Anda di halaman 1dari 11

Praktikum Bobath

Disusun

Nama ; Ilda Ayu Sari 1810301041

Liliarti Kaimudin 1810301043

Shabrina Zhainun A 1810301045

Puspita T Kumalatiwi 1810301047

Sugeng Riyanto 1810301065

Kelompok ; 6A5

Dosen Pengampu : Veni Fatmawati S.ST.FT,M.Fis

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2020-2021
Scenario 1 (NIM ganjil)

Seorang ibu usia 70 tahun, mempunyai keluhan anggota badan sisi kanan tidak bisa digerakan,
dilanjutkan pemeriksaan vital sign: TB: 155 m, BB: 50 kg, TD: 190/100 mmHG, FR; 40x/mnt, pernafasan
pendek dan dangkal, mempunyai riwayat stroke haemorage, dengan tingkat kesadaran koma. test reflek
terjadi hiporeflek gangguan sensoris dan motoris, nilai kekuatan kelompok otot sebelah kanan 3 dan
mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi.

Pertannyaan:

Jelaskan definisi kasus,patologi dan patofisiologi kasus?

Apakah pemeriksaan dan pengukuran yang di lakukan?

Jelaskan minimal 2 intervensi di sertai konsep bobat (berikan gambar)?

Jawaban :

A. Definisi kasus
Menurut    World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain
daripada gangguan vascular.
Stroke hemoragik adalah kondisi pecahnya salah satu arteri dalam otak yang memicu
perdarahan di sekitar organ tersebut sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang atau
terputus. Tanpa pasokan oksigen yang dibawa sel darah, sel otak dapat cepat mati sehingga fungsi
otak dapat terganggu secara permanen.

B. Patologi
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan
waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30
menit
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1
minggu
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed Stroke
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% - 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila
lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan
intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada
ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma,
penyalahgunaan kokain, amfetamin, perdarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price & Wilson, 2012).

Klasifikasi Stroke Hemoragik


Ada tiga tipe umum perdarahan otak yang dapat menimbulkan stroke yaitu :
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intrasebral adalah perdarahan di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera
otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Perdarahan intraserebral
menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab
kematian akibat stroke (Mahreswati, 2012).
2. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan
dalam (Pia meter) dan lapisan tengah (arachnoid meter) dari jaringan selaput otak (meninges).
Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (Aneurisma) dalam arteri yang dapat
menyebabkan cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki, PSA menduduki 7-15% dari seluruh
kasus gangguan peredaran darah otak. Penyebab yang paling sering dari PSA adalah aneurisma,
malformasi vaskular dan idiopatis. (Mahreswati, 2012)
3. Perdarahan Subdural (PSD)
Perdarahan di ruang subdura ini merupakan perdarahan vena akibat robeknya vena-vena kecil
yang menjembatani ruang subdura sehingga cairan di dalamnya dapat bercampur dengan cairan
serebrospinal, bilamana arakhnoid juga robek (Sastradirjo, 1980). Gejala-gejala hematom
subdural biasanya timbul dalam beberapa hari setelah trauma. Penderita hampir semuanya
mengeluh nyeri kepala, derajat gangguan kesadaran berbeda-beda, bergantung kepada kerusakan
yang terjadi pada otak (Sastradirjo, 1980)

C. Patofisiologis
Stroke terdiri dari stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik adalah tipe
stroke yang paling sering terjadi, hampir 80% dari semua stroke. Disebabkan oleh gumpalan atau
sumbatan lain pada arteri yang mengalir ke otak. Pada pasien terdapat kelemahan anggota gerak,
dan parese nervus VII dan XII yang mengarah pada stroke non hemoragik. Sehingga diperlukan
penaganan segera untuk menghindari komplikasi lebih lanjut (Lloyd-Jones et al, 2009).

D. Pemeriksaan dan pengukuran


1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa
juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan
jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga juga perlu
ditanyakan pada anamnesa.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat kesadaran,
ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut :

Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3

Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan dan
bukan suatu tindakan pemeriksaan yang sematamata menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik.

Refleks patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner.
Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky,
Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4 Saraf kranial adalah 12 pasang saraf
pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui
sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12
pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf
III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
b. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama untuk
mendeteksi pendarahan posterior.
c. Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.
d. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
e. Pemeriksaan fungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada
stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
f. Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
foto toraks, EKG, echocardiograf

E. Intervensi
1. Metode Babath
Metode bobath adalah suatu metode terapi latihan pada stroke yang berasumsi bahwa
penderita stroke seolah-olah pasien stroke kembali pada usia bayi sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya sesuai dengan pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu stroke harus
dilatih mulai dari posisi berbaring, miring, tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, dan
berjalan. Jangan mencoba untuk latihan berdiri kalau miring saja belum bisa.
Tujuan dari intervensi metode bobath adalah optimalisasi fungsi dengan peningkatan
kontrol postural dan gerakkan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh
IBITA tahun 1995.
Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam intervensi bobath.
a. Pola Gerakan
o Gerakan yang ada dalam suatu pola yang telah dikontrol oleh system
persarafan, yaitu saraf pusat (bukan gerakan perotot)
o Gerakan yang dilakukan untuk meningkatkan aktivitas anak dilakukan
berdasarkan pada pola gerakan dan perkembangam normal.
o Dilakukan pada gerakan yang dikarenakan oleh
- Perkembangan pola gerakan yang abnormal.
- Kompensasi / adaptasi terhadap abnormalitas.
o Tujuan penerapan Bobath
- Seluruh gerakan diajarkan dalam kondisi yang normal atau kondisi yang
mendekati normal.
- Meningkatkan kwalitas dari gerakan.
o Harus memahami pola – pola gerakan yang abnormal untuk menimbulkan
lebih banyak pola gerakan yang normal.
b. Komponen Gerakan
o Tonus postural yang normal untuk menahan gravitasi bila bagian lain
bergerak.
o Gerakan yang responsive dan efektif hanya terjadi pada penanganan yang
benar.
o Penanganan untuk menormalisasi postural, meningkatkan sikap dari gerakan,
meningkatkan keterampilan dan meningkatkan adaptasi terhadap rangsang.
c. Konsep / prinsip kerja terapi bobath, meliputi ;
o Fasilitasi
Suatu bentuk bantuan yang diberikan untuk memudahkan pasien dalam
melaksanakan aktivitasnya sehari – hari, hal ini dapat dilakukan dengan
tehnik posisioning.Fasilitasi adalah salah satu cara yang menggunakan
kontrol sensory dan proprioceptive untuk mempermudah gerakan.
o Stimulasi
Merupakan suatu bentuk pemberian rangsangan yang terdiri dari dua
bentuk antara lain ;
 Stimulasi verbal (dengan aba – aba, suara/bunyi – bunyian)
 Stimulasi non verbal (menggunakan rangsang taktil dan
propioseption)
o Stability
Merupakan salah satu bagian dari teknik terapi yang bertujuan untuk
membentuk stability untuk mengurangi gerakan yang abnormal. Stabilisasi
yang diberikan antara lain postural stability dan proximal stability.
Pada prinsipnya bentuk latihan dengan pendekatan metode bobath bersifat individual,
tergantung problem yang di temukan pada pemeriksaan. Langkah awal dalam terapi latihan
bobath yaitu dengan aktifasi otot-otot internal trunk (otot abdominal, otot para spinal,otot
pelvic floor). Otot-otot tersebut merupakan otot yang memberikan stabilitas yang utama pada
postur. Dengan stabilitas postur yang adekuat, maka fungsi mobilitas dari ekstremitas
menjadi lebih mudah. Berikut beberapa bentuk latihan dalam pendekatan metode bobath.

latihan foreward dan backward pelvic Latihan briging

latihan mobilisasi scapula Cara berpindah

Cara berpakaian Cara melatih keseimbangan berdiri


cara naik turun tangga

Adapun intervensi bobath berdasarkan sumber lain yaitu :


1. Terapi Bobath
Terapi bobath secara eksplisit dijelaskan oleh penulis di 19 dari percobaan dan
direferensikan menggunakan buku teks Bobath dalam dua percobaan. Satu penulis
menegaskan bahwa intervensi fisioterapi konvensional dijelaskan dalam percobaan
mereka adalah terapi Bobath. Dosis rata-rata Terapi Bobath yang diberikan adalah
17 jam (kisaran 6 hingga 38) di antara 12 percobaan yang melaporkan waktu sesi
secara cukup rinci untuk menghitung dosis. Intervensi perbandingan dialokasikan ke
salah satu dari lima kategori berdasarkan komponen intervensi dan ini termasuk
pelatihan khusus tugas, pelatihan kekuatan, PNF, robotika atau intervensi gabungan.
o Walking
Dua belas percobaan menyelidiki efek terapi Bobath pada berjalan. Efek
terapi Bobath pada berjalan dibandingkan dengan tugas-spesifik pelatihan
diperiksa dengan mengumpulkan hasil dari tujuh percobaan (rata-rata) Skor
PEDro = 7) melibatkan 409 peserta. SMD adalah 0,64 mendukung pelatihan
khusus tugas, meskipun yang benar ukuran efeknya mungkin jauh lebih kecil
atau lebih besar (95% CI 0,06 hingga 1.21, I 2 = 86%). Efek terapi Bobath
dibandingkan dengan kekuatan pelatihan diperiksa dengan mengumpulkan
hasil dari dua percobaan (rata-rata) Skor PEDro = 5,5) melibatkan 30 peserta.
SMD adalah 20,07 (95% CI 20,80 hingga 0,66, I2 = 0%), yang tidak
memberikan bukti yang jelas yang mendukung salah satu intervensi. Efek
Bobath terapi dibandingkan dengan intervensi gabungan diperiksa oleh
mengumpulkan hasil dari tiga percobaan (rata-rata skor PEdro = 5,3)
melibatkan 49 peserta SMD adalah 20,34 (95% CI 21,35 hingga 0,67, I2 =
64%), yang tidak memberikan bukti yang jelas dalam mendukung salah satu
intervensi.
o Standing balance
Delapan percobaan menyelidiki efek terapi Bobath pada berdiri
keseimbangan. Pengaruh terapi Bobath dibandingkan dengan pelatihan tugas
spesifik pada keseimbangan berdiri diperiksa dengan mengumpulkan hasil
dari tiga percobaan (rata-rata skor PEDro = 7) yang melibatkan 155 peserta
o Sitting balance
o Sit-to-stand
o Stair climbing
o Mobility
Enam percobaan menyelidiki efek terapi Bobath pada mobilitas sebagai
diukur dengan skala yang mencakup lebih dari satu aktivitas ekstremitas
bawah, untuk contoh berjalan dan duduk-berdiri. Efek Bobath terapi
dibandingkan dengan pelatihan tugas-spesifik pada mobilitas adalah
diperiksa dengan mengumpulkan hasil dari empat percobaan (rata-rata skor
PEdro = 6.5) melibatkan 245 peserta
REFERENSI

Journal of Physiotherapy 66 (2020) 225–235 : Bobath therapy is inferior to task-specific training


and not superior to other interventions in improving lower limb activities after stroke: a
systematic review

Anda mungkin juga menyukai