Anda di halaman 1dari 28

EVIDENCE BASED NURSING ( EBN )

“ Pengaruh Teknik Hold Relax Terhadap Kasus

Stroke “

ADJY GALY BAYU RADIANSYAH


BELIN PENANGSANG
JUNAIRI PRABOWO
KUDSYIYATI
NOVI ARISTA WIDIANINGSIH
DEPRIYADI
RISKY ARDIANSYAH PUTRA
SELVIE MAHESA PUTRI
YULIANA ROSA

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
JAWA BARAT
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vascular. (Muttaqin,2008)
Definisi menurut WHO stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak
fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24
jam akibat gangguan aliran darah otak.
Dengan kata lain stroke merupakan manifestasi keadaan pembuluh darah
cerebral yang tidak sehat sehingga bisa disebut juga “cerebral arterial disease”
atau “cerebrovascular disease”. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan
darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah, semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang
memadai.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51 % di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16 % kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara
patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperrbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolism glukosa secara anaerobic yang
merusak jaringan otak (Riko dkk, 2008).
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia
12,1 per 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas 2007 yang
sebesar 8,3 persen. Stroke telah jadi penyebab kematian utama di hampir semua
rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5 persen. Dilihat dari karakteristiknya, stroke
banyak dialami orang lanjut usia, berpendidikan rendah, dan tinggal di perkotaan.

2
Perubahan gaya hidup; pola makan terlalu banyak gula, garam, dan lemak; serta
kurang beraktivitas adalah faktor risiko stroke.
Berdasarkan study pendahuluan di ruang Azalea dan Angsana RSUP Dr.
Hasan Sadikin selama 1 minggu dinas di ruangan diketahui bahwa hampir seluruh
pasien yang dirawat dengan diagnosa medis stroke baik yang stroke hemoragic
maupun stroke non-hemoragic.
Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila
ditangani dengan baik maka dapat meringankan beban penderita, meminimalkan
kecacatan dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam beraktivitas
(Smeltzer dan Suzane, 2001).
Salah satu gangguan motorik yang disebabkan oleh stroke adalah
gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik.
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik
antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan
kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomis
akibat perubahan fisiologis (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien
pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Untuk mengatasi gangguan yang muncul disebabkan oleh stroke dapat
dilakukan dengan melakukan penyembuhan dengan pelayanan fisioterapi. Dalam
pelayanan fisioterapi meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative. Pasien stroke hidup dengan kecacatan berupa menurunya kekuatan
otot, adanya gangguan keseimbangan , adaya gangguan koordinasi dan kurangnya
mobilitas yang mengganggu serta membatasi aktivtass fisik penderita stroke.
Terdapat berbagai metode dalam fisioterapi yang dapat membantu proses
penyembuhan dari kecacatan yang diderita oleh pasien diantaranya Bobath, Motor
Relearning Program (MRP), Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)
dan lainnya. (Adler dalm Purwanti, 2016).

3
Diantara teknik PNF, teknik Hold Relax digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Hold Relax adalah suatu bentuk
terapi latihan dimana otot atau grup otot antagonis yang memendek akibat
kekakuan dikontraksikan secara isometric dengan optimal yang kemudian diikuti
dengan rileksasi otot dengan tujuan perbaikan rileksasi antagonis dan perbaikan
mobilisasi. Teknik ini dibeirkan secara berulang dan biasanya diikuti dengan
repeated contraction. Teknik Hold Relax digunakan untuk meningkatkan ROM,
mengurangi kekakuan, dan mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kekakuan atau
spastik. (Adler dalm Purwanti, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tentang
pengaruh teknik Hold Relax

1.3 Tujuan
Menjelaskan tentang hasil-hasil penelitian yang terkait dengan teknik Hold
Relax terhadap klien hambatan mobilisasi pada stroke

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
1.Definisi Stroke
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa jam dengan gejala-
gejala atau tanda-tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Dengan kata lain stroke merupakan cedera vaskular pada otak. Cedera
dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh
darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Semua
ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. (Irfan, 2010)
Definisi Menurut World Health Organization (WHO), stroke
adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Frtzsimmons, 2007). Sekitar 80% sampai 85% stroke
adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. (Price dan Wilson,2002)
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke
suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya
aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-komia, yang dapat
merusak atau menarik sel-sel otak. Kematian jaringan itu. Stroke
merupakan penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak
negara industri di Eropa (Jauch, 2005).
Stroke adalah sindroma serebrovaskular yang mengacu kepada
setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. (Sylvia A. Price
dan Wilson, 2006).

5
Jadi berdasarkan beberapa definisi yang sudah ada, dapat
disimpulkan bahwa, Stroke adalah Gangguan saraf yang menetap, yang
diakibatkan oleh kerusakan pembuluh darah do otak, yang terjadi sekitar
24 jam atau lebih. Serangannya berlangsung selama 15-20 menit. Orang
kerap menyebutkan sebagai serangan otak.

2.Klasifikasi
Klasifikasi dari subtipe stroke iskemik oleh Adams, dkk. (1993)
dalam Sjahrir (2003) diuraikan sebagai berikut berdasarkan patologi
anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Iskemik (non Hemoragik)
Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah
iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan
fungsi struktur sel yang diikuti oleh kerusakan fungsi dan integritas
susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
(Caplan 200, dalam Syahrisr 2003)
 Transient Ischemic attack (TIA)
 Trombosis Serebri
 Emboli Serebri
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa
penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum
hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma
sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak;
infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi
antikoagulan (Price, 2005).

6
 Perdarahan Intraserebral
 Perdarahan Subaraknoid

3. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000: 18), pada stroke non hemoragik
(iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis secara
mendadak, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus
cukup besar. Biasanya pada umur > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revisison, stroke hemoragik
dibagi atas:
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas,
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat
beraktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual
dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan.
Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan serangan.
Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi
setelah 2 jam, sampai 19 hari).
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodormal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila
ada perdarahan subhialoid karena pecahnya anuerisma pada a. komunikans
anterior atau a. karotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut
dapat berupa:

7
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(ganngguan hemisensorik)
c. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau
kesulitan memahami ucapan)
e. Disatria (bicara pelo atau cadel)
f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau
diplopia
g. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
h. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala

Menurut Smeltzer (2001:2136), dilihat dari bagian hemisfer yang


terkena tanda dan gejala dapat berupa:

a. Stroke hemisfer kiri


1) Paralisis pada tubuh kanan
2) Defek lapang pandang kanan
3) Afasia (eksprsif, reseptif atau global)
4) Perubahan kemampuan intelektual
5) Perilaku lambat dan kewaspadaan

b. Stroke hemifer kanan


1) Paralisis pada sisi kiri tubuh
2) Defek lapang penglihatan kiri
3) Defisist perawatan-khusus
4) Peningkatan distraktibilitas
5) Perilaku impulsif
6) Kurang kesadaran terhadap deficit

Matriks Perbedaan antara Stroke Non Hemoragik dan Stroke


Hemoragik. (Muttaqin. 2008:239)

8
Gejala (Anamnesa) Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik
1 2 3
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran +/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda Kernig - +
Matrik Sambungan
1 2 3
Edema Pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu
di retina, koroner, perifer. hipertensi
Emboli pada kelainan katub, aterosklerosis,
fibrilasi, bising karotis. penyakit jantung
hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah - +
pada LP
Rontgen + Kemungkinan
pergeseran glandula
pineal.
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM,
massa intrahemisfer/
vasospasme.
CT Scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial
hipodensi) densitas bertambah
(lesi hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina atau

9
Silver wire art korpus vitreum
Lumbal Fungsi
 Tekanan Normal Meningkat
 Warna Jernih Merah

 Eritrosit < 250/mm3 > 1000/mm3


Arteriografi Oklusi Ada pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian
tengah

Matriks Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan


Subarakhnoid (Muttaqin. 2008:238)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
B. Hold Relax
1. Pengertian Hold Relax
Teknik PNF pada hakikatnya memberikan rangsangan pada
proprioseptor untuk meningkatkan kebutuhan dari mekanisme
neuromuskular, sehingga diperoleh respon yang mudah. Sistem
mekanisme neuromuscular mempersiapkan suatu gerakan dalam
memberikan respon terhadap kebutuhan aktivitas. To facilitate berarti
membuat mudah dan membuat lebih mudah. Dengan demikian maka
neuromuscular fasilitation dapat diartikan sebagai memberikan rangsangan
pada proprioseptor untuk meningkatkan kebutuhan dari mekanisme
neuromuskular, sehingga diperoleh respon yang mudah proses dimana
respon mekanisme neuromuscular dibuat mudah atau lebih mudah. PNF
memiliki tehnik pelaksanaan, yaitu : (Wahyudin, 2014)
 Timing for Empashis

10
 Repeated Contraction
 Slow Reversal
 Rytmical Stabilitation
 Hold Relax
Hold Relax Tehnik ini merupakan teknik rileksasi yang digunakan
untuk memperoleh waktu pemanjangan dari kelompok otot–otot yang
berkontraksi sebagai antagonis terhadap suatu gerakan yang mengalami
keterbatasn ROM. Tehnik ini sangat efektif, sederhana dan tanpa
menimbulkan rasa nyeri. Pemakaian Hold Relax: Dengan melakukan
gerakan sampai pada limit ROM tertentu dan melawan tahanan
fisioterapis, pada akhir limitasi gerak maka tahanan diubah pada posisi
antagonisnya dan pasien disuruh menahan tahanan oleh fisioterapis kearah
kelompok antagonisnya. Tehnik ini diberikan secara berulang dan biasanya
diikuti dengan repeated contraction.
Hold Relax adalah salah satu teknik khusus exercise dari
Proprioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) yang menggunakan
kontraksi isometrik secara kelompok otot antagonis yang memendek
sampai terjadi penambahan penurunan nyeri. (Yulianto W, 2002)
Hold Relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi
isometric yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,
dilanjutkan dengan relaksasi otot tersebut (prinsip reciproke inhibition).
Adapun prinsip fisiologi Hold Relax adalah :
a. Autogenik Inhibisi (Inverse Stretch Refleks)
Ketika suatu otot berkontraksi sangat kuat, terutama ketika
tegangan menjadi berlebihan maka secara tiba-tiba kontraksi menjadi
terhenti sehingga otot relaksasi. Relaksasi ini merupakan respon dari
ketegangan yang sangat kuat yang dinamakan dengan Inverse Stretch
Refleks atau autogenik inhibisi. (Adler, 2014)
Respon yang penting dalam inverse stretch adalah golgi tendon
organ, yang terdiri atas kumpulan ayaman dari ujung-ujung saraf yang
menonjol di antara fasikula tendon. Serabut-serabut dari golgi tendon

11
organ meliputi serabut saraf group bermyelin yang merupakan serabut
saraf sensorik penghantar cepat yang berakhir pada medulla spinalis
pada neuron-neuron inhibitor (interneuron inhibitor) yang kemudian
berakhir langsung dengan neuron motorik. Serabut saraf tersebut juga
mengadakan hubungan fasilitasi/aksitasi dengan neuron motorik yang
mempersarafi otot antagonis. Dengan demikian, kontraksi otot yang
sama dan impuls tersebut berjalan ke medulla spinalis pada
internesuron inhibitor yang kemudian menghasilkan respon inhibisi
yang dikirim kembali ke otot yang bersangkutan melalui serabut saraf
motorik, sehingga tersebut akan diikuti dengan relaksasi otot yang
bersangkutan. (Adler, 2014)
b. Inhibisi Respirocal
Di dalam medulla spinalis terdapat inhibisi post sinaptik. Serabut
saraf afferent dari muscle spindle otot berjalan ke medulla spinalis dan
bersinapsis dengan saraf motorik dengan otot yang sama (alpha
motoneuron) serta bersinapsis dengan interneuron inhibisi medulla
spinalis yang kemudian bersinapsis dengan saraf motorik dari otot
antagonis.
Jika ada impuls dari muscle spindle yang dibawa oleh serabut
saraf, maka impuls tersebut menimbulkan inhibisi post sinaptik
melalui interneuron inhibisi medulla spinalis ke neuron-neuron
motorik yang mempersarafi otot-otot antagonis, kemudian impuls
tersebut memfasilitasi neuron motorik dari otot yang sama (agonis)
sehingga otot tersebut berkontraksi, sedangkan otot antagonis akan
mengalami relaksasi. Fenomena ini disebut inhibisi dan fasilitasi
reciprocal, karena adanya persarafan reciprocal dalam medulla
spinalis. (Adler, 2014)

2. Efek dan Penggunaan


Dengan adanya kontraksi isometrik pada kelompok otot antagonis
maka hal ini akan mempermudah pembentukan aktivitas kelompok

12
antagonis tersebut. Bila aktivitas antagonis dapat dipermudah maka reaksi
pemanjangan otot yang memendek akan bertambah. Tehnik Hold Relax
digunakan untuk :
a. Meningkatkan ROM
b. Mengurangi kekakuan (Spastisitas)
c. Mengurangi nyeri terutama bila rasa nyeri disebabkan oleh kekakuan
sendi
d. Untuk perbaikan mobilisasi
3. Indikasi dan Kontra Indikasi Hold Relax
 Indikasi Hold Relax
a. Adanya nyeri hebat
b. Adanya spasme yang berlebihan
c. Ketidakmampuan mencapai akhir ROM atau keterbatasan
gerak yang diakibatkan kekauan
d. Digunakan sebelum terapi manipulasi
 Kontra Indikasi Hold Relax
a. Fraktur
b. Sprain yang berat (injury ligament)
c. Strain yang berat (injury ligament)
d. Pasien yang tidak responsive

4. Teknik Pelaksanaan Hold Relax


Gerakan aktif atau pasif pada pola gerak agonis hingga batas keterbatasan
gerak atau hingga ROM dimana nyeri mulai timbul.
a. Terapis memberi tahanan meningkat secara perlahan pada pola
antagonisnya, pasien mesti melawan tahanan tersebut tanpa disertai
adanya gerakan (dengan instruksi….pertahankan disini)
b. Diikuti relaksasi dari pola antagonis tersebut, tunggu sampai benar-
benar rileks.
c. Gerakan secara aktif atau pasif ke arah pola antagonis
d. Mengulangi prosedur tersebut di atas

13
e. Penguatan pola gerak agonis dengan cara menambah ROM
f. Selama fase rileksasi, manual kontak tetap dipertahankan untuk
mendeteksi bahwa pasien benar-benar rileks. (Wahyudin, 2014).

Hold relax merupakan salah satu teknik propioceptor neuro muscular


fascilitation (PNF), yaitu suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometrik
yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dengan melawan
tahanan dari fisioterapis kearah berlawanan (agonis) dan dilanjutkan dengan
rileksasi grup otot tersebut.

Kemudian dilakukan penguluran pada kelompok otot antagonis. Gerakan


ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah LGS sedangkan untuk mengurangi
nyeri setelah kontraksi maksimal maka membutuhkan suplay darah yang besar
dan darah yang mengalir ke jaringan semakin besar (Kisner, 2002).

1) Posisi pasien: Duduk di kursi, badan tegak lurus


2) Posisi terapis: Di sebelah bahu kiri pasien, satu tangan fiksasi pada
proksimal humeri, dan satu tangannya lagi pada distal humeri.
3) Pelaksanaan: Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk
bergerak aktif fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi
shoulder.

Terapis memberikan tahanan sampai batas nyeri di gerakan tersebut


kemudian tahan lalu rilex dan terapis mengarahkan tangan kiri pasien kearah yang
berlawanan dari gerakan tersebut.

Seringkali ketika pulang dari rumah sakit, pasien pasca stroke masih
mengalami gejala sisa, misalnya keadaan kehilangan fungsi motorik (hemiplegi),
kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi,
kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, atau disfungsi kandung kemih,
bahkan pasien pulang dalam keadaan bedrest total.

Oleh karena itu, perawatan yang diberikan kepada penderita stroke harus
dilakukan secara terus-menerus. Perawatan ini bertujuan agar kondisi klien
membaik, risiko serangan stroke berulang menurun, tidak terjadi komplikasi, atau
kematian mendadak. Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji kebutuhan pasien
dalam perawatan di rumah sehingga perawatan mampu dilakukan secara optimal
oleh keluarga maupun pasien sendiri di rumah secara terus-menerus demi
tercapainya keadaan fisik yang maksimal (Smeltzer&Suzane, 2001).

14
15
16
17
18
19
C. HAMBATAN MOBILISASI FISIK
Hambatan mobilisasi fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakan yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Secara umum kondisi yang dihadapi pasien, ada beberapa macam keadan
immobilitas, antara lain :
a. Immobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

20
b. Immobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c. Immobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
d. Immobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), faktor – faktor yang


mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut
a. Gangguan muskuloskletal
Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa
keadaan tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang misalnya ;
osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit sendiri
b. Gangguan kardiovaskuler
Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi,
peningkatan valsalva maneuver.
c. Gangguan sistem pernapasan
Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan,
bertambahnya sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.

21
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

No Judul Penelitian Hasil Penelitian Kekurangan dalam Kelebihan dalam Hasil analisa
penelitian peneltian
1 Efek Pemberian Latihan Selisih LGS fleksi sendi Pada metode Penelitian ini Uji beda LGS fleksi sendi lutut sebelum
Hold Relax Dan lutut sebelum dan sesudah peneltian ini menggunakan dan setelah perlakuan pada kelompok I
Penguluran Pasif Otot perlakuan pada kelompok I peneliti tidak Rancangan two menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh nilai
Kuadrisep Terhadap adalah 41,2 dan kelompok menuliskan jenis group pre test and p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan
Peningkatan Lingkup II sebesar 31,57, berarti penelitian, data post test design, bahwa terdapat perbedaan LGS fleksi
Gerak Fleksi Sendi Lutut peningkatan LGS fleksi jumlah sampel dan yaitu sendi lutut yang bermakna antara sebelum
Dan Penurunan Nyeri sendi lutut pada kelompok kapan penilitian membandingkan perlakuan dan setelah perlakuan. Sehingga
Pada Pasien Pasca Orif I lebih banyak daripada dilakukan . Pada perbedaan antara dapat disimpulkan bahwa Hold Relax
Karena Fraktur Femur kelompok II. Sehingga literature hasil sebelum berpengaruh terhadap peningkatan LGS
1/3 Bawah Dan Tibia 1/3 dapat disimpulkan bahwa kurangnya dilakakukan fleksi lutut.
Uji beda LGS fleksi sendi lutut sebelum
Atas. (YuliantoWahyono, pengaruh peningkatan penelitian terkait intervensi dan
dan setelah perlakuan pada kelompok II
Budi Utomo, 2016) LGS sendi lutut pada Hold untuk mendukung setelah dilakukan
menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh nilai
Relax lebih baik dari penelitian tersebut. intervensi.
p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan
penguluran pasif. Penelitian ini
bahwa terdapat perbedaan LGS fleksi
dilakukan secara
sendi lutut yang bermakna antara sebelum

22
terus menerus pada perlakuan dan setelah perlakuan. Sehingga
kelompok yang dapat disimpulkan bahwa penguluran pasif
diteliti sehingga berpengaruh terhadap peningkatan LGS
dapat mengetahui fleksi lutut
pengaruh hold
relak tersebut.

2 Pengaruh Teknik Hold Hasil yang diperoleh dari Pada penelitian ini Dari hasil Analisis yang menjelaskan tentang hasil
Relax terhadap penelitian ini peneliti tidak penelitian penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
sejalan dengan studi yang
Penambahan Jarak Gerak menyebutkan didapatkan hasil Hold Relax merupakan salah satu teknik
menemukan bahwa
Abduksi Sendi kelompok kontrol penelitian yang yang perlakuannya terdiri atas fasilitasi aktif,
terdapat peningkatan yang
Bahu pada Frozen pembanding significant itu resisted static contraction,relaxation, forced
signifikan pada Range
Shoulder di Ratulangi of Motion (ROM) torakal pretest-posttes terlihat dari nilai passive movement dan traksi yang
Medical Centre ketika dilakukan teknik hasil posttest lebih bermanfaat dalam peningkatan ROM,
Hold Relax secara rutin.
Makassar. (Suharto, besar dari pretest menyatakan bahwa reaksi kontraksi dan
Hasil tersebut diperkuat
Suriani, , Sri Saadiyah yaitu terjadi relaksasi tersebut ketika diberikan PNF
tentang pemilihan jumlah
Leksonowati, 2016) penambahan teknik Hold Relax khususnya pasif di akhir
tindakan dan waktu
gerakan akan terjadi penguluran serabut otot
pelaksanaan Hold Relax rentang gerak pada
dan ketika diakhiri dengan gerakan passive

23
menyatakan bahwa pasien yang extra forced maka serabut otot tersebut akan
peningkatan Range of
diberikan hold semakin bertambah panjang, sehingga
Motion ankle joint dengan
rilak. terjadilah penambahan jarak gerak abduksi
pemberian PNF teknik
sendi bahu karena penguluran otot baik
Hold Relax yang dilakukan
4 kali seminggu selama 4 secara aktif maupun pasif sesuai sifat
minggu lebih efektif fleksibilitas otot.
untuk meningkatkan Range
of Motion dibanding
dengan hanya 2 kali
seminggu selama 4 minggu.

3 Pengaruh Pemberian Hasil penelitian Pada penelitian penelitian pre- Sebelum diberikan Hold Relax, pasien
Hold Relax Terhadap menunjukkan bahwa terkait Kurangnya experimental ini diukur tingkat spastisitasnya menggunakan
Spastisitas pada Pasien terdapat perbedaan pre-test literatur serta hasil dimaksudkan untuk parameter asworth scale untuk mengambil
Pasca Stroke. (Della dan post test dengan nila dari penelitian- menggambarkan data pre-test dari pasien. Dari 20
Purwaningtyas, 2016) p<0,05 yang dapat penelitian perubahan responden, masing-masing memiliki skala
disimpulkan bahwa sebelumnya yang spastisitas terhadap asworth yang berbeda-beda. 9 dari 20
terdapat pengaruh berhubungan pemberian latihan responden memiliki Modified Skala

24
pemberian Hold Relax dengan judul yang Hold Relax. Asworth sedang yaitu jika diukur dengan
terhadap spastisitas pada diambil peneliti nilai maka memiliki nilai 3, 7 diantaranya
pasien pasca stroke. yaitu pengaruh memiliki Modified Skala Asworth ringan
pemberian Hold atau bernilai 2, dan sisanya memiliki
Relax terhadap Modified Skala Asworth sangat ringan
spastisitas. yang jika dimasukkan kedalam nilai yaitu
bernilai 1. Setelah data pre-test didapatkan,
maka dilanjutkan dengan pemberian
intervensi, dalam hal ini adalah pemberian
Hold Relax kepada setiap sampel sebanyak
9 kali pemberian selama 3 minggu.
Pada data post test didapatkan hasil 6
orang memiliki Modified Skala Asworth
ringan, 10 orang memiliki Modified Skala
Asworth sangat ringan dan 4 orang
memiliki Modified Skala Asworth normal.
Dari 20 orang terdapat 2 orang sampel
yang memiliki skala asworth tetap.
Jika dibandingkan hasil pemeriksaan

25
tingkat spastisitas menggunakan skala
asworth sebelum dan setelah dilakukan 9
kali perlakuan maka dapat diperoleh
adanya Perbedaan antara pre dan post
untuk pemberian Hold Relax yang
signifikan. Setelah dilakukan uji wilcoxon
dimana didapatkan nilai P=0,00 (P<0,05).
Hal ini berarti bahwa hipotesis yang
diajukan oleh peneliti dapat diterima dan
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh pemberian Hold Relax
terhadap spastisitas pada pasien pasca
stroke.

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil identifikasi jurnal maka, dapat disimpulkan dari tiga
jurnal tersebut dengan penerapan teknik Hold Relax dapat dijadikan tolak ukur
untuk dilakukannya penerapan teknik Hold Relax terhadap klien dengan hambatan
mobilisasi tidak hanya pada kasus stroke tetapi bisa juga diterapkan pada kasus
pasca orif karena fraktur femur dan Frozen Solder (peradangan pada sendi bahu).
Hold Relax ini tidak hanya untuk berpengaruh bagi mobilisasi tetapi juga bisa
berpengaruh terhadap penurunan rasa nyeri.

4.2 Saran
Saran yang diajukan adalah agar RSUP Dr. Hasan Sadikin khususnya di
Ruang Azalea/Angsana bisa menerapkan teknik Hold Relax dengan klien
hambatan mobilisasi pada Stroke, kemudian untuk menambahkan bahan
kepustakaan tentang teknik Hold Relax, selanjutnya dapat dilakukan penelitian
lanjutan tentang keefektifitasan teknik Hold Relax ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Susan and Dominiek, Beckers. 2014. PNF in Practice 4th. Berlin :
Springer.

27
Caplan R, Louis. 2000. Stroke a Clinical Approach fourth edition.Philadelphia :
Sunders Elsevier.
Felgin, V. 2006. Stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta; Prevalence of Stroke
and Transient Ischemic Attack IN THE Elderly Population, (online),
(http://www.WHO.int/infobase/report, diakses 12 Februari 2016).
Fisioterapi Nusantara Medical Centre. 2010. Pengertian Stroke.
http://infostroke.wordpress.com/pengertian-stroke/ diakses tanggal 14
Desember 2016
Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke Edisi Pertama.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Jauch, Edward, Freench, David & Mcgeorge, Todd. 2005. Ischemic Stroke
Terapeutic. Berlin: Springer.
Price, S & Wilson, L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi-6. Jakarta : EGC.
Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke?(You Must Know Before You Get It). Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Wahyudin. 2014. Pengaruh Pemberian PNF terhadap Kekuatan Fungsi Prehension
pada Pasien Hemoragik Stroke dan Non Hemoragik Stroke, (online),
Vol.8 No.1, (http://www.download.portalgarudaorg, diakses 10 Februari
2016).
WHO. 2003. Prevalence of Stroke and Transient Ischaemic Attack in the Elderly
Population.(online), (http://www.WHO.int/infobase/report, diakses 10
Februari 2016).

28

Anda mungkin juga menyukai