Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel


darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan
beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor.
(Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497)

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan


secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia).

6
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia

 Fraktur patologis
 Hepatosplenomegali
 Gangguan Tumbuh Kembang
 Disfungsi organ

Klasifikasi thalasemia Secara molekuler talasemia dibedakan atas :

1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)


2. Thalasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya
diduga berdekatan)
4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :

1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas


2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis

Gejala Klinis Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:

1. Lemah
2. Pucat
3. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
4. Berat badan kurang
5. Tidak dapat hidup tanpa transfusi

7
Thalasemia intermedia ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot
sedangkan thalasemia minor/thalasemia trait ditandai oleh splenomegali, anemia
berat, bentuk homozigot Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:

1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.

Gejala khas adalah:

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi.

2.2 PATOFISIOLOGI THALASEMIA

Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga


produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam
usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

8
9
 Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta.
 Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen.
 Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai
Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan
dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
 Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam
sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
 Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC
diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan
tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi
RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara


merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi
dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.

10
2. Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang
tinggi, biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.

2.3 PENATALAKSANAAN THALASEMIA

1. Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien
thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali
(kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan
zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan
pemberian Deferoxamine(desferal).
3. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin
tanpa preparat besi.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

 Letargi
 Pucat
 Kelemahan
 Anorexia
 Diare
 Sesak nafas
 Pembesaran limfa dan hepar
 Ikterik ringan
 Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki
 Penebalan tulang kranial

11
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan laboratorium darah :

 Hb : Kadar Hb 3 – 9 g%
 Pewarnaan SDM : anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell,
tear drop cell.
 Gambaran sumsum tulang eritripoesis hiperaktif
Elektroforesis Hb.
 Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
 Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <= 1 % ).

2.6 FOKUS PENGKAJIAN

1. Pengkajian fisik

 Melakukan pemeriksaan fisik


 Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat,
lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya
aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
 Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Pengkajian umum

 Pertumbuhan yang terhambat


 Anemia kronik
 Kematangan sexual yang tertunda

12
2.7 Krisis vaso Occlusive

 Sakit yang dirasakan


 Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang
berhubungan:

 Ekstrimitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai


rasa sakit yang menjalar.
 Abdomen : terasa sakit
 Cerebrum : troke, gangguan penglihatan.
 Liver : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
 Ginjal : hematuria

 Efek dari krisis vaso occlusive adalah:

 Cor : cardiomegali, murmur sistolik.


 Paru-paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
 Ginjal : ketidakmampuan memecah senyawa urine, gagal
ginjal.
 Genital : terasa sakit, tegang.
 Liver : hepatomegali, sirosis.
 Mata : ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan
penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan
dapat menimbulkan kebutaan.
 Ekstrimitas : perubahan tulang – tulang terutama menyebabkan
bungkuk, mudah terjangkit virus Salmonella, Osteomyelitis.

13
2.8 Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang penting


untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay
oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
4. Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.

2.9 FOKUS INTERVENSI

1. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda-tanda hipoksia, sianosis,


hiperventilasi, peningkatan denyut apex, frekwensi nafas dan tekanan darah.
2. Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian oksigen.
3. Pantau peggunaan produk darah, kaji tanda reaksi transfusi ( demam, gelisah,
disritmia jantung, menggigil, mual, muntah, nyeri dada, urine merah / hitam,
sakit kepala, nyeri pinggang, tanda – tanda shock / gagal ginjal ).
4. Pantau adanya tanda – tanda kelebihan cairan sirkulasi ( duispnea, naiknya
frekwensi pernafasan, sianosis, nyeri dada, batuk kering ).
5. Minimalkan atau hilangkan nyeri.
6. Cegah infeksi, kaji tanda infeksi, demam, malaise, jaringan lunak dan
limfonodus meradang / bengkak.
7. Pantau tanda komplikasi : kolaps vaskuler dan shock, splenomegali, infark
tulang dan persendian, ulkus tungkai, stroke, kebutaan, nyeri dada, dispnea,
pertumbuhan dan perkembagan yang tertunda.
8. Berikan penjelasan kepada anak sesuai usia dan tentang prosedur perawatan di
rumah sakit.
9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10. Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota keluarga.

14
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian fisik

 Riwayat kepearawatan
 Kaji adanya tanda-tanda anemia (pucat,lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia
kronik, nyeri tulang dan dada, menurunnya aktivitas, anoreksia) epistaksis
berulang.

2. Pengkajian psikososial

 Anak : usia, tugas perkembangan psikososial, kemampuan


beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan.
 Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,
penyesuaian keluarga terhadap stress.

B. Diagnosa

Diagnosa yang mungkin muncul pada asuhan keperawatan klien dengan


thalasemia :

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal.

15
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat:
penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx : Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan baik.

KH :

 Tidak terjadi palpitasi


 Kulit tidak pucat
 Membrane mukosa lembab

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi vital sign, kaji pengisian Memberikan informasi tentang


kapiler, warna kulit/membrane drajat/keadekuatan perfusi jaringan
mukosa. dan membantu menentukan
kebutuhan intervensi.

2. Tinggikian kepala tempat tidur Meningkatkan ekspansi paru dan


sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.

3. Selidiki adanya keluhan nyeri dada, Perubahan dapat menunjukan


peningkatan sel sabit/penurunan

16
palpitasi. sirkulasi dengan keterlibatan organ
lebih lanjut.

4. Kaji respon verbal melambat, mudah Dapat mengindikasikan gangguan


terangsang, agitasi gangguan fungsi serebral karena
memori, bingung. hipoksia/defisiensi vit. B12.

5. Catat keluhan rasa dingin, Vasokonstriksi menurunkan


pertahankan suhu lingkungan dan sirkulasi perifer. Kenyamanan
tubuh hangat sesuai indikasi. pasien/kebutuhan rasa hangat harus
seiombang dengan kebutuhan
unhtuki menghindari panas
berlebihan pencetus vasodilatsi.

6. Kolaborasi pemeriksaan hmt, agd, Mengindikasikan defisiensi dan


dll. kebutuhan pengobatan / resppon
terhadap terapi.

7. Kolaborasi dalam pemberian menigkatkan jumlah sel pembawa


transfuse. oksigen, memperbaiki deisiensi
untuk menurunkan resiko
perdarahan.

17
2. Dx : Setelah tindakan keperawtan selama 3x24 jam toleransi terhadap
aktivitas meningkat.

KH :

 Menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleransi.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi vital sign, kaji pengisian Awasi vital sign, kaji pengisian
kapiler, warna kulit/membrane kapiler, warna kulit/membrane
mukosa. mukosa.

2. Awasi tanda-tanda vital sebelum dan Memberikian informasi tentang


sesudah aktivitas. derajat/ keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menetukan kebutuhan
untervensi.

3. Catat respon terhadap tingkat Manifestasi kardiopulmonal dari


aktivitas. upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan.

4. Berikan lingkungan yang tenang. Meningkatkan istirahat untuk


menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh.

5. Pertahankan tirah baring jika Untuk mencegah komplikasi lebih


diindikasikan. lanjut dan istirahat cukup.

18
3. Dx : Setelah tindakan keperawtan selama 3x24 jam masukan nutrisi
adekuat.

KH :

 Menunjukan peningkatan BB atau BB stabil


 Tidak ada tanda malnutrisi

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji riwayat ntrisi termasuk makan Mengindikasikan de4fisiensi,


yang disukai. menduga kemungkinan intervensi.

2. Observasi dan catat masukan makanan Mengawasi masukan kalori atau


pasien. kualitas kekurangan konsumsi
makanan.

3. Beri makanan sedikit tapi sering. Makan sedikit dapat menurunkan


kelemahan dan meningkatkan
pemasukan.

4. Observasi kejadian mual, muntah, dan Gejala GI dapat menunjukan efek


gejala lain yang berhubungan. anemia pada organ.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi. Membantu dalam membuat


rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.

6. Kolaborasi pemeriksaan lab : hb, hmt, Meningkatkan efektifitas program


bun, albumin, transferin, protein, dll. pengobatan , termasuk sumber diit
nutrisi yang dibutuhkan.

19
7. Berikkan obat sesuai indikasi yaitu Kebutuhan penggantian
vitamin, suplemen mineral. tergantung dari tipe anemia.

4. DX : Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi


kerusakan integritas kulit.

KH :

 kulit utuh

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji integritas kulit, catat Kondisi kulit dipengaruhi oleh


perubahan pada turgor, gangguan sirkulasi, nutrisi dan immobilisasi.
warna, eritema dan eksoriasi.

2. Ubah posisi secara periodic. Meningkatkan sirkulasi ke semua area


kulit, membatasi iskemia jaringan.

3. Pertahankan kulit kering, batasi Area lembab terkontaminasi


penggunaan sabun. memberikan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan organisme
patogenik.

20
5. Dx : Setelah tindakan keperawtan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi.

KH :

 Tidak ada tanda-tanda infeksi.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Pertahankan teknik septic antiseptic Menurunkan resiko kolonisasi/


pada prosedur perawatan. infeksi bakteri.

2. Pantau vital sign Adanya proses infeksi /inflamasi


membutuhkan evaluasi /
pengobatan.

3. Kolaborasi dalam pemberian Mungkin digunakan secara


antiseptic dan antipiretik propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal.

6. Dx : Setelah tindakan keperawtan selama 2x30 menit pengetahuan


meningkat.

KH :

 Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik dan


rencana pengobatan.

21
No. INTERVENSI RASIONAL

1. Berikan informasi tentang thalasemia Memberikan dasar pengetahuan


secara spesifik. sehingga pasien dapat membuat pilihan
yang tepat.

2. Diskusikan kenyataan bahwa terapi Sumber tidak adekuat mempengaruhi


tergantung pada tipe dan beratnya proses penyembuhyan pasien.
talasemia.

3. Rujuk ke sumber komunitas untuk Bahwa dukungan dari keluarga sangat


mendapat dukungan secara psikologis. diperlukan untuk upaya penyembuhan.

D. Evaluasi

1 Perfusi jaringan baik

2 Toleransi terhadap aktivitas mening

3 Masukan nutrisi adeku

4 Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

5 Tidak terjadi infeksi

6 Pengetahuan meningkat

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan


sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari).
2. Klasifikasi thalasemia Secara molekuler talasemia dibedakan atas :

 Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)


 Thalasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
 Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen
nya diduga berdekatan)
 Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

3. Pemeriksaan laboratorium darah :

 Hb : Kadar Hb 3 – 9 g%
 Pewarnaan SDM : anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target
cell, tear drop cell.
 Gambaran sumsum tulang eritripoesis hiperaktif
Elektroforesis Hb.
 Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
 Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % (N : <= 1 %)

4. a. Pengkajian fisik

 Melakukan pemeriksaan fisik

23
 Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat,
lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya
aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
 Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.

b. Pengkajian umum

 Pertumbuhan yang terhambat


 Anemia kronik
 Kematangan sexual yang tertunda

3.2 SARAN

Penyakit thalasemia ini harus diobati dan diberi penanganan khusus. Karna
penyakit ini termasuk dalam penyakit yang berbahaya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Cecilly L Betz, Buku saku keperawatan pediatri, Ed 3. EGC Jakarta;2002

Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC Jakarta;2000

Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius Jakarta : 1999

NANDA : 2001 ;Nursing Diagnoses


Doenges, Marilynn E; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 3 ;Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai