Anda di halaman 1dari 88

ASUHAN KEPERAWATAN

STROKE

Oleh :
H. Sukma Wicaturatmashudi, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB
Gejala neurologis yang timbul mendadak
akibat terganggunya peredaran darah di otak
akibat oklusi pembuluh darah atau rupturnya
pembuluh darah intrakranial.

BRAIN ATTACK
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI BERDASARKAN PENYEBAB

1. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu. Biasanya terjadi saat pasien melakukan aktifitas atau
saat aktif tetapi bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.

2. Stroke Non Hemoragik


Stroke tipe ini dapat berupa iskemik, emboli dan trombosis serebral.
Biasanya terjadi saat setelah lama istirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi iskemi yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran pasien
umumnya baik.
FAKTOR RISIKO
Non Reversible

Faktor resiko non reversible adalah jenis


kelamin, usia, ras dan keturunan. Semua
insiden stroke lebih tinggi pada pria daripada
wanita. Resiko stroke meningkat pada usia
lanjut. Stroke lebih sering ditemukan pada kulit
putih.
REVERSIBLE

 Faktor resiko yang potensial reversible


termasuk hipertensi, penyakit jantung, DM,
abnormalitas kadar lipid darah dan gaya
hidup.

 Resiko stroke meningkat pada orang


dengan lebih dari satu faktor resiko. Pada
beberapa penelitian, resiko stroke
meningkat pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral.
KELAINAN JANTUNG PENYEBAB
STROKE ISKEMIK

 Fibrilasi atrium (AF)


 Lesi ventrikel/intraventrikel kiri
Recent MCI (ant), aneurisma ventrikel,segmen
akinetik, dilated cardiomyopathy, mural
trombus
 Lesi ventrikel/intraventrikel kanan
ASD, PFO, trombus LA, myxoma
 Lesi valvular
Kel.katup kongenital, MS, mechanic or bioprosthetic
valve, kalsifikasi anulus mitral, kalsifikasi aorta

 Cardiac procedures
Kateterisasi jantung, CABG, PTCA, Valvuloplasty,
IABP, transplantasi
GEJALA KLINIS STROKE
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak
dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang
memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala
peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala
neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-
gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam
setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya
pagi hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan
sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama
sekali.

Pada malam harinya tidak pernah terjadi kelemahan yang berangsur-


angsur menjadi lumpuh maka penyebabnya adalah bukan penyakit
primer pada pembuluh darah otak tetapi oleh sebab lain misalnya
tumor yang menekan pembuluh darah otak. Keadaan ini disebut
“stroke syndrome”.
STROKE HEMISPHERIC
Gejala ini tergantung pada daerah otak yang terkena gangguan.
Fungsi otak dibagian-bagian otak berbeda-beda misalnya
didaerah frontal merupakan pusat memori dan intelegensia
sehingga jika terganggu maka gejala yang timbul adalah
gangguan intelegensia. Adapun daerah hemisfer otak yang
sering terkena stroke adalah :

1. Sistem motorik
Timbul kelumpuhan badan sebelah disebut hemiparese atau
lumpuh total disebut hemiplegia. Pada stroke hemisfer, gejala
ini adalah yang paling sering ditemukan
2. Sistem sensorik
Gejala dapat berupa rasa kebal/baal dan
kesemutan disebut hemi hyposthesia.

3. Gejala syaraf otak


Syaraf kranial yang sering terkena adalah
syaraf VII (wajah menjadi mencong), syaraf XII
(tidak mencong tapi bicara pelo), lebih jarang
adalah terkenanya lapang pandang berupa
kehilangan penglihatan sebelah
(hemianopia).
Gejala yang khas sekali adalah gejala gangguan
fungsi tubuh yang berupa gangguan bicara
yang disebut aphasia/dysphasia, gangguan
mengenal benda disebut agnosia atau
kehilangan kemampuan mengerjakan sesuatu
misalnya tidak dapat menulis (agraphia), tidak
dapat berpakaian, gangguan kehilangan
kemampuan melakukan sesuatu dinamakan
apraksia.
STROKE VERTEBRABASILER
 Gangguan fungsi otak kecil (serebelum) berupa
gangguan keseimbangan jalan/sempoyongan
(ataksia) dan gangguan koordinasi berupa kesulitan
untuk mengkoordinasi gerakan misalnya dalam
memegang barang dari suatu tempat. Gangguan
pengeluaran suara juga timbul berakibat dysarthria.
 Gangguan vertigo (kepala seperti berputar)
 Gangguan syaraf otak yang sering terkena adalah
gangguan syaraf bola mata berupa diplopia karena
parese syaraf otak III (okulomotorius), N IV dan N VI
baik tersendiri maupun kombinasi, N IX dan N X yang
dapat mengakibatkan kesulitan menelan. Gangguan
yang jarang adalah N V yang menyebabkan rasa baal
sebelah muka.
DIAGNOSIS STROKE

 Defisit timbul mendadak


Intensitas mencapai maksimal dalam 24 jam,bertahap
atau langsung maksimal

 Ditemukan kelainan fokal neurologi

 Gejala umum lain


Sakit kepala, mual, muntah, sinkope, koma,kaku kuduk,
kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG

ANGIOGRAFI SEREBRAL

 Membantu menentukan penyebab stroke secara


spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri,
adanya titik oklusi atau ruptur.

PUNKSI LUMBAL

 Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya


adanya trombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya inflamasi.
CT SCAN
 Memperlihatkan adanta edema, hematoma, iskemia dan
infark

MRI
 Menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, MAV.

SINAR X TENGKORAK
 Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subaraknoid.
USG DOPPLER

 Mengidentifikasi penyakit arterio vena (masalah


sistem arteri karotis)

EEG
 Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah yang
spesifik.

PET (POSITRON EMISSION TOMOGRAFI)


 Menunjukkan aktifitas kimia dari otak dan memberikan
gambaran yang baik dari tingkat kerusakan jaringan
sesudah stroke maupun fungsi aktual organ.
SPECT (SINGLE POTRON EMSSION COMPUTED
TOMOGRAPHY)
 Pemeriksaan ini berguna dalam mendeteksi luas dan
lokasi area perfusi yang abnormal di otak.
Kontraindikasi pada ibu hamil dan menyusui.

RADIONUCLIDE IMAGING STUDIES (BRAIN SCAN)


 Pemeriksaan ini berguna dalam deteksi awal dan
evaluasi stroke.

ARTERIOGRAFI
 Menunjukkan adanya sumbatan darah servikal dan
serebrovaskuler, plak dan MAV.

PEMERIKSAAN XANTOKROMIK
 Pemeriksaan yang dilakukan jika terrjadi perdarahan
yang banyak.
Stroke iskemik
Stroke hemoragik
TATALAKSANA

 mempertahankan kehidupan
 meminimalkan deformitas residual
 mengurangi TIK
 mencegah kekambuhan
Stroke Akut di Unit Gawat Darurat

Waktu adalah otak. Ungkapan tersebut


menunjukkan betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin karena
“jendela terapi” dari stroke hanya 3-6
jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat
dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
HAL YANG HARUS DILAKUKAN
 stabilisasi pasien dengan tindkan ABC
 pertimbangkan intubasi intravena bila kesadaran stupor
atau koma atau gagal nafas
 pasang infus intravenadengan larutan salin normal0,9%
dengan kecepatan 20 ml/jam
 berikan oksigen 2-4 lt/menit
 jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
 buat rekaman EKG dan foto rontgen toraks
 ambil sampel untuik pemeriksaan darah : pemeriksaan
darah perifer dan trombosit, kimia darah, masa protombin
dan masa tromboplastin parsial
 jika ada indikasi lakukan tes : kadar alkohol, fungsi hati,
gas darah arteri dan skrining toksikologi.
 Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
 CT scan atau MRI bila ada, jika tidak ada gunakan skor
Siriraj untuk tentukan jenis stroke.
SIRIRAJ SCORE

( 2,5 (K) + 2 (M) + 2 (C) + 0,1 (D) ) - (3 (A) + 12)

 > 1 = HEMORAGIK
 ± 0,5 = BORDERLINE
 < 1 = NON HAEMORAGIC

KET :
 K = Kesadaran ==== < 13 = 1
13 – 15 = 0
 M = Muntah ======= jika muntah = 1
Tidak muntah = 0
 C = Cheplagia ====== jika chepalgia = 1
Tidak ada chepalgia = 0
 D = Diastolik ===== kalikan dengan nilai diastole
 A = Atrum ====== jika ada penyerta = 1
Tidak ada penyerta = 0
STROKE ISKEMIK
1. Batasi atau memulihkan iskemik akut yang
sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trobilisi rt-PA (recombinant
tissue plasminogen activator). Pengobatan ini
hanya boleh diberikan pada stroke iskemik
dengan onset < 3 jam dan hasil CT scan normal.
Obat ini sangat mahal dan hanya dapat
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan
dengan stroke yang masih berkembang (jendela terapi
sampai 72 jam). Progresifitas stroke terjadi pada 20-
40% pasien stroke iskemik yang dirawat dengan resiko
terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala.
Perburukan klinis dapat disebabkan oleh salah satu
mekanisme berikut ini :

Edema progresif dan pembengkakan akibat infark. Umum terjadi


pada infark luas. Edema otak umumnya mencapai puncak pada 3-5
hari setelah onset stroke dan jarang menimbulkan gejala pada 24
jam pertama. Terapi dengan manitol bermanfaat dan hindari
cairan hipotonik. Steroid tidak efektif.
Ekstensi teritori infark. Ini dapat disebabkan trombosis yang
progresif dalam pembuluh darah yang tersumbat (misal infark
batang otak yang progresif pada seorang pasien dengan trombosis
arteri basilaris) atau kegagalan perfusi distal yang berhubungan
dengan stenosis atau oklusi yang lebih proksimal (misal perluasan
infark zona pembatasan internal pada seorang pasien dengan oklusi
arteri karotis interna). Heparin dapat mencegah trombosis yang
progresif dan optimalisasi status volume dan tekanan darah yang
dapat menyerupai kegagalan perfusi.

Konversi hemoragis. Masalah ini dapat diketahui dari hasil radiologis


tetapi jarang menimbulkan gejala klinis. Tiga faktor utama adalah
lansia, ukuran infark yang besar dan hipertensi akut. Jangan
memberikan antikoagulan pada pasien dengan resiko tinggi selama
48-72 jam pertama setelah onset stroke. Bila ada hiperttensi obati
pasien dengan antihipertensi.
3. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari
sejak onset gejala stroke). Sekitar 5% pasien
yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami
serangan yang kedua dalam 30 hari pertama.
Resiko yang paling tinggi (>10%) pada pasien
dengan stenosis karotis yang berat dan
kardioemboli serta paling rendah (1 %) pada
pasien dengan infark.
PROTOKOL TATALAKSANA
STROKE ISKEMIK
 Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/KgBB
(dosis maksimum 90 mg). 10 % diberikan bolus
iv dan sisanya diberikan perdrip dalam waktu 1
jam jika onset gejala stroke dapat dipastikan
kurang dari 3 jam hasil CT scan otak tidak
memperlihatkan infark dini yang luas.

 Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk


pasien dengan aritmia jantung atau iskemik
miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respon
cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5
mg iv atau verapamil 5-10 mg iv atau amiodaron
200 mg drip dalam 12 jam.
 Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak
boleh diturunkan dengan cepat karena dapat
memperluas stroke dan perburukan neurologis. Aliran
darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang
meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang
mendapat perfusi marginal atau penumbra iskemik.

Tekanan darah yang terlalu tinggi juga kurang baik


karena dapat menyebabkan infark hemoragik dan
memperhebat edema serebri oleh sebab itu pedoman
pelaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut
adalah bila terdapat salah satu hal berikut :

Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi


non neurologis (iskemik miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna, nefropati hipertensif, diseksi aorta)
Hipertensi diobatai jika tekanan darah sangat tinggi pada 3
kali pegukuran selama 15 menit (sistolik lebih dari 220 mmHg,
diastolik lebih dari 120 mmHg, tekanan arteri rata-rata
lebih dari 140 mmHg, Pasien adalah kandidat trombosis iv
dengan rt- PA dimana TD sistolik lebih dari 180 mmHg dan
diastolik lebih dari 110 mmHg.)

 Pertimbangkan observasi di unit intensif pada pasien


dengan tanda klinis atau radiologis adanya infark
hemisfer atau serebellum yang masif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam
evolusi.
 Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi
pada pasien infark serebelum yang luas.
 Pertimbangkan CT scan dan MRI pada pasien stroke
vertebrobasiler atau atau sirkulasi posterior atau
infark tidak nyata pada CT scan
 Pertimbangkan pemberian heparin iv dimulai dosis 800
unit per jam, 20000 unit dalam 500 ml normal salin
dengan kecepatan 20 ml/jam sampai masa
tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada
kondisi berikut ini :

Kemungkinan besar stroke kardioemboli


TIA atau infark karena stenosis karotis
Stroke dalam evolusi
Diseksi aorta
Trombosis sinus
 Pemeriksaan penunjang neurovaskuler diutamakan
yang non invasif. Pemeriksaan berikut dianjurkan
pada pasien infark serebri.
Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber
emboli dari jantung. Pada banyak pasien,
ekokardiografi transtorakal sudah memadai.

Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil


yang lebih detail terautama kondisi atrium kiri dan
arkus aorta serta lebih sensitif untuk mendeteksi
trombus mural atau vegetasi katup

USG Doppler karotis diperlukan untuk


menyingkirkan stenosis karotis yang simptomatis
serta lebih dari 70 % yang merupakan indikasi
untuk endarterektomi karotis.
 Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada
pasien tertentu :

USG Doppler transkranial dapat dipakai untuk


mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intra
kranial besar. Gelombang intra kranial yang
abnormal dan pola aliran kolateral dapat dipakai
untukmenentukan apakah suatu stenosis pada
leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang
bermakna.
Angiografi resonansi magnetic dapat dipakai
untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri
ekstrakranial atau intrakranial
Pemantauan Holter dapat dipakai untuk
mendeteksi fibrilasi atrium intermitten
STROKE HEMORAGIK
1. Singkirkan kemungkinan koagulopati :
pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal.
Jika masa protrombin memanjang
berikan plasma beku segar (FFP) 4-8
unit iv tiap 4 jam dan vitamin K 15 mg iv
bolus kemudian 3x sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin
normal. Koreksi antikoagulan heparin
dengan protamin sulfat 10-15 mg lambat
bolus ( 1 mg mengkoreksi 100 unit
heparin)
2. Kendalikan hipertensi : berlawanan dengan infark
serebri akut, pendekatan pengendalian tekanan darah
yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan
perdarahan intraserebral akut, karena tekanan tinggi
dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma
serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang.
Tekanan darah sistolik dari 180 mmHg harus
diturunkan sampai 150-180 mmHg dengan labetalol
( 20 mg iv dalam 2 menit ulangi 40-80 mg iv dalam
interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan,
kemudian infus 2 mg/menit (120ml/jam) dan dititrasi
atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25 mg
2-3 kali sehari) atau antagonis kalsium (misal
nifedipin oral 4x10 mg)
3. Pertimbangkan konsultasi bedah syaraf bila
perdarahan serebelum dengan diameter > 3
cm atau volume > 5 ml untuk dekompresi
atau pemasangan lintasan
ventrikuloperitoneal bila hidrosefalus
obstruktif akut atau kliping aneurisma.

4. Pertimbangkan angiografi untuk


menyingkirkan aneurisma atau malformasi
arterivenosa. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pasien usia muda (<50 tahun yang
nonhipertensif)
5. Berikan manitol 20% (1mg/KgBB, IV dalam 20-30
menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-
tanda tekanan intrakranial yang meninggi atau
ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti efektif pda
perdarahan intraserebral. Steroid hanya dipakai
pada kondisi ancaman herniasi transtentorial.
Hiperventilasi dapat dilakukan untuk membantu
menurunkan tekanan intrakranial.
6. Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/KgBB Iv,
kecepatan maksimal 50 mg/menit atau peroral) pada
pasien dengan perdarahan luas dan derajad
kesadaran menurun. Umumnya anti konvulsan hanya
diberikan bila aktifitas kejang. Namun terapi
profilaksis beralasan jika kondisi pasien cukup kritis
dan membutuhkan intubasi terapi tekanan
intrakranial meningkat atau pembedahan.
7. Pertimbangkan terapi hipervolemik untuk mencegah
vasospasme bila secara klinis fungsi atau CT scan
menunjukkan perdarahan subarachnoid subakut
primer.
8. Perdarahan Intraserebral :
Obati penyebabnya
Turunkan TIK
Berikan neuroprotektor
Tindakan bedah dengan pertimbangan usia dan skala
GCS (lebih dari 4) hanya dilakukan pada pasien :
perdarahan serebelum dengan diameter lebih
dari 3 cm (kraniotomi dekompresi)
hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum
perdarahan lebar 60 cc dengan tanda-tanda
peningkatan TIK akut dan ancaman
herniasi
9. TIK yang meninggi pada pasien stroke dapat
diturunkan dengan salah satu cara atau gabungan
berikut ini :
Manitol bolus , 1 gr/KgBB dalam 20-30 menit
kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 gr/KgBB
setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolalitas 300-320 mOsm/liter.
Gliserol 50%/oral, 0,25-1 gr/KgBB setiap 4-6 jam
atau gliserol 10% IV 10 ml/KgBB dalam 3-4 jam
(untuk edema serebri ringan sampai sedang)
Furosemide 1 mg/KgBB IV.
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen
hiperbarik sampai PCO2 sama dengan 29-35 mmHg
Steroid tidak diberikan secara rutin dan masih
kontroversial
Tindakan kraniotomi dekompresif
10. Perdarahan Subarachnoid :
Nimodipin dapat diberikan untuk
mencegah vasospasme dengan perdarahan
subarachnoid primer akut

Tindakan operasi dapat diberikan pada


perdarahan subarachnoid stadium 1 dan 2
akibat pecahnya aneurisme sakularbery
(klipping) dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.
PERAWATAN UMUM

 Demam : demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan


harus diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau
kompres dingin
 Nutrisi : klien stroke beresiko tinggi untuk aspirasi. Bila klien sadar
tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu
sendok teh air putih kepada klien dengan posisi badan setengah
duduk dan kepala fleksi ke depan sampai dagu menyentuh dada,
perhatikan apakah klien tersedak atau batuk dan apakah suaranya
berubah (negatif).
 Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan pada klien stroke
dan harus dikoreksi dengan kristaloid isotonis
 Glukosa : hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan
eksaserbasi iskemia. Hiperglikemia harus dicegah dengan skala luncur
setiap 6 jam selama 3-5 jam hari sejak onset stroke.
 Perawatan baru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk
mencegah atelektasis paru pada klien yang tidak bergerak.
 Aktifitas : mobilisasi harus dilakukan dan
fisioterapi sedini mngkin untuk mempercepat
restorasi fungsi-fungsi otak yang terganggu.
Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan
diobati sedini mungkin.
 Profilaksis trombosis vena dalam : klien stroke
iskemik dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin iv harus diobati dengan
heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap
12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah
pembentukan trombus dalam vena profunda.
 Perawatan vesika : kateter urin digunakan dengan
pertimbangan khusus (kesadaran menurun,
demensia, afasia global). Pada klien sadar dengan
gangguan berkemih, kateterisasi intermiten
secara steril setiap 6 jam. Latihan vesika harus
dilakukan sedini mungkin bila klien sudah sadar.
KOMPLIKASI

 Neurologi
Edema serebri, hidrosefalus, TIK
meningkat,kejang, transformasi
hemoragik, rekurens stroke, depresi
 Pulmonal
Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi,
atelektasis,aspirasi, peumonia
 Kardiologi
MCI, aritmia, DVT, emboli paru
 Gastrointestinal/Nutrisi
Stress ulcer, GI bleeding, konstipasi,
dehidrasi, gangguan elektrolit,
hiperglikemia, malnutrisi
 Urinari
Inkontinensia, infeksi sal. Kemih
 Ortopedi/Dermatologi
Kontraktur, kapsulitis sendi bahu, fraktur,
dekubitus
DIAGNOSIS KEPERAWATAN

 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan penghentian aliran darah oleh SOL
( hemoragi, hematoma); edema serebral (respon
local atau umum pada cedera, perubahan metabolic,
takar lajak obat/ alcohol); penurunanTD sistemik/
hipoksia (Hipovolemia, disaritmia jantung)
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler; kerusakan persepsi/
kognitif; obstruksi trakeobronkial
 Perubahan persepsi- sensori berhuibungan dengan
perubahan transmisi dan/ atau integrasi
 Potensial Gangguan jalan nafas
 Gangguan Pemenuhan Nutrisi
 Gangguan Pola Eliminasi
 Gangguan Mobilisasi Fisik
 Potensial Terjadi Infeksi
 Gangguan Proses berfikir
 Potensial Gangguan Komunikasi verbal
 Gangguan Rasa nyaman
 Potensial Kekurangan cairan
 Potensial Gangguan Integritas kulit
 Potensial terjadi trauma
 Ketergantungan dalam merawat diri
sendiri
 Potensial terjadi meningkatnya T.I.K.

Anda mungkin juga menyukai