Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT SISTEM PERSARAFAN


PADA PASIEN STROKE
Kelompok 3
Silvia Lestari
Yeni Yuli Astuti
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi
Stroke Merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebal di satu pembuluh
darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai
oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekroris di jaringan otak.
Semakin cepat sirkulasi kembali normal setelah stroke menyerang, pasien berpeluang
lebih besar untuk sembuh total.Akan tetapi, sekitar setengah pasien yang bisa bertahan
hidup dari stroke menjadi lumpuh permanen dan mengalami rekurensi dalam waktu
beberapa minggu, beberapa bulan, atau beberapa tahun.
2.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya bervariasi, tergantung pada arteri yang diserang (dan, akibatnya,
bagian otak yang disuplainya), keparahan kerusakan, dan perluasan sirkulasi kolateral yang
berkembang untuk membantu otak mengimbangi suplai darah yang yang berkurang. Stroke
hemifer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan, stroke hemisfer kanan: gejala di sisi tubuh
sebelah kiri, stroke yang menyebabkan kerusakan saraf cranial: tanda disfungsi saraf cranial
di sisi yang sama dengan terjadinya hemoragi, Gejala biasanya diklasifikasikan menurut arteri
yang diserang: Arteri serebral tengah; Arteri carotid; Arteri vertebrobasilar; Arteri serebral
anterior; Arteri serebral posterior, Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik,
tergeneralisasi, atau fokal.
2.3 Etiologi
• Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :

1. Trombosis • Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher

2. Embolisme • Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
serebral bagian tubuh yang lain

3. Iskemia • Penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi • Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan


serebral kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
2.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana
saja di dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi:
arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di
daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya
adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari
mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahi otak.
2.5 Klasifikasi Stoke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan serebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi saat melakukan aktifitas, namun
juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaraan umumnya menurun dan penyebab yang
paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi setelah istirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
2.6 Uji Diagnostik
Computed tomography (CT) scan menunjukkan adanya stroke hemoragik
dengan segera tetapi bisa jadi tidak menunjukan adanya infarksi trombotik
selama 48 sampai 72 jam; magnetic resonance imaging bisa membantu
mengidentifikasi area yang yang mengalami iskemia atau infarksi dan
pembengkakan serebral; Tomografi emisi positron bisa mengukur aliran darah.
Tomografi emisi foton-tunggal, perfusi CT, dan teknik perfusi resonansi
magnetic melaporkan aliran darah relative dan merupakan alat penelitian;
Oftalmoskopi bisa menunjukan tanda hipertensi dan perubahan aterosklerotik,
okulasi pembuluh, atau tempat ruptur; EEG membantu menunjukan lokasi area
yang rusak; studi laboratoris dasar lainnya meliputi urinanalisis, studi
koagulasi, jumlah sel darah lengkap, osmolalitas serum, dan kadar elektrolit,
glukosa, trigliserida, kreatinin, dan nitrogen urea darah.
2.7 Faktor Resiko terjadinya Stroke
1. Hipertensi
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
3. Kelainan jantung
4. Diabetes melitus 
5. Usia lanjut
6. Polocitemia
7. Peningkatan kolesterol
8. Obesitas
9. Perokok
10. Kurang aktivitas fisik
11. Life style atau Gaya hidup
2.8 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Cara mencegah stroke yang utama adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat. Selain
itu, kenali dan hindari faktor risiko yang ada, serta ikuti anjuran dokter. Berbagai tindakan
pencegahan stroke, antara lain:

1. Menjaga pola makan. 

2. Olahraga secara teratur. 

3. Berhenti merokok. 

4. Hindari konsumsi minuman beralkohol. 

5. Hindari penggunaan Narkoba


2. Pengobatan
a) Pengobatan stroke Iskemik
• Penanganan awal stroke iskemik akan berfokus
untuk menjaga jalan napas, mengontrol tekanan
darah, dan mengembalikan kondisi aliran darah.
b). Pengobatan stroke hemoragik
• Pada kasus stroke hemoragik, penanganan awal
bertujuan untuk mengurangi tekanan pada otak
dan mengontrol perdarahan.
PENGKAJIA
N
1. Pengkajian Primer
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu:
mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang
berhubungan dengan stroke meliputi adanya tingkat kesadaran, gerakan mata horizontal,
lapang pandang, facial palsy, fungsi motorik lengan dan kaki, sensasi, bahasa dan bicara,
pengabaian dan tidak perhatian.
Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian primer (primary assessment).
Primary assessment dengan data subjektif yang didapatkan yaitu keluhan utama: kelemahan
ekstremitas, gangguan bicara, peningkatan tekanan darah, perubahan sensasi dan cara
bicara. Riwayat penyakit terdahulu: adanya penyakit saraf atau riwayat cedera sebelumnya
dan darah tinggi, kebiasaan minum alkohol, konsumsi medikasi antikoagulant atau agen
antiplatelet, adanya alergi, dan status imunisasi (Andra W & Yessie P, 2013).
• Data objektif :
• 1). Airway
• Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi stridor,
ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
• 2). Breathing
• Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau mengi, pernapasan diatas dua puluh
empat kali per menit.
• 3) Circulation
• Adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardi yang diselingi dengan bradikardi disritmia).
• 4). Disability
• Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kasadaran bisa sampai
koma.
1. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder terdiri dari keluhan utama
yaitu, adanya penurunan kesadaran, penurunan
pergerakan, perubahan sensasi, perubahan fungsi
motorik lengan dan kaki. Riwayat sosial dan medis
yaitu, riwayat pengunaan dan penyalagunaan alkohol
dan riwayat darah tinggi tak terkontrol. pada pola
aktifitas didapatkan adanya kelemahan samapi
paralisis.
1. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.
Riwayat “AMPLE” (alergi, medikasi, past illness, last meal, event/environment) perlu
diingat.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau
fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen, perineum,
muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan dalam secondary survey.
3. Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan pengeluaran urin penting dilakukan.
4. Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada,
abdomen dan prosedur diagnostik lain.
Sekian dan Terima Kasih
Semoga
Bermanfaat………

Anda mungkin juga menyukai