ke
penumbra dan otak yang sehat menghasilkan depolarisasi lebih lanjut, kematian neuron dan
gejala neurologis. 
Stroke emboli mengacu pada penyumbatan arteri oleh embolus , partikel yang
berjalan atau puing-puing dalam aliran darah arteri yang berasal dari tempat lain. Emboli
paling sering adalah trombus, tetapi juga bisa berupa sejumlah zat lain
termasuk lemak (misalnya dari sumsum tulang di tulang yang patah ), udara , sel kanker atau
gumpalan bakteri (biasanya dari endokarditis menular). Emboli mungkin berasal dari jantung
karena fibrilasi atrium , foramen ovale paten atau dari plak aterosklerotik arteri besar lain
(atau yang sama). Emboli gas arteri serebral (misalnya selama pendakian dari penyelaman
SCUBA) juga merupakan kemungkinan penyebab infark (Levvett & Millar, 2008).

Manifestasi klinis
Gejala infark serebral ditentukan oleh bagian otak yang terkena Sebagian besar kasus terjadi
secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit
(completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan
penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan
yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala infark serebral yang
muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
 Kelemahan pada anggota gerak
Diagnosis
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk
mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat
digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia,
alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk
mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri. Pada kinan (cekat
tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri
dapat mengakibatkan gangguan bicara atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri),
60% pusat bahasa berada kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak
menonjol karena masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke dalam kasus apakah
penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular dimana harus
terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau
mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang
terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat
menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu
stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan
kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang mencakup gangguan
motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota gerak menandakan adanya gangguan
fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk
mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya
inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo dan mulut
mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika makan atau minum
berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel berhubungan dengan nervus XII.
Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu perlu ditanyakan
waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum terjadi serangan. Stroke iskemik
dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab
trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat aktivitas ringan yang
tidak meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat progresif,
semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke iskemik dengan penyebab
embolus umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas berat yang meningkatkan kerja
jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan
anggota gerak yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala yang
menyusul berikutnya, secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi, peningkatan TTIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut
mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum
oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini
diderita
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :


Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui adanya
gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom.
Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
 GCS
 Pupil
 Tanda rangsang meningeal
 Nervus cranialis
 Fungsi motorik
 Fungsi sensorik
 Fungsi otonom
 Gait dan koordinasi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis infark serebral yaitu,
Computed tomography (CT) dan pemindaian MRI, akan menunjukkan area yang rusak di
otak atau area kerusakan pada otak, yang menunjukkan bahwa gejala tersebut bukan
disebabkan oleh tumor , hematoma subdural , atau gangguan otak lainnya. Sumbatan juga
bias diketahui pada pemeriksaan angiogram.

Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke
akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

 Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :


Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

 Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :


Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :


1. Stroke iskemik
 Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal,
obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan
bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan
obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya
pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan
darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi
seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan
deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga
memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui
unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
 Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi
emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,
thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat
yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral,
Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg,
hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis
vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan
atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 –
1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol
dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari
dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali
adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
 Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan
dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih
lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
 CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah
sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga
menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963
pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari
menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.
Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
 Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki
integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai
minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
 Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
 Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk
iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan upstream”.
Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan
plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki
pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese,
sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

2. Stroke Hemoragik
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat
6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien
yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang
mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan
obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
 Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang
sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk
menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
 Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers
dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam
selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif
untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7
sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi
vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila
gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220
mmHg menggunakan dopamin.
 Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan
serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan
selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)  operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali kesadaran atau
defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka  operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan
pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak  operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc  operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka  operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum
timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15
hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest Scale 1
sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari).
Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka
kematian yang tinggi (75%).

 Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi
menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke :


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5  Evaluasi ambulasi
 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10  Aktifitas berpindah
 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan
2-3 minggu  Team/family planing
 Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu  Home program
 Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu  Follow up
 Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di
rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas
bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang
sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil
9.  Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

Prognosis

Infark serebral dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan
gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita infark serebral yang
masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang
dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan,namun sebagian besar
penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila begitu
Tindakan pemulihanlah yang penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

DAFTAR PUSTAKA
Arboix, A. and Alio, J. (2012) ‘Acute Cardioembolic Cerebral Infarction: Answers to Clinical
Questions’, Current Cardiology Reviews. doi: 10.2174/157340312801215791.

Arboix, A. and Alioc, J. (2010) ‘Cardioembolic Stroke: Clinical Features, Specific Cardiac
Disorders and Prognosis’, Current Cardiology Reviews. doi: 10.2174/157340310791658730.

D’Souza, A., Butcher, K. S. and Buck, B. H. (2018) ‘The Multiple Causes of Stroke in Atrial
Fibrillation: Thinking Broadly’, Canadian Journal of Cardiology. doi:
10.1016/j.cjca.2018.08.036.

Arboix, A. and Alio, J. (2012) ‘Acute Cardioembolic Cerebral Infarction: Answers to Clinical
Questions’, Current Cardiology Reviews. doi: 10.2174/157340312801215791.

Arboix, A. and Alioc, J. (2010) ‘Cardioembolic Stroke: Clinical Features, Specific Cardiac
Disorders and Prognosis’, Current Cardiology Reviews. doi: 10.2174/157340310791658730.

Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle
Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular


disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.

D’Souza, A., Butcher, K. S. and Buck, B. H. (2018) ‘The Multiple Causes of Stroke in Atrial
Fibrillation: Thinking Broadly’, Canadian Journal of Cardiology. doi:
10.1016/j.cjca.2018.08.036.

Anda mungkin juga menyukai