Anda di halaman 1dari 52

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT STROKE ISKEMIK


 Menurut WHO (World Health Organization) stroke
didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tan dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
DEFINISI  Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh
fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang
terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai
darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara
spontan (stroke perdarahan).
 Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien.
Ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong, atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Keadaan ini timbul mendadak, dapat sewaktu
bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja, atau
sewaktu istirahat.
 Selain itu perlu ditanyakkan pula faktor – faktor risiko yang
ANAMNESIS
menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah
tinggi, dan penyakit jantung, serta obat – obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya.
 Pada kasus berat, yaitu dengan penurunan kesadaran sampai
koma, dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak
serangan terjadi.
 Setelah penentuan keadaan kardiovaskular pasien serta fungsi
vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan,
tentukan juga tingkat kesadaran pasien. Jika kesadaran
menurun, tentukan skor dengan skala koma Glasgow agar
pemantauan selanjutnya mudah. Namun jika pasien sadar,
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf–saraf otak dan motorik apakah fungsi
komunikasi baik atau adakah disfasia.
 Penilaian klinis lainnya yang dilakukan untuk menilai beratnya
PEMERIKSAAN FISIK
stroke, dipergunakan national institute health stroke scale
(NIHSS). Penilaian ini dilakukan dua kali, yaitu saat masuk dan
saat pulang. Beda nilai saat masuk dan saat keluar dapat
menjadi salah satu penilaiann kinerja keberhasilan terapi. Tetapi
untuk stroke pada sistem vertebra basilar, akurasi penilaian
NIHSS kurang baik.
 Stroke siriradj score, dilakukan bersama sama pemeriksaan fisik
untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke
perdarahan. Penilaian ini, dapat membantu bagi rumah sakit
atau pusat pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat
bantu diagnosis CT scan otak.
 Skor Stroke Siriradj = (2,5xS) + (2xM) + (2xN) + (0,1D) –
(3xA)-12

 Penilaiannya adalah sebagai berikut :


o Skor > 1 : perdarahan supratentorial
o Skor < -1 : infark serebri
o Skor -1 s/d 1 : meragukan

 Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma Glasgow telah


ditentukan, lakukan pemeriksaan reflex-reflex batang otak yaitu
:
o Reaksi pupil terhadap cahaya
o Reflex kornea
o Reflex okulo sefalik
o Keadaan (reflex) respirasi, apakah terdapat pernafasan
cheyne stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik
dan ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi
pada saraf-saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran
menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin
kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan.
Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika
terjadi perdarahan-perdarahan retina atau preretinal pada
pemeriksaan funduskopi.
o Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/
kwantitas/ kwalitas), tanda vital, status.

 Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) :


o Kesadaran : pasien dengan stoke hemisferik jarang
mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali
pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur –
struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu
formasio retikularis di garis tengah dan sebagian besar
terletak dalam fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya
kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.
o Tekanan darah : biasanya tinggi, hipertensi merupakan factor
risiko timbulnya stroke lebih kurang 70% pasien
o Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa
teliti untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan
emboli
o Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan
yang khusus ditujukan pada keadaaan pembuluh darah
ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran
darah otak yaitu pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri
dan kanan palpasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan,
arteri temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada
bifurkatio karotis komunis dan karotis interna di leher,
dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita
dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh
ekstrakranial

 Pemeriksaan neurologis
o Pemeriksaan saraf otak pada stroke hemisferik saraf otak
yang sering terkena adalah
o Gangguan n. fasialis dan n. hipoglossus. Tampak paresis n.
fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n.
hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah
bila dikeluarkan dari mulut.
o Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi
konjugat, gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia.
Kadang – kadang ditemukan sindroma horner pada penyakit
pembuluh karotis. Gangguan lapangan pandang : tergantung
kepada letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia
kongruan atau tidak. Terdapat hemianopia merupakan salah
satu factor prognostic yang kurang baik pada penderita
stroke.

 Pemeriksaan motorik :
o Hampir selalu kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika
perbedaann kelumpuhan yang nyata antara lengan dan
tungkai hampir dipastikann bahwa kelainan darah otak
berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika
kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi
di subkortikal atau pada daerah vertebra basilar.
o Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisferik tubuh. Karena
bangunan anatomic yang terpisah, gangguan motoric berat
dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan
sensorik berat disertai dengan gangguan motoric ringan.
o Kelainan fungsi luhur : manifestasi gangguan fungsi luhur
pada stroke hemisferik berupa : disfungsi parietal baik sisi
dominan maupun non dominan. Kelainan yang paling sering
tampak adalah disfasia campuran dimana penderita tak
mampu berbicara atau mengeluarkan kata – kata dengan baik
dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya.
Selain itu juga dapat terjadi agnosia, apraksia dan
sebagainya.
Laboratorium:
 Pemeriksaan darah rutin
o Pemeriksaan kimia darah lengkap
o Gula darah sewaktu : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia reaktif gula darah mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun
o Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT,
SGPT,CPK) dan profil lipid (kolesterol total, trigliserida,
LDL, HDL)
PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
PENUNJANG o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi :
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan kardiologi. Pada sebagian kecil pasien stroke,
terdapat juga perubahan elektrokardiografi (EKG). Perubahan
ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark
jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan
EKG sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas indikasi,
misalnya pemeriksaan CKMB lanjutan akan memastikan
diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik,
mengarah kepada kemungkinan adanya sumber emboli
(potential source of cardiac emboli/ PSCE) maka pemeriksaan
ekhokardiografi terutama transesofageal echocardiography
(TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli kardial
 Pemeriksaan emboli serebral
 Dugaan akan emboli serebral ditentukan setelah diagnosis
stroke secara klinis telah dipastikan. Langkah selanjutnya
adalah memastikan emboli kardiak sebagai penyebanya.
Pemastian ini tidak sealu mudah da ada dua hal yang harus
diteliti, yaitu
o Pemastian ada sumber emboli di jantung
o Pemastian bahwa tipe stroke iskemik yang terjadi merupakan
stroke yang sering menyertai disebabkan karena emboli
kardiak berdasarkan pertimbangan klinis dan penelitian
epidemiologi.
 Jika dicurigai emboli kardiak sebagai penyebab emboli serebral,
maka kadang – kadang diperlukan pemeriksaan khusus untuk
memvisualisasi sumber / emboli kardiak terutama jika tidak ada
factor risiko stroke diluar kardiak. Di departemen neurologi,
pasien dengan stroke rutin dilakukan foto thorak dan EKG. Jika
ditemukan infark territorial pada CT scan, maka dilakukan
konsultasi untuk pemeriksaan echokardiografi khususnya
Transesofageal Echokardiografi (TEE) jika diper-lukan.
 Pemeriksaan radiologi
o CT scan otak: segera memperlihatkan perdarahan
intraserebral. Pemeriksaan ini sangat penting karena
perbedaann manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan ct scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-
hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika
ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan /
infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena
itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.
o Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada pasien
stroke dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu
dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis.
 Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke,
resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan
penunjang.
 Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding,
faktor risiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan.
Anamnesis:
 Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/
istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/ tidak, muntah/
tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya), lamanya
(onset), serangan pertama/ulang.
 Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak
yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang
menderita iskemia tersebut. Karena itu pengetahuan dasar dari
anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat penting untuk
mengenal gejala – gejala klinik pada stroke.2

 Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat


dibagi atas 2 golongan besar yaitu :
o Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik
o Stroke pada sistem vertebrobasilar atau fossa posterior

 Salah salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat


mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan
(warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan
sebagainya.4
 Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke
adalah serangan iskemia sepintas (TIA) dan ini diketahui
melalui anamnesis yang baik pada stroke akut. Selain gejala –
gejala yang timbul mendadak dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai
maksimal. Tidak pernah terjadi dalam beberapa hari atau
KRITERIA DIAGNOSIS
apalagi dalam 1 – 2 minggu. Kalau terjadi demikian, bukan
disebabkan stroke tetapi oleh sindroma stroke (stroke
syndromes) karena tumor, primer maupun metastatic, trauma,
peradangan dan lain – lain.4

 Gejala klinik pada stroke hemisferik


o Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari
A. karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, bangsal
ganglia dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul sangat
mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo
dan lain-lain.4

 Gejala klinik stroke vertebrobasiler


 Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebrobasiler,
tergantung kepada cabang-cabang sistem vertebrobasilar yang
terkena, secara anatomi, percabangan arteri basilaris
digolongkan menjadi 3 bagian :
o Cabang – cabang panjang : misalnya a. serebeli inferior
posterior yang jika tersumbat akan memberikan gejala –
gejala sindroma Wallenberg, yaitu infark di bagian dorso
lateral tegmentum medulla oblongata.
o Cabang – cabang paramedian : sumbatan cabang – cabang
yang lebih pendek memberikan gejala klinik berupa
sindroma weber hemiparesis alternans dari berbagai saraf
kranial dari mesensefalon atau pons
o Cabang – cabang tembus (perforating branches ) memberi
gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegi
(INO)

 Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah :


o Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis
banding infark supratentorial yang luas, dalam hal ini yang
terkena adalah formasio retikularis)
o Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai
vertigo diplopia dan gangguan bulbar
o Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long
tract sign : vertigo disertai paresis keempat anggota gerak
(ujung-ujung distal). Jika ditemukan long tract sign pada
kedua sisi maka penyakit vertebrobasilar hampir dapat
dipastikan.
o Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke
vertebra basiler. Beberapa ciri khusus lain adalah : parestesia
perioral, hemianopia altitudinal dan skew deviation.
 Gejala tanda klinik emboli serebral :
 Costillo dan bougousslausky (2010) mengajukan stroke embolik
yaitu ;
o Timbul secara mendadak pada pasien yang sadar, tanpa
defisit neurologi yang berfluktuasi atau yang progresif
o Defisit neurologi pada pembuluh superfisial atau berupa
infark yang luas
o Tidak ada riwayat TIA pada daerah vascular yang sama
o Riwayat stroke sebelumnya di daerah territorial lain,
diantaranya adalah emboli sistemik
o Jantung yang abnormal pada pemeriksaan fisik/tambahan
o Tidak ada sebab emboli arterial lain atau sebab stroke yang
lain

 Klasifikasi klinis yang dapat dijadikan pegangan, yaitu :


 Total anterior circulation infark (TACI)
o Gambaran klinik :
o Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik
(kontralateral sisi lesi)
o Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
o Gangguan fungsi luhur seperti : disfasia, gangguan
visuospasial, hemineglect, agnosia, apraxia
 Partial anterior circulation infarct (PACI)
o Gambaran klinik :
o Defisit motoric/sensorik dan hemianopia
o Defisit motoric/sensorik disertai gejala fungsi luhur
o Gejala fungsi luhur dan hemianopia
o Defisit motoric/sensorik murni yang kurang extensive
dibanding infark lacunar (hanya monoparesis-monosensorik)
o Gangguan fungsi luhur saja
 Lacunar infarct (LACI)
o Gambaran klinik :
o Tidak ada defisit visual
o Tidak ada gangguan fungsi luhur
o Tidak ada gangguan fungsi batang otak
o Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
o Gejala :
o Pure motor stroke (PMS)
o Pure sensory stroke (PSS)
o Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral,
disartria-hand syndrome)
 Posterior circulation infarct (POCI)
o Gambaran klinik :
o Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan
gangguan motoric/sensorik kontralateral
o Gangguan motoric/sensorik bilateral
o Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertical)
o Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
o Isolated hemianopia atau buta kortikal
Rekomendasi
 Pencitraan otak harus dilakukan segera (idealnya dilakukan
pencitraan otak dalam waktu 1 jam pasien masuk) bagi
penderita stroke akut jika salah satu menerapkan sebagai
berikut:
o indikasi untuk trombolisis atau pemberian antikoagulan awal
o pada pengobatan antikoagulan n n
o diketahui ada kecenderungan perdarahan
o adanya penurunan kesadaran (Glasgow Coma Skor di bawah
13)
o gejala progresif tidak dapat dijelaskan atau berfluktuasi
papillo edema, leher kaku atau demam n
o nyeri kepala berat pada onset gejala stroke.
 Untuk semua orang dengan stroke akut tanpa indikasi untuk
pencitraan otak segera dilakukan sesegera mungkin (pada
kebanyakan dalam waktu 12 jam masuk).
 Pasien curiga stroke yang akan diberikan trombolisis, jika ada
indikasi klinis dan diterima langsung ke unit stroke akut.
Semua pasien harus memiliki akses langsung ke dokter untuk
memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai
DIAGNOSIS KERJA Stroke Iskemik
1. Ensefalopati toksik atau metabolik
2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren hemiplegik.
5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak,
DIAGNOSIS BANDING AVM).
6. Infeksi ensefalitis, abses otak.
7. Trauma kepala.
8. Ensefalopati hipertensif.
9. Sklerosis multiple
Penatalaksanaan Umum
1. Umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
o Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologi,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
TERAPI dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologi yang nyata (ESO,kelas IV,GCP)
o Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95% (ESO, kelas IV GCPP
o Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring
pada pasien tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan nafas (AHA/ASA, kelas I,
level of evidence C)
o Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA,
kelas I, level of evidence C)
o Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak
memerlukan terapi oksigen (AHA/ASA, kelas III, level of
evidence B)
o Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laringeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia
(pO2<60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok atau
pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
o Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2
minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 minggu, maka
dianjurkan dilakukan trakeostomi.
 Stabilisasi hemodinamik
o Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pemberian cairan hipotonik seperti glukosa)
o Dianjurkan pemasangan CVC (central venous catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan
sebagai sarana untuk memasukan cairan dan nutrisi.
o Usahan CVC 8 – 12 mmHg
o Optimalisai tekanan darah
o Bila tekanan darah < 120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan
secari titrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg.
o Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jm pertama setelah awitan serangan stroke
iskemik (AHA/ASA, kelas I, level of evidence B)
o Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
(konsultasi kardiologi)
o Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, kelas I, level of
evidence C)
 Pemeriksaan awal fisik umum
o Tekanan darah
o Pemeriksaan jantung
o Pemeriksaan neurologi umum awal :
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis
 Pengendalian peninggian tekanan intracranial (TIK)
o Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan
gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah
serangan stroke (AHA/ASA, kelas I, level of evidence B).
o Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9
dan pasien yang mengalammi penurunan kesadaran Karena
kenaikan TIK (AHA/ASA, kelas V, level of evidence C)
o Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >
70 mmHg.
o Penatalaksanaan pasien dengan peningkatan tekanan
intracranial :
o Tinggikan posisi kepala 200- 300
o Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena
jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotoik
o Hindari hipertermia
o Jaga normolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
o Manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target ≤310 mOsm/L (AHA/ASA,
kelas III, level of evidence C). osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB I.V
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 – 45
mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
dilakukan tindakan operatif.
o Paralisis neuromuskula yang dikombinasi dengan sedasi
yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara
mengurangi naiknya tekanan intracranial dan tekanan vena
akibat batuk, suction, bucking ventilator (AHA/ASA, kelas
III, level of evidence C). agen non depolarized seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada
histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan
(AHA/ASA, kelas III, level of evidence C). pasien dengan
kritis TIK sebaiknya diberikan relaksasi otot sebelum
suctioning atau lidokain sebagai alternative.
o Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi
edema otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke
iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada
kontraindikasi. AHA/ASA, kelas III, level of evidence A).
o Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar (AHA/ASA, kelas I, level of
evidence B)
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebelar yang menimbulkan efek asa, merupakan tindakan
dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang
baik (AHA/ASA, kelas I, level of evidence B)
 Penanganan transformasi hemoragik
o Tidak anjuran khusus tentang transfomasi perdarahan
asimptomatik (AHA/ASA, kelas Ib, level of evidence B).
terapi transformasi perdarahan simptomatik sama dengan
terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki
perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah
arterial secara hati – hati.
 Pengendalian kejang
o Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50mg/menit
o Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
o Pemberian antikonvulsan profilaksi pada pasien stroke
iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, kelas III,
level of evidence C)
o Pada stroke perdarahan intraserebral, obat anikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian
diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
perdarahan (AHA/ASA, kelas V, level of evidence C)
 Pengendalian suhu tubuh
o Setiap pasien stroke yang disertai demam harus diobati
dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA,
kelas I, level of evidence C)
o Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 C
(AHA/ASA Guideline) atau 37,50 C (ESO Guideline)
o Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi harus
dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah, dan urin) dan
diberikan antibiotic. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis
o Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi
antibiotic (AHA/ASA Guideline)
 Pemeriksaan penunjang
o EKG
o Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah
dan elektrolit)
o Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid
dilakukan pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan
serebrospinal
o Pemeriksaan radiologi
o Foto rontgen dada
o CT scan
 Penatalaksanaan umum di ruang rawat
 Cairan
o Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral di pertahankan
antara 5-12 mmHg
o Pada umumnya, kebutuhan cairan 30ml/kgBB/hari
(parenteral maupun entral)
o Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300
ml per derajat celcius pada pasien panas)
o Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus
selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai
tercapai nilai normal
o Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil
analisa gas darah
o Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah
dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia
 Nutrisi
o Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes
fungsi menelan baik
o Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastric.
o Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25 – 30 kkal/kg/hari
dengan komposisi :
o Karbohidrat 30-40% dari total kalori
o Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55%)
o Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-
2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8
g/kgBB/hari)
o Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastric
diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan gastrostomy
o Pada keadaan tertentu, yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral
o Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohnya hindarkan makanan yang
banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat
warfarin.
 Pencegahan dan penanganan komplikasi
o Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
sub akut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena
dalam, emboli paru, decubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur) perlu dilakurakn (AHA/ASA, level of evidence
B dan C)
o Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan
tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman (AHA/ASA, level of evidence A)
o Penceghan decubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau
memakai kasur anti decubitus
o Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru
o Pada pasien tertentu yang berisiko menderita thrombosis
vena dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau
LMWH atau heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, level of
evidence A). risiko perdarahan sistemik dan perdarahan
intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien imobilisasi
yang tidak bisa menerima antikoagulan, penggunaan
stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk
mencegah thrombosis venal dalam (AHA/ASA, level of
evidence A dan B)
 Penatalaksanaan medis lain
o Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
Hiperglikemia ( kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada
stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin (AHA/ASA,
kelas I, level of evidence C). target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (< 50mg/dl)
harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infus
glukosa 10-20%
o Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan
minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short
acting atau propofol bisa digunakan
o Analgesic dan anti muntah sesuai indikasi
o Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan
lambung)
o Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
o Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
o Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermitten
o Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography,
Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai dengan
indikasi
o Rehabilitasi
o Edukasi keluarga
o Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar
rumah sakit)
 2. Khusus
 Pengobatan terhadap hipertensi arteri stroke akut
 Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke
iskemik (tingkat evidensi A)
 Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
 Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah
reologik darah secara karakteristik dengan meningkatkan
tekanan perfusi tidak direkomendasikan (tingkat evidensi A)
 Pemberian antikoagulan :
o Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH atau heparinoid)
secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang
serius (kelas III, tingkat evidensi A). data menunjukkan
bahwa pemberian dini antikoagulan tidak menurunkan risiko
stroke ulang dini, termasuk stroke emboli (kelas I) dan tidak
mengurangi risiko memburuknya keadaan neurologic. Pada
keadaan tertentu dapat diberikan, namun waspadai
kemungkinan komplikasi perdarahan (kelas II)
o Permberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke
iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome
neurologic atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke
ulang tidak direkomendasikan (kelas III, tingkat evidensi A)
o Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pasien
mendapat rt-PA intravena tidak direkomendasikan (kelas III,
tingkat evidensi B)
o Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid
setelah stroke iskemik tidak direkomendasikan (kelas I)
o Pada beberapa penelitian menunjukkan dosis tertentu
unfractioned heparin subkuta menurunkan stroke iskemik
ulang secara dini, tetapi dapat meningkatkan terjadinya
perdarahan. Karena itu penggunaan unfractioned heparin
subkuta tidak direkomendasikan untuk menurunkan
mortalitas dan morbiditas atau pencegahan dini stroke ulang
(tingkat evidensi A)
o Dosis tinggi LMWH / heparinoids tidak bermanfaat
menurunkan morbiditas, mortalitas atau stoke ulang dini
pada pasien stroke akut (tingkat evidensi A)
o Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil
pemeriksaan imaging memastikan tidak ada perdadrahan
intracranial primer. Terhadap pasien yang mendapat
pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar
antikoagulan.
o Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien
stroke akut dengan atrial fibrilasi, walaupun masih dapat
diberikan pada pasien yang selektif. Aspirin dan dilanjutkan
dengan pemberian walfarin untuk prevensi jangka panjang
dapat diberikan.
o Warfarin merupakan pengobatan lini pertama pada
kebanyakan kasus stroke kardio-emboli. Penggunaan
warfarin harus hati-hati, karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit
I bulan sekali.
o Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli
kardiogenik dan mencegah emboli ulang pada keadaan major
risk.
o Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman
antikoagulan pada stroke iskemik.
 Pemberian antiplatelet aggregasi :
o Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 – 48
jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke
iskemik akut (kelas I, tingkat evidensi A)
o Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan
intervensi akut pada stroke (pemberian rtPA intravena)
(kelas III, tingkat evidensi B)
o Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan
diberikan
o Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam
setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan
(kelas III, tingkat evidensi A)
o Pemberiaan klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin,
pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan (kelas III, tingkat
evidensi C)
o Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein lib/IIIa tidak dianjurkan ( kelas III, tingkat
evidensi B)
o Pemberian antiplatelet / aspirin dan antikoagulan ditujukan
untuk mencegah dan menurunkan risiko stroke kardio-
emboli.
o Terapi gabungan antiplatelet/aspirin dengan klopidogrel pada
pasien terdeteksi mikroemboli lebih baik dalam menurunkan
kejadian mikroemboli berulang dibanding aspirin saja
(CARESS STUDY)
 Hemodilusi dengan atau venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terapi stroke iskeik akut (kelas III, tingkat
evidensi A)
 Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan
dalam terapi stroke iskemik akut (kelas III, tingkat evidensi A)
 Dalam keadaan tertentu kadang digunakan vasopressor untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (CBF). Pada keadaan tersebut
harus dilakukan pantauan kondisi neurologic dan jantung secara
ketat (kelas III, tingkat evidensi B).
 Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan luaran tidak menyenangkan.
Tindakan endovaskuler belum menunjukkan hasil yang
bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan (kelas ib, tingkat
evidensi C)
 Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan
hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan
(kelas III, tingkat evidensi A)
 Konsultasi dokter spesialis jantung untuk mencari kemungkinan
sumber emboli dari jantung serta menanggulangi gangguan
jantung terutama gangguan irama jantung (fibrilasi atrial), TTE
(tran thoracal echochardiography) dan TEE ( tran esophageal
echochadiography)
 Osmoterapi dan hiperventilasi direkomendasikan untuk pasien
yang mengalami kemunduran akibat tekanan tinggi intracranial,
termasuk sindroma herniasi (tingkat evidensi B)
 Tindakan bedah termasuk drainase cairan serebrospinal dapat
dilakukan untuk mengatasi tekanan tinggi intracranial akibat
hidrosefalus (tingkat evidensi C)
 Dekompresi bedah dan evakuasi infark besar pada serebelum
yang menimbulkan penekanan batang otak dan hidrosefalus
(tingkat evidensi C)
 Dekompresi dan evakuasi infark besar pada hemisfer cerebri
dapat dilakukan sebagai tindakan life-saving, teapi dengan
risiko gejala sisa gangguan neurologic yang berat (tingkat
evidensi C).
 Pencegahan dan pengobatan komplikasi
 Rehabilitasi
 Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder
 Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
Neuroprotektan
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat memberikan
edukasi kepada pasien adalah :
1. Ruangan harus tenang, jangan berisik
2. Batasi distraksi lingkungan
3. Pastika pasien dapat mendengar dengan baik. Bila sebelum
sakit pasien menggunakan alat bantu dengar, anjurkan
pasien untuk mengenakannhya
EDUKASI 4. Kacamata harus dipakai dan dalam keadaan bersih
5. Gunakan huruf atau gambar berukuran besar
6. Gunakan warna untuk tanda permulaan dan akhir dari sesi
pembelajaran
7. Atur pemberian informasi dalam waktu yang singkat
8. Bersikap tenang, lakukan pendekatan
9. Beri tekanan dan ulangi pada kalimat yang penting
10. Sediakan waktu pada pasien untuk berespon
Ad Vitam : Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.
Ad Sanationam : dubia
Ad Fungsionam: Penilaian dengan parameter :
PROGNOSIS - Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun
: 20-30%
PENELAAH KRITIS
1. AHA/ASA Guideline. Guidelines For The Early
Management Of Adults With Ischemic Stroke. Stroke
2007; 38:1655-1711.
DAFTAR RUJUKAN 2. AANN Clinical Practice Guideline Series. 2009. Guide To
The Care Of The Hospitalized Patient With Ischemic
Stroke. 2nd Edition, Revised.
3. National Clinical Guideline For Stroke. 2012. Prepared By
The Intercollegiate Stroke Working Party. Fourth Edition.
Royal College Of Physicians.
4. Standar Pelayanan Medic (SPM). 2009. PERDOSSI.
5. KNI. 2009. Buku Modul Induk Neurovaskuler.
PERDOSSI
6. Clinical Guidelines For Stroke Management. 2010.
National Stroke Foundation.
7. Ringleb PA Et Al. Guidelines For Management Of
Ishaemic Stroke And Transiet Ischemic Attack. 2008. The
European Stroke Organization (ESO) Executive
Committee And The ESO Writing Committee
8. Broderick J Et Al. Guidelines For The Management Of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage In Adults: 2007
Update. Stroke 2007,38:2001-2023
9. Thomas T, Stephen B, Colin Mathers. 2006. The Global
Burden Of Cerebrovascular Disease.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Transient Ischemic Attack (TIA)


Suatu episode yang berlangsung singkat (kurang dari 24
jam) dari gangguan sementara pada otak yang disebabkan
DEFINISI oleh suatu kehilangan sublai darah. Infark otak yang
berlangsung lebih lama dari 24 jam, tapi kurang dari 72 jam
di sebut reversible ischemic neurologic deficit.
Ada tidaknya defisit neurologi akut yang terjadi sementara,
kemudian pulih sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada TIA meliputi
hemiparesis, monoparesis atau hemiparesis bilateral,
ANAMNESIS
hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disfogia, disartria, ataksia, vertigo, afasia yang terjadi tiba-
tiba, namun kembali pulih sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam dan tidak meninggalkan gejala sisa.
 Pemeriksaankegawatan (survei primer) meliputi :
sirkulasi, airway, breathing
 Pemeriksaan tanda vital:
o Kesadaran
o Hemodinamik (tekanan darah, nadi, respirasi, saturasi
oksigen)
PEMERIKSAAN FISIK o Skala nyeri (VAS)
 Pemeriksaan fisik umum : pemeriksaan kepala, leher,
kulit, ekstremitas, sistemkardiovaskuler, respirasi,
abdomen, sistem urogenital.
 Pemeriksaanneurologis : saraf kranial, motorik,
sensorik, otonom, tanda-tandarangsang meningeal.
 Pemeriksaan fundus okuli.
 Lab: hitung sel darah, elektrosit, kreatinin, gula
darah, PTT, INR, lipitd puasa
PEMERIKSAAN  EKG
PENUNJANG  CT atau MRI
 Carotid imaging (dopler, MRA, CTA)
 Ekokardiogram, kalu diduga penyebab kardiak
 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
 Gejala neurologis sembuh total dalam waktu 24 jam
KRITERIA DIAGNOSIS
 Penilaian tingkat kegawatan dan risiko terjadinya stroke
dengan skor ABCD2(0 – 3 : risiko rendah ; 4 – 5 :
sedang ; 6 – 7: tinggi)
DIAGNOSIS KERJA Transient Ischemic Attack
DIAGNOSIS BANDING Epilepsi parsial, Migren klasik, Sinkope, Paroxysmal ataxia
familial dan RIND (Reversible Ischemic Neurological
Defisit)
• Anti agregasi platelet: aspirin, klopidogrel dosis 75 mg,
dipiridamol dosis 200
mg, cilostazol dosis 100 mg
• Antikoagulan untuk TIA kardioemboli : warfarin 2 mg
• Neuroprotektan
TERAPI • Penatalaksanaan faktor risiko
o Anti hipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu
o Anti diabetika : fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu
o Antidislipidemia : atas indikasi
Penjelasan mengenai TIA dan risiko kejadian stroke
EDUKASI
dikemudian hari
Skor ABCD
Memprediksi risiko terjadinya stroke dalam 7 hari.
Risiko rendah:
 Onset gejala >48 jam dengan skor ABCD<5
 Defisit sensorik murni
 Ataksia murni
PROGNOSIS
Risiko moderat:
 Onset gejala > 48 jam dengan skor ABCD > 5
 Onset gejala < 48 jam dengan skor ABCD <5

Risiko tinggi:
 Onset gejala < 48 jam dengan ABCD > 5
PENELAAH KRITIS
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2011.
Jakarta, 2011.
2. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine.
Yogyakarta: Pustaka
Cendekia, 2009.
3. American Heart Association (AHA) / American Stroke
Association (ASA).
Guidelines for the Early Management of Adult with
Ischemic Stroke. USA,
DAFTAR RUJUKAN
2007, 2011.
4. Jauneh EC, Saver JL, adaras HP, Bruno A, Connors JJ,
Demaerschalk BM,
et al. Guidelines for the early Management of Patient with
Acute Ischemic
Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals from the
American Heart
Association/American Stroke Association, Stroke. 44 :870-
947
5. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran
umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta
neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press,
Yogyakarta. 2007.
Hal 81-115.
6. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler
susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006.
Hal : 270-93
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Stroke Perdarahan Subarakhnoid


Perdarahan sub arachnoid adalah perdarahan yang terjadi didalam
DEFINISI ruang sub arachnoid, suatu area diantara selaput arahnoid dan
piameter yang mengelilingi otak
1. Kejadian mendadak (akut), nyeri kepala hebat satu sisi, mual
muntah dapat disusul dengan gangguan kesadaran dan kejang
ANAMNESIS 2. Mencari riwayat penyakit sebelumnya, adakah riwayat trauma
atau tidak, hal ini bertujun untuk menentukan apakah gejala
tersebut akibat perdarahan sub arachnoid atau penyebab
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan fisik neurologik :
A. Kesadaran
B. Fungsi luhur (berbahasa, memori)
C. Tanda rangsang meningeal
D. Saraf wajah
E. Motoris
F. Sensoris
PEMERIKSAAN
G. Autonom
FISIK
H. Reflek (fisiologis, patologis)
3. Pemeriksaan NIHSS Kriteria diagnosis
4. Riwayat;onset yang mendadak, nyeri kepala hebat disertai
kebingungan atau obtundasi
5. Kaku kuduk
6. Hasil pemeriksaaan neurologi non fokal dan
7. Cairan cerebro spinal berdarah adalah spesifik untuk
perdarahan subarahnoid
1. Darah lengkap, BUN, ureum kreatinin, SGOT/PT, albumin,
GDA,GD puasa/GD 2 jam PP, lipid
2. Faal hemostasis, urine lengkap, analisis gas darah, dan serum
elektrolit (sesuai indikasi)
PEMERIKSAAN
3. Foto thorak, ECG
PENUNJANG
4. CT-Scan kepala tanpa kontras
5. Megnetic resonance angiography (MRA), ekokardiographi
dupleks carotid sonography, transcranial doppler ( sesuai
indikasi), DSA (sesuai indikasi)
1. Nyeri kepala spontan
2. Dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal
KRITERIA
3. CT scan dijumpai gambaran hiperdense pada ruang
DIAGNOSIS
subarachnoid
4. Cairan otak berdarah
DIAGNOSIS KERJA Spontan Subarachnoid Bleeding (ICD-10
DIAGNOSIS 1. Meningitis
BANDING 2. Migraine
3. Cerebral venous sinus
4. Perdarahan intraserebral
5. Meningitis bacterial
6. Rupture aneurisma mikotik
1. Infus NaCl 0.9% atau RL atau Ringer asering atau ….
2. Oksigen (bila saturasi < 95 %)
3. Pemasangan pipa oropharyng, pipa nasopharing dan intubasi
ETT sesuai indikasi
4. Dopamine atau dobutamin atau epinephrine bila MAP < 70
mmHg
5. Nicardipin 0.5 – 5 mcg/kgBB atau diltiazem 5 – 15 mcg/kgBB
bila tekanan darah lebih dari 220/120 mmHg
6. Diazepam bolus lambat 5 – 20 mg dan diikuti fenitoin dosis
awal 15 – 20 mg/kg bolus dengan kecepatan 50 mg/mnt bila
kejang
7. Insulin titrasi bila kadar GDA > 180 mg/dl dan bolus dextrose
40% dilanjutkan dengan infus dextrose 10%
8. Paracetamol infuse 3 x gr atau 3-4 x 500 mg (per oral) (atas
indikasi)
9. Metampiron 3 x 1 ampul (atas indikasi)
10. Ondancentron 3 x 4 – 8 mg (atas indikasi)
11. Ranitidine atau omeprazole atau lazoprazole (bila terjadi
TERAPI perdarahan lambung)
12. Manitol 0.25 – 0.5 gr/kgBB diulang setiap 4 – 6 jam (
Tapering off 5 hari) bila didapatkan tanda – tanda tekanan
intracranial meninglat.
13. Ceftriazone 2 x 1 gr, levofloksasin 1 x 500 – 750 mg
meropenem 3 x 1 gr sesuai indikasi
14. Aspirin 1 x 160 – 320 mg, kombinasi aspirin 80 mg dan
kopidrogel 300 mg dilanjutkan dengan aspirin 80 mg dan
clopidogrel 75 mg (atas indikasi)
15. Atorvastatin 1 x 4 mg
16. Captopril 3 x 25 mg atau derivat sartan : Valsartan 1 x 80 mg,
candesartan 1 x 8 -16 mg. Bisoprolol 1 x 5 mg, amlodipine
1 –2 x 5 – 10 mg (atas indikasi)
17. 17.Citicholin 3 x 500 mg intravena
18. 18.Piracetam 12 gr dilanjutkan dengan 3 x 3 gr (atas indikasi)
19. Multivitamin yang diperkaya dengan …(atas indikasi)
20. Diet cair, bubur halus, bubur saring, nasi tim, nasi biasa
dengan kalori 30 kkal/kgBB dan protein 1.2 gr (disesuaikan
kondisi)
1. Identifikasi faktor risiko stroke perdarahan
EDUKASI subarakhnoid dan mengendalikannya
2. Kontrol rutin klinik saraf
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanaktionam : dubia ad bonam
PROGNOSIS
3. Ad fungsionam: dubia ad bonam

PENELAAH KRITIS
DAFTAR RUJUKAN 1. Connoly ES, Rabinstein A, et All , Guidelines for The
Management of
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage, American Heart
Association/American Stroke Association.Stroke. 2012;43:1711-
1737
2. Steiner T, Juvela S, Jung C, Forsting M, Rinkel G. European
Stroke
Organization Guidelines for the Management of Intracranial
Aneurysms
and Subarachnoid Hemorrhage. Cerebrovasc Dis 2013;35:93-112
3. Van Gijn J, Rinkel GJE, Subarachnoid Hemorrhage, diagnosis,
causes and
management, Brain 2001: 124: 249-78
4. Widdick EFM , The Clinical Practise of Critical Care
Neurology, 2e,
Oxford University press.2003
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2014
tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer
6. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015
7. Guideline Stroke PERDOSSI 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Penurunan Kesadaran


Sinkop atau pingsan adalah penurunan kesadaran sesaat yang
disebabkankarena adanya hipoperfusi serebral global
DEFINISI
sementara yang ditandai denganonset cepat, durasi pendek,
dan pemulihan lengkap spontan.
 Penurunan kesadaran
 Posisi saat kejadian
 Aktivitas yang dilakukan saat sinkop
 Faktor predisposisi
 Precipitating events
 Gejala penyerta saat serangan: mual, muntah, abdominal
discomfort,merasa dingin, berkeringat, aura, nyeri pada
leher atau bahu, pandangannkabur, pusing, palpitasi
 Perlu ditanyakan informasi mengenai: bagaimana pasien
jatuh (bertumpupada lutut atau langsung terjatuh), durasi
hilangnya kesadaran, warna kulit(pucat, sianosis,
flushing), pola pernapasan (mendengkur),
gerakaninvolunter pada pasien (tonic, tonic-clonic,
minimal clonus, automatisasi),durasi gerakan involunter
ANAMNESIS pada pasien, onset pergerakan involuter
yangberhubungan dengan jatuh, lidah tergigit.
 Gejala di akhir serangan: mual, muntah, berkeringat,
merasa dingin,confusion, nyeri otot, warna kulit (pucat,
sianosis, flushing), trauma, nyeridada, palpitasi,
inkontinensia uri atau alvi.
 Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit jantung,
riwayat kelainanneurologi (epilepsi, narkolepsi,
parkinsonisme), riwayat kelainan metabolik(Diabetes
Mellitus), riwayat konsumsi obat-obatan
(antihipertensi,antiangina, antidepresi, antiaritmia,
diuretik, QT prolonged agents), danobat lain, termasuk
alkohol.
 Bila kejadian sinkop merupakan kejadian yang rekuren,
tanyakan mengenaiserangan sinkop yang sebelumnya.
Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Mata
Membuka spontan
Membuka atas perintah
PEMERIKSAAN FISIK
Membuka dengan rangsang nyeri
Tidak membuka dengan rangsang
 Bicara
Bicara orientasi baik
Kalimat, kata baik, isi percakapan
Kata baik
Keluar suara
Tidak keluar suara
 Motorik
Mengikuti perintah
Menujuk lokasi
Menarik diri
Flexi respon
Extensi respon
Tak ada reaksi
Skoring Batang Otak Pittsburg
 Gerakan bola mata
 Reflek kornea
 Reflek mata boneka / reflek koloni
 Pupil kanan : reaksi terhadap cahaya
 Pupil kiri : reaksi terhadap cahaya
 Reflek muntah / batuk
1. Pemeriksaan kaku kuduk
2. Pemerisaan gerakan bola mata
 Ocular Bobbing : gerakan abnormal spontan
kearah vertikal
 Ocular Dipping : gerakan bola mata kearah
bawahdiikuti gerakan cepatke arah bawah
kemudian kembali ke posisi netralatau di
tengah
 Ping-Pong Gaze : gerakan bola mata yang
terus menerus dari lateral ke medial dengan
lama 3-7 detik/siklus
 Periodik Alternating Gaze Deviatian : gerakan
bola mata horisontalke satu sisi dalam
beberapa menit diikuti gerakan berlawanan
yang berulang-ulang
PEMERIKSAAN
 Vertical Myoclonus : gerakan bola mata
PENUNJANG
vertikal dengan frekuensi 2 Hz, amplitudo 3-
40 derajat
3. Pola pernafasan: dilihat dalam atau dangkalnya
inspirasi dan ekspirasi, frekuensi, dan bentuk
pernafasan.
 Cheyne stoke: pola nafas di mana terdapat
periode hiperpneu diselingi apneu sekitar 10-
20
 Hiperventilasi: pola pernafasan cepat antara-
40-60 kali/menit
 Pernafasan apnea: adanya inpirasi yang
memanjang dan berhenti pada saat inspirasi
maksimal
4. Pupil
 Techal : Non raaktif
 Metabolik: pupil isokor kecil reaktif
 Pons : Pin point
 Diencephalic : isokor kecil, kurang reaktif
 Nerve Uncal: anisokor, reaksi lambat
5. Kedudukan bola mata adalah dilihatposisi kedua bola
mata terhadap celah mata.
 Deviation conjugate: kedua bola mata fiksasi
mengarah ke satu arah
 Strabismus konvergen : kedua bola mata
mengarah ke tengah
 Pin point: bola mata ditengah dengan pupil
kecil
 Bola mata ditengah pupil besar dan reaktif
6. Reflek sefalik batang otak:
 Reflek pupil: reaksi pupil sesisi dan
kontralateral terhadap rangsang cahaya.
 Doll’s eye movement: gerakan mata boneka
yaitu menggerakkan berputar kepala dalam
posisi terlentang, normal bila terjadi gerakan
berlawan dari kedua mata yang selanjutnya
diikutik gerakan mata kearah putaran kepala.
 Oculo-auditory reflex: dengan merangsang
suara ketelingandalam keadaan normal terjadi
reaksi gerakan kelopak mata.
 Oculo-vestibulo reflex/kalori test: dengan
irigasi air hangat 30o C dan 44oC dalam
keadaan normal terjadi nigretagmus kearah
rangsang air hangat 30oC dan berlawanan pada
44oC
 Reflek kornea
 Reflek muntah
7. Observasi umum lainnya
 Menguap, membasahi bibir, fungsi batang
otak baik
 Gerakan tonik klonik yerk, lesi pada
hemisferium serabri difus

1. Anamnesis/alloanamnesis
 Riwayat Penyakit sebelumnya
 Keluhan Sebelum terjadi gangguan kesadaran
 Penggunaan obat
2. Pemeriksaan Fisik Umum
KRITERIA DIAGNOSIS  Pemeriksaan kesadaran dan tanda vital
 Pemeriksaan luka
 Pemeriksaan suhu badan/rektal
 Pemeriksaan bau nafas/badan
 Pemeriksaan warna/turgor kulit
3. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi umum:
 Pemeriksaan tanda meningeal
 Pemeriksaan saraf kranial

DIAGNOSIS KERJA Penurunan Kesadaran et causa dd/ Stroke


DIAGNOSIS BANDING Epilepsi, Gangguan Jantung dan Stroke
Penatalaksanaan Gangguan Kesadaran/Koma
Supportif
1. Jalan napas
Menjaga patensi jalan nafas dengan menjaga jalan
napas orofaringeal, nosofaribgeal, intubasi dan
pembedahan/trakeostomi
2. Aliran darah
Menjaga perfusi jaringan dengan melihat produksi
urine dari ginjal, mengendalikan tekanan darah dan
mengatasi hipotensi atau syok.
3. Cairan tubuh
 Cegah hidrasi kelebihan
 Pemakaian cairan hipotonik, hipoprotein dan
lama pakai ventilator mudah menyebabkan
hidrasi
 Tekanan osmotik dipertahankan dengan
pemberian albimin
4. Gas darah dan keseimbanggan asam/basa
 Alat bantu oksimeter untuk mengetahui
oksigenasi diusahakan SaO2>95 % dan
PaO2>80 mmHg
TERAPI  PO2 di buat sampai 100-150 mmHg dengan
cara diberi O2
 PaCO2:25-35 mmHg dengan cara
hiperventilasi
5. Naso Gastrik tube
 Pengosongan isi lambung mencegah aspirasi
dan intoksikasi
 Nutrisi perenteral
6. Posisi tubah
 Hindari posisi trendelenberg
 Posisi kepala anteflexi +20
Lama baring sering menyebabkan dekubitus
trombosis vena
7. Kateter urine
 Perhitungan balance cairan
 Mencegah kebocoran urine
 Adanya gangguan pengekluaran urien

Terapi Kausatif

 Gengguan kesadaran dengan kaku kuduk


dengan panas yang mulai beberapa hari
sebelumnya sangat mungkin primer infeksi
(meningitis, enserfalitis) di otak bila gangguan
kesadaran tampa kaku kuduk sangat mungkin
primer infeksi bukan di otak
 Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk
tanpa panas sangat mungkin perdarahan
subarakhnoid
 Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala
naurologis fokal (hemiparesis,
heminervicranial palsy) penyebabnya lesi
intrakranial
 Gangguan kesadaran disertai tanda
peningkatan tekanan intrakranial seperti
muntah proyektil, parese N.III, kaku kuduk,
penglihatan kabur secepatnya diberi
deksametason, dibuat hiperventilasi.
 Gangguan kesadaran tanpa disertai kaku
kuduk atau/dan gejala neurologis fakal serta
bradikardi sangat mungkin penyebbnya
metabolik.
 Gangguan kesadaran dengan penyebab yang
sudah jelas, dapat ditarapi spesifik untuk
penyebab:
o Hipoglikemi: glukosa
o Overdosis opioat: nalokson
o Overdosis benzodiaszepin: flumazenil
o Wernicke ensefalopati: thiamin
 Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur,masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, risiko dankomplikasi)
 Penjelasan mengenai sinkop, risiko dan komplikasi
selama perawatan
EDUKASI  Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan
rekurensi
 Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge
Planning)
 Penjelasan mengenai gejala sinkop, dan apa yang harus
dilakukan sebelumdibawa ke RS
Prognosis penurunan kesadaran tergantung dari penyebab,
PROGNOSIS lamanya kesadaran menurus/koma dan fungsi batang
otak/refleks sefalik batang otak
PENELAAH KRITIS
1. Batteman DE, Neurological Assessment of Coma, J Neurol
Neurosurg
Psychiatry, 71:i13-i17
DAFTAR RUJUKAN 2. Huff JS, Stevens RD, Weingart SD, Smith WD, 2012,
Emergency
Neurological Life Support: Approach to t he Patient with
Coma, Neurocrit
Care, 12:126-34
3. Liao YJ, So YT, 2002, An Approach to Critically Ill
Patients in Coma, West
J Med, 176:184-187
4. Young GB, Aminoff MJ, Hockberger RS, 2011, Stupor
and Coma in
Adults, UpToDate,
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
tahun 2014
tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan Primer
6. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia,
2015
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Ensefalopati Hipertensi


Ensefalopati hipertensi merupakan keadaan yang jarang
DEFINISI terjadi, meskipun pada orang dengan tekanan darah yang
amat tinggi
ANAMNESIS
Pemeriksaan neurologik menyeluruh dan
pemeriksaan funduskopi
1. Pada pemeriksaan funduskopi sering dijumpai
adanya retinopati grade IV yang berupa papil
edema, perdarahan, eksudat, dan cotton-wool-spot.
2. Pada pemeriksaan neurologik dapat dijumpai defisit
neurologik non fokal yang transien dan berpindah-
pindah, bervariasi dari nistagmus sampai kelemahan
dan gangguan status mental dari nistagmus sampai
kelemahan dan gangguan status mental dari konfus
sampai koma.
3. Pemeriksaan vaskular perlu dilakukan untuk
mengevaluasi kemungkinan adanya vaskulopati,
karena pemeriksaan radiologikmungkin tidak segera
dapat menentukan adanya stroke iskemik.
4. Pemeriksaanterhadap kemukinan adanya kerusakan
organ target lain:
 Kardiovaskular: S3, peninggian vena leher,
PEMERIKSAAN FISIK edema perifer, murmur, pulsasi abdomun,
pulsasi yang menurun
 Renal: gagal ginjal akut, edema pulmonum,
rales, wheezes

Pemeriksaan radiologi:
 CT scan kepala untuk evaluasi adanya stroke,
perdarahan, atau masa intra-kranial.
 Rontgen foto torak untuk evaluasi kemungkinan
adanyan komplikasi dari ensefalopati hipertensi
seperti aspirasi karena adanya gangguan mental.
Juga kemungkinan adanya edema pulmonum akut
dan aortic dissection

Pemeriksaan laboratorik:
 Hitung sel darah untuk melihat apakah ada
microangiopathic hemolytic anemi.
 Urinalisi, BUN, Kreatinin. Pada ensefalopati
hipertensi, mungkin di jumpai peningkatan
kreatinin, dengan hematuria dan adanya cast.
 Enzim kardiak. Untuk menyikirkan iskemia
miokardium.
 Pemeriksaan toksikologis urin. Penting untuk
menyingkirkan drug-induced hypertensive
encephalopathy.
Pemeriksaan lain
 Pemeriksaan EKG untuk melihat adanya iskemi
kardiak.
PEMERIKSAAN
 Pungsi lumbal untuk melihat adanya opening
PENUNJANG
pressure dan pleositosis netrofil
 Pemeriksaan TCD untuk melihat adanya
peningkatan kecepatan aliran arterial.
KRITERIA DIAGNOSIS
Ensefalopati hirpetensi ditegakkan setelah penyingkiran hal
hal lain. Gejala gejala klinis yang muncul dievaluasi untuk
kemungkinan penyebab lain. Juga dievaluasi luasnya
kerusakan akibat hipertensi dan penyingkiran proses
DIAGNOSIS KERJA
intrakranial.
Pemeriksaan laboratorik dan radiologik tidak dapat
menggantikananamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik
dan funduskopi
 Eklamsia
 Ensefalopatin hepatik
 Ensefalopati uremik
 Trauma kepala
DIAGNOSIS BANDING
 Pheokromositoma
 Perdarahan subarakhnoid
 Perdarahan subdural

TERAPI
EDUKASI
Morbiditas dan mortaliatas dari ensefalopati hipertensi
tergantung kepala beratnya kerusakan end organ. Angka
kematian hipertensi emengensi tanpa pengobatan dalam 6
bulan adalah 50%, sedang dalam 1 tahun mencapai 90%.
PROGNOSIS
Komplikasi yang dapat terjadi: koma, meninggal, stroke,
nefropati, miokardial iskemia/infark, retiopati, peripheral
vascular diseace.
PENELAAH KRITIS
DAFTAR RUJUKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Cedera Kepala


Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan
atau basis craniiserta organ-organ di dalamnya, dimana
kerusakan tersebut bersifat nondegeneratif/ non-kongenital,
yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luarsehingga timbul
DEFINISI gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan
dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.
Gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak.
a. Kejadian trauma/kecelakaan
b. Mengalami amnesia yang berhubungan
dengan cedera yang dialaminya
c. Hilangnya kesadaran
ANAMNESIS
d. Mual serta muntah menyemprot
e. Kejang
f. Sakit kepala
g. Penyakit penyerta
Palpasi kepala : tanda-tanda trauma, jejas,hematom, vulnus
pada kepala atau regio maksilofasial
PEMERIKSAAN FISIK
• Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi paresis
• Inspeksi tanda fraktur basis kranii
PEMERIKSAAN
Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) dan CT Scan
PENUNJANG
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah,
namun tidak memberi respon yang sesuai
dengan pernyataan yang di berikan.
a). Amnesia retrograde
b). Sakit kepala, Muntah
c). Tanda kemungkinan fraktur cranium
KRITERIA DIAGNOSIS
(tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
d). Kejang
e). Ada pingsan lebih dari 10 menit
f). Pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan
anggota gerak
DIAGNOSIS KERJA Cedera Kepala
DIAGNOSIS BANDING Stroke
Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
• Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan
TERAPI muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal,
pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial
mengganggu jalan napas, maka harus diintubasi.
• Menilai pernapasan: jika pernapasan tidak spontan beri
oksigen melalui masker oksigen. Jika pernapasan spontan,
selidiki dan atasi cedera dada berat.
• Menilai sirkulasi: hentikan semua perdarahan dengan
menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdominal
atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan
tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur
intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan
darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis
gas darah arteri. Berikan larutan koloid.
• Obati kejang: mula-mula berikan diazepam 10 mg iv
perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih
kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15
mg/KgBB iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi
50 mg/menit.
• Menilai tingkat keparahan cedera kepala
Pedoman Umum dan Obat-obatan
• Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,
lakukan foto tulang belakang servikal, kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-
C7 normal.
• Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat,
lakukan
prosedur :
- Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl
0,9%) atau larutan Ringer Laktat
- Lakukan pemeriksaan hematokrit, periksa darah perifer
lengkap,trombosit, kimia darah, masa protrombin/masa
tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol
bila perlu.
• Mengurangi edema otak: hiperventilasi, cairan hiperosmolar
(manitol; 0,5-1 g/KgBB dalam 10-3 menit), kortikosteroid,
barbiturat, pembatasan cairan pada 24-48 jam pertama, yaitu
1500-2000 ml/24 jam
• Obat-obat neurprotektor: piritinol, piracetam, citicholine
• Perawatan luka dan pencegahan dekubitus sejak dini
• Hemostatik tidak rutin digunakan
• Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang atau
pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi. Fenitoin
diberikan dengan dosis awal 1250 mg iv dalam waktu 10
menit diikuti dengan 250-500 mg per infuse selama 4 jam.
Setelah itu diberikan 3x100 mg/hari per oral atau iv
Diazepam diberikan bila terjadi kejang.
 Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, risiko dankomplikasi)
EDUKASI  Penjelasan mengenai cedera kepala, risiko dan
komplikasi selamaperawatan
 Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan
rekurensi
 Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge
Planning)
 Penjelasan mengenai gejala cedera kepala, dan apa yang
harus dilakukansebelum dibawa ke RS
Ad vitam : dubia ad bonam
PROGNOSIS Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bona
PENELAAH KRITIS
1. Basuki, Endro, Sp.BS,dr; 2003, Materi Pelatihan GELS
(General
Emergency Life Support), Tim Brigade Siaga Bencana
(BSB), Jogjakarta.
2. Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta,
Gajah Mada
University Press.
3. Morales, D. 2005. Brain Contusion. www.emedicine.com
4. MD Todd D. Cowen MD. 1995. Influence of Early
Variables in Traumatic
DAFTAR RUJUKAN Brain Injury on Functional Independence Measure Scores
and
Rehabilitation Length of Stay and Charges.
www.sciencedirect.com.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
tahun 2014
tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan Primer
6. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia,
2015
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT STATUS KONVULSI / EPILEPTIKUS


Status konvulsi adalah keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara
DEFINISI kejang, atau serangan yang berlangsung terus menerus selama 30
menit atau lebih.
 Lama kejang
 Sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
 Tingkat kesadaran diantara kejang
 Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga
ANAMNESIS
 Riwayat epilepsi, dan pengobatannya
 Panas, trauma kepala
 Riwayat persalinan, tumbuh kembang
Penyakit yang sedang diderita
 Tingkat kesadaran
 Pupil
 Refleks fisiologis dan patologi
 Ubun-ubun besar
 Tanda-tanda perdarahan
PEMERIKSAAN FISIK  Lateralisasi.
 Aktivitas susunan saraf simpatis: takikardi,hipertensi,keringat
berlebihan, hipersalivasi.
 Papilledema, tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Fitur neurologis juga tampak seperti tonus yang meningkatdan
refleks asimetris.
. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar obat antikonvulsan
b. Lumbal Punksi
c. Kimia darah rutin
PEMERIKSAAN 2. EEG
PENUNJANG 3.Brain Imaging
Brain imaging dengan menggunakan CT Scan dapat menentukan
tempat lesi di otak. Jika pemeriksaan CT menunjukkan keadaan
yang normal, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan MRI untuk
lebih mengkonfirmasi adanya lesi di otak.
 dua atau lebih rangkaian kejang yang berurutan
 dimana tidak ada pemulihan kesadaran diantara kejang
KRITERIA DIAGNOSIS
 atau aktivitas kejang yang terus-menerusselama lebih dari 30
menit.
Status Konvulsivus (ICD-10)
DIAGNOSIS KERJA
Status Epileptikus (ICD-10)
1. Ensefalitis
2. Heat stroke
DIAGNOSIS BANDING 3. Gangguan elektrolit (Hipernatremi, Hipokalsemi, Hipoglikemi
4. Sindrom Neuroleptik Maligna
TERAPI Stadium I (0-10 menit):
- Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
- Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II (0-60 menit):
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv
(kecepatanpemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat
diulang 15 menitkemudian.
- Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin
250 mgintravena.
- Menangani asidosis
Stadium III (0-60 - 90 menit):
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian
diazepampertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB
dengan kecepatan 50mg/menit
- Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi
• Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, risiko dan komplikasi)
• Penjelasan mengenai status epileptikus, risiko dan
komplikasi selama perawatan
EDUKASI • Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan
rekurensi
• Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge
Planning)
• Penjelasan mengenai gejala status epileptikus, dan apa yang
harus dilakukan sebelum dibawa ke RS
Ad Vitam : dubio ad bonam
PROGNOSIS Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
PENELAAH KRITIS
1. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Pedoman Tatalaksana Epilepsi edisi ke-5.
Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati E ed. Airlangga
University Press. 2014.
2. Sutter R, Ruegg S. Refractory Status Epileticus:
Epidemiology, Clinical
Aspects and Management of a Persistent Epileptic Storm.
Epileptologie 2012; 29: 186-93.
3. Brophy GM, Bell R, Claassen J, et al. Guideline for the
DAFTAR RUJUKAN
Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit
Care. Spinger. 2012.
4. Glauser T, Ben-Menchem E, Bourgeois B, et al. Updated
ILAE evidence reviem of antiepileptic drug efficacy and
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizure and
syndromes. Epilepsia. 2013;**(*):1-
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
6. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia,
2015
7. Standar Pelayanan Medik PERDOSSI
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT SINDROMA GUILLAIN-BARRE (SGB)

Sindrom Guillain–Barré(SGB) atau radang polineuropati


demyelinasi akut adalahperadangan akut yang menyebabkan
DEFINISI kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang jelas tetapi berhubu-ngan
dengan kelainan imunologis.
Kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan
dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien SGB biasanya
ANAMNESIS terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas (ascending paralysis)atau
dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang
bervariasi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Lumbal Punksi (LP)
PEMERIKSAAN
2. MRI
PENUNJANG 3. EMG/NCV
Anamnesis:
 Kelumpuhan otot berkembang cepat dari distal ke
proksimal
 Kehilangan sensibilitas yang terjadi secara simetris kiri
dan kanan
Pemeriksaan fisik:
 Dijumpai kelemahan anggota gerak secara simetris
 Hipestesia bilateral simetris
 Refleks fisiologis menurun atau hilang
KRITERIA DIAGNOSIS Pada kasus yang berat bisa dijumpai: gangguan gerak bola mata,
bicara, mengunjah dan menelan, buang air besar dan buang air
kecil, serta gangguan pernafasan
Pemeriksaan penunjang:
 Lumbal punksi (LP); dijumpai peningkatan kadar protein
(>0.55g/dl) dan sel lekosit <10/mm3 (Disosiasi sito-
albuminergik
 MRI: gambaran hiperdense radiks medulla spinalis
 EMG/NCV: perlambatan konduksi saraf

DIAGNOSIS KERJA Sindrom Guillain-Barré (AIDP dan AMAN / AMSAN)


DIAGNOSIS BANDING
1. Tindakan Plasmaferesis
2. Pemberian cairan imunoglobulin intravena (IVIg diberikan
melalui darah) dosis tinggi selama lima hari untuk peningkatan
TERAPI kekebalan tubuh.
3. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sebagai antiradang. Pada
beberapa kasus, pemberian kortikosteroid dapat membantu proses
penyembuhan.
EDUKASI
80 % penderita Guillain-Barre Syndrome akan sembuh
PROGNOSIS
sempurna walaupun memerlukan waktu beberapa minggu, bulan
hingga tahun. Sebagian akan sembuh dengan cacat berupa
lemas, kelumpuhan dan gangguan keseimbangan.
Guillain-Barre Syndrome termasuk penyakit serius dengan
ancaman kematian sekitar 2-3 % akibat gagal pernafasan dan
gagal fungsi jantung sehingga pengelolaan perlu dilaksanakan
sedini
Pada kasus yang serius, Guillain-Barre Syndrome dapat disertai
komplikasi yang membahayakan, yaitu :
PENELAAH KRITIS 1. Kegagalan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan
2. Gangguan irama dan kegagalan fungsi jantung, hipotensi, dan
kematian
DAFTAR RUJUKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Meningitis


Meningitis adalah penyakit peradangan pada meningen,
lapisan pelindung otak (dan medulla spinalis). Dengan gejala
utama demam, sakit kepala dan kaku kuduk, pasien juga bisa
mengalami mual-muntah, fotofobi, fonofobi, specific skin
rash (N. meningiditis), confuse dan penurunan kesadaran.
Insidensi 2-5/100.000 orang di negara barat, dan 10 kali lipat
di Negara berkembangEtiologi: Bakteri, virus, parasit, jamur.
Gold standard : ditemukannya pathogen penyebab pada
kultur LCS
Meningitis Bakterial Akut (A. Rizal Ganiem,2011)
Infeksi meningitis yang terjadi kurang 3 hari yang disebabkan
bakteri. Penyebab tersering adalah Neisseria meningiditis
(meningokokus), Streptococcus pneumonie (pneumokokus),
DEFINISI
dan Hemophylus influenza.
Meningitis Tuberculosis (Meiti Frida,2011)
Salah satu tuberkulosis ekstra pulmoner dan merupakan
penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) subakut dari focus
primer paru. Merupakan meningitis yang paling banyak
menyebabkan kematian dan kecacatan. Dibandingkan
meningitis bakterialis akut, perjalan penyakit meningitis
tuberculosa lebih lama dan perubahan LCS tidak begitu
hebat.
Meningitis Viral (Siti Aminah,2009)
Meningitis aseptik + meningitis viral biasanya memiliki
kelainan yang ringan dan angka kesakitan dan kematiannya
rendah. Kebanyakan disebabkan enterovirus.
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut
antara 17 hari. Gejala berupa :
1. demam tinggi
2. sakit kepala,
3. fotofobia,
ANAMNESIS 4. mialgia,
5. mual, muntah,
6. kejang,
7. perubahan status mental sampai penurunan kesadaran
8. RPD : tuberculosis, immunocompromise, penyakit
infeksi lain
Pemeriksaan fisik
• Tanda-tanda rangsang meningeal :Kaku kuduk, Brudzinki I
PEMERIKSAAN FISIK –IV, Tanda Kernig
• Funduskopi : Papil edema (TIK meningkat), tuberkel
• Gejala neurologis fokal : berupa gangguan saraf kranialis
• Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis
media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih,
arthritis (N. Meningitidis)
• Lumbal pungsi

Kontraindikasi absolut
1. Tanda-tanda peningkatan TIK : papil edem, postur
decerebrate
2. Lokal infeksi sekitar daerah penusukan
3. Bukti hydrocephalus obstruktif,edem serebri dan
herniasi di CT scan/MRI kepala

Kontraindikasi relatif
1. Sepsis atau hipotensi  stabilkankondisi
2. Gangguan koagulasi : DIC, trombosit < 50.000
3. Defisit neurologis fokal baru hemiparesis atau dysphasia
4. GCS ≤ 8
5. Epileptic seizure

• Pemeriksaan Likuor
Normal CSF
Jernih
Opening pressure 180
Leukosit : 0- 5 sel/mm3
Neutrophil : 0 - 15 %
Protein : 0,15 – 0,5 g/dl
PEMERIKSAAN
Glucose : 2,5 – 4,5 mM
PENUNJANG
CSF/blood glucose ratio : 0,6
Acute Bacterial Meningitis
Purulen, keruh
Opening pressure > 180
Leukosit : 1000-10.000 sel/mm3
Neutrophil : > 60 %
Protein : >0,5 g/dl
Glucose : < 2,5 mM
CSF/blood glucose ratio : <0,3

Viral Meningitis/meningoencephalitis
Jernih
Opening pressure > 180
Leukosit : 5 - 1000 sel/mm3
Neutrophil : < 20 %
Protein : <1,0 g/dl
Glucose : 2,5 – 4,5 mM
CSF/blood glucose ratio : >0,5

Chronic Meningitis/ Tuberculous meningitis


Jernih,cloudy
Opening pressure > 180
Leukosit : 25 - 500 sel/mm3
Neutrophil : < 50 %
Protein : >0,5 g/dl
Glucose : <2,5 mM
CSF/blood glucose ratio: <0,5

• Pemeriksaan kultur likuor dan darah


• Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

Radiologis
• Foto polos paru
• CT-Scan kepala dengan kontras

Pemeriksaan penunjang lain


Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive
Protein atau
PCR (Polymerase Chain Reaction),
Meningitis Bakterial Akut (A. Rizal Ganiem,2011)
1. Gejala dan tanda klinis meningitis, +
2. Parameter LCS abnormal : predominan PMN, rasio
glukosa LCS : darah < 0,4 +
3. Terdapat bakteri dalam LCS secara mikroskopis/
kultur positif,
Atau,
1. Gejala dan tanda klinis meningitis, +
2. Parameter LCS abnormal : predominan PMN, rasio
glukosa LCS : darah < 0,4 +
3. Kultur LCS ngatif, +
4. Satu dari berikut :
 Kultur darah positif
 Tes antigen atau PCR dari LCS menunjukkan
hasil positif
Dengan atau tanpa
- Riwayat infeksi saluran nafas atas yang baru
KRITERIA DIAGNOSIS
- Riwayat factor predisposisi seperti pneumonia,
sinusitis, otitis media, gangguan imunologi tubuh,
alkoholisme dan DM
-
Meningitis Tuberculosis (Meiti Frida,2011)
1. Gambaran klinik :
bervariasi dan tidak spesifik, dalam 2-8 minggu malaise,
anoreksia, demam, nyeri kepala yang semakin
memburuk, perubahan status mental, penurunan
kesadaran, kejang, kelumpuhan saraf kranial,
hemiparese, funduskopi : tuberkel, papil edem (tanda
peningkatan TIK)
Terbagi menjadi 3 stadium :
Stadium I (Stadium awal)
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri
kepala ringan,, malaise, demam, anoreksia, muntah,
nyeri abdomen
Stadium II (Stadium intermediate)
Gejala menjadi jelas ditemukan “drowsy” perubahan
mental, tanda iritasi meningen, kelumpuhan saraf III, IV,
VI
Stadium III (Stadium lanjut)
Mengalami penurunan kesadaran menjadi stupor atau
koma, kejang, dan dapat ditemukan hemiparese
2. Parameter LCS abnormal : peningkatan tekanan, jernih
atau xantochrom, peningkatan protein dan penurunan
glukosa, pleositosis, diff.count predominan PMN dan
limfosit
3. Kultur LCS terdapat mycobacterium tuberculosis
4. Rontgen thorax : tuberculosis aktif
5. Hasil tes PPD tuberculin bisa negative pada 10-15 %
anak & 50% dewasa
6. CT Scan kontras & MRI
Bisa dijumpai penebalan meningen daerah basal, infark,
hidrosefalus, lesi granulomatosa
Meningitis Viral / meningitis aseptic ( Siti Aminah, 2009)
1. Gejala dan tanda meningitis
2. Parameter LCS : pleositosis campuran atau limfositik,
glukosa normal, protein normal atau sedikit meningkat
3. PCR CSF merupakan baku emas : ditemukan virus
penyebab
DIAGNOSIS KERJA
EFNS,2008
1. Meningoencephalitis
2. Viral encephalitis
3. Brain abscess
DIAGNOSIS BANDING 4. Spinal epidural abscess (cervical)
5. Parameningeal infection (cranial osteomyelitis,
subdural empyema)
6. Chemical meningitis (e.g. after human IVIg therapy,
subarachnoid haemorrhage)
≤ 50 tahun
Bakteri penyebab : S. Pneumonie, N. Meningiditis,
L.Monocytogenes
1. Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari, atau
2. Ceftriaxone 2 g/12 jam +Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200
mg/kg BB/IV/hari)
3. Chloramphenicol 1 gr/6 jam +
Trimetoprim/Sulfametoxazole 20mg/kgBB/hari
TERAPI
Bila prevalensi S. Pneumioniane Resiten Cephalosporin ≥ 2%
diberikan:Cefoxtaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1g / 12
jam / IV (max. 3g / hari)

≥ 50 tahun
Bakteri penyebab : S. Pneumonie,H. Influenza, Spesies
Listeria, P. Aeroginosa, N. Meningiditis
1.Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari, atau
2. Ceftriaxone 2 g/12 jam +Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200
mg/kg BB/IV/hari)

Bila prevalensi S. Pneumioniane Resiten Cephalosporin ≥ 2%


diberikan:Cefoxtaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1g / 12
jam / IV (max. 3g / hari)Ceftadizime 2g / 8 jam / IV

Adjunctive therapy:
(dianjurkan hanya pada penderita dengan risiko tinggi,
penderita dengan status mental sangat terganggu, edem otak
atau TIK meninggi)
Deksametason 0,15 mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan
diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik

Penanganan peningkatan TIK :


- Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
- Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol
- Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara 27-30
mmHg

Spesifik terapi sesuai bakteri pathogen :


 Fungal meningitis - Cryptococcal (amphotericin B,
flucytosine, fluconazole, itraconazole), Coccidioides
immitis (fluconazole, intrathecal amphoytericin B,
itraconazole),
 Histoplasma capsulatum (liposomal amphotericin B,
itraconazole), or
 Candida (IM atau aqueous penicillin G, probenecid)
 Tuberculous meningitis (isoniazid, rifampin,
pyrazinamide, ethambutol, streptomycin)
 Parasitic meningitis – Amebic (amphotericin B,
miconazole, rifampin) atau helminthic (largely supportive)
Lyme meningitis (ceftriaxone; alternatively, penicillin G,
doxyxyxline, chloramphenicol)
Tentang lama terapi, angka kesembuhan dan kemungkinan
EDUKASI
sekuele.
Ad Vitam : dubia
Ad Sanationam : dubia
Ad Fungsionam: dubia

Mortalitas meningitis virus tanpa encephalitis < 1 %,


umumnya prognosis baik. Prognosis buruk pada usia < 2
PROGNOSIS tahun atau > 60 tahun

Mortalitas meningitis bakteri :


S. Pneumonie : 19 – 26 %
H influenzae : 3-6%
N meningitidis : 3-13%
L monocytogenes : 15-29%
Pasien meningococcal meningitis mempunyai prognosis lebih
baik disbanding pneumococcal meningitis dengan mortalitas
4 - 5%. Dan pasien meningococcemia memiliki prognosis
buruk, dengan mortalitas 20 – 30 %.
PENELAAH KRITIS
1. SOP Neurologi lengkap RS Dr. Moewardi Solo
2. SPM & SOP Neurologi Perdossi 2008
3. National Institute for Health and Clinical Excellence.
Management o bacterial meningitis and meningococcal
septicaemia in children and young
people younger than 16 years in primary andsecondary
care. Clinical guideline 102; 2010.
http://www.nice.org.uk/guidance/CG102
4. EFNS guideline on the management of community-
acquired bacterial meningitis: report of an EFNS Task
DAFTAR RUJUKAN
Force on acute bacterial meningitis in older children and
adults
5. Guidelines for the management of acute meningitis in
children and adults in South Africa TH Boyles, C
Bamford, K Bateman, L Blumberg, A Dramowski, A
Karstaedt, S Korsman, DM le Roux,
6. Infeksi pada system saraf, kelompok studi neuroinfeksi
perdossi 2011
7. Kegawatdaruratan neurologi, bag. Neurologi Unpad RSHS
Bandung
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Ensefalitis


Peradangan pada parenkim otak, difus dan atau disfungsi
DEFINISI
neuropsikologis fokal
ANAMNESIS
Tanda-tanda ensefalisis mungkin difus atau fokal: pada
ekstrem, 80% pasien dengan HSE didapatkan dengan
temuan fokal: perubahan status mental; perubahan
PEMERIKSAAN FISIK personalitas; nyeri dan kekuatan leher; tanda fokal:
hemiparase, kejang fokal, disfungsi otonom; movement
disorders;ataksia; defek nervus kranialis; disfadia;
meningismus; disfungsi sensori motor unilateral
Tes Darah dan Urine
 Hitung darah lengkap (CBC)
 Kadar elektri\olit serum biasanya normal.
 Tingkat glukosa serum.
 Blood urea nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin.
 Lumbal pungsi (LP)
PEMERIKSAAN
Studi Mengidentifikasi agen infeksi
PENUNJANG
 Kultur virus
 Antibodi fiksasi komplemen berguna dalam
mengidentifikasi arbovirus.
 Antibodi heterofil dan pengujian aglutinin dingin
untuk epstein-barr virus (EBV)
 Tes serologi untuk toksoplasmosis.
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
California, Ensephalitis; CBRNE—Venezuelan Equine
Ensephalitis; Eastern Equine Encephalitis; Herpes Simplex
DIAGNOSIS BANDING Encephalitis; HIV-Associated Cytomegalovirus
Encephalitis; Japanese Encephalitis; St. Louis; Western
Encephalitis
TERAPI
EDUKASI
Pronosis tergantung pada virulensi virus dan status
kesehatan pasien. HSE diobati memiliki mortalitas 50-75%.
Hasil arboviral JE dan EEE adalah buruk dengan angka
kematian yang tinggi dan morbilitas berat, termasuk
PROGNOSIS keterbelakangan mental, hemiplegia, dan kejang. Ensefalitis
VZV memiliki angka kematian 15-100% pada pasien
immunocompromised. Angka kematian untuk ensefalitis
EBV adalah 80%, dengan morbiditas substansial 12%.
Rabien ensefalitis akut hampir 100% fatal, meskipun ada
yang selamat, tetapi jarang dilaporkan dalam literatur
medis.
 Prodromal Virus biasanya beberapa hari dan terdiri
dari demam Nyeri kepala, mual, muntah, lesu dan
mialgia.
 Prodromal tertentu dalam ensefalitis yang di
sebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV),
Epstein-Barr Virus(EBV), Cytomegalovirus
(CMV), virus campak, virus mimps: ruam,
limfadenopati, hepatoplenomegali, dan pembesaran
parotid.
PENELAAH KRITIS  Disuria dan pyuria dilaporkan dengan encephalitis
st. Louis. Latargi ekstrim pada West Nile Ensefalitis
(WNE)
 Gejala neurologis difus atau fokal: perubahan
perilaku dan kepribadian, dengan menurunnya
tingkat kesadaran; nyeri leher, kekuatan; fotofobia;
letargi; kejang umum atau fokal; acute confusion
atau amnestic states; flacciad paralysis ( 10% dari
pasien dengan WNE)

DAFTAR RUJUKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Hidrosefalus

Suatu gangguan hemodinamik serebrospinal dimana terjadi


peningkatan volume cairan di dalam susunan saraf pusat
karena gangguan dalam proses pembentukan, aliran, atau
DEFINISI penyerapan cairan serebrospinal (CSS) yang dapat terjadi
secara akut maupun kronis.
Hidrosefalus sapat terjadi pada usia bayi sampai usia lanjut.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan laboratorium; tidak ada pemeriksaan darah yang
spesifik untuk menunjukkan hidrosefalus. Test genetk dan
konseling di rekomendasikan jika terdapat kemungkinan
hidrosefalus secara genetik.

Pemeriksaan radioligi; ada foto rontgen kepala polos lateral,


tampak kepala yang membesar dengan
disproporsikraniofasial, tulang yang menipis dan sutera
melebar. Pada CT scan kepala dan MRI kepala sistem
ventrikel dan jaringan intrakranial tampak lebih jelas.

CT scan atau MRI kriteria untuk hidrosevalus berupa :


PEMERIKSAAN
PENUNJANG  Ukuran kedua temporal horns lebih besar dari 2 mm,
jelas terlihat.
 Rasio terlebar dari frontal horns untuk diameter
biparietal maksimal.evans ratio lebih besar dari 30%
pada hidrosefalus.
 Tanda pada frontal horn dari ventrikel lateral dan
ventrikel ketiga (mickey mouse ventricle) dapat
mengidikasikan obstruksi aquaduktal.
 ventrikel ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam
sella tursica.
 Macro krania dimana lingkaran oksipito frontal
>98%.
 Korpul kalosum dapat mengalami atrofi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS BANDING
TERAPI
EDUKASI
PROGNOSIS
PENELAAH KRITIS
DAFTAR RUJUKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Tumor Serebral (Otak)

Tumor serebral adalah massa serebral baik primer maupun


DEFINISI sekunder yang memberikan gambaran klinis proses desak
ruang dan atau gejala fokal neurologi.

 Sakit kepala yang memburuk terutama di malam hari


 Mual dan muntah bersamaan dengan sakit kepala yang
memberat
 Penurunan kesadaran
ANAMNESIS  Paresis saraf-saraf kranialis
 Perubahan mood, memori, atau kemampuan untuk
berkonsentrasi
 Gangguan fungsi kognitif dan memori
 Kejang
 Kelemahandan/ataurasabaal,tinglingpadaekstremitas.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan neurologis, funduskopi, fungsi luhur (MMSE
dan Moca-Ina),neurooftalmologi.
• CT Scan dengan kontras
• MRI dengan kontras
• MR Spectroscopy
PEMERIKSAAN • Fungsi luhur
PENUNJANG • EEG/EMG/BAEP atas indikasi
• Foto thoraks
• Tumor marker
• Biopsi tumor
• Sitologi cairan serebrospinal (plus flowcytometri)
Untuk mendiagnosis tumor otak didasarkan pada :
 Gejala-gejala yang muncul.
 Tanda-tanda yang terjadi.
 Pemeriksaan penunjang

Gejala-gejala yang muncul disebabkan karena :


KRITERIA DIAGNOSIS  Pendesakan tumor ke jaringan sekitarnya dan sudah
dapat dideteksi sejak ukuran tumor 40 gram.
 Adanya tekanan intra kranial (TIK) yang meninggi.

Gejala yang muncul :


1. Nyeri kepala yang bersifat
 Berdenyut.
 Inter mitten.
 Pagi hari lebih nyeri.
 Bertambah dengan bersin, mengejan, dan batuk.
 15% - 95% merupakan gejala dini.
2. Muntah
 Proyektil.
 Terutama pagi hari.
3. Penglihatan kabur disebabkan karena pupil oedema
atau pupil atrofi.
4. Penglihatan dobel disebabkan karena tertekannya
nervus kranialis III, IV, VII.
5. Kejang bisa berupa kejang fokal atau umum. Kejang
bisa sebagai gejala dini pada tumor cerebri.
6. Gangguan perilaku bia berupa hilangnya ingatan,
kelemahan konsentrasi, masalah pada bicara dan
pikirang\, serta peningkatan frekuensi tidur.
7. Gangguan kesadaran TIK yang meningkat bisa terjadi
herniasi. Tanda-tanda herniasi adalah kesadaran
menurun, hipertensi, bradikardi, cheyne stoke, dan
miosis.

Tanda-tanda tumor otak berupa :


1. Tanda lokal yang tidak sesuai dengan letak tumor.
 Kelumpuhan saraf 3,4,6.
 Reflek patologis positif di kedua sisi.
 Gangguan perilaku.
 Gangguan endokrin.
 Ensefalomalasia.
2. Tanda fokal yang terjadi dan sesuai letak tumor bisa
terjadi di :
 Lobus frontalis akan didapatkan: nyeri kepala,
papil edema, kejang, reflek memegang, anosmia,
dan gangguan perilaku.
 Lobus presentralis: kejang fokal kontralateral,
hemiparesis kontralateral, paraparesisinferior, dan
gangguan miksi.
 Lobus temporalis: hemianopsia, tinitus, halusinasi
auditorik, ataksia sensorik, dan apraksia
 Lobus parientalis: astereognosia, ataksia sensorik,
agnosia, apraksia,dan reaksi rangsang protopatik
yang berlebihan.
 Lobus oksipitalis: nyeri kepal, gangguan medan
penglihatan, dan agnosia visual.
 Serebelum: gangguan koordinasi, vertigo dan
ataksia.
DIAGNOSIS KERJA Untuk mendiagnosis tumor otak metastase biasanya
menggunakan MRI Kepala atau CT scan Kepala.
• Tumor otak primer
• Tumor otak metastasis
DIAGNOSIS BANDING • Abses otak
• Tuberkuloma
• Toksoplasma
• Limfoma
TERAPI
Breaking the bad news dan family meeting tentang:
 Penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, risiko dan komplikasi)
EDUKASI  Penjelasan mengenai tumor otak, risiko dan komplikasi
selama perawatan
 Penjelasan mengenai prognosis, pola hidup, dan
pencegahan rekurensi
 Penjelasan program pemulangan pasien (discharge
planning) dan perawatanrumah (homecare)
Umur yang sangat muda dan tua prognosisnya lebih jelek.
PROGNOSIS Pasien yang bertahan samapi 2 tahun setelah terdiagnosis
mempunyai setidaknya 70% kesempatan hidup sedikitnya 5
tahun.
PENELAAH KRITIS
DAFTAR RUJUKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

NAMA PENYAKIT Spondilitis TB


DEFINISI
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil
peningkatan Laju Endapan Darah (LED) dan
tuberkulin tes positif.

2. Foto Rontgen
Foto polos vertebra menunjukkan gambaran destruksi
korpus vertevra terutama dibagian anterior, kolaps
vertebra, diskus intervertebralis menyempit bahkan
hancur, juga gambaran abses paravertebra, berupa
bayangan di daerah paravertebra.

PEMERIKSAAN 3. Computed Tomography (CT)Scan


PENUNJANG Pemeriksaan menunjukkan gambaran tulang, jaringan
lunak sekitar vertebra dan dalam kanalis dengan lebih
jelas. CT Scan dapat mendeteksi keruskan tulang
yang baru timbul serta lebih efektif untuk melihat
bentuk tulang dan klasifikasi abses paravertebra yang
merupakan gambaran klasik dari penyakit pott.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Merupakan pilihan pencitraan karena dapat melihat
tulang maupun jaringan lunak yang terkena dan
penyebaran dibawah ligamentum longitudinal anterior
dan posterior, juga dapat membedakan antara
tuberkulosis dan piogenik.
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
Infeksi TB dapat dibedakan dengan infeksi piogenik yang
menunjukkan gejala nyeri di daerah infeksi yang lebih berat.
Selain itu juga terdapat gejala bengkak, kemerahan, dan
pasien akan tampak lebih soksis dengan perjalanan yang
DIAGNOSIS BANDING lebih singkat dan mengenai lebih dari 1 tingkat vertebra.
Tetapi gambaran yang spesifik tidak ada sehingga apondilitis
TB sulit dibedakan dengan infeksi piogenik secara klinis.
Selain itu spondilitis TB juga dapat dibedakan dengan tumor,
yang menunjukkan gejala tidak spesifik.
TERAPI
EDUKASI
Dengan spondilitis TB, prognosis tergantung pada usia dan
PROGNOSIS kesehatan umum pasien, tingkat keparahan dan durasi defisit
neurologis dan perawatan yang dipilih.
PENELAAH KRITIS
DAFTAR RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai