Anda di halaman 1dari 31

A.

DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler.
Stroke dapat dibagi menjadi 2 jenis :
1. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan
aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi
pada jaringan otak. stroke iskemik akut disebabkan oleh oklusi trombotik
atau embolik dari arteri serebral.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.

Non hemoragik stroke / Stroke iskemik ditandai dengan tiba-tiba kehilangan


sirkulasi darah ke area otak, yang mengakibatkan hilangnya fungsi neurologis.
stroke iskemik akut disebabkan oleh oklusi trombotik atau embolik dari arteri
serebral dan lebih umum daripada stroke hemoragik.1,2

B. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab utama kecacatan dan penyebab keempat kematian di
Amerika Serikat. Setiap tahun, sekitar 795.000 orang dalam pengalaman Amerika
Serikat baru (610.000 orang) atau berulang (185.000 orang) stroke. studi
epidemiologi menunjukkan bahwa 82-92% dari stroke di Amerika Serikat adalah
iskemik.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 15 juta orang menderita stroke
di seluruh dunia setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta mati, dan 5 juta lainnya
meninggalkan cacat permanen. Meski stroke sering dianggap sebagai penyakit
orang tua, sepertiga dari stroke terjadi pada orang yang lebih muda dari 65
tahun.Resiko stroke meningkat dengan usia, terutama pada pasien yang lebih tua
dari 64 tahun, di antaranya 75% dari semua stroke terjadi.Pria berada pada risiko
tinggi untuk stroke daripada wanita.3,4
C. ETIOLOGI

Stroke iskemik akibat dari peristiwa yang membatasi atau menghentikan


aliran darah, seperti ekstrakranial atau intrakranial emboli trombotik, trombosis in
situ, atau hipoperfusi relatif. Seperti aliran darah menurun, neuron berhenti
berfungsi. Meskipun berbagai ambang batas telah dijelaskan, iskemia neuronal
ireversibel dan cedera umumnya dianggap mulai pada tingkat aliran darah kurang
dari 18 mL / 100 g jaringan / min, dengan kematian sel terjadi dengan cepat
dengan harga di bawah 10 mL / 100 g jaringan / min.5

D. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko stroke iskemik meliputi kondisi dimodifikasi dan nonmodifiable.


Identifikasi faktor risiko di setiap pasien dapat mengungkap petunjuk penyebab
stroke dan pengobatan yang paling tepat dan rencana pencegahan sekunder.

1. Faktor risiko Nonmodifiable meliputi berikut ini:

a. Usia
b. Ras
c. Seks
d. Etnik
e. Riwayat sakit kepala.
f. Riwayat keluarga stroke atau serangan iskemik transient (TIA).6

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi meliputi berikut ini:

a. Hipertensi
b. Diabtes mellitus
c. Penyakit jantung: fibrilasi atrium, penyakit katup, gagal jantung, stenosis
mitral, anomali struktural memungkinkan kanan-ke-kiri shunting
(misalnya, paten foramen ovale), dan atrium dan pembesaran ventrikel.
d. Hiperkolesterolemia
e. TIA
f. Masalah gaya hidup: asupan yang berlebihan alkohol, penggunaan
tembakau, penggunaan narkoba, aktivitas fisik.
g. Kegemukan
h. Oral penggunaan kontrasepsi / penggunaan hormon pascamenopause.7

E. KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Prolong reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
seminggu.
4. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
5. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.8

b. Berdasarkan Kausal
1. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya. kadar kolesterol
jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah
kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
2. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.9

F. GEJALA KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun
pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari
50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia
lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat
menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.

1. Gangguan pada sistem karotis Pada cabangnya yang menuju otak bagian
tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
a. Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi.
b. Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi).
c. Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia).
d. Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia).
e. Mata selalu melirik ke satu sisi.
f. Kesadaran menurun.
g. Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya.

2. Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
a. Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa.
b. Ngompol (inkontinensia urin).
c. Penurunan kesadaran.

3. Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior),


dapat memberikan gejala:
a. Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan
pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical blindness.
b. Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh
sisi tubuh.
c. Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.10
4. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan
kesadaran.
Selain itu juga dapat menyebabkan:
a. Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan.
b. Kehilangan keseimbangan.
c. Vertigo.
d. Nistagmus.11,12

G. DIAGNOSIS STROKE NON HEMORAGIK


Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
1. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.9

Terdapat beberapa sistem skoring klinis yang telah dikembangkan untuk


membedakan antara stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
1. Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan di rumah sakit lainnya di Makassar
digunakan Skor Hasanuddin, dimana berdasarkan hasil penelitian Gunawan D.
Jika nilai total skor yang diperoleh < 15, maka diagnosis klinisnya adalah
stroke non hemoragik. Dan jika nilai total skor yang diperoleh ≥ 15, maka
diagnosis klinisnya adalah stroke hemoragik.13
2. Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan sekitar
tahun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj. nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu)
mengindikasikan perdarahan intraserebral supratentorial, sedangkan nilai di
bawah -1 (minus satu) mengindikasikan infark serebri. Nilai antara 1 dan -1
menunjukkan hasil belum jelas, sehingga membutuhkan CT scan kepala.14
3. Algoritma gajah mada
b. Pemeriksaan tambahan
1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis, untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika hasil CT scan negatif tetapi kecurigaan klinis
tetap tinggi.9
Gambaran CT-Scan kepala pada penderita stroke nonhemoragik

a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tidak tampak kelainan pada
CT-Scan. Kadang-kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang
jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi hipodens (warna hitam), batas
tidak tegas.
b. Fase lanjut,densitas akan semakin turun, batasnya juga akan semakin
tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dan berbatas tegas.13

2. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah
rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).9

H. PENATALAKSANAAN

Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) Pada stroke iskemik akut, dalam
batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron
dapatdipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang
disebut sebagai strategi neuroprotektif.
a. Sasaran pengobatan
Menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses
patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus
dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang
mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.
3. Blood
a. Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
b. Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
c. Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
d. Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
e. Keseimbangan elektrolit dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh
diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien
tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti,
disertai latihan buli-buli.
b. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala.
c. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥
220 mmHg, diastlik ≥ 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130
mmHg (pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan: sodium nitroprussid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mmHg, diastolik ≤ 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2 – 20 μg/kgBB/menit sampai
tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5 – 20 mg
intravena pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
d. Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan per oral jangka
panjang.
e. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 – 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3 – 5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (< 320 mmol);
sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
f. Terapi Khusus Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan antikoagulan, Dapat juga diberikan agen neuroprotektor yaitu
sitikolin atau pirasetam.
g. Terapi trombolitik
Stroke iskemik akut adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Eropa, Amerika Utara, dan Asia. pengobatannya telah benar-benar berubah
selama dekade terakhir dengan pendekatan yang berbeda intervensi, seperti
percobaan intravena, percobaan intra-arteri, kombinasi percobaan intravena /
intra-arteri, dan perangkat yang lebih baru untuk mekanis menghilangkan bekuan
dari arteri intrakranial. trombolisis intravena dengan aktivator plasminogen
jaringan (TPA) dalam 4,5 jam dari timbulnya, secara signifikan meningkatkan
hasil klinis pada pasien dengan stroke iskemik akut. Farmakologi trombolisis
intra-arteri telah terbukti efektif sampai 6 jam setelah oklusi arteri serebri dan
menawarkan tingkat yang lebih tinggi dari rekanalisasi dibandingkan dengan
trombolisis intravena.

1. Intravena Trombolitis

Intravena (IV) trombolisis dengan aktivator plasminogen jaringan (TPA,


alteplase) dalam waktu tiga jam dari gejala onset adalah standar perawatan dalam
pengobatan stroke iskemik akut dalam praktek klinis saat ini. IV trombolisis
memiliki beberapa keterbatasan seperti jendela waktu singkat, risiko besar
perdarahan intrakranial.

Pada tahun 1995, hasil dikumpulkan dari dua tahap III Nasional Institut
Neurologis Gangguan dan Stroke (NINDS) uji jaringan plasminogen activator
(TPA), menunjukkan bahwa IV tPA di stroke iskemik akut aman dan efektif jika
diberikan dalam waktu 3 jam dari timbulnya gejala. Pasien yang diobati dengan
tPA setidaknya 30% terjadi efek minimal atau tidak ada cacat pada 3 bulan.

Penelitian, yang mencakup 2.775 pasien yang terdaftar dalam 6 IV uji tPA
pertama, menunjukkan bahwa pengobatan dalam 90 menit pertama dari onset
meningkatkan kemungkinan hasil yang menguntungkan sebesar 2,8 kali lipat, di
waktu 91-180 menit dengan 1,6 kali lipat, dan di waktu 181-270 menit sebesar 1,4
kali lipat, sedangkan pengobatan diwaktu 271-360 menit tidak meningkatkan hasil
secara signifikan secara statistik. Jadi, semakin cepat tPA diberikan kepada
pasien, semakin besar manfaat yang. 15
a. INDIKASI
Kriteria seleksi yang digunakan untuk terapi trombolitik
1. Tidak lebih dari 12 jam setelah waktu terapi : nyeri dada, semakin cepat
semakin baik
2. Elevasi segmen ST pada EKG atau onset baru blok cabang berkas kiri
3. Nyeri dada istemik dengan durasi 30 menit
4. Nyeri dada tidak respon terhadap nitrogliserin sub lingual atau nifedipin
5. Tidak mengalami kondisi yang dapat menjadi predisposisi pendarahan
Indikasi :
1. Kelas I
a. Usia pasien < 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk
terapi < 12 jam
b. Pasien dengan blok cabang-ikat dan adanya riwayat AMI
2. Kelas IIa
Usia pasien > 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk
terapi < 12 jam
3. Kelas IIb
a. Pasien dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi lebih dari
12 – 24 jam
b. Pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 110
mmHg berhubungan dengan MI
4. Kelas III
a. Pasien dengan ST elevasi, waktu untuk terapi > 24 jam dan nyeri istemik
tertangani
b. Pasien dengan ST depresi

b. KONTRAINDIKASI
Terapi trombolitik : Kontra indikasi absolut
1. Sebelumnya mengalami stroke hemoragik; stroke lain atau serebrovaskular
yang terjadi dalam 1tahun terakhir
2. Neoplasma intrakranial
3. Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi)
4. Suspek diseksi aorta

Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi utama yang mengancam


nyawa pada terapi trombolitik. Secara teknis, cukup CT scan kepala
diperlukan sebelum pemberian terapi trombolitik untuk mengeluarkan
diagnosis pendarahan otak dan non-iskemik.
Terapi trombolitik : Kontraindikasi relatif
1. Hipertensi berat (tekanan darah >180/110)
2. Riwayat CVA / kelainan intraserebral
3. Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala
atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar < 3minggu
4. Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir
5. Penggunaan streptokinase sebelumnya (5 hari sampai 2 tahun) atau
riwayat alergi terhadap streptokinase
6. Pengunaan antikoagulan
7. Kehamilan
8. Tukak lambung
9. Riwayat hipertensi kronik yang berat
Kendala :
Sistem pelayanan medis darurat harus menerapkan protokol stroke pra-
rumah sakituntuk mengevaluasi dan dengan cepat mengidentifikasi pasien yang
mungkin mendapat manfaat dari terapi trombolitik, mirip dengan protokol untuk
nyeri dada. Pasien stroke datang dalam waktu 3 jam harus di-triase segera seperti
pada kasus ST-elevasi akut pada infark miokard. Pemakaian tim perawatan stroke
akut, termasuk dokter, ahli saraf, perawat, staf radiologi dan apoteker, adalah cara
yang efektif untuk mengkoordinasikan evaluasi awal dan pengobatan.
Ketersediaan CT scan di unit gawat darurat harus dipastikan di rumah sakit
tingkat kabupaten dan seterusnya. Tersedianya teknisi berpengalaman
mengoperasikan mesin CT scan, siang-malam, akan cukup, tanpa perlu ahli
radiologi, sebagaimana dokter di unit gawat darurat akan mampu membedakan
suatu infark iskemik dari pendarahan intrakranial dan mereka juga dapat dilatih
untuk mengambil tanda-tanda radiologis awal dari infark yang berkembang dalam
gambar CT. Mekanismenya juga harus siap terlatih menyediakan obat yang
terbukti hanya untuk terapi stroke akut, misalnya, r-TPA, di pusat-pusat pelayanan
kesehatan tersier dan rumah sakit pusat di kabupaten, meskipun biaya obat saat ini
tinggi.

2. Intra-ateri Trombolitik

Intra-arteri (IA) trombolisis terdiri dalam pengiriman lokal dari agen


trombolitik, pada atau di dalam trombus, menggunakan teknik
neurointerventional. Dibandingkan dengan terapi intravena, terapi IA memiliki
keuntungan dari memberikan konsentrasi yang lebih tinggi dari agen litik dikirim
ke target gumpalan sambil meminimalkan paparan sistemik terhadap obat. Hal ini
juga potensi keberhasilan yang lebih besar dengan tarif rekanalisasi yang lebih
tinggi. Teknik ini juga memungkinkan gangguan mekanik dari bekuan dengan
kateter atau perangkat tertentu selama prosedur.

Intra-arteri (IA) trombolisis terdiri dalam pengiriman lokal dari agen


trombolitik, pada atau di dalam trombus, menggunakan teknik
neurointerventional. Dibandingkan dengan terapi intravena, terapi IA memiliki
keuntungan dari memberikan konsentrasi yang lebih tinggi dari agen litik dikirim
ke target gumpalan sambil meminimalkan paparan sistemik terhadap obat. Hal ini
juga potensi keberhasilan yang lebih besar dengan tarif rekanalisasi yang lebih
tinggi. Pro-Urokinase (pro-UK), urokinase (UK) dan alteplase adalah agen
trombolitik utama yang digunakan dalam jenis prosedur.

Intra-arteri atau gabungan trombolisis telah diuji hanya dalam uji coba
terkontrol beberapa. The Prolyse Akut Cerebral Tromboemboli II (PROACT II)
studi menunjukkan keamanan dan kemanjuran IA trombolisis pada pasien dengan
oklusi MCA. 180 subyek diacak dalam waktu 6 jam dari onset stroke untuk
menerima 9 mg intra-arteri pro-urokinase (pro-UK) dan heparin (n = 121) atau
heparin IV saja (n = 59). Pasien dalam kelompok pro-Inggris memiliki tingkat
yang lebih besar rekanalisasi (parsial atau lengkap: 66% berbanding 18%, p =
0,001; lengkap: 19% berbanding 2%, p = 0,004) dan hasil fungsional yang lebih
baik (MRS 0- 2 pada 3 bulan). 15
3. Trombolitik Mekanis
Trombolisis mekanik melibatkan penggunaan kateter untuk langsung
memberikan gumpalan-merusak, atau perangkat pengambilan ke thromboembolus
yang occluding arteri serebral. Pendekatan ini dapat meningkatkan tingkat dan
kecepatan rekanalisasi dan bisa menurunkan kejadian perdarahan intrakranial
dibandingkan dengan lytics intra-arteri farmasi.
Perangkat pencarian trombus digunakan Mechanical Embolus Removal in
Cerebral Ischemia (MERCI retriever) adalah kawat nitinol fleksibel dengan loop
coil yang digunakan dengan kateter mikro dan kateter balon keliling. Dua puluh
delapan pasien dengan kontraindikasi untuk trombolisis IV termasuk dalam uji
coba dalam sebuah window 8 jam. Studi fase ini menunjukkan bahwa rekanalisasi
sukses dengan embolektomi mekanik dicapai pada 12 (43%) pasien dan dengan
tambahan intra-arteri tPA di 18 (64%). Percobaan ini memberikan data tentang
keamanan dan efektivitas embolektomi endovascular dengan Merci Retriever
dalam memulihkan patensi vaskuler selama stroke iskemik akut dan memberikan
intervensi alternatif untuk pasien tidak memenuhi syarat untuk trombolisis IV.15

h. Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan
penderita stabil.16

I. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolik
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5. Trauma kepala
6. Ensefalopati hipertensif
7. Migren hemiplegik
8. Abses otak
9. Sklerosis multiple.17

J. PROGNOSIS
Dalam penelitian stroke yang Framingham dan Rochester, angka kematian
secara keseluruhan di 30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30
hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun
untuk pasien dengan stroke iskemik adalah 77%. Namun, prognosis setelah stroke
iskemik akut sangat bervariasi pada pasien individu, tergantung pada tingkat
keparahan stroke dan pada komplikasi kondisi, usia, dan pasca stroke premorbid
pasien.18
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn madya Kempo
Pekerjaan : Pertani
No.RM : 810344
Tanggal Masuk : 25 Okt 2019

ANAMNESA (autoanamnesa)
Keluhan Utama
Lemah separuh badan
Keluhan Tambahan :
Artikulasi tidak jelas (pelo)
Penyakit Sekarang
Pasien datang keigd dengan keadaan sadar mengeluh anggota gerak kanan terasa
lemah. Keluhan ini terjadi tiba-tiba saat bangun tidur, keluhan penyerta sakit
kepala ringan dan terasa berdenyut-denyut sampai kebelang kepala, bicara
menjadi tidak jelas (pelo), mulut mencong, Pusing (-), pingsan (-), mual muntah (-
), kejang (-), makan minum (+), BAB (+) BAK (+), Pasien mempunyai riwayat
merokok. Bagi pasien ini merupakan serangan yang pertama kali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat HT (+) tidak terkontrol, riwayat DM (-), riwayat penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-), liver(-), riwayat trauma kepala disangkal, riwayat stroke
sebelumnya (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat HT (+), riwayat DM (-), riwayat penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-),
liver(-), riwayat stroke sebelumnya (-).

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan bekerja sebagai petani yang berpendapatan pas-pasan.

Faktor Resiko

Merokok (+), Obesitas (+), penyakit darah tinggi (+), kencing manis (-), riwayat
stroke (-) Suka makan berlemak (-).

Anamnesis Sistem

Sistem Serebrospinal : Compos mentis, GCS : E4V5M6

Sistem Kardiovaskular : Hipertensi (200/100 mmHg saat di poli saraf)

Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan.

Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan.

Sistem Urinaria : Tidak ada keluhan.

Sistem Muskuloskeletal : Tangan dan kaki sebelah kanan terasa lemah.

Sistem Hormonal : Tidak ada keluhan

Data Objektif

Status pasien

KU : Baik, Composmentis, GCS E4 V5M6

Tekanan darah : 200/100 mmHg

Nadi : 80x /menit

Respirasi : 20x /menit

Suhu : 37 °C

Status Internus
Kepala : Mesocepal, simetris, nyeri tekan (-)

Mata, conjunctiva tidak anemis, pupil isokor 2mm.

Hidung, simetris, sekret (-).

Telinga , simetris, nyeri tekan (-), sekret (-).

Leher : simetris, limfonodi tidak teraba, kaku kuduk (-), range of


motion (+); Kaku kuduk (-).

Thorax :

Paru : Inspeksi : tidak ketinggalan gerak, simetris, retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-), nyeri tekan(-), vokal

fremitus(+/+)

Perkusi : sonor pada seluruh lapang pandang paru

Auskultasi : SD: vesikular, ST (-), ronki basah (-), wheezing (-


).

Jantung : Inspeksi : ictus cordis normal

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 5 kaudolateral dari LMC

sinistra

Perkusi : suara redup

Auskultasi : irama jantung teratur, suara tambahan (-)

Abdomen : Inspeksi: simetris, perut lebih rendah dari dada, jejas(-), sikatrik-

Auskultasi : peristaltik normal

Perkusi : Timpani, pekak beralih (-).


Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Status Psikiatri Singkat
a. Emosi dan Afek : Normothym
b. Proses Berfikir : sdn
c. Kecerdasan : sdn
d. Penyerapan : sdn
e. Kemauan : sdn
f. Psikomotor : sdn

Status Neurologis
Pemeriksaan Nn. Craniales
N.I : Normosmia
N.II : Tajam penglihatan N
Pemeriksaan Pupil
Bentuk Pupil : Bulat, isokor, 2,5mm
Reflek Cahaya Langsung : +/+ ( kanan/kiri)
Tidak langsung : +/+ ( kanan/kiri)
N.III, IV, VI : Pergerakan bola mata baik ke segala arah,
Menutup kelopak mata kanan dan kiri simetris
Ptosis : -/- Nistagmus : -/-
N.V : Sensorik : BN
Motorik : pasien dapat merapatkan gigi dan
mebuka mulut
N.VII : Mengangkat alis : alis kanan tertinggal
Menutup mata : kelopak mata kanan melambat
Menyeringai : plica nasolabialis kanan lebih datar
dari kiri
N.VIII : Tidak diperiksa
N.IX, X : Tidak diperiksa
N.XI : Tidak diperiksa
N.XII : Statis : lidah deviasi ke kanan
Atropi (-), fasikulasi (-)
Pemeriksaan Motorik
Kekuatan :
Dextra Sinistra
3 5
3 5

Tonus :
Dextra Sinistra
Hipotonus Normotonus
Hipotonus Normotonus

Pemeriksaan Reflek
Meningen
Kaku Kuduk : (-)
Laseq : > 70o / >70 o
Kerniq : > 135 o / >135 o
Bruzinsky : I (-) II (-)

Reflek Fisiologis : Reflek Patologis :


Biceps : (+/+) Babinski : (+/-)
Triceps : (+/+) Chaddock : tdk dilakukan
KPR : (+/+) Gordon : tdk dilakukan
APR : (+/+) Oppenheim : tdk dilakukan
Schiffer : tdk dilakukan
Pemeriksaan Otonom
Defekasi : Baik
Miksi : Baik
Koordinasi : Tes Tunjuk : dalam batas normal
Tes Romberg : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Tanggal 25-10-2019

WBC : 7,6 103/ µL

RBC : 5,33 106 / µL

HB : 16,8 g/dl

HT : 45,7 %

PLT : 175 103/ µL

TRIGLISERIDA : 124 mg/dL

KOL. TOTAL : 165 mg/Dl

HDL KOL : 31.9 mg/Dl

LD KOL : 31.9 mg/Dl

GDS : 120 mg/dL

DIAGNOSIS

Skor Siriraj ={ (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)

+ (0,1 x tekanan diastolik) }– (3 x petanda ateroma) – 12

= {(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1 ) + (0,1 x 100)}- (3 x 0) –12

= -2Strok Non Hemoragik

Skor Hasanuddin
1. TD 1
2. Waktu serangan 1
3. Sakit kepala 1

4. Kesadar menurun 0
5. Muntah proyektil 0
TOTAL = 3 Strok Non Hemoragik

Algoritma Gajah mada


1. Penurunan kesadaran (-)
2. Nyeri kepala (-)
3. Refleks babinski (+)
Kesimpulan: Strok Non Hemoragik
RESUME
OS datang dengan hemiparase kanan mendadak sejak pagi hari setelah bangun
tidur, pasien juga mengeluh bicara pelo, dan sakit kepala ringan, pasien
mempunyai Riw. HT tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan parasis N VII tipe sentral, parasis N XII
dextra tipe sentral, hemiparase dextra dengan kekuatan motorik
Dextra Sinistra
3 5
3 5
Dari pemriksaan Lab. Ditemukan HDL Kol: 31.9 mg/Dl.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra et causa NHS

Diagnosis topik : Lesi pada hemisferium cerebri sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemoragik

PENATALAKSANAAN

a. Farmakologi
1. Terapi Umum
- Monitor keadaan umum
- Dengan 5 B
a. Breath : oksigenasi, pemberian oksigen dari luar
b. Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah pasien.
c. Brain : menurunkan tekanan intrakranial dan menurunkan edema
serebri
d. Bladder : dengan pemasangan kateter kontrol keseimbangan cairan.
e. Bowel : kontrol defekasi, beri asupan nutrisi yang memadai
2. Terapi Khusus
a. IVFD NS 20 TPM
b. Inj. Lapibal 500mcg/12 jam/iv
c. Inj. Citicolin 500mg /12 jam/iv
d. Inj. Piracetam 3gr / 6 jam/iv
e. Aspilet 320mg (loading), lanjut 80mg / 24 jam /PO
f. Myonep 50mg / 12 jam /PO
Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad malam


DISKUSI

Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala berupa kelemahan


anggota gerak kanan, yang sifatnya mendadak setelah sadarkan diri disertai bicara
pelo, mulut mencong tanpa disertai penuruan kesadaran, Pada penderita tidak
didapatkan defisit neurologis yang terjadi secara progresif, berupa kelemahan
motorik yang terjadi akibat suatu proses destruksi maupun nyeri kepala kronik
akibat dari proses kompresi dengan segala akibatnya yang merupakan gambaran
umum pada tumor otak (Greenberg, 2001). Gejala-gejala abses serebri berupa
nyeri kepala yang cenderung memberat, demam, defisit neurologi fokal dan
kejang juga tidak terdapat pada penderita ini (Adam et al, 2001; De angelis,
2001).

Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor
pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya mengarah ke
suatu lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak. Sehingga pada penderita
mengarah pada diagnosis stroke. Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke juga
didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan fungsi otak akut akibat
gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi mendadak,
berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian.

Pasien berumur 60 tahun dan berjenis kelamin laki – laki yang termasuk
kejadian terbanyak menurut beberapa penelitian. Penelitian Denise Nasissi, 2010
menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% laki-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun). Umur merupakan
faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun. (Sotirios, 2000).
Berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut di atas, pada pasien ini didapatkan
adanya hemiparese dextra dan parese nervus cranialis VII dan XII yang biasa
terjadi pada penyakit stroke, baik stroke hemoragic ataupun non hemoragic.
Hemiparese dextra didapatkan pada pemeriksaan fisik gerakan dan kekuatan pada
tangan dan kaki kanan pasien yang mengalami penurunan. Parese nervus cranialis
VII didapatkan pada pemeriksaan plica nasolabialis kanan lebih datar dari kiri dan
pada saat pergerakan otot wajah terlihat adanya perbedaan antara kanan dan
kiri.Sedangkan untuk Parese nervus cranialis XII didapatkan pada pemeriksaan
posisi lidah pada saat dijulurkan tidak simetris yaitu miring ke kanan.

Sehingga pada pasien ini jenis strokenya dicurigai stroke non


hemoragik.Stroke non hemoragik merupakan jenis stroke yang paling sering
terjadi, + 85%, sisanya sekitar 10-15% merupakan stroke hemoragik.

Piracetam merupakan golongan nootropic agentsyang berperanan


meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK)
yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP
dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan
komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi di
mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi
khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral
iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik /
concussion sindrom.Fungsi lain dari piracetam adalah menstimulasi glikolisis
oksidatif, yang meningkatkan konsumsi oksigen pada otak dan memiliki efek
antitrombotik. Piracetam mempengaruhi aktivitas otak melalui berbagai
mekanisme yang berbeda antara lain merangsang transmisi neuron di otak dan
merangsang metabolisme otak.

Citicolin merupakan suatu prekursor phospolipid yang menghambat deposisi


beta amiloid di otak, membentuk acetylcholine, meningkatkan neurotransmiter
norepinephrine, dopamine dan serotonin, menghambat aktivitas fosfolipase dan
sfingomielinase yang memberikan efek neuroproteksi pada otak.Pemberian obat
ini diharapkan dapat membantu dalam perbaikan membran sel saraf yang rusak
dan memperbaiki kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien.

Lapibal mengandung mecobalamin yang merupakan suatu homolog vitamin


B12. Mecobalamin juga merupakan satu-satunya homolog vitamin B12 yang
berperan dalam reaksi transmetilasi dalam tubuh manusia. Mecobalamin
memfasilitasi proses metilasi t-RNA yang merupakan proses penting dalam
sintesis protein dan perubahan homosistein menjadi metionin. Sehingga
mecobalamin dapat meningkatkan penyembuhan pada kelemahan otot dan
menunjukkan efek perbaikan kerusakan jaringan saraf. Aksi ini diduga disebabkan
oleh aktivitas mecobalamin dalam meningkatkan sintesis asam nukleat dan
protein di saraf untuk memfasilitasi proses mielogenesis.

Aspilet berguna Sebagai obat anti trombotik terutama pada pencegahan dan
pengobatan berbagai keadaan trombosis atau agregasi platelet (pembekuan darah)
yang terjadi pada tubuh terutama pada saat mengalami serangan jantung
atau pada penyakit jantung dan pasca stroke.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams HP Jr, Davis PH, Leira EC, Chang KC, Bendixen BH, Clarke WR,
et al. Baseline NIH Stroke Scale score strongly predicts outcome after
stroke: A report of the Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
(TOAST). Neurology. 2017 Jul 13. 53(1):126-31.
2. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi
3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2018.
3. Towfighi A, Saver JL. Stroke declines from third to fourth leading cause
of death in the United States: historical perspective and challenges ahead.
Stroke. 2016 Aug. 42(8):2351-5. [Medline].
4. MacKay J, Mensah GA. World Health Organization. Global Burden of
Stroke. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Available at
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stro
ke.pdf.
5. Brooks M. Migraine Linked to Double Risk for Silent Stroke. Medscape
Medical News. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/825451. Accessed: Okt 25, 2019.
6. Brooks M. Migraine Linked to Double Risk for Silent Stroke. Medscape
Medical News. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/825451. Accessed: Okt 25, 2019.
7. REF :[Guideline] Goldstein LB, Bushnell CD, Adams RJ, Appel LJ,
Braun LT, Chaturvedi S, et al. Guidelines for the primary prevention of
stroke: a guideline for healthcare professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2014 Feb. 42(2):517-
84.
8. Sutrisno, A, 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang
Stroke. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
9. Harsono, 2013. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
10. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis.
Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2015. h.67-70.
11. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2014 [cited
2010 May 15]. Available from:
http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-
hemoragik.
12. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar
pelayanan medik. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo;
2014. h.2-4.
13. Dousin C. Studi Deskriptif Perbandingan Antara Gambaran Klinis Pada
Skor Hasanuddin dengan Gambaran CT-Scan Terhadap Pasien Stroke di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juni 2015. Makassar:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNHAS; 2015.
14. Widiastuti, Priska.dkk. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor
Siriraj. Program Studi Ilmu Penyakit Saraf, *Bagian Ilmu Penyakit Saraf,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar,Bali, Indonesia.
2015;776:777.
15. Millan,monica.dkk. Fibrinolytic therapy in acute stroke. Us national
library of medicinenational institutes of health. Available at.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2994114/. Diakses : Okt 25,
2019.
16. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Dalam: Continuing
Medical Education 185. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUP
DR. Sardjito; Mei-Juni 2015. 38(4).
17. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan
standar prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia; 2016. h.19-23.
18. Adams HP Jr, Davis PH, Leira EC, Chang KC, Bendixen BH, Clarke WR,
et al. Baseline NIH Stroke Scale score strongly predicts outcome after
stroke: A report of the Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
(TOAST). Neurology. 1999 Jul 13. 53(1):126-31.

Anda mungkin juga menyukai