Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

STROKE ISKEMIK

Disusun oleh :
Florencia Sherlin 11.2017.070

Pembimbing :
dr. Nadia Husein, Sp. S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


RS Tarakan Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
2019

1
Pendahuluan

Stroke merupakan defisit neurologis mendadak akibat gangguan suplai darah ke SSP.
Patologi mendasari stroke biasanya perdarahan atau tromboemboli. Insidensinya sebesar 0,2%
populasi per tahun dan meningkat menjadi 1% pada orang berusia di atas 75 tahun. Onset defisit
biasanya mendadak dan seringkali berhubungan dengan area otak yang disuplai oleh pembuluh
dara spesifik.1

Jika defisit hilang sepenuhnya dalam 24 jam, maka disebut TIA. Defisit berkisar mulai
dari ringan sampai koma dalam yang tidak spesifik, tergantung dari area SSP yang terkena.
Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. 80% menderita stroke iskemik, 20% menderita
stroke hemoragik. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia.1

Anamnesis

Tanda kardinalnya adalah onset mendadak (biasanya dalam detik) dari defisit neurologis
(misalnya lemas, baal, disfasia, dan sebagainya) Kapan pertama kali memperhatikan adanya
defisit neurologis? Apakah timbul mendadak atau bertahap? Gejala apa yang teramati: lemas,
baal, diplopia, disfasia, atau jatuh? Adakah pengabaian sensoris? Adakah gejala penyerta berikut:
nyeri kepala, mual, muntah, atau kejang?1

Adakah defek neurologis lain baru-baru ini (misalnya TIA)? Adakah masalah selanjutnya
(misalnya aspirasi, kerusakan akibat jatuh)? Pernakah pasien jatuh atau mengalami trauma
kepala sebelumnya (pertimbangkan hematom subdural/ekstradural)? Sejauh mana disabilitas dan
apakah efek gangguan fungsional?1

Pada riwayat penyakit dahulu tanyakan hal-hal seperti demikian. Adakah riwayat stroke
sebulumnya, TIA, kolaps, kejang, perdarahan subaraknoid? Adakah riwayat penyakit vaskular
yang diketahui (misalnya stenosis karotis, arterosklerosis koroner, penyakit vaskular) Adakah
riwayat perdarahan dan kecenderungan pembekuan? Adakah riwayat hipertensi,
hiperkolesterolemia, atau merokok?1

Riwayat obat-obatan seperti demikan. Apakah pasein mengkonsumsi antikoagulan


(misalnya warfarin) atau obat antiplatelet (misalnya aspirin)? Apakah baru-baru ini pasien
mengkonsumsi trombolitik?1
2
Riwayat keluarga dan sosial. Adakah riwayat stroke daalam keluarga? Dapatkan riwayat
merokok dan minum alkohol.1

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran. Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau


penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur
anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu Formatio Reticularis digaris tengah dan sebagian
besar terletak dalam fossa posterior karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada
stroke yang luas.1,2

Pemeriksaan tekanan darah adalah wajib dilakukan rutin setiap hari, karena hipertensi adalah
faktor resiko utama terjadi stroke.1,2

Pemeriksaan Neurologis

Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark), dapat
dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan baku emas).
Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan, dapat dipakai
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).1,2

ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu, nyeri kepala pada waktu saat serangan, penurunan
kesadaran pada waktu saat serangan dan refelks Babinski. Apabila ada tiga atau dua variable
tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Apabila ada ada nyeri kepala atau
penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan.
Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada ketiga variable tersebut pada saat serangan. 1,2

Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:
gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral (mulut mencong)
dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari
mulut.1,2

3
Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan visual,
hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor
prognostik yang kurang baik pada penderita Stroke.1,2

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan


(hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata
antara lengan dan. tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari
hemisfer (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di
subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar.1,2

Pemeriksilaan sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh karena bangunan anatomik


yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan
sensorik berat disertai dengan gangguan’ motorik ringan. Pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.2

Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke hemisferik berupa
disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak
adalah disfasi campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu berbicara/
mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya.
Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia.dan sebagainya.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :2,3

1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke
non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak
memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.2,3
2. MRI (magnetic resonance imaging)

4
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan,
bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.2,3
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi
aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.2,3
4. Angiografi otak
Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah
di leher dan kepala. Untuk memonitor kardioemboli dilakukan pemeriksaan transthoracic and
transoesophageal echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam serangan stroke 2

Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui severitas stroke
dan prognosis stroke dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM), yang diuji
reliabilitas dan validitasnya (grade I).2,3

Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik


yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke.
Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka eritosit, angka
leukosit, waktu protrombin, activated partial thrombopalstin time, fungsi hepar dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia.2,3

Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan
pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita tertentu
dilakukan pemeriksaan tambahan.2,3

Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus dikerjakan pada
semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan
jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan kondisi gangguan jantung akut
harus segera ditanggulangi. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi stroke, dapat terdeteksi

5
awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke untuk menapis aritmia jantung
serius.2,3

Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan


fisik.Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak.Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI . Kedua pemeriksaan tersebut juga
bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakahperdarahan atau tumor otak.Kadang
dilakukan angiografi.4

Tabel 1. Kriteria Skor Siriraj

Diagnosis stroke dapat dilakukan pula lewat: (1) skor stroke seperti stroke Siriraj, skor
Gajah Mada, (2) laboratorium darah untuk mencari faktor resiko, (3) EKG untuk mencari faktor
pencetus akibat gangguan jantung, (4) pungsi lumbal tapi sesuai indikasi, (5) CT Scan, MRI
kepala non kontras, (6) MRA kepala.4

Working Diagnosis

Klasifikasi Stroke Iskemik berikut adalah klasifikasi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya:3

1. Stroke emboli

6
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial maupun emboli paradoxical
melalui patent foramen ovale. Sumber emboli cardiogenik termasuk thrombus valvular
(seperti mutral stenosis, endoraditis, katup prostetik), thrombus mural (seperti infark
myocardm fibrilasi atrial, cardiomyopathy dilatasi, CHF dan atrial myxoma). MI berhubungan
dengan 2-3% insidensi stroke emboli, dimana 85% kasus terjadi pada bulan pertama.3

2. Stroke thrombosis:

Dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh
darah kecil (termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior). Tempat yang umum
terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis
interna. Stenosis arteri dapat mengakibatkan aliran darah yang turbulen dan meningkatkan
resiko tebentuknya thrombus, atherosclerosis (seperti plak ulserasi), dan perlengketan plateler
yang kesemuanya dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah juga emboli atau oklusi
pada arteri.3

Penyebab yang umum dari thrombosis adalah polisitemia, defisiensi protein C, dysplasia
fibromuscula pada arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan pada gangguan
migraine headache. Berbagai proses diseksi dari arteri serebral juga dapat menyebabkan
stroke thrombosis seperi trauma, diseksi aorta thoracalis dan arteritis. Hipoperfusi distal akibat
stenosis atau oklusi arteri atau hipoperfusi area diantara dua arteri serebral dapan
menyebabkan stroke iskemik.3

Diagonis Banding

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:3

1. Stroke Hemoragik.

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun.3

7
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut, disebabkan oleh perdarah-
an primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi
dua, yaitu:3
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi


mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi serimg dijumpai di daerah putamen, talamus,
pons, dan serebellum.3

b. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembeluh darah serebri berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya).3

2. Stroke Non Hemoragik

Dapat berupa emboli, trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan, namun iskemik yang terjadi
menimbulkan hipoksia, dan selanjutnya dapat menyebabkan edema sekunder. Tidak ada
penurunan kesadaran umum.3

Tabel 2. Perbedaan PSA dan PIS.1

8
Tabel 3. Perbedaan Stroke Hemorgaik dan Stroke Non Hemoragik

Epidemiologi

Penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat; 10,6% dari semua kematian, 600.000
stroke/tahun. 75% dari stroke adalah stroke iskemik. Inseden per tahun adalah 2/ 1000 populasi.
Resiko meningkat dengan pertambahan usia. Berhubungan erat dengan penyakit arteri koroner;
keduanya memiliki banyak faktor resiko yang sama antara lain: (1) hipertensi terutama yang
9
sistolik adalah faktor resiko paling penting yang bisa dimodifikasi. Merokok meningkatkan
risiko 2 sampai 3 kali lipat. Faktor lain meliputi usai 67 tahun, diabets, hiperlipidemia, jenis
kelamin pria atau wanita setelah menopause, riwayat keluarga, ras Amerika keturunan Afrika,
dan infark miokard yang baru.5

Etiologi

1. Vaskuler: arterosklerosis, displasia fibromuskuler, inflamasi (giant cell arteritis, SLE,


poliarteritis nodusa, angitis granuloma, arteritis sifilitika, AIDS), diseksi arteri,
penyalahgunaan obat, sindroma Moyamoya, trombosis sinus, atau vena.3,5

2. Kelainan jantung: trombus mural, aritmia jantung, endokarditis infeksiosa dan non
infeksiosa, penyakit jantung rematik, pengunaan katup prostetik, miksoma atrial, dan
fibrilasi atrium.3,5

3. Kelainan darah: trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis, hiperkoagulasi,


dan hiperviskositas darah.3,5

Trombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias
Virchow: (1) abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degeneratif dapat juga
inflamasi (vaskulitis) atau trauma/diseksi, (2) abnormalitas darah misalnya polisitemia, (3)
gangguan aliran darah. Penyabab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial, baik
arteroskelrosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pembuluh
darah kecil (lipohialinosis).3,5

Faktor resiko

Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain: jenis kelamin, pria lebih sering ditemukan
menderita stroke dibanding wanita. Usia. Resiko mengalami stroke meningkat seiring
bertambahnya usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena
serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Dari 2065 pasien stroke akut yang dirawat di 28
rumah sakit di indonesia, 35,8% berusia di atas 65 tahun dan 12,9% kurang dari 45 tahun.6

10
Keturunan. Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke meningkatkan resiko terjadinya
stroke. Ras. Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit hitam
karena diduga angka kejadian hipertensi yang tinggi dan diet tinggi garam.6

Faktor yang dapat dikontrol (Reversible) antara lain: hipertensi. Merupakan faktor resiko
tunggal yang paling penting untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan
hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang sangat besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aterosklerosis dan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.6

Tabel 4. Faktor Resiko Stroke.6

Penyakit jantung. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang
bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.6

Kolesterol tinggi atau hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan


aterosklerosis. Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke
itu sendiri.6

Diabetes Melitus. Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu


terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral

11
dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.6

Stress Emosional. Seseorang yang sering mengalami stres emosional juga dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Stres dapat merangsang tubuh mengeluarkan hormon-hormon
yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi meningkatkan resiko
serangan stroke.3,6

Merokok. Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan perokok. Nikotin
dalan rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi jantung dan tekanan darah
meningkat. Nikotin juga mengurangi kelenturan arteri serta dapat menimbulkan aterosklerosis.
Aktivitas yang tidak sehat. Kurang olahraga, makanan berkolesterol.6

Manifestasi Klinis

Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan
otak dalam beberapa menit (completed stroke) .Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam
beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in
evolution). Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan.3

Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena: hilangnya rasa atau
adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran, penglihatan ganda, pusing, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, pergerakan yang
tidak biasa, hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih, ketidakseimbangan dan terjatuh.3

Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau
stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan
untuk mengendalikan emosi.Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini
berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh
merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak
bertambah luas.3

12
Patofisiologi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang
dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.7

Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi
arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus Willisi.7

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di
ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut.7

Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa : (1) keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis, (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah,(3) gangguan
aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium.7

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah,

13
yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih
jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.7

Penatalaksanaan Umum

Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan
laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada
manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan
menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.8,9

Penatalaksanaan Umum Airway and breathing. Pasien dengan jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi.8,9

Circulation. Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke.8,9

Pengontrolan gula darah. Beberapa data menunjukkan bahwa Pengawasan terhadap gula
darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi
akibat pemberian insulin. Posisi kepala pasien. Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan
perfusi serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala
ditinggikan sekitar 30-45 derajat.8,9

Pengontrolan tekanan darah. Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada
stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator
sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk

14
mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan
darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat
iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien
memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120
mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.8,9

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan
diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan
tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi
perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV
selama 1-2 menit dapat diulang satu kali).8,9

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap
15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama
16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk
mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan.3,9

Pengontrolan edema serebri. Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke
non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi
dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.3,9

Pengontrolan kejang. Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel
kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.3,9

Penatalaksanaan Khusus

a. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa
fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.3,9

15
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan
bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat
besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih
kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan
menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah
onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke
iskemik akut tidak dianjurkan.3,9

b. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan
infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.3,9

1) Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama
ren dan gastrointestinal.3,9

2) Heparin

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Cepat bereaksi dengan protein


plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
alopesia, osteoporosis dan diare.3,9

16
c. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,


berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.9

Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki


mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian
eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.9

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

1) Aspirin

Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol.(16). Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.9

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Aspirin mengurangi agregasi
platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara
permanen merusak pembentukan agregasi platelet.9

2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi,
dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
17
platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan
dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif
berkurang 21 persen dengan 9

e. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin
buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari
jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.9

Pencegahan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi
seimbang dan olahraga teratur.9

Pencegahan sekunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan
diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang
gerak.9

Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat dan
tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan
medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%.7

18
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya
terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.7

Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral,
transformasi hemoragik, dan kejang. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa
terjadi meskipun agak jarang (10-20%). Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa
kontras adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan
terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum
diketahui.7

Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari
peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi. Insiden kejang berkisar 2-
23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi
menyebar.7

Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti
gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.7

Kesimpulan

Pasien pada kasus menderita stroke. Stroke dibagi menjadi dua yakni: stroke infark atau
storke iskemik serta stroke perdarahan atau storke hemoragik. Dari gejalan klinis, serta
munculnya serangan yaitu saat baru bangun tidur mengindikasikan pasien menderita stroke
iskemik. Stroke iskemik dapat ditangani dengan farmakologis. Sedangkan stroke hemoragik
harus dirujuk ke bagian bedah saraf untuk melakukan kraniotomi.

19
Untuk mencegah serangan kedua terjadi, pasien harus mengkonsumsi obat pengecer
darah. Karena salah satu faktor resiko terjadinya stroke adalah hiperfibrinogen (kadar fibrin
meningkat mengakibatkan darah menjadi kental). Apalagi cepat ditangani, tidak terjadi infark
dan prognosis tidak seburuknya yang sudah mengalami infrak.

Daftar Pusaka

1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004. h. 176-7.

2. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Jakarta: PT


Bhuana Ilmu Populer; 2011. h. 29-30.

3. Rubenstein D, Waine D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit


Erlangga; 2005. h. 98-9.
20
4. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosa dan tatalaksana penyakit saraf.
Jakarta: ECG; 2007. h. 24-7.

5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008. h. 273.

6. Rakyat D, Soeharto I. Serangan jantung dan stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. h. 123-8.

7. Price, Sylvia A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4. Jakarta:
EGC; 2006. h. 966-71.

8. Wibowo, Samekto, Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam farmakoterapi dalam neurologi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.
h. 53-73.

9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:


Media Aesculapius; 2003. h. 17-8.

21

Anda mungkin juga menyukai