Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN STROKE INFARK

OLEH :
LARA CLAUDYA, S. Kep
2141312019

KELOMPOK V

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
STROKE INFARK

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif &
Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GDPO)
dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani
secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin,
2008).
Stroke infark/iskemik/non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena
penyumbatan pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai
glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang
disuplai (Wijaya & Putri 2013).

2. Etiologi

Penyebab stroke dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :


a. Trombosis serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
thrombosis serebral yang adalah penyebbab paling umum dari stroke (Smeltzer &
Bare 2013). Thrombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah
dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding
pembuluh darah akibat aterosklerosis (Wijaya & Putri 2013).
b. Emboli serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.
c. Hemoragi
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) di
bawah durameter (hemoragi subdural), di ruang sub arachnoid (hemoragik
subarachnoid atau dalam susbstansial otak (Wijaya & Putri 2013).
Adapun Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik yaitu:
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri
(tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
b. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
c. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.
d. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
e. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Wijaya & Putri 2013):
a) Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
b) Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
c) Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
d) Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
e) Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
f) Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.

3. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer dan Bare, (2013) stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :

- Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala


- Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
- Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon.
- Dysphagia
- Kehilangan komunikasi
- Gangguan persepsi
- Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
- Disfungsi Kandung Kemih

Perbedaan Stroke Non Haemoragic dan Stroke Hemoragik

Gejala Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik


Saat kejadian Mendadak, saat istirahat Mendadak, sedang aktifitas
Nyeri kepala Ringan, sangat ringan Hebat
Kejang Tidak ada Ada
Muntah Tidak ada Ada
Adanya tanda peringatan Ada Tidak ada
Sakit kepala Tergantung luas daerah Mulai dari pingsan – koma
yang
Reflek patologis terkena Ada
Pembengkakan otak Tidak ada Ada
Tidak ada

Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan


Stroke Hemisfer Kanan Stroke Hemisfer Kiri
Paralisis pada tubuh kanan Paralisis pada sisi kiri tubuh
Defek lapang pandang kanan Defek lapang pandang kiri
Afasia (ekspresif, reseptif, atau global) Deficit persepsi-khusus
Perubahan kemampuan intelektual Peningkatan distraktibilitas
Perilaku lambat dan kewaspadaan Perilaku impuls dan penilaian buruk,
kurang kesadaran terhadap defisit

4. Patofisiologi

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia


daerah regional otak dan menimbulkan reaksireaksi berantai yang berakhir dengan
kematian sel-sel otak dan unsurunsur pendukungnya.Secara umum daerah regional otak
yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi
di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi.
Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan
pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan
menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin
ringan.Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah
hyperemic akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra
iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi
dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika
tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.

Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel otak.
Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat penghancuran
sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis debris
nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton
sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage tanpa adanya reaksi inflamasi seluler.
Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic injury dan free radical injury akibat bocornya
neurotransmitter glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton
otak. (Misbach dkk., 2007).

Berikut digambarkan pathway dari penyakit stroke menurut Price (2001) yaitu:

5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :

1) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
• Gula darah sewaktu
• Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
• Waktu protrombin
• APTT
• Kadar fibrinogen
• D-dimer
• INR
• Viskositas plasma
2) Foto Thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan paru


yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

3) Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.

4) Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.

5) CT scan.

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,


adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

6) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

7) USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

8) EEG

Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

6. Penatalaksanaan

Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan medis pada
awal serangan bertujuan menghindari kematian danmencegah kecacatan. Setelah itu,
perawatan medis ditujukan untukmengatasi keadaan darurat medis pada stroke akut,
mencegah strokeberulang, terapi rehabilitatif untuk stroke kronis, dan mengatasi gejala
sisaakibat stroke. Terapi stroke secara medis antara lain dengan pemberian obat-obatan,
fisioterapi, dan latihan fisik untuk mengembalikan kemampuan gerak sehari-hari (Wiwit,
2010).

a. Terapi Non Farmakologi


1) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien
yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk
hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan
oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya (Goldszmidt et al., 2011).
Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti
memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik, setiap peningkatan konsumsi
per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet rendah lemak
trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga direkomendasikan. Konsumsi
alkohol ringan/sedang (1 kali per minggu hingga 1 kali per hari) dapat mengurangi
risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20% dalam 12 tahun, namun konsumsi
alkohol berat (> 5 kali/ hari) meningkatkan risiko stroke.

2) Aktivitas fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan strokesetara dengan


merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanyamelakukan sedikit latihan fisik
atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk melakukan
aktivitas aerobik sekitar 30-45 menit setiap hari (Goldszmidt et al., 2011).

Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme


karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga
merupakan komponen yang berguna dalam memaksimalkan program penurunan
berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif dalam menurunkan
berat badan dan pengendalian metabolisme (Sweetman, 2009).

3) Rehabilitasi Pasca Stroke

Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi, meminimalkan


gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi stroke dini
adalah pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan penyakit
penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke iskemik
maupun stroke hemoragik memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut
meliputi terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi occupasional (Aminoff, 2009).

Penatalaksanaan Keperawata Stroke Infark adalah sebagai berikut :

Fase Akut:

- Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan


sirkulasi.
- Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
- Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, kolaborasi pemberian dexamethason.
- Mengurangi edema cerebral dengan diuretic
- Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang .
Post Fase Akut:

- Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodic


- Program fisiotherapi
- Penanganan masalah psikososial

Defisit Neurologic Stroke: Manifestasi dan Implikasi Keperawatan

Implikasi Keperawatan atau


Defisit Neurologik Manifestasi
Penerapan Penyuluhan Pasien
Defisit Lapang Penglihatan
Homonimus Tidak menyadari Tempatkan objek dalam lapang
hemianopsia orang atau objek di penglihatan pasien yang utuh
(kehilangan setengah tempat Dekati pasien dari sisi lapang
lapang penglihatan) kehilangan pandang yang utuh Instruksikan
penglihatan atau ingatkan pasien untuk
Mengabaikan salah memalingkan kepala ke arah
satu sisi kehilangan lapang pandang
tubuh Dorong penggunaan kaca mata
Kesulitan menilai bila tersedia. Ketika mengajarkan
jarak pasien, lakukan dalam lapang
panjang pasien yang utuh.
Kehilangan Kesulitan melihat Tempatkan objek dalam pusat
penglihatan perifer pada malam hari lapang penglihatan pasien.
Tidak menyadari Dorong penggunaan tongkat atau
objek atau batas objek lain untuk mengidentifikasi
objek objek di perifer lapang pandang.
Hindari berkendara pada malam
hari atau aktivitas beresiko dalam
kegelapan.
Diplopia Penglihatan ganda Jelaskan pada pasien lokasi objek
ketika menempatkannya dekat
pasien.
Secara konsisten tempatkan
barang perawatan pasien di lokasi
yang sama.
Defisit Motorik
Hemiparesis Kelemahan wajah, Tempatkan objek dalam
lengan, dan kaki jangkauan pasien pada sisi yang
pada sisi yang sama tidak sakit
(karena lesi pada Instruksikan pasien untuk latihan
hemisfer yang dan meningkatkan kekuatan pada
belawanan). sisi yang tidak sakit.
Hemiplegia Paralisis wajah, Dorong pasien untuk
lengan dan kaki pada memberikan latihan rentang
sisi yang sama gerak pada sisi yang sakit.
(karena lesi pada Berikan mobilisasi sesuai
hemisfer yang kebutuhan pada sisi yang sakit.
berlawanan). Pertahankan kesejajaran tubuh
dalam posisi fungsional.
Latih tungkai yang tidak sakit
untuk meningkatkan mobilitas,
kekuatan, dan penggunaan.
Ataksia Berjalan tidak Dukung pasien selama fase
mantap, tegak ambulasi awal.
Tidak mampu Berikan alat penyokong untuk
menyatukan kaki, ambulasi (mis. walker, kruk,
perlu dasar berdiri tongkat).
yang luas. Instruksikan pasien untuk tidak
berjalan tanpa bantuan atau alat
penyokong.
Disartria Kesulitan dalam Memberikan pasien metode
membentuk kata alternatif untuk berkomunikasi
b. Terapi Farmakologi

Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: mengurangi


progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian, mencegah
komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas permanen, mencegah
stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada jenis stroke yang dialami
(iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang waktu terapi (terapi pada fase
akut dan terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi). Strategi pengobatan stroke
iskemik ada dua, yang pertama reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang
bertujuan untuk memperbaiki iskemik dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan,
antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu pencegahan kerusakan
otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik.
Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk pengurangan
stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang direkomendasikan
dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam (Fagan
and Hess, 2008).
1) Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)
Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah,
melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan darah). Akan
tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan
terlarut tidak hanya fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin
cadangan yang ada dalam pembuluh darah.
2) Antiplatelet
The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA)
merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi
pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel maupun extended-release
dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet yang
direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008).
Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin,
dan klopidogrel telah dicoba untuk mencegah stroke iskemik. Agen ini umumnya
bekerja baik dengan mencegah pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan
konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat membangun kembali keseimbangan yang tepat
antara dua zat, sehingga mencegah adesi dan agregasi trombosit.
3) Pemberian Neuroprotektan
Pada stroke iskemik akut, dalam batas –batas waktu tertentu sebagian besar
jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari
apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah
menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel–sel neuron.
Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia
berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang
biasanya timbul setelah cedera sel neuron.
4) Pemberian Antikoagulan
Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada
pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau
TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang diketahui.
Secara umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak
direkomendasikan karena pemberian antikoagulan(heparin, LMWH, atau heparinoid)
secara parenteral meningkatkankomplikasi perdarahan yang serius.
Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun
sekunder pada pasien dengan atrialfibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati
karena dapat meningkatkanrisiko perdarahan.Pemberian antikoagulan rutin terhadap
pasien strokeiskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic
atausebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi(PERDOSSI,
2007).

7. Komplikasi

Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat terjadi
masalah fisik dan emosional diantaranya:

a. Bekuan darah (Trombosis)


Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki
dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus
dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi emosional
dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan kehilangan fungsi
tubuh.

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan prose sang
sistematik dalam pengumpulana data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien (Lyer et al, 1996). Data yang dikumpulkan
dalam pengkajian ini meliputi bio-psikososio-spriitual. Dalam proses pengkajian ada dua
tahap yang perlu dilalui yaitu pengumpulan data dan analisa data.

Menurut Wiyaja & Putri 2013 anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua 40 -70 tahun (Smeltzer &
Bare 2013). Jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Kekeliruhan,
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos metris, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok


hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).

3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena


konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual


muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter


terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O 2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan


parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,


lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek


maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi


fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Wijaya & Putri (2013) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I - XII.

- Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
- Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada tubuh. Satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
- Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
- Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
- Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi berlawanan dari otak.

• Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuhh adalah tanda yang lain.
• Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
• Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

2. Perumusan Diagnosa
Menurut Wijaya & Putri (2013) dan Nugroho (2011) Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, yaitu :
1. Risiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan suplai O 2 ke Otak
menurun.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi,
kelemahan otot menelan.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan kerusakan neurovaskular
& neuromuscular
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara.

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Risiko perfusi Perfusi serebral Manajemen peningkatan
serebral tidak a. Tingkat kesadaran tekanan intracranial I.06194
efektif meningkat Observasi :
(D.0017) b. Tekanan intracranial - Identifikasi penyebab
menurun peningkatan TIK
c. Sakit kepala menurun - Monitor tanda dan gejala
d. Nilai rata-rata tekanan darah peningkatan TIK (mis.
membaik Tekanan darah meningkat,
e. Gelisah menurun tekanan nadimelebar,
bradikardia, pola napas
irregular, kesadaran menurun)
- Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure)
- Monitor CVP
- Monitor PAWP
- Monitor PAP
- Monitor ICP
- Monitor CPP
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Oniorintake danoutput cairan
- Monitor cairan serebrospinalis
(mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik :
- Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari peggunaan PEEP
- Hindari penggunaan IV
hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2
optimal
- Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi :
- Kolaborasikan pemberian
sedasi dan anti konvusan jika
perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

2 Defisit Nutrisi Status nutrisi membaik (L. Manajemen Nutrisi (I. 03119)
03030) Observasi

- Identifikasi status nutrisi


- Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang
disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan,
jika perlu
- Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

3 Gangguan Mobilitas Fisik L.05042 Dukungan Mobilisasi I.05173


Mobilitas fisik a. Kekuatan otot meningkat Observasi :
b. Rentang gerak (ROM) - Identifikasi adanya nyeri atau
c. Kaku sendi menurun keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik
d. Gerakan terbatas menurun melakukan pergerakan
e. Kelemahan fisik menurun - Monitor kondisi umum saat
melakukan mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakan
- Libatkan keluarga dalam
membantu pasien dalam
pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Ajarkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan

4 Gangguan Komunikasi Verbal L.13118 Promosi Komunikasi:


komunikasi Defisit Bicara (I.13492)
verbal a. Kemampuan berbicara Observasi :
meningkat - Monitor kecepatan, tekanan,
b. Kemampuan mendengar kuantitas, volume dasn diksi
meningkat bicara
c. Kesesuaian ekspresi wajah/ - Monitor proses kognitif,
tubuh meningkat anatomis, dan fisiologis yang
d. Kontak mata meningkat berkaitan dengan bicara
e. Afasiamenurun - Monitor frustrasi, marah,
f. Disfasia menurun depresi atau hal lain yang
g. Disleksia menurun menganggu bicara
h. Pelo menurun - Identifikasi prilaku emosional
i. Gagap menurun dan fisik sebagai bentuk
j. Pemahaman komunikasi komunikasi
membaik Terapeutik :
- Gunakan metode Komunikasi
alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
- Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan
pasien.
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan
pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi :
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi:
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan,
membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun
menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam
memberikan asuhan keperawatan (Nurhayati, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 3. Jakarta : EGC.

Carpenito, L J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Ahli Bahasa Monica Ester Edisi 10.
Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tarwoto, Dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Medikal.

Sdwijo. 2011. Asuhan Keperawatan Struma. Retrieved from


https://id.scribd.com/doc/59585865/ASUHAN-KEPERAWATANSTRUMA

Anda mungkin juga menyukai