Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ pertama yang terbentuk dan berfungsi menunjang kehidupan
embrio yang berkembang dengan cepat. Bagian tengah dari permukaan anterior jantung
berhubungan langsung dengan tulang dada, sedangkan tepi kanan dan kiri dibatasi oleh paru
dan rongga pleura. Jantung memiliki peranan penting dalam memompa darah ke seluruh
jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Jika terdapat kelainan pada
jantung, maka akan terlihat gejala klinik pada organ tubuh lainnya juga. Penyakit jantung bisa
ada sejak lahir atau yang disebut dengan penyakit jantung kongenital di mana dapat
dibedakan menjadi tipe sianosis atau nonsianosis, bisa juga merupakan penyakit jantung yang
didapat.
Skenario yang mendorong adanya pembahasan tentang penyakit jantung kongenital
adalah sebagai berikut. Seorang anak perempuan 5 tahun dibawa ibunya ke poliklinik karena
sering batuk pilek dan mudah lelah. Menurut ibunya, anaknya tumbuh normal, tidak ada
riwayat biru dan jarang sakit. Pada pemeriksaan rontgen toraks tampak peningkatan corak
paru. Berdasarkan gejala klinik, dapat dilihat penyakit jantung kongenital yang dialami anak
tersebut bersifat nonsianotik.

BAB II
PEMBAHASAN

Anamnesis
Anamnesis jantung menyeluruh harus mulai dengan masa perinatal yang rinci.
Identitas pasien yaitu nama, tempat tanggal lahir, alamat, umur, suku, agama,
pendidikan, dan pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi dan lingkungan tempat
tinggalnya.
Menanyakan keluhan utama
Sejak kapan anak tersebut mengalami keluhan utama tersebut ?
Menanyakan keluhan tambahan, seperti demam, mual, dan gejala sistemik lainnya.
Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
Apakah ada riwayat sianosis, distres pernapasan, atau prematuritas ?
Bagaimana pertumbuhan anak tersebut ?
Sikap anak tersebut saat menetek, apakah mengalami kesulitan atau tidak ?
Komplikasi ibu seperti diabetes kehamilan, pemakaian obat, atau penyalahgunaan
bahan-bahan, dapat dihubungkan dengan masalah jantung.
Menanyakan riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung ?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital
Frekuensi nadi anak yang didasarkan pada usia anak.1

Umur

Batas

Bayi baru lahir


1-11 bulan
2 tahun
4 tahun
6 tahun
8 tahun
10 tahun

terendah
70/menit
80
80
80
75
70
70

normal Rata-rata
125/menit
120
110
100
100
90
90

Batas

normal

tertinggi
190/menit
160
130
120
115
110
110

12 tahun
14 tahun
16 tahun
18 tahun

Wnt.

Pria.

Wnt.

70
65
60
55

65
60
55
50

90
85
80
75

Pria.

Wnt.

85
80
75
70

110
105
100
95

Pria.
105
100
95
90

Tabel 1. Frekuensi nadi anak pada saat istirahat

Tekanan darah
Gambar 1. Persentil spesifik-umur pengukuran TD pada anak
Tekanan darah bervariasi sesuai dengan umur anak dan erat terkait dengan tinggi serta
wanita

berat badan. Terjadi kenaikan bermakna selama masa remaja, dan banyak variasi
sementara sebelum tingkat kehidupan dewasa yang lebih stabil dicapai. Latihan fisik,
kegembiraan, batuk, dan ketegangan dapat menaikkan tekanan sistolik anak sebanyak
40-50 mmHg di atas tingkat biasanya.

Pengukuran tinggi dan berat badan


3

Pengukuran tinggi dan berat badan yang tepat, dan menuliskan grafik pertumbuhan baku
penting karena gagal jantung dan sianosis kronis sering menyebabkan gagal pertumbuhan. 1
Kegagalan pertumbuhan ini biasanya ditampakkan terutama oleh pertambahan berat yang
jelek.

Pemeriksaan fisik umum


a) Inspeksi
Pada saat inspeksi, yang perlu diperhatikan adalah apical impulse atau ictus cordis pada
ruang sela iga ke-5, sesuai dengan letak apex cordis. Impuls ini dihasilkan oleh pulsasi
sngkat ventrikel kiri pada saat ventrikel bergerak ke arah anterior selama kontraksi
jantung dan menyentuh dinding dada. Selain itu, perlu diperhatikan pula bentuk dada,
antara lain normal simetris, atau pun abnormal seperti pectus carinatum, pectus
excavatum, atau barrel chest. Lesi pada kulit pun harus diperhatikan.1
b) Palpasi
Palpasi dilakukan secara keseluruhan pada seluruh dinding dada anterior. Setelah itu,
dengan berpegangan pada inspeksi, perlu dilakukan palpasi ictus cordis yang terletak
pada linea mid-claviculer sinistra setinggi intercostae 5 atau 4 dengan diameter yang
tidak lebih lebar dari 2,5 cm.
Getaran (thrills) adalah bising yang teraba dan berkorelasi dengan luas intensitas
auskultasi maksimum bising. Penting meraba fosa sternalis dan leher untuk bruit aorta
yang dapat menunjukkan adanya stenosis aorta atau bila kurang jelas, stenosis
pulmonal. Getaran sistolik pada linea parasternalis kanan bawah dan apeks adalah
masing-masing khas defek sekat ventrikel dan insufisiensi mitral. Getaran diastolik
kadang-kadang dapat diraba bila ada stenosis katup atrioventrikuler.1
c) Perkusi
Pemeriksaan perkusi terpenting adalah untuk menentukan cardiac dullness (besar dan
bentuk jantung), yaitu perubahan dari sonor untuk perkuso paru-paru berubah menjadi
pekak. Langkah-langkah perkusi adalah secara berikut.
1. Menentukan batas jantung kanan, dilakukan dengan mengetuk ke arah medial dari
batas paru-hati hingga didapatkan perubahan dari suara sonor menjadi pekak atau
redup, yang biasanya didapatkan di antara garis midsternum atau parasternalis
kanan dan sela iga 4.
2. Menentukan batas jantung atas, dilakukan dengan mengetuk mulai dari atas linea
parasternalis kiri atau pertengahan linea parasternalis dan garis midclavicularis kiri

ke bawah maka akan didapatkan perubahan dari suara sonor menjadi redup atau
pekak. Normalnya terletak pada pada sela iga 2.1
3. Menentukan pinggang jantung, dilakukan dengan mengetuk pada linea
midclavicula sinistra dari atas ke bawah sampai terjadi perubahan suara sonor
menjadi pekak. Selanjutnya, dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan
perkusi secara obliq dari bagian atas linea axilaris anterior sinistra ke arah linea
midclavicula sampai terdengar perubahan suara sonor menjadi pekak.
4. Menentukan batas kiri jantung, dimulai dengan mengetuk pada linea axilaris
anterior dari atas ke bawah hingga suara sonor berubah menjadi timpani,
dilanjutkan pada daerah 2 jari di atasnya perkusi ke arah medial sampai terdengar
suara sonor menjadi pekak. Normalnya terletak pada sela iga 4-5.
5. Menentukan batas bawah jantung, dilakukan dengan mengetuk pada linea
midclavicula sinistra dari atas ke bawah, sampai terdengar perubahan suara dari
sonor ke timpani, normalnya didapatkan pada sela iga 5.1
d) Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi, penderita harus terlentang dengan tenang dan bernapas
secara

normal.

Suara

jantung

pertama

ditimbulkan

oleh

penutupan

katup

atrioventrikuler dan suara kedua ditimbulkan oleh katup semilunaris. Sering kali suara
jantung kedua tampak tunggal selama ekspirasi. Adanya suara kedua yang membelah
normal merupakan bukti kuat untuk menyingkirkan diagnosis ASD, stenosis katup
pulmonal. Pembelahan yang lebar ditemukan ada ASD dan stenosis pulmonalsi,
tetralogi Fallot.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding yang
memiliki gejala yang sama yang dilihat dari gejala klinis pasien dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit
jantung adalah sebagai berikut.
Rontgen dada
Rontgen dada berfungsi untuk identifikasi penyakit jantung bawaan yang luput dari
pengamatan klinis. Banyak defek, misalnya pintasan kiri ke kanan yang kecil, tidak
menunjukkan gejala klinis, sehingga tidak jarang ahli radiologi menjadi pihak yang pertama
kali mencurigai adanya penyakit jantung. Rontgen dapat menggambarkan adanya gangguan
5

hemodinamik, gagal jantung kongestif, terutama apabila terjadi kardiomegali, pembesaran


ruang jantung, dan perubahan corakan pembuluh paru.2
Pengukuran ukuran jantung yang paling sering digunakan adalah lebar maksimal bayangan
jantung pada foto dada posteroanterior yang diambil selama midinspirasi. Garis vertikal
ditarik ke bawah di tengah bayangan sternum, dan garis tegak lurus ditari dari garis sternum
ke tepi kanan dan kiri jantung terluar. Jumlah panjang garis-garis tersebut merupakan lebar
maksimal jantung. Lebar maksimal dada diperoleh dengan menarik garis horizontal antara
tepi dalam kanan dan kiri rongga dada pada setinggi puncak diafragma kanan. bila lebar
jantung maksimal lebih besar dari setengah lebar dada maksimal (rasio kardiothoraks >50%),
jantung biasanya membesar. Besar jantung harus dievaluasi hanya bila foto diambil selama
inspirasi dengan penderita dalam posisi tegak. Diagnosis pembesaran jantung foto pada
saat ekspirasi atau tengkurap sering menyebabkan rujukan dan pemeriksaan laboratorium
yang tidak perlu.
Rasio kardiothoraks merupakan indeks pembesaran jantung yang kurang bermanfaat pada
bayi daripada anak yang lebih tua karena posisi horizontal jantung dapat menambah rasio
lebih daripada 50% pada tidak adanya pembesaran yang sebenarnya. Lagipula, timus dapat
menumpangi tidak hanya dasar jantung, tetapi sebenarnya seluruh mediastinum, dengan
demikian mengaburkan siluet jantung yang sebenarnya.2
Pembesaran ruang-ruang jantung atau arteri-arteri dan vena-vena besar menimbulkan
penonojolan daerah tempat bangunan-bangunan ini secara normal digambarkan pada
rontgenogram dada. Tanda-tanda rontgenografi abnormal ini harus selalu dilengkapi dengan
elektrokardiogram, yang merupakan indeks hipertrofi ventrikel yang lebih sensitif dan tepat.
Juga penting menilai derajat vaskularisasi paru-paru sebagaimana yang digambarkan oleh
bayangan intrapulmonal. Pemeriksaan angiokardiografi telah menunjukkan bahwa bayangan
hilus terutama adalah vaskuler. Sirkulasi berlebih dalam paru-paru biasanya akibat lesi shunt
dari kiri ke kanan, sedang sirkulasi paru yang berkurang adalah akibat obstruksi saluran aliran
keluar ventrikel kanan.2
Elektrokardiografi
Pada EKG bayi dan anak normal, diamati adanya perubahan pada bentuk dan durasi QRS,
serta gambaran segmen ST dan gelombang T. Perhatian dtujukan pada perubahan yang terjadi
pada usia beberapa hari, beberapa tahun pertama, dan saat memasuki dewasa. Normalnya,
terjadi penurunan frekuensi denyut jantung dan peningkatan durasi gelombang P, interval PR,
dan durasi QRS. Pada usia beberapa bulan pertama, tegangan QRS relatif rendah. Pada pasien
anak, EKG digunakan untuk mengevaluasi adanya kecurigaan PJB atau mengevaluasi
respons terhadap pengobatan antiaritmia atau obat yang berpotensi berpengaruh terhadap
6

jantung. Jadi, EKG rutin tidak rasionnal bila dilakukan sebagai alat skrining pada anak
normal dan sehat sampai usia 40 tahun.2

Ekokardiografi
Penggunaan ultrasonografi untuk mendiagnosis kelainan jantung pertama kali menggunakan
film yang terus bergerak untuk mendapatkan gambar real-time. Hasilnya, tercipta gambaran
ekokardiogram M(motion)-mode untuk pertama kali. Pada awal tahun 1980-an, penggunaan
ekokardiografi 2-D (dua dimensi) pada PJB memberikan diagnosis yang lengkap dan akurat.2
Ada empat jendela ekokardiografi utama untuk melihat jantung, yaitu parasternal, apikal,
subkostal, dan takik suprasternal. Pemeriksaan biasanya mengikuti urutan yang sama, dimulai
dengan parasternal dan diakhiti dengan takik suprasternal. Gambaran parasternal dan apikal
dillakukan dengan posisi pasien dekubitus lateral kiri. Gambaran subkostal didapatkan
dengan menempatkan pasien pada posisi terlentang dan lutut ditekuk agar otot perut menjadi
lemas. Gambaran suprasternal didapat dengan meletakkan bantal kecil di bawah bahu
sehingga terjadi hiperekstensi leher.2
Ekokardiografi M-mode tidak dapat memperlihatkan hubungan antar struktur jantung tetapi
berhuna untuk mengevaluasi beberapa kondisi dan fungsi jantung. Terutama dalam hal
dimensi dan timing, yaitu :
Mengukur dimensi ruang jantung dan pembuluh darah, ketebalan septum ventrikel, dan
dinding bebas
Mengukur fungsi sistolik ventrikel kiri
Mempelajari gerak katup jantung
Menemukan cairan perikardium
Ekokardiografi 2-D berkemampuan luas untuk memperlihatkan hubungan antarstruktur
dalam jantung sehingga diagnosis anatomik kelainan jantung sehingga diagnosis anatomik
kelainan jantung dan pembuluh darah dapat ditegakkan dengan akurat. Pemeriksaan Doppler
menambah kemampuan untuk mendeteksi kebocoran katup dan pintasan abnormal. Melalui
Doppler, dapat pula diperoleh informasi kuantitatif, seperti perbedaan tekanan lintas katup,
tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, curah jantung, dan perhitungan besar
pintasan.1

Kateterisasi jantung dan angiografi

Metode ini berguna untuk mengukur tekanan dan saturasi oksigen darah di ruang jantung
serta mengukur besar shunt. Dengan injeksi kontras melalui kateter dapat diperoleh gambaran
radiografis (angiografis). Risiko tindakan :

Sakit sehingga perlu anestesi


Perlu waktu dan persiapan
Risiko stroke (terbentuk thrombus)
Perforasi jantung atau arteri besar
Risiko alergo bola menggunakan kontras (pada angiografi).3

Keputusan untuk melakukan kateteresasi diagnostik bergantung pada data yang sudah ada,
juga dari filosofi dan pengalaman individu dan institusi. Kateterisasi jantung praoperasi
diindikasikan jika data anatomis dan hemodinamik tidak dapat diperoleh dengan cara noninvasif, atau apabila tanda dan gejala klinis tidak sesuai dengan diagnosis kerja. Kateterisasi
jantung dan angiokardiografi biasanya dapat mendiagnosis pasti sebagian besar PJB.3
Kateter dimasukkan melalui pembuluh perifer, biasanya femoral, lalu masuk ke ruang
jantung. Dalam setiap ruang jantung, dilakukan pengukuran terhadap tekanan dan saturasi
oksigen. Saturasi oksigen memberikan data mengenai letak dan besarnya pintasan kiri ke
kanan atau sebaliknya bila ada, sedangkan data tekanan menunjukkan letak dan beratnya
obstruksi. Data curah jantung diperoleh melalui saturasi oksigen (prinsip Fick) atau dilusi
indikator atau termodilusi. Angiokardiografi selektif biasanya dilakukan sebagai bagian dari
prosedur kateterisasi.
Kateterisasi jantung ada 2 macam, yaitu melalui jantung kiri dan jantung kanan. kateterisasi
jantung juga digunakan sebagai metode perbaikan lesi pada jantung. Sebagai contoh, pada
stenosis katub jantung atau vena (dengan balon kateter), menutup defek hubungan dengan
menempatkan small umbrella, misalnya pada VSD. Metode yang digunakan adalah sebagai
berikut.3
1. Melalui jantung kanan :
a) Kateter yang tipis, fleksibel, dimasukkan melalui vena besar (v. femoralis atau v.
saphena magna) v. iliaka v. cava inferior atrium kanan ventrikel
kanan a. pulmonalis (kanan/kiri)
b) Melalui v. cubiti v. brachialis v. subclavia v. cava superior atrium
kanan ventrikel kanan a. pulmonalis (kanan/kiri). Pada VSD, kateter dapat
melalui defek.
2. Melalui jantung kiri :

Kateter masuk ke a. subclavia kanan aorta ventrikel kiri atrium kiri atau
melalui a. femoralis.

Diagnosis Banding
Defek Sekat Atrium
Defek septum atrium merupakan setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan
hubungan antara atrium kanan dan kiri. Defek septum atrium (ASD) dapat terjadi pada setiap
bagian sekat atrium (sekundum, primus, atau sinus venosus). Jarang, kemungkinan hampir
tidak ada sekat atrium yang membentuk atrium tunggal fungsional. Sebaliknya, foramen
ovale paten murni, biasanya secara hemodinamik tidak berarti dan tidak dianggap ASD.
Namun, jika tekanan atrium kanan bertambah akibat anomali jantung lain, seperti stenosis
pulmonal, kelainan katup trikuspidalis, disfungsi ventrikel kanan, darah venosa dapat
menembus (shunt) melewati foramen ovale paten ke dalam atrium kiri dengan akibat
sianosis. Karena susunan anatomik foramen ovale paten, darah secara normal tidak
ditembuskan dari atrium kiri ke atrium kanan . namun bila ada beban volume yang besar atau
atrium kiri hipertensif, atau keduanya, mungkin ada cukup dilatasi foramen ovale untuk
menimbulkan shunt dari kiri ke kanan yang berarti. Foramen ovale paten murni tidak
memerlukan penanganan bedah tetapi dapat berisiko untuk embolisasi sistemik paradoks di
kemudian hari.3
Tumbuhnya sekat yang akan memisahkan atrium terjadi mulai minggu kelima
kehamilan. Sekat berasal dan tumbuh dari 2 tempat, yaitu :
1. Septum primum
Septum ini tumbuh terlebih dahulu pada minggu kelima. Septum berasal dari atap
atrium komunis ke arah kaudal menuju endocardium cushion (bantalan endokardium)
dan sekat ventrikel yang sedang tumbuh juga.
2. Septum sekundum
Septum tumbuh setelah pertumbuhan septum primum, pada minggu keenam, dari
sebelah kanan septum primum, dari kaudal, dan anterior.3
Dimulai dengan septum primum yang tumbuh berbentuk bulan sabit, yang akan
membentuk bagian yang konkaf dan berbentuk lubang dan disebut ostium primum. Septum
primum akan terus tumbuh ke bawah hingga menutup ostium primum. Namun, sebelum
9

ostium primum menutup dna berfusi dengan bantalan endokardium, pada bagian atas septum
primum akan terbentuk lubang yang disebut ostium sekundum. Ostium sekundum ini berguna
untuk mempertahankan shunt dari atrium kanan ke atrium kiri selama masa janin sebagai
sirkulasi normal janin.3
Pada minggu berikutnya akan tumbuh septum kedua, yang disebut septum sekundum.
Septum yang juga berbentuk bulan sabit ini akan tumbuh secara normal menutup bekas
ostium primum dan sekundum yang dibentuk oleh septum primum. Walaupun demikian
septum, sekundum akan membentuk lubang yang terletak sedikit lebih inferior dari ostium
sekundum dan kedua septum ini tidak berfusi atau menyatu, membiarkan darah tetap dapat
menfalir dari atrium kanan ke atrium kiri. Septum primum akan berfungsi sebagai klep yang
membuat darah hanya dapat mengalir searah dari atrium kanan ke atrium kiri pada saat janin.3
Dari embriologi tersebut diketahui bahwa bila septum sekundum tidak tumbuh dengan
baik, terjadilah defek sekat atrium tipe sekundum dengan tetap terbukanya ostium sekundum
dari septum primum. Bila septum primum tidak menutup sempurna dan tidak berfusi dengan
bantalan endokardium, terjadilah defek sekat atrium tipe primum dengan ostium primum
yang tetap terbuka.3
Defek sekat atrium primum kadangkala disertai dengan kelainan pada katup mitral
dan/atau trikuspidal. Variasi kelainan ini berkaitan dengan embriologi dari bantalan
endokardium yang berhubungan dengan ostium primum. Defek bantalan endokardium ini
biasa juga disebut sebagai defek kanal atrioventrikuler atau defek sekat atrioventrikuler (AV).
Sekat AV ini ikut terlibat dalam pembentukan katup mitral dan trikuspidal.
ASD dengan pirau kiri ke kanan lebih tahan diderita daripada VSD atau PDA yang
sama besarnya atau lebih kecil. Anak dengan ASD tidak terlihat menderita kelainan jantung,
pertumbuhan dan perkembangannya tidak kalah dari teman sebaya. Hanya pada pirau kiri ke
kanan yang sangat besar, pada stres cepat mengeluh dispneu. Sering menderita infeksi saluran
napas, kecuali pada ASD yang disertai anomali drainase vena pulmonalis.3

Pemeriksaan fisik
Palpasi : Ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kanan.
Auskultasi:
BJ II terbelah lebar (Wide fixed splitting) walaupun tidak selalu ada.
10

Bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternalis kiri atas.
Bising mid diastolik pada daerah trikuspid,dapat menyebar ke apeks.
BJ II mengeras di daerah pulmonal akibat kenaikan tekanan pulmonal.
Bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising fungsional akibat adanya beban
volume yang besar pada jantung kanan.
Sianosis jarang ditemukan kecuali bila defek besar ,defek sinus koronarius,kelainan
vaskular paru,stenosis pulmonal,atau bila disertai anomali Ebstein.4
Pemeriksaan penunjang
Elektrokardigrafi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum,blok bundel kanan,hipertrofi
ventrikel kanan,interval PR memanjang,aksis gelombang P abnormal.
Foto Rontgen Dada

Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi,akibat pembesaran ventrikel kanan.

Dilatasi atrium kanan.

Segmen pulmonal menonjol,corakan vaskular paru prominen.4

Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi transtorakal (ETT) dan doppler berwarna dapat
ditentukan lokasi defek septum ,arah pirau,ukuran atrium dan ventrikel kanan,keterlibatan
katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada ASD.
Ekokardiografi transesofageal(ETE) dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi
sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,juga kelainan yang
menyertai.4

11

Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini diperlukan guna:

Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan.

Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik.

Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonalis.

Evaluasi anomali aliran vena pulmonalis.

Angiografi koroner selektif pada kelompok umur yang lebih tua,sebelum tindakan
operasi penutupan ASD.4

Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1)Faktor Prenatal

Ibu menderita infeksi Rubella

Ibu alkoholisme

Umur ibu lebih dari 40 tahun

Ibu menderita DM

Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2)Faktor genetik

Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

12

Ayah atau ibu menderita PJB

Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

Lahir dengan kelainan bawaan lain.4

ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu
melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap
terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak
menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.
Epidemiologi
Insidensinya sukar ditentukan secara pasti karena banyaknya kasus defek sekat atrium
yang ditemukan di luar kelompok pediatri. Penyebabnya adalah kesulitan mendeteksi saat
bayi atau anak-anak karena bising jantung yang tidak mudah didengar sehingga terabaikan
dan lebih sering tanpa gejala klinis. Pada usia muda, aliran shunt dari atrium kiri ke atrium
kanan tidak terlalu kuat karena :
1. Perbedaan tekanan antara kedua atrium yang tidak terlalu besar.
2. Struktur ventrikel kanan yang tebal dan kurang lentur pada saat bayi. Setelah bertambah
dewasa akan semakin besar, lentur, dan tipis sehingga semakin kuatlah shunt dan
gejalanya pun akan semakin tampak.
Di Amerika Serikat, insidensi berbagai kelainan jantung kongenital adalah sebesar 0,8% dari
populasi dan sekitar 7% dari populasi ini mempunyai kelainan yang berupa defek sekat
atrium. Prevalensi ASD bertambah secara progresif pada populasi yang hidup di tempat
tinggi. Sebesar 70% defek sekat atrium tipe sekundum terjadi pada perempuan.3

Gejala klinis

Asimtomatik.

Sesak nafas dan rasa capek.


13

Infeksi nafas yang berulang.

Sesak pada saat aktivitas dan berdebar-debar akibat takiaritmia atrium.

Pertumbuhan fisik normal.4

Patofisiologi

Gambar. Defek septum atrium


Patofisiologi
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini
tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan
pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg)
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang
melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
14

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka
tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup
arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat
adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal ).
Penatalaksanaan
Operasi harus segera dilakukan bila:

Jantung sangat membesar

Dyspnoe deffort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.

Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.

Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak
mencapai umur sekitar 3 tahun.

Operasi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah,
operasi dilakukan pada masa bayi.

ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur
antara 3-4 tahun.

Apabila ditemukan tanda tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada
masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.

Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan


pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada
bayi dan anak.

Prognosis dan komplikasi


Secara umum defek septum atrium pada masa anak dikatakan baik. Pada sebagian besar
kasus, meski tidak dioperasi, pasien dapat melakukan aktivitas dengan normal atau hampir
normal. Gangguan aktivitas fisik, kalau ada, tidak berarti. Masalah akan timbul pada dekade
15

kedua atau ketiga, kurun usia yang sangat aktif, termasuk masa mengandung pada pasien
wanita. Hipertensi pulmonal dapat terjadi pada kurun usia tersebut, dengan segala akibatnya.
Endokarditis sangat jarang terjadi.4
Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada awal masa kehamilan terutama tiga bulan pertama antara
lain adalah :

Sebaiknya tidak mengkonsumsi jamu berbahaya

Tidak mengkonsumsi obat-obat yang dijual bebas di pasaran

Menghindari minuman beralkohol

Memperbanyak asupan makanan bergizi terutama protein, zat besi dan juga asam folat
tinggi.

Untuk mencegah anemia makan aneka sayuran mengandung zat besi atau mengkonsumsi
zat besi yang diresepkan dokter atau bidan

Menghindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada saat kehamilan

Ibu hamil tidak merokok baik secara aktif maupun terkena asap rokok dari suami atau
anggota keluarga disekitarnya.

Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap
zat - zat racun dari karbon dioksida.

Pencegahan infeksi pada masa hamil

Imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili ( campak ) dan rubella selama hamil.

Pola hidup sehat dan cukup olahraga yang sesuai dengan kondisi ibu hamil agar
meningkatkan daya tahan tubuh.

Istirahat yang cukup agar tidak mudah terserang penyakit infeksi sejak hamil muda.5
16

Duktus Arteriosus Paten (PDA)


PDA adalah terbukanya duktus arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa
saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan
tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru menutup setelah enam
minggu. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa minggu jarang
menutup secara spontan. Jika duktus tetap terbuka ketika tahanan vaskuler pulmonal turun,
darah aorta dialirkan ke dalam arteri pulmonalis. Penderita wanita melebihi laki-laki dengan
perbandingan 2:1. PDA merupakan salah satu anomali kardiovaskuler kongenital yang paling
sering akibat infeksi rubela ibu selama awal kehamilan. PDA merupakan masalah yang sering
pada unit perawatan intensif neonatus, di mana ia mempunyai beberapa sekuele besar pada
bayi prematur.3
Sebagai akibat tekanan aorta yang lebih tinggi, aliran darah melalui duktus berjalan dari
aorta ke arteri pulmonalis. Luasnya shunt tergantung pada ukuran duktus dan pada rasio
tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Pada kasus yang ekstrem, 70% dari curah ventrikel
kiri dapat dialirkan melalui duktus ke sirkulasi pulmonal. Jika PDA kecil, tekanan dalam
arteri pulmonalis, ventrikel kanan, dan atrium kanan normal. Namun pada PDA besar,
tekanan arteri pulmonalis dapat naik ke tingkat sistemik selama sistol dan diastol. Penderita
ini sangat berisiko terjadi penyakit vaskuler pulmonal jika dibiarkan tidak dioperasi. Ada
tekanan nadi yang lebar karena kebocoran darah ke dalam arteri pulmonal selama diastol.
Biasanya tidak ada gejala akibat PAD. Defek besar akan menimbulkan gagal jantung
kongestif yang serupa dengan gagal jantung kongestif yang ditemukan pada bayi dengan
VSD besar. Kemunduran pertumbuhan fisik mungkin merupakan manifestasi utama pada
bayi dengan shunt besar.3
Pemeriksaan fisik
Palpasi:
Aktivitas ventrikel kiri bertambah pada apeks kordis. Terdengar getaran bising di sela iga II
kiri, fosa suprasternalis. Tanda khas dengan denyut nadi berupa pulsus seler dan disebut
water hammer pulse . Hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistole
maupun distole, sehingga didapatkan tekanan nadi yang besar.4
Auskultasi :
17

Bunyi jantung pertama sering normal, diikuti systolic click. Bunyi jantung kedua selalu
keras, terkeras disela iga II kiri.
Machinery murmur (khas pada PDA) terkeras di sela iga II kiri.6
Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Pada defek yang kecil gambaran EKG biasanya normal. Pada defek sedang atau besar
dengan tahanan vaskuler paru normal terlihat gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan
mungkin juga pembesaran atrium kiri. Pada defek besar dengan hipertensi pulmonal,
derajat hipertrofi ventrikel kiri pada pada EKG berkurang, sebaliknya terlihat hipertrofi
ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan, dengan deviasi sumbu QRS ke kanan.6

Radiologi
Pirau kiri ke kanan yang kecil umumnya tidak menyebabkan perubahan gambaran
radiologik paru dan jantung. Pada pirau besar dengan tahanan paru normal tampak
kardiomegali akibat pembesaran ventrikel kiri, atrium kiri dan pelebaran a.pulmonalis.
Aorta asendens juga dapat tampak membesar. Corakan vaskular paru jelas tampak
bertambah, seringkali disertai kongesti vena dengan gambaran garis Kerley-B. Bila telah
terjadi hipertensi pulmonal gambaran radiologik sama dengan hipertensi pulmonal akibat
defek lain.4
Ekokardiografi
Dengan M-mode, pada pirau yang bermakna akan tampak dimensi atrium kiri membesar,
sehingga rasio dimensi atrium kiri: dimensi pangkl aorta lebih dari nilai normal (normal
<1.2). Visualisasi duktus relatif mudah dilakukan dengan ekokardiografi 2 dimensi pada
neonatus dan bayi kecil; pada anak visualisasi ini lebih sulit. Dengan doppler dapat
dibuktikan terdapatnya arus turbulen sistolik-diastolik pada a.pulmonalis.
Kateterasasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan melalui duktus dapat dibuktikan dengan terdapatnya
kenaikan saturasi oksigen di a.pulmonalis. Bila kateter dapat dimasukan dari a.pulmonalis
melalui duktus.6
Etiologi
18

Prematurasi dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya duktus arteriosus paten. Pada
bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom
distres pernapasan. Duktus arteriosus persisten juga lebih sering terdapat pada anak yang
lahir di tempat yang tinggi atau di daerah pegunungan. Hal ini terjadi karena adanya hipoksia,
dan hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup.1
Penyakit rubella yang terjadi pada trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya
duktus arteriosus paten. Bagaimana infeksi rubella pada ibu dapat mengganggu proses
penutupan duktus ini belum jelas diketahui, tetapi diduga bahwa infeksi rubella ini
mempunyai pengaruh langsung pada jaringan duktus.1
Epidemiologi
Duktus arteriosus persisten adalah cacat jantung kongenital kelima yang paling sering
ditemukan atau sekitar 8-10% dari seluruh kasus cacat jantung kongenital. Di Amerika
serikat, diperkirakan bahwa dari 1000 kelahiran hidup ditemukan 1 kasus duktus arteriosus
paten. Perbandingan pada anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1, dan kecenderungan kasus
meningkat pada saudara penderita. Sekitar 75% kasus duktus arteriosus persisten terjadi pada
bayi lahir dengan berat badan <1200 gram dan sering bersamaan dengan penyakit jantung
kongenital lain.4
Faktor resiko
Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui. Biasanya melibatkan
berbagai faktor.

Bayi dengan lahir prematur


Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya
Gizi yang buruk selama hamil
Usia ibu diatas 40 tahun
Ibu menderita diabetes.

Klasifikasi dan manifestasi klinis


Klasifikasi penyakit duktus arteriosus persisten ditentukan berdasarkan perubahan anatomi
jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen dan perbandingan sirkulasi
pulmonal dan sistemik.
Tingkat

Hipertrofi ventrikel dan

Tekanan arteri

Saturasi oksigen

Perbandingan
19

atrium kiri

pulmonal

sirkulasi
pulmonal-

I
II
III

Tidak ada
Minimal
Signifikan+hipertrofi

Normal
Normal
30-60 mmHg
Normal
>60 mmHg, tapi Kadang sianosis

ventrikel kanan yang masih


IV

sistemik
<1,5
1,5-2,5
>2,5

dibawah

minimal
Hipertrofi

tahanan sistemik
Lebih tinggi dari Sianosis

biventrikel+atrium kiri

tahanan sistemik

<1,5

Tingkat I
Umumnya, penderita duktus arteriosus persisten tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan
elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya pembesaran hati.
Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran nafas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai dengan
umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi sehingga timbul hipertensi
pulmonal ringan.7
Pada umumnya pasien yang tidak tertangani dengan baik pada tingkat ini, akan jatuh ke
dalam tingkat III atau IV.
Tingkat III
Pada tingkat ini, infeksi saluran nafas semakin sering terjadi. pertumbuhan anak biasanya
terlambat; pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala-gejala
dengan gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas,
pasien akan mengalami sesak napas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan
duktus berukuran besar, gagal jantung dengan terjadi pada minggu pertama kehidupan.
Dengan pemeriksaan rontgen foto dada dab elektrokardiografi, ditemukan hipertrofu
ventrikel kiri dan atrium kiri yang juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan ringan.
Suara bising jantung dapat didengar di antara sela iga tiga dan empat.

20

Tingkat IV
Pada keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan sirkulasi
paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah di duktus berbalik dari
kanan ke kiri.
Pemeriksaan dengan foto rontgen dan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel
kirim atrium kiri dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut dengan Sindrom
Eisenmenger.6
Patofisiologi
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang
menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta ( tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmonal (tekanan lebih rendah).
Aliran kiri ke kanan ini menyebabkan resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya
semakin banyak dan mengalir ke dalam paru, serta menambah beban jantung sebelah kiri.
Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ini menyebabkan
pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif. Dampak semuanya ini adalah
meningkatnya tekanan vena dan kapiler pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru.
Edema paru ini menimbulkan penurunan difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi kontriksi
arteriol paru yang progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan jika
keadaan ini tidak dikoreksi melalui terapi medis atau bedah. Bila PDA berukuran kecil,
tekanan pada arteri pulmonalis, ventrikel kanan, dan atrium kanan akan normal. Bila PDA
berukuran besar tekanan arteri pulmonalis dapat meningkat ke level sistemik, baik pada sistol
maupun diastol. Pasien dengan PDA berukuran besar berisiko tinggi mengalami penyakit
vaskular pulmonal bila tidak dioperasi. Tekanan nadi melebar karena aliran darah berpindah
ke arteri pulmonalis selama diastol.
Penutupan PDA terutama tergantung pada respon konstriktor dari duktus terhadap tekanan
oksigen dalam darah. Faktor lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah pengaruh
kerja prostalglandin, tahanan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus, dan keadaan si bayi

21

(prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat pada bayi prematur dan kurang dapat
ditoleransi karena mekanisme kompensasi jantungnya tidak berkembang baik dan pirai kiri
ke kanan itu cenderung lebih besar.1,6
Pada bayi prematur (kurang dari 37 minggu) duktus dipertahankan tetap terbuka oleh
prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir.
Karena itu duktus arteriosus persisten pada bayi prematur dianggap sebagai developmental
patent ductus arteriosus, bukan struktural patent ductus arteriosus seperti yang terjadi pada
bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat nafas
akibat kekurangan surfaktan), ductus arteriosus persisten sering bermanifestasi setelah
sindrom gawat nafasnya membaik.
Pada ibu yang terinfeksi rubella, pelepasan prostaglandin (6-ketoprostaglandin F1) akan
meningkat yang disertai dengan faktor nekrosis tumor yang dapat meningkatkan resiko.

Gambar 12. Skema hemodinamik duktus arteriosus persisten. DA= duktus arteriosus
Sumber : Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar;Kardiologi Anak. Jakarta; Binarupa
aksara: 2009. Hal 216
Penatalaksanaan
Pada bayi prematur

22

Pemberian indometasin, secara tidak langsung akan merangsang kontraksi (pengkerutan) otot
duktus. Pemberian melalui intra vena atau per oral dengan dosis 0,2 mm/kgBB dengan selang
waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia
kurang dari 1 minggu, yang dapat menutup duktus pada lebih kurang 70% kasus, meski
sebagian akan membuka kembali Efek samping indometasin adalah perdarahan internal dan
kelinan fungsi ginjal. Jika pemberiaan pertama tidak berhasil dan tidak terjadi efek samping,
pemberiaan indometasin diulang.1
Pada bayi dan anak-anak
Pada bayi cukup bulan atau anak-anak yang lebih besar terapi menggunakan indometasin
tidak efektif, karena bayi cukup bulan duktus arteriosus persisten merupakan kelinan
stuktural, sedangkan pada bayi prematur duktus masih terbuka kerana faktor perkembangan.
Pada bayi cukup bulan dan anak, jarang terjadi gagal jantung kongestif. Pada bayi berusia di
bawah 6 bulan yang menunjukkan tanda-tanda gagal jantung, biasanya dilakukan
pembedahan. Pada bayi yang berumur lebih dari 6 bulan dan tidak menunjukkan gejala,
dilakukan teknik penutupan transkateter. 1
Pemberian antibiotik sebelum pasien menjalani perawatan gigi atau prosedur bedah minor
lainnya, bisa membantu mengurangi resiko terjadi endokarditis. Jika duktus arteriosus
persisten telah menutup, baik melalui pembedahan maupun teknik transkateter, maka bulan
setelah penutupan ini, tidak perlu lagi diberikan antibiotik sebgai tindakan pencegahan
terhadap terjadinya endokarditis.
Terapi bedah
Indikasi operasi duktus arteriosus adalah sebagai berikut :
1. Duktus arteriosus persisten pada bayi yang tidak memberikan respons terhadap
pengobatan medikamentosa.
2. Duktus arteriosus persisten dengan keluhan
3. Duktus arteriosus persisten dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap
medikamentosa.
Resiko ligasi duktus arteriosus adalah kurang dari 0,5%, resiko meningkat jika terdapat
kelainan jantung bawaan yang menyertai atau jika tahanan vaskuler paru meningkat. Pada
umunya operasi tidak dilakukan bila tahanan vaskuler paru >8 HRU/m 2 . Jika hipertensi
23

pulmonal melebihi tekanan sistemik, pirau akan berbalik dan terjadi sindrom Eisenmenger
dengan sianosis dan jari tabuh.1,6

Komplikasi
Sebuah ductus arteriosus paten kecil mungkin tidak menimbulkan komplikasi. Namun cacat
yang lebih besar yang tidak diobati dapat berakibat buruk, antara lain :
1.

Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal)


Bila terlalu banyak darah terus beredar melalui jantung arteri utama melalui duktus arteriosus
pulmonal, dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Hipertensi paru dapat menyebabkan
kerusakan paru-paru permanen. Sebuah duktus arteriosus paten yang besar dapat
menyebabkan sindrom Eisenmenger, suatu jenis ireversibel hipertensi paru.

2.

Gagal jantung
Sebuah duktus arteriosus persisten pada akhirnya dapat menyebabkan otot jantung melemah,
menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu kondisi kronis di mana jantung tidak
dapat memompa secara efektif.

3.

Infeksi jantung (endokarditis)


Orang-orang dengan masalah jantung struktural, seperti duktus arteriosus persisten, berada
pada risiko tinggi infeksi endokarditis daripada populasi umum. Endokarditis infeksi adalah
suatu peradangan pada lapisan dalam jantung yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

4.

Detak jantung tidak teratur (aritmia)


Pembesaran hati karena duktus arteriosus persisten meningkatkan resiko aritmia. Ini biasanya
terjadi peningkatan risiko hanya dengan ductus arteriosus paten yang besar.1
Prognosis
Pada penderita yang tidak bergejala, prognosis baik. Akan tetapi, pada mereka ini masih ada
bahaya endokarditis infektif yang jarang terjadi sebelum umur 5 tahun. Dapat juga terjadi
24

gagal jantung di kemudian hari. Gagal jantung pada golongan ini baru terjadi pada umur di
atas 20 tahun.
Bayi yang lahir prematur dengan duktus arteriosus persisten sering disertai dengan gagal
jantung. Bila gagal jantungnya diobati dengan diuretik, kadang-kadang bising menghilang
karena duktus sudah menutup.
Pada bayi aterm yang disertai dengan duktus arteriosus paten, jarang terjadi penutupan
spontan, terutama bila hal ini telah menyebabkan gagal jantung pada umur tahun pertama.
Angka harapan hidup menurun pada duktus dengan ukuran besar.6,7
Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada awal masa kehamilan terutama tiga bulan pertama antara
lain adalah :

Imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili ( campak ) dan rubella selama hamil.

Pola hidup sehat dan cukup olahraga yang sesuai dengan kondisi ibu hamil agar
meningkatkan daya tahan tubuh.

Istirahat yang cukup agar tidak mudah terserang penyakit infeksi sejak hamil muda.

Sebaiknya tidak mengkonsumsi jamu berbahaya

Tidak mengkonsumsi obat-obat yang dijual bebas di pasaran

Menghindari minuman beralkohol

Memperbanyak asupan makanan bergizi terutama protein, zat besi dan juga asam folat
tinggi.

Untuk mencegah anemia makan aneka sayuran mengandung zat besi atau mengkonsumsi
zat besi yang diresepkan dokter atau bidan

Menghindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada saat kehamilan.5

Diagnosis Kerja
25

Defek septum ventrikel (VSD) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya
terdapat lubang, baik tunggal maupun multipel, yang saling menghubungkan. Defek ini bisa
muncul sebagai kelainan tunggal atau muncul bersama dengan malformasi kongenital kardial
lainnya, misalnya stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio aorta, tetralogi
Fallot, transposisi arteri-arteri besar, arteri pulmonal, dan lain-lain.6
Dinding pemisah antara kedua ventrikel yang tidak tertutup sempurna pada VSD,
akibatnya ialah darah dari ventrikel kiri langsung mengalir ke ventrikel kanan dan sebaliknya.
Kelainan ini umumnya kongenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Besarnya defek
bervariasi dari diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Pada defek besar
atau pada pulmonary vascular resistance (PVR) yang meninggi, maka tekanan pada ventrikel
kanan akan sama dengan tekanan pada ventrikel kiri, sehingga hampir tidak terjadi pirau kiri
ke kanan. peranan PVR penting pada kelainan jantung dengan pirau kiri ke kanan. segera
setelah lahir PVR meninggi, disebabkan oleh tunika media arteriol paru yang berotot kecil
berkembang hebat. Dengan demikian terjadi penyempitan lumen. Dalam minggu pertama
kelahiran tebal tunika media berkutang, sehingga diameter lumen bertambah. Akibatnya PVR
mengurang sehingga tekanan di ventrikel janan menurun. Dalam minggu-minggu pertama
setelah lahir, sebagai akibat VSD aliran darah bertambah dengan adanya penurunan tekanan
di ventrikel kanan. Hal ini dapat menerangkan mengapa segera setelah lahir pada penderita
VSD tidak terdengar murmur dan juga tanpa keluhan. 6
Menurut ukuran, VSD dapat diklasifikasikan sevagai berikut.
1) VSD kecil : diameter defek 0-3 mm saat lahir atau defek <

1
3

diameter aorta

2) VSD sedang : diameter defek 3- 5 mm saat lahir atau defek antara

1
3

1
2

diameter aorta
3) VSD besar : diameter defek >5 mm saat lahir atau defek mendekati ukuran aorta.
Defek dapat menutup secara spontan atau mengecil ukurannya karena jaringan septum
tumbuh pada tepi defek sehingga secara perlahan VSD akan berkurang ukurannya bahkan
tertutup, terutama pada defek yang berukuran kecil. Kurang lebih 70% VSD akan menutup
secara spontan dan 54% di antaranya menutup pada 2 tahun pertama. Sedangkan defek pada

26

ventrikel membran dan muskular mengalami penutupan spontan. Penutupan spontan tidak
terjadi pada defek bantalan endokardium, subpulmonal, atau pada defek yang malalignment.

Manifestasi Klinik
Gambaran klinis bergantung pada besarnya pirau kiri ke kanan. Makin besar pirau
makin kurang darah yang melalui katup aorta dan makin banyak volume darah jaringan
intratorakal. Berkurangnya darah pada sistem sirkulasi menyebabkan pertumbuhan badan
terlambat, volume darah intratorakal yang selalu bertambah menyebabkan infeksi saluran
napas yang berulang.
Pada VSD kecil, anak dapat tumbuh sempurna tanpa keluhan, sedangkan pada VSD
besar dapat terjadi gagal jantung yang dini yang memerlukan pengobatan medis intensif.
VSD kecil
VSD kecil biasanya tidak menunjukkan gejala. Diameter defek kecil yaitu 1-5 mm;
sedang 5-10 mm. Besarnya defek bukan satu-satunya faktor yang menentukan besarnya
aliran darah. Pertumbuhan badan normal walaupun terdapat kecenderungan timbulnya
infeksi saluran napas. Toleransi latihan normal, hanya pada latihan yang lama dan
intensif lebih cepat lelah dibandingkan dengan teman sebayanya.
Palpasi: impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran bising
pada sela iga III dan IV kiri. VSD tanpa komplikasi tidak mengakibatkan thrill di fosa
suprasternalis.4
Auskultasi: bunyi jantung biasanya normal. Pada defek sedang, bunyi jantung II agak
keras, split sempit pada sela iga II kiri dekat sternum. Bunyi jantung I biasanya sulit
dipisahkan dari bising holosistolik yang kemudian segera terdengar. Bisingnya bersifat
kasar, digolongkan dalam bising kebocoran. Pungtum maksimum pada sela iga III, IV,
dan V kiri langsung dekat sternum, menjalar terutama ke sela iga IV dan II kanan di
samping sternum dan ke arah apeks kordis. Juga sering ke punggung. Intensitas bising
derajat II sampai dengan VI.4
VSD sedang
VSD menunjukkan gejala mirip dengan VSD besar, hanya lebih ringan. Penderita
mengeluh mudah lelah. Jarang menjadi gagal jantung, kecuali bila terjadi endokarditis
infektif atau karena anemia. Terdapat bising pansistolik cukup keras (derajat 3) nada
tinggi, kasar, pada ICS 3-4 linea parasternalis kiri.
27

VSD besar
Walaupun VSD merupakan salah satu kelainan jantung kongenital yang sering
menyebabkan gagal jantung kongestif, kelainan biasanya tidak terdeteksi sampai umur
1 bulan (pada VSD yang besar). Diameter defek lebih daripada setengah ostium aorta.
Tekanan di ventrikel kanan jelas meninggi di luar kebiasaan. Curah sekuncup melalui
ostium pulmonalis paling sedikit 2 kali curah sekuncup yang melalui ostium aorta.
Secara klinis sudah menunjukkan gejala napas pendek, lekas lelah pada umur sangat
muda, sehingga muncul masalah makan. pertambahan berat badan minimal akibat
seringnya infeksi saluran npas. Serangan dispneu paroksismal sering timbul.
Inspeksi: pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran.
Ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah. Gejala-gejala yang menonjol
ialah napas pendek dan retraksi pada jugulum, sela interkostal dan regio epigastrium.
Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.6
Palpasi: impuls jantung hiperdinamik kuat, terutama yang timbul dari venrrikel kiri.
Karena defek besar, maka tekanan arteria pulmonalis tinggi, akibatnya penutupan katup
pulmonal jelas teraba pada sela iga III kiri dekat sternum. Teraba getaran bising pada
dinding dada.
Auskultasi: bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering diikuti
click sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada dangkal
arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung kedua mengeras, terutama pada sela iga
II kiri, umumnya closed dplit. Terdengar bising holosistolik kasar derajat III-VI
sepanjang tepi sternum kiri dengan pungtum maksimum di sela iga IV, menjalar ke
seluruh prekordium sampai ke punggung. Intensitas bising berkurang jika tekanan
sistol ventrikel kanan meninggi. Pada keadaan ini, seluruh fase sistol tidak lagi ditutupi
oleh bising dan bising bersifat dekresendo. Jika pirau kiri ke kanan pada VSD lebih dari
50% QP maka sering terdengar bising mid-diastolik pada apeks kordis. 4

Pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan sebelumnya dapat menunjukkan kelainan


VSD, yaitu sebagai berikut.

Pemeriksaan radiologi
Apabila ada VSD besar dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar, gambarannya:

28

1.
2.
3.
4.

Hipertrofi biventrikular
Hipertrofi atrium kiri
Pembesaran batang arteri pulmonalis (tonjolan pulmonal prominen)
Corakan pulmonal bertambah (plethora)

Elektrokardiografi
EKG digunakan untuk memeriksa gangguan aktivasi listrik dan sistem konduksi jantung.
VSD kecil memiliki gambaran EKG yang normal. EKG berguna untuk mengevaluasi volume
overload ventrikular dan hipertrofi pada VSD sedang dan besar. EKG pada VSD
menunjukkan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kiri tipe volume, yaitu R meninggi di V5
dan V6, S memanjang di V1 dan V2, Q yang di dalam di V5 atau V6, dan T yang runcing dan
simetris. Hipertrofi ventrikel kiri disertai hipertrofi atrium kanan, atau hipertrofi biventrikular
dengan hipertrofi atrium kiri. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen,
gambaran EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan murni.4

Gambar 2. Foto rontgen thoraks, tampak gambaran kardiomegali dan


corakan pembuluh arteria pulmonalis yang meningkat

29

Gambar 3. EKG pada VSD dengan hipertrofi ventrikel kiri tipe volume

Ekokardiografi
Ekokardiografi baik dua dimensi maupun Doppler, menjadi salah satu pilihan dalam
mendiagnosis VSD. Dengan pemeriksaan ini dapat terdeteksi lokasi defek, taksiran besar
ukuran shunt dengan memperkirakan ukuran relatif ruangan-ruangan dan arahnya.
Gelombang kontinu Doppler dapat merefleksikan perbedaan tekanan ventrikel kiri dan kanan
saat diastol. VSD dengan defek yang kecol atau shunt monomal sulot terdetekso dengan
Doppler. Demikian juga dengan defek yang multipel.4

Etiopatogenesis
Defek sekat ventrikel terjadi karena terlambatnya penutupan sekat interventrikeluer pada 7
minggu pertama kehidupan intrauterin, yaitu saat terjadi interaksi antara bagian
interventrikel, bagian dari endokardim (bantalan endokardium), dan bagian dari bulbus
kordis. Pada saat itu terjadi kegagalan fusi bagian eptum interventrikular; membran,
muskular, jalan masuk, jalan keluar, atau kombinasinya, yang bisa bersifat tunggal atau
multipel.6
Ada 2 kemungkinan anomali embrional yang timbul, yaitu :
1) Kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikular. Biasanya kelainan ini adalah
tipe yaang berdiri sendiri terutama defeknya pada paras membranosa.

30

2) Adanya defek tipe malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang lain.
Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars muskularis.
Defek malalignment anterior biasanya disertai dengan obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan, misalnya tetralogi Fallot. Sebaliknya, defek malalignment posterior biasanya
berhubungan dengan bstruksi aliran keluar ventrikel kiri, misalnya interrupted aortic
arch.
Beberapa teori etiologi antara lain:
a) Kromosomal adanya beberapa kelainan kromosom dan sindrom tertentu yang
mencakup VSD, yaitu :
Sindrom Holt-Oram
Trisomi 13
Sindrom Down (trisomi 21)
Trisomi 18
b) Familial 3% anak dari orang tua dengan VSD juga menderita VSD.
c) Geografis populasi di Asia (Jepang dan China memiliki insidens defek pulmonal
lebih sering) adanya perbedaan dalam penemuan kasus.
d) Lingkungan diferensiasi bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan.
Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bulan pertama kehamilan ialah
rubela pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain, serta
radiasi.
Ukuran fisik defek adalah besar, tetapi bukan satu-satunya yang menentukan besar
shunt dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh tingkat tahanan vaskuler pulmonal
dibanding dengan tahanan vaskuler sistemik. Pada janin normal, tahanan arteria pulmonalis
tinggi, dan akan menurun dengan cepat pada saat setelah lahir hingga tahanan vaskular
pulmonal sama dengan tahanan vaskular sistemik. Pada usia 4-6 minggu, penurunan tahanan
vaskular pulmonal berlanjut pelan-pelan sampai mencapai tahanan setingkat dewasa, yang
mencapai puncaknya pada umur 3-6 bulan.4,6
Sesudah lahir, bila ada VSD besar, tahanan vaskuler pulmonal dapat lebih tinggi
daripada normal dan dengan demikian, besar shunt dari kiri ke kanan mungkin terbatas.
Karena tahanan vaskuler pulmonal turun pada beberapa minggu pertama sesudah lahir akibat
penurunan normal media arteria dan arteriol pulmonalis kecil, besar shunt dari kiri ke kanan
bertambah. Akhirnya terjadi shunt besar dari kiri ke kanan dan gejala-gejala klinis menjadi
tampak. Pada kebanyakan kasus selama masa bayi awal, tahanan vaskuler pulmonal hanya
sedikit naik, dan sumbangan utama terhadap hipertensi pulmonal adalah aliran darah
pulmonal yang sangat besar. Pada beberapa penderita dengan VSD besar, ketebalan medial
31

arteriola pulmonal tetap bertambah. Dengan pemajanan terus-menerus bantalan vaskuler


pulmonal pada tekanan sistolik yang tinggi dan aliran yang tinggi, penyakit obstruktif
vaskuler pulmonal yang mudah terjadi. Bila rasio tahanan pulmonal terhadap sistemik
mendekati 1:1, shunt menjadi dua arah, tanda-tanda gagal jantung mereda dan penderita
menjadi sianosis. Kejadian inilah yang disebut dengan fisiologi Eisenmenger. Penambahan
progresif tahanan pulmonal ini jarang ditemukan pada masa sekarang karena hipertensi
pulmonal yang berlangsung lama dicegah dengan intervensi bedah awal pada penderita
dengan VSD besar.6
Besar shunt intrakardial biasanya digambarkan dengan rasio aliran darah pulmonal
terhadap sistemik. Jika shunt dari kiri ke kanan kecil (rasio aliran pulmonal terhadap sistemik
<1,75:1), ruangan-ruangan jantung tidak akan menjadi cukup besar dan bantalan vaskuler
pulmonal agaknya akan normal. Shunt yang kecil ini membuat penderita tampak tanpa gejala
(Rogers disease). Jika shunt besar (rasio aliran >2,5:1), terjadi kelebihan beban volume
atrium dan ventrikel kiri, juga hipertensi ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Batang
arteria pulmonalis, atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena volume aliran darah
pulmonal besar. Shunt yang besar dapat menimbulkan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif. Biasanya kemunculan gejala dan tanda gagal jantung kongestif akan tertunda
sampai umur 3-4 minggu pada defek yang besar, atau jarang lebih dari 6 bulan pada defek
tunggal. Namun gejala gagal jantung kongestif bisa timbul sejak hari pertama bila ada faktorfaktor pendorong seperti cacat jantung tambahan, infeksi pernapasan penyerta, anemia,
anomali kongenital nonkardial, dan prematuritas.4,6
Dari segi patofisiologi maupun klinis, VSD bisa dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1. VSD kecil dengan tahanan pada arteri pulmonalis yang masih normal.
2. VSD sedang dengan tahanan pada arteri pulmonalis masih normal
3. VSD besar dan sudah disertai hipertensi pulmonal yang dinamis, yaitu hipertensi
pulmonal karena bertambahnya volume darah pada arteri pulmonalis tetapi belum ada
arteriosklerosis arteri pulmonalis.
4. VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen karena pada kelainan ini sudah
disertai arteriosklerosis arteri pulmonalis.
Oleh karena peningkatan tekanan pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis mengalami
perubahan struktur, yaitu penebalan diameter internal, yang disertai kenaikan resistensi
vaskular pulmonal seiring dengan perubahan ukuran shunt. Pada dasarnya ada beberapa
kemungkinan yang bisa terjadi selama periode ini, yaitu :
32

1) Defek mengecil sehingga shunt dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan berkurang, kondisi
tampak membaik.
2) Defek menutup.
3) Terjadi stenosis infundibular sehingga shunt dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan
berkurang.
4) Defek tetap besar, shunt dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan berlanjut sebagai kelainan
vaskular pulmonal yang progresif. Bila berlanjut, tekanan ventrikel kanan akan
melampaui tekanan ventrikel kiri sehingga terjadi shunt dari ventrikel kanan ke
ventrikel kiri (shunt terbalik). Disebut sindrom Eisenmenger.
Epidemiologi
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung kongenital yang paling sering ditemukan,
yaitu :

25% dari keseluruhan penyakit jantung kongenital.


Frekuensi pada wanita 56% sedangkan laki-laki 44%
Sering dijumpai pada sindrom Down.
Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan VSD

adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital.


Insiden tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi
aterm.

Penatalaksanaan
Berikut ini merupakan klasifikasi fisiologis dan terapi rasional yang perlu diberikan kepada
pasien VSD.
1. VSD kecil dengan tahanan vaskular pulmonal yang rendah. Ukuran shunt mengontrol
aliran. Pasien tampak asimtomatis, EKG dan rontgen menunjukkan hasil yang normal.
Pada penderita dengan defek kecil, orang tua harus diyakinkan lagi mengenai sifat lesi
yang relatif jinak dan anak harus didorong untuk hidup secara normal, tanpa
pembatasan aktivitas fisik. Perbaikan secara bedah tidak dianjurkan.8
2. Defek sedang dengan tahanan vaskular pulmonal yang bervariasi sehingga tekanan
ventrikel kanan meningkat tetapi kurang dari tekanan ventrikel kiri. Pemeriksaan EKG
memperlihatkan tanda hipertrofi ventrikel kiri, sedangkan foto rontgen menunjukkan
adanya peningkatan aliran darah pulmonal. Defek ini tidak perlu operasi penutupan
selama tahanan pembuluh pulmonal normal dan jumlah shunting kurang dari 2 kali
33

aliran sistemik. Apabila tahanan vaskular pulmonal meningkat baru diperlukan tindakan
bedah.8
3. Defek besar dengan peningkatan tahanan pulmonal ringan-sedang. Penderita
menunjukkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. EKG menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri, dan atau hipertrofi ventrikel kanan bila tahanan pulmonal meningkat.
Rontgen menunjukkan peningkatan ukuran jantung dan vaskularisasi pulmonal. Terapi
segera dimulai dengan pemberian digitalis, diuretik, reduktor afterload. Bila terapi
berhasil, tindakan bedah bisa ditunda sambil menunggu kemungkinan terjadinya
penutupan defek yang spontan. Defek perlu ditutup secara bedah bila :
Terapi obat tidak berhasil
Awal perkembangan yang ireversibel peningkatan tahanan vaskular pulmonal
(tahun kedua).
4. Defek besar dengan kenaikan tahanan vaskular pulmonal yang bermakna. Shunt dari
kiri ke kanan yang minimal dengan simptom berupa gagal jantung yang minimal. EKG
menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan, rontgen menunjukkan penurunan aliran darah
di pulmonal. Apabila tidak diterapi, defek ini bisa berlanjut menjadi hipoksemia bahkan
kematian.
Pada bayi dengan VSD besar, manajemen medik mempunyai dua tujuan, yaitu
mengendalikan gagal jantung kongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskuler
pulmonal.5 Penderita ini dapat menunjukan tanda-tanda penyakit paru berulang atau kronis
dan sering gagal tumbuh. Cara-cara pengobatan ditujukan pada pengendalian gejala gagal
jantung dan mempertahankan pertumbuhan normal. Jika pengobatan awal berhasil, shunt
ukurannya dapat mengurang dengan perbaikan spontan, terutama selama umur tahun
pertama. Klinisi harus waspada untuk tidak merancukan perbaikan klinis karena terjadinya
fisiologi Eisenmenger. Karena penutupan dengan pembedahan dapat dilakukan dengan risiko
kecil pada kebanyakan bayi, manajemen medik harus tidak diteruskan pada bayi bergejala
sesudah percobaan yang tidak berhasil. Lagipula, penyakit vaskuler pulmonal dicegah bila
pembedahan dilakukan pada umur tahun pertama. Dengan demikian, defek besar yang
disertai dengan hipertensi pulmonal harus ditutup secara elektif pada umur antara 6 sampai
12 bulan, atau lebih awal jika gejala-gejala ada. Hasil perbaikan bedah primer sangat baik dan
komplikasi yang menimbulkan masalah jangka panjang sangat jarang. Pengikatan arteria
pulmonalis dengan perbaikan di kemudian pada masa anak-anak sekarang dicadangkan hanya
untuk kasus yang rumit. Risiko bedah lebih tinggi untuk defek dalam sekat muskuler,
terutama defek apeks dan defek multipel (tipe keju Swiss). Penderita ini mungkin
34

memerlukan pengikatan arteria pulmonalis jika bergejala, dengan pelepasan ikatan


selanjutnya dan perbaikan VSD multipel pada umur yang lebih tua. Alat penutup dengan
kateter sekarang sedang diuji untuk menutup VSD muskuler apeks.8
Sesudah penutupan (obliterasi) shunt dari kiri ke kanan jantung yang hiperdinamik
menjadi tenang, ukuran jantung berkurang ke arah normal, getaran dan bising hilang dan
hipertensi arteria pulmonal menurun. Status klinis penderita sangat membaik. Kebanyakan
bayi mulai tumbuh dan obat-obat jantung tidak diperlukan lagi. Pengejaran pertumbuhan
terjadi pada sebagian besar selama 1-2 tahun berikutnya. Pada beberapa keadaan sesudah
operasi yang berhasil, bising ejeksi sistolik intensitas rendah dapat menetap selama berbulanbulan. Prognosis jangka lama sesudah pembedahan sangat baik.8
Selain terapi di atas dilakukan pula :
a) Pemberian nutrisi yang adekuat
Anak dengan defek besar sering kelelahan di saat makan sehingga masukan
makanannya tidak cukup. Akibatnya, berat badan sulit naik. Beberapa cara untuk
mengatasinya, yaitu :
Pemberian makanan kalori tinggi atau ASI.
Pemberian makanan melalui pipa nasogastrik untuk mengurangi kelelahan karena
mengisap susu botol atau ASI.
b) Pencegahan infeksi antara lain dengan :
Pemeriksaan dan perawatan gigi rutin
Pencegahan terhadap infeksi saluran napas.

Preventif
Kemungkinan terjadinya penyakit jantung bawaan mungkin dapat dikurangi dengan
meniadakan berbagai faktor di atas pada ibu hamil. Viremia pada rubela dapat menetap
selama beberapa minggu sesudah infeksi rubela. Sebaiknya diberikan globulin gama dalam
10 hari setelah infeksi tersebut, mungkin hal ini dapat melindungi. Pada kehamilan muda
sedapat-dapatnya jangan makan obat jika tidak perlu sekali, karena tidak dapat dipastikan
bahaya obat itu. pemeriksaan radiologis rutin semasa hamil dilarang.5
Vaksinasi terhadap influenza dan morbili merupakan suatu keharusan dan pencegahan
infeksi saluran napas, endokarditis lenta tidak dapat diabaikan.

35

Komplikasi
Perjalanan alamiah VSD tergantung sebagian besar pada ukuran defek. Sejumlah defek
kecil yang berarti (30-50%) akan menutup secara spontan, paling sering selama umur tahun
pertama. Sebagian besar defek yang akan menutup akan menutup sebelum umur 4 bulan.
Defek ini akan sering menderita aneurisma sekat ventrikel yang membatasi besarnya shunt.
Kebanyakan anak dengan defek kecil tetapi tidak bergejala tanpa bukti bertambahnya ukuran
jantung, tekanan atau tahanan arteria pulmonalis. Salah satu risiko jangka lama penderita ini
adalah risiko endokarditis infektif. Endokarditis terjadi kurang daripada 2% anak dengan
VSD, lebih sering terjadi pada remaja, dan jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Risiko
ini tidak tergantung pada ukuran VSD.3
Untuk defek sedang atau besar kurang sering menutup secara spontan, bahkan
walaupun defek cukup besar untuk mengakibatkan gagal jantung, defek mungkin menjadi
lebih kecil dan jarang akan menutup secara sempurna. Yang lebih sering adalah bayi dengan
defek besar menderita kejadian infeksi pernapasan beulang dan gagal jantung dapat
ditampakkan pada banyak dari bayi ini, terutama oleh kegagalan pertumbuhan. Pada
beberapa bayi, kegagalan pertumbuhan mungkin merupakan satu-satunya gejala. Hipertensi
pulmonal terjadi sebagai akibat aliran darah pulmonal tinggi. Penderita ini berisiko terjadi
penyakit vaskuler pulmonal dengan bertambahnya waktu jika defek tidak diperbaiki.3

Prognosis
Penderita VSD kecil, biasanya tanpa gejala. Diduga 70% kelainan ini akan menutup
spontan.1 Pada defek yang besar dilakukan penanganan medik untuk menghindari timbulnya
hipertensi pulmonal, dan beberapa kemungkinan komplikasi yang bisa timbul yang akan
mengganggu tumbuh kembang anak secara optimal. Sebagian anak walaupun diberi
pengobatan medis intensif tetap meninggal juga. Sebagian lagi lambat laun akan berkembang
menjadi sindrom Eisenmenger yang pada umur muda juga akan meninggal. Bila tindakan
bedah dilakukan pada waktu yang tepat, penderita dapat mengecap kehidupan yang normal.3

36

BAB III
PENUTUP

Penyakit jantung bawaan dapat bersifat sianotik maupun nonsianotik. Hal itu dapat
disebabkan oleh peredaran darah dalam jantung yang kemudian dipompakan ke jaringan
37

lainnya. Penyakit jantung bawaan yang bersifat nonsianotik antara lain atrium septum defek
(ASD), ventrikel septum defek (VSD), dan duktus arteriosus paten (PDA). Rontgen,
elektrokardiogram, ekokardiogram, dan kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan
penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Penyakit jantung bawaan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya yaitu genetik atau lingkungan.
Kemungkinan terjadinya penyakit jantung bawaan mungkin dapat dikurangi dengan
meniadakan berbagai faktor di atas pada ibu hamil. Vaksinasi terhadap influenza dan morbili
merupakan suatu keharusan dan pencegahan infeksi saluran napas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein D. Ilmu Kesehatan Anak. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R,
Arvin AN, penyunting. Sistem kardiovaskuler. Edisi 15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2000. h.
1544-84.
38

2. Rachmat J, Puruhito, Tahalele P, Dahlan M, Hakim T, Jusi D. Buku ajar ilmu bedah.
Dalam: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, penyunting.
Jantung, pembuluh darah, dan limf. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010. h. 529-91.
3. Wahab AS. Kardiologi Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009. h. 11- 66
4. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar;Kardiologi Anak. Jakarta; Binarupa aksara:
2009. Hal 203-220.
5. Miller, Pencegahan Penyakit Jantung Kongenital. 21 maret 2011, diunduh dari
http://www.umm.edu/features/tips_prev.htm
6. Rudloph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol 3 Edisi 20.
Jakarta: EGC. 2006. Hal 1633-1664
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2;Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:FKUI:
1989. Hal 715-732

8. Roebiono PS. Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawaan. Edisi 2003. Diunduh
dari http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/, 25 September 2011.

39

Anda mungkin juga menyukai