Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS RSUD PURWOREJO

Presentan : dr. Melania Testudinaria


Pembimbing : dr. Atitya Fithri K, M. Sc., Sp. S
dr. Murgiyanto, Sp. S
dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S
Kamis, 25 Agustus 2016
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Masuk RS
No RM

: Ny. M
: 43 tahun
: Wanita
: Islam
: Butuh, Purworejo
: SD
: Ibu Rumah Tangga
: 9 Agustus 2016
: 330601200372xxx

ANAMNESIS
Diperoleh dari pasien
KELUHAN UTAMA
Kelemahan keempat anggota gerak.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan kedua tungkai serta lengannya
terasa berat. Pasien masih dapat menggenggam benda, namun sulit untuk mengangkat lengan,
sehingga kesulitan melakukan kegiatan seperti menyisir rambut. Pasien masih dapat berdiri
dan berjalan dengan rambatan, namun kesulitan terutama bila berubah posisi dari jongkok ke
berdiri. Dikatakan sehari sebelumnya pasien bekerja seharian, memasak untuk acara
tetangganya. Disangkal ada kesemutan, kebas-kebas, nyeri leher, nyeri boyok, nyeri tertusuk
maupun panas terbakar di ekstremitas, nyeri kepala, kelemahan daerah wajah, gangguan
BAB/BAK, demam, muntah, diare, trauma sebelumnya, maupun gangguan pernapasan.
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh kelemahan keempat anggota
geraknya semakin memberat, pasien semakin sulit mengangkat lengan dan berjalan. Pasien
juga mengeluhkan nyeri di kedua paha, terutama bila mencoba menggerakkan kedua
tungkainya. Pasien berobat ke puskemas, diagnosis dan terapi tidak diketahui, namun keluhan
tetap tidak membaik.
Hari masuk rumah sakit keluhan kelemahan anggota gerak dan nyeri menetap. Pasien
kemudian periksa ke IGD RSUD Purworejo dan disarankan mondok.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Didapatkan:
- Riwayat keluhan serupa, berulang 3 bulan dan 6 bulan sebelumnya. Terdapat kelemahan
keempat ekstremitas, namun membaik sendiri dalam 1 hari dengan istirahat, tanpa gejala
sisa.

- Riwayat gastritis.
Disangkal:
- Riwayat demam, diare, muntah-muntah.
- Riwayat trauma.
- Riwayat adanya kontak dengan bahan-bahan kimia (obat-obatan, alkohol, makanan
kaleng, insektisida jangka panjang)
- Riwayat penggunaan obat-obatan kortikosteroid
- Riwayat banyak berkeringat, jantung berdebar, gemetar pada tangan.
- Riwayat benjolan/tumor di leher maupun bagian tubuh lain.
- Riwayat tekanan darah tinggi, DM, kolesterol tinggi, stroke.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Disangkal keluhan sakit serupa.
- Disangkal riwayat tekanan darah tinggi, DM, kolesterol tinggi, stroke, penyakit jantung,
tumor, maupun alergi pada keluarga.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien tinggal bersama suami dan seorang anaknya. Sehari-hari pasien bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Kondisi ekonomi menengah, biaya pengobatan menggunakan BPJS non
PBI, tidak memiliki masalah dengan keluarga maupun lingkungan.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskuler
Sistem respirasi
Sistem gastrointestinal
Sistem muskuloskeletal
berulang
Sistem integumentum
Sistem urogenital

: tidak ada keluhan


: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan
: kelemahan keempat anggota gerak, bersifat mendadak dan
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan

RESUME ANAMNESIS
Seorang wanita usia 43 tahun dengan keluhan kelemahan keempat anggota gerak
disertai nyeri di otot paha yang berlangsung akut. Terdapat dua kali riwayat keluhan serupa
yang membaik dengan sendirinya.
DISKUSI I
Kelemahan anggota gerak yang berlangsung akut merupakan suatu gejala yang
mengarahkan pada banyak penyakit dengan berbagai macam topis, seperti gangguan di
intrakranial (stroke, perdarahan intrakranial akibat tumor atau trauma), medula spinalis
(inflamasi/myelitis, infeksi, perdarahan, trauma), sistem saraf perifer (Guillain-Barre
syndrome), neuromuscular junction (myastenia gravis, keracunan organofosfat, botulisme),
kelainan otot (miositis, miopati metabolik), maupun kelainan sistemik (hipoglikemia, paralisis
periodik akibat gangguan elektrolit) (Asismos, 2013)
Sebagian diagnosis banding ini dapat diekslusi melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada kelemahan akibat proses intrakranial, bentuk kelemahan biasanya hemiparese

dengan keterlibatan nervus kranialis dan tanda sentral lainnya. Pada gangguan di medula
spinalis akan didapatkan keterlibatan sensoris yang segmental serta gangguan otonom. Dari
anamnesis didapatkan adanya keluhan kelemahan keempat anggota gerak yang bersifat
mendadak dan berulang. Keluhan tersebut tidak disertai adanya keluhan kesemutan, tebaltebal, gangguan pernapasan, maupun gangguan BAB/BAK. Gambaran klinis tersebut dapat
mengarah pada kecurigaan suatu proses metabolik (hipokalemia) ataupun proses autoimun.
Guillain-Barre Syndrome (GBS)
Guillain-Barre Syndrome (GBS) merupakan penyakit autoimun yang mempengaruhi
sistem saraf perifer dan biasanya didahului adanya proses infeksi akut sebelumnya. GBS
merupakan gangguan inflamatorik saraf perifer, yang memiliki karakteristik adanya
kelemahan, sensasi kesemutan atau tebal-tebal pada kaki dan tangan. Biasanya gejala dapat
berat dan muncul sebagai paralisis ascenderen yang ditandai dengan kelemahan pada kedua
ekstremitas bawah yang menyebar ke ekstremitas atas dan wajah dengan hilangnya refleks
tendon dalam (Pithadia AB, Kakadia N, 2010).
Secara definisi, kelemahan pada GBS mencapai maksimum dalam 4 minggu, namun
sebagian besar pasien mencapai nadir dalam 2 minggu. Pasien kemudian memasuki fase
plateau dengan durasi bervariasi, mulai dari beberapa minggu sampai bulan. Fase ini diikuti
oleh fase penyembuhan dengan durasi yang bervariasi. Kelumpuhan saraf kranial, jika ada
paling banyak melibatkan saraf fasialis (25-45% dari seluruh kasus GBS), 10-15% mengalami
gangguan menelan, dan kelemahan okulomotor pada 5-10%. Dapat pula ditemukan varian
Miller Fisher dengan ophtalmoplegia dan ataksia (Doorn PA, Drenthen J, 2014 ).
Selain gambaran klasik GBS di atas, terdapat beberapa varian klinis GBS, yaitu :
1. Miller-Fisher Syndrome, merupakan varian GBS yang paling umum, sekitar 5% dari
seluruh kasus GBS. Sindrom ini terdiri dari ataksia, oftalmoplegi dan arefleksia.
Pasien tidak ada kelemahan tetapi didapati peningkatan protein pada LCS.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN). Varian ini berhubungan erat dengan
infeksi usus Campylobacter jejuni dan tingginya titer antibody terhadap gangliosida
(GM1, GD1a, dan GD1b). pasien yang sesuai varian ini mempunyai gejala motorik
murni dan secara klinis gejalanya menyerupai GBS bentuk demielinisasi dengan
paralisis ascenden simetris. Varian ini dibedakan dengan ENMG dengan didapatkan
aksonopati motorik murni yang konsisten.
3. Bentuk aksonal GBS, yang disebut sebagai Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
(AMSAN). Temuan patologis didapatkan adanya degenerasi aksonal berat pada
serabut saraf motorik dan sensorik dengan demielinisasi ringan.
4. Sensorik murni, ditandai dengan onset cepat hilangnya sensorik dan arefleksi yang
simetris dan luas, Hasil ENMG menunjukkan proses demielinisasi pada saraf tepi.
5. Pandyautonomia akut tanpa keterlibatan motorik dan sensorik, merupakan varian yang
jarang dari GBS.
6. Varian pharyngeal-cervical-brachial, ialah kelemahan fasial, orofaringeal, servikal dan
ekstremitas atas tanpa keterlibatan ekstremitas bawah (Angella, 2004)
Paralisis Periodik
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot skeletal
diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi

aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule
(T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa
kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan
kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang
cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal: miotonia atau periodik paralisis dari otototot skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel,
menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan
eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari
periodik paralisis. (Paul, 2003)
Paralisis periodik adalah suatu sindroma klinis dengan kelemahan akut yang mencolok
pada anak dan dewasa muda. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak,
sedangkan kasus-kasus yang ringan seringkali muncul pada dekade ketiga. Mula-mula
serangan jarang terjadi, namun dengan berjalannya waktu serangan-serangan terjadi lebih
sering, malahan bisa tiap hari.
Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan
progresif, tetapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Serangan
dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada
beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum. Kelemahan biasanya
menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada penderita
yang sering mendapatkan serangan. Tingkat kesadaran umumnya normal. (Perdossi, 2009)
Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium
(kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor
pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lainlain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena
insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. (Levitt, 2008)
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik
: Kelemahan keempat anggota gerak, berlangsung akut, berulang
Diagnosis topik
: sel otot skelet dd radiks nn.spinalis
Diagnosis etiologik : DD: metabolik (paralisis periodik hipokalemia)
autoimun (Guillain Barre Syndrome)
PEMERIKSAAN (10 Agustus 2016)
Status Generalis
Keadaan Umum
: sedang, kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6
Status Gizi
: BB: 48kg, TB: 150cm, BMI: 21,3 (normoweight)
Tanda vital
: TD: 100/60 mmHg, MAP: 73
Nadi: 72 x/mnt (reguler, isi tekanan cukup)
Respirasi: 20 x/mnt (regular, tipe thorakoabdominal)
Suhu: 36,7C
NPS: 3
Kepala
: Konjungtiva anemis, sklera tak ikterik
Leher
: JVP tidak meningkat
Dada
: Pulmo I : simetris

P : fremitus normal
P : sonor
A: vesikuler normal, suara tambahan paru (-)
Jantung I : ictus cordis tampak
P : ictus cordis kuat angkat
P : batas jantung normal
A: Suara jantung I-II murni, bising (-)
: supel, timpani, peristaltik normal, hepar dan lien tak teraba
: pulsasi arteri (+), deformitas (-), ulkus (-), edema (-)

Abdomen
Ekstremitas
Status Neurologis
Kesadaran
Sikap tubuh
Kepala
Saraf Kranialis
N.I
N.II
N.III

N.IV
N.V

N.VI
N.VII

: compos mentis, GCS E4V5M6


: normal
: mesocephal

Daya Penghidu
Daya penglihatan
Penglihatan warna
Lapang Pandang
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Ukuran pupil
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya konsensuil
Strabismus divergen
Gerakan mata ke lateral
bawah
Strabismus konvergen
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas muka
Refleks kornea
Trismus
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Kedipan mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Menggembungkan pipi

Kanan
Normal
>1/60
Normal
Normal
(-)
Normal
Normal
Normal
3 mm
+
+
Normal

Kiri
Normal
>1/60
Normal
Normal
(-)
Normal
Normal
Normal
3mm
+
+
Normal

Normal
Normal
Normal
+
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal
+
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

N.VIII

N.IX

N.X

N.XI

N.XII

Daya kecap lidah 2/3 depan


Mendengar suara berbisik
Mendengar detik arloji
Tes Rinne
Tes Schawabach
Tes Weber
Arkus faring
Daya
kecap
lidah
1/3
belakang
Refleks muntah
Sengau
Tersedak
Denyut nadi
Arkus faring
Bersuara
Menelan
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Trofi otot lidah
Fasikulasi lidah

Leher
Ekstremitas
T
G
T
N
Tn
N
Sensibilitas
Vegetatif

Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Simetris
Simetris
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
+

tidak ditemukan
+
+
72 x/mnt,reguler
72 x/mnt,reguler
Simetris
Simetris
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
tidak ditemukan
tidak ditemukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

: Meningeal Sign (-)


:
T
T

N
N

Tr

4/3/3
4/3/2

2/3/4
2/2/4

RF

E
E
Cl
E
E
: dalam batas normal
: dalam batas normal

+2
+1
-/-

Status lokalis vertebra:

Curva kelengkungan normal


Nyeri tekan (-)
Spasme otot paraspinal (-)

Refleks dinding perut:

Supraumbilikal (+)
Umbilikal (+)
Infraumbilikal (+)

+2
+1

RP

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (9 Agustus 2016)
AL
15,9 x 103/uL
Hemoglobin
8,8 g/dl
AT
301 x103/uL
AE
2,7 x106/uL
Hematokrit
23 %
Limfosit
8,5 %
Neutrofil
81,9 %
MCV
86 fL
MCH
33 pg
MCHC
38 g/dL
GDS
63 mg/dL
Ureum
17,1 mg/dL
Creatinin
1,33 mg/dL
Natrium
136,3 mmol/L
Kalium
2,05 mmol/L
Klorida
105,3 mmol/L
Laboratorium (11 Agustus 2016)
Natrium
134,7 mmol/l
Kalium
2,18 mmol/l
Klorida
100,3 mmol/l
TSH
1,92 IU/mL
FT4
14,7 IU/mL
Laboratorium (12 Agustus 2016)
Natrium
138,1 mmol/l
Kalium
2,14 mmol/l
Klorida
103,8 mmol/l
Laboratorium (13 Agustus 2016)
Natrium
137,6 mmol/l
Kalium
2,93 mmol/l
Klorida
99,5 mmol/l
Elektrokardiografi (11 Agustus 2016)

Sinus takikardia, 105x/menit


RESUME PEMERIKSAAN (11 Agustus 2016)
- Kondisi umum : sedang, gizi cukup, kompos mentis, GCS E4V5M6
- Tanda vital
: dalam batas normal
- Status neurologis : Tetraparese dengan kekuatan proksimal < distal
Refleks fisiologis menurun di ekstremitas bawah
Tidak didapatkan refleks patologis
Tidak didapatkan klonus
- Laboratorium
: Anemia (Hb: 8,8 mg/dL), Hipokalemia (2,05 mmol/mL), Leukositosis
(15,9 x 103/uL)
DISKUSI II
Hasil pemeriksaan klinik neurologi, didapatkan adanya tetraparase flaccid yang
cenderung simetris, kelemahan dominan pada proksimal ekstremitas, dan lebih berat pada
kedua ekstremitas bawah, serta tidak didaptkan adanya kelainan sensibilitas. Pemeriksaan ini
mengarahkan pada paralisis periodik, sedangkan pada GBS kelemahan lebih bersifat
asenderen dan dominan pada distal ekstremitas. Hal ini didukung oleh pemeriksaan penunjang
yang menunjukkan adanya gangguan elektrolit berupa hipokalemia.
Paralisis periodik hipokalemia merupakan penyakit herediter yang berkaitan dengan
autosomal dominan, muncul lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 3-4 : 1. Biasanya terjadi apabila kadar kalium serum dibawah 3 mEq/L.
Kelemahan otot yang terjadi biasanya dipicu oleh aktivitas fisik yang berat, konsumsi tinggi
karbohidrat dan natrium, konsumsi alkohol, stress emosional, maupun kurang istirahat.
Derajat kelemahan bervariasi dari yang sedang sampai berat. Kelemahan otot umumnya tidak
mengenai otot-otot wajah, otot pernafasan maupun otot spingter. Dapat pula terjadi efek
sekunder berupa aritmia jantung. Saat terjadi kelemahan, refleks akan menurun sampai hilang,
kelemahan terjadi dalam beberapa jam sampai dengan beberapa hari. Otot-otot yang pertama
kali mengalami kelemahan adalah otot yang terakhir kali pulih, biasanya adalah otot
proksimal terutama pada anggota gerak bawah. Frekuensi serangan bervariasi, bisa beberapa
kali dalam seminggu sampai sekali dalam setahun, setelah berumur 30 tahun biasanya akan
berkurang dan menghilang pada usia 40-50 tahun. Namun adapula yang mengalami
kelemahan yang menetap. (Amato & Russell, 2008). Walaupun kelemahan yang disertai
dengan nyeri otot lebih sering terjadi pada GBS dan myositis, dan dikatakan pada periodik
paralisis jarang disertai dengan keluhan nyeri, namun pada beberapa laporan kasus didapatkan
pula kasus periodik paralisis yang disertai nyeri otot (Swash, 1988; Engel, 1977; Johnsen,
1981).
Berdasarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2, yaitu idiopatik
periodik paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis dan secondary periodik paralisis
hipokalemi tanpa tirotoksikosis (Wi et al.,2012).
Pada penderita ini tidak didapatkan riwayat keluarga, dan tidak ditemukan penyakit
lain yang dapat menyebabkan hypokalemia seperti adanya tirotoksikosis. Selama serangan
refleks otot dapat menurun atau normal, otot menjadi lemah dan sulit berdiri. Pemeriksaan
laboratorium seperti darah dan urine rutin, faal hati, ginjal dan gula darah normal. Untuk
mengetahui penyebab pasti dari periodik paralisis hipokalemi diperlukan pemeriksaan faal
tiroid, elektrokardiografi (EKG), serta menelusuri faktor keluarga dan dapat melakukan

beberapa tes untuk mengetahui faktor pencetus dengan memberikan suntikan insulin disertai
pemberian glukosa sehingga apabila terjadi penurunan terhadap kadar kalium disertai
kelemahan pada otot dapat didiagnosa sebagai paralisis hipokalemia (Touru et al.,2004).
Gambaran klinis thyrotoxic periodic paralysis (TPP) sama dengan familial
hypokalemic periodic paralysis (FHPP) yang berkaitan dengan adanya mutasi gen dari kanalkanal ion. Sampai sekarang di yakini bahwa penyebab dari TIPP berhubungan dengan peran
protein transporter Natrium Iodide Symporter (NIS). Pada jaringan hipertiroid dimana aktivasi
NIS meningkat sehingga mengakibatkan overaktivasi NaK-ATPase menyebabkan blok
depolarisasi membran sel otot sehingga meningkatkan permeabilitas membran terhadap Na,
tetapi tidak terhadap K. Hiperinsulinemia, tingginya intake karbohidrat, dan exercise dapat
menginduksi terjadinya TIPP pada pasien hipertiroid. (Pardede, 2012)
Hal-hal yang mempermudah terjadinya serangan :
1. Makan banyak mengandung karbohidrat dan garam.
2. Alkohol
3. Udara dingin
4. Infeksi
5. Operasi
6. Trauma
7. Gangguan emosi
8. Obat-obatan : epinefrin, insulin, kortikosteroid, tiroid, thiazid
Pada pemeriksaan histopatologi biopsi otot dapat ditemukan vakuola intrasel, aggregat
tubuler maupun dilatasi reticulum sarkoplasma. Secara molekuler, hampir 70% pasien
paralisis periodik hipokalemia tipe 1 mengalami mutasi pada -subunit pada otot skeletal tipe
L kalsium channel gen (CACN1AS) yang berlokasi pada kromosom 1q31-3245. Pada 10%
pasien dengan paralisis periodik hipokalemia tipe 2 mengalami mutasi pada -subunit pada
otot skeletal natrium channel gen (SCN4A). ada beberapa kasus yang jarang, mutasi mengenai
kalium channel gen (KCNE3). (Vijayakumar et al.,2014)
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinik
: Tetraparese flaccid (Paralisis periodik hipokalemia)
Diagnosis topik
: Sel otot skeletal
Diagnosis etiologik : Metabolik
Diagnosis lain
: Anemia
PENATALAKSANAAN
Pasien paralisis periodik hipokalemia mendapatkan intake kalium untuk mengatasi
hipokalemianya. Untuk Kalium diatas 2,5 mmol/L suplemen kalium dapat diberikan per oral,
sedangkan kalium dibawah 2,5 mmol/L diberikan intravena. Diet rendah karbohidrat dan
garam, serta bed rest dan menghindari aktivitas berlebihan. Tujuan pengobatan adalah
mengobati simptom dan mencegah terjadinya serangan ulang. Pencegahan sebaiknya
disesuaikan dengan faktor pencetusnya, pemberian kalium selama serangan dapat
menghentikan gejala. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian kalium per oral, jika
keadaan berat mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra vena. Penderita mendapat
pengobatan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor pencetus dan pemberian preparat
kalium peroral. (Lin, 2004). Pada pasien dengan serangan yang berulang dapat diberikan

profilaksis dengan karbonat anhidrasi seperti acetazolamide dan diklorfenamid. Selain itu,
dapat ditambahnkan pula diuretik hemat kalium seperti spironolakton (Guttman, 2013.
Penatalaksanaan pada pasien adalah:
1. Non Medikamentosa
- Edukasi pasien
- IVFD RL 20 tpm
- Diet TKTP, rendah karbohidrat, tinggi kalium
2. Medikamentosa
- Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam iv
- Meloxicam 2 x 7,5 mg po
- Ranitidin 2 x 150 mg po
3. Plan
- Konsul bagian UPD untuk koreksi kalium
- Cek fungsi tiroid
Terapi bagian Penyakit Dalam:
- Drip KCl 1 flash (25 mEq) dalam infus RL 500, habis dalam 8 jam. Evaluasi
elektrolit 6 jam post koreksi
- Renapar (Kalium aspartat 300mg, Magnesium aspartat 100mg) 2 x 1 tablet
- Spironolakton 1 x 25 mg po
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien paralisis periodik hipokalemia bervariasi, bergantung kepada
penanganan dan pengendalian faktor pencetus seperti aktivitas yang berat, kelelahan, diet
yang buruk seperti tinggi karbohidrat dan adanya kerusakan otot permanen sebelumnya.
Selain itu durasi serangan, progresivitas dan keparahan kelemahan saat serangan maupun
kecepatan perbaikan dapat mempengaruhi prognosis, sampai saat ini belum pernah dilaporkan
kasus kematian akibat paralisis periodik hipokalemia.
Menurut Amato & Russell (2008), yang terpenting adalah prevensi serangan yaitu
dengan menghindari faktor pencetus antara lain dengan diet rendah karbohidrat dan
menghindari pekerjaan atau kegiatan berat yang dapat memicu kelelahan. Frekuensi kejadian
paralisis periodik hipokalemia akan berkurang pada usia sekitar 30 tahun dan dapat bebas
serangan pada usia dekade 40 atau 50 tahun.
-

Death
Disease
Dissability
Discomfort
Dissatisfaction
Destitussion

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

follow up
Tanggal
Keluhan

11/8/2016
Kekuatan anggota gerak
meningkat, nyeri di otot
paha

12/8/2016
Kekuatan anggota gerak
meningkat, nyeri di otot
paha berkurang

Keadaan
umum
Tanda vital

Sedang, CM,
E4V5M6
TD : 90/60 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 72 x/mnt, reguler
t : 36,9oC
NPS : 3-4
dbn
4/4/4
3/4/4
4/4/3
3/3/4
+2
+2
+1
+1
Nyeri otot paha
Tetraparese
Hipokalemia (2,18)
Inf. D5 1/2NS:RA = 2:1
Inj. Mecobalamin 500
mcg/12 jam
Meloxicam 2 x 7,5 mg
Ranitidin 2 x 150 mg

Sedang, CM,
E4V5M6
TD : 90/60
RR : 20 x/mnt
N : 90 x/mnt, reguler
t : 37oC
NPS : 3
dbn
4+/4/4
4+/4/4
4+/4/4
4+/4/4
+2
+2
+1
+1
Nyeri otot paha
Tetraparese
Hipokalemia (2,14)
Inf. D5 1/2NS:RA = 2:1
Inj. Mecobalamin 500
mcg/12 jam
Meloxicam 2 x 7,5 mg
Ranitidin 2 x 150 mg

Drip KCl 1 flash (25


mEq) dalam infus RL
500, habis dalam 8 jam.
Renapar 2 x 1

Drip KCl 1 flash (25


mEq) dalam infus RL
500, habis dalam 8 jam.
Renapar 2 x 1
Spironolakton 1 x 25mg

Drip KCl stop


Renapar 2 x 1
Spironolakton 1 x 25mg

Evaluasi elektrolit post


koreksi

Evaluasi elektrolit post


koreksi

Mobilisasi
Diet tinggi kalium

Nn.craniales
Gerak &
Kekuatan
R.fisiologis
R.patologis
Problem
Terapi

Planning

13/8/2016
Kekuatan anggota gerak
meningkat, pasien sudah
dapat berjalan sendiri,
nyeri di otot paha
berkurang
Sedang, CM,
E4V5M6
TD : 90/60
RR : 20 x/mnt
N : 84 x/mnt, reguler
t : 36,8oC
NPS : 2
dbn
4+/4/4
4+/4+/4+
4+/4/4
4/4+/4+
+2
+2
+1
+1
Nyeri otot paha
Tetraparese
Hipokalemia (2,98)
Inf. D5 1/2NS:RA = 2:1
Inj. Mecobalamin 500
mcg/12 jam
Meloxicam 2 x 7,5 mg
Ranitidin 2 x 150 mg

158/2016
Kelemahan anggota
gerak membaik, nyeri
otot (-)
Sedang, CM,
E4V5M6
TD : 90/60
RR : 20 x/mnt
N : 88 x/mnt, reguler
t : 37oC
NPS : 0
dbn
5/5/4+
4+/4+/5
5/4+/4+
4+/4+/5
+2
+2
+1
+1
Nyeri otot paha
Tetraparese
Hipokalemia (2,98)
Infus aff
Mecobalamin 2 x 500
mcg
Meloxicam 2 x 7,5 mg
(k/p)
Ranitidin 2 x 150 mg
Renapar 2 x 1
Spironolakton 1 x 25mg

BLPL

DAFTAR PUSTAKA
Amato AA, Russell JA, 2008. Neuromuscular Disorders. McGraw-Hill, New York.
Angella, 2004. Guillain Barre Syndrome, e-medicine journal
Asimos AW. 2013. Evaluation of the adult with acute weakness in the emergency department.
http://uptodate.com/contents/mobipreview.htm?26/58/27562
Doorn PA, Drenthen J, 2014. Polyneuropathies: demyelinating, in: Jones DH, Turner MR.
Oxford textbook of neuromuscular disorders. Oxford University Press. UK.
Engel, AG. 1977. Hypokalemic and Hyperkalemic Periodic Paralysis In: Scientific
Approaches to Clinical Neurology.
Guttman, 2013. Hypokalemic periodic paralysis.
http://uptodate.com/contents/mobipreview.htm?8/62/9193.
Johnsen T. 2013. Familial Periodic Paralysis with Hypokalaemia, Danish Medical Bulletin.
Levitt J, 2008. Practical Aspects in the Management of Hypokalemic Periodic Paralysis.
Journal of Translational Medicine. Volume 18 Number 6
Lin SH, Lin YF, Halperin ML, 2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med.94:133139
Paul B, Hirudayaraj P, 2003. Thyrotoxic Periodic Paralysis : an Unusual Presentation of
Weakness, Emerg Med Journal, Volume 20 Number 7
Pardede S, Fahrani R, 2012. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. Continuing Medical
Education, Volume 39 Number 10
Perdossi, 2009. Modul Gangguan Saraf Tepi, Saraf Otonom, Paut Saraf Otot. Kolegium
Neurologi Indonesia, Jakarta.
Perdossi, 2009. Modul Gangguan Saraf Tepi, Saraf Otonom, Paut Saraf Otot. Kolegium
Neurologi Indonesia, Jakarta.
Pithadia AB, Kakadia N, 2010. Guillain-Barre syndrome (GBS). Pharmacological Reports
62:220-232.
Swash M, Martin, 1988. Neuromuscular Diseases; A Practical Approach to Dianosis and
Management.Touru O and Keita K, 2004. Hypokalaemic periodic paralysis
associated with hypophosphatemia in patient with hyperinsulinemia. American
journal of Medical Sciences. 69: 318
Vijayakumar A, Ashwath G, 2014. Thyrotoxic Periodic Paralysis : a Clinical Challenges,
Journal of Thyroid Research
Wi JK, Lee HJ ,et al,2012. Etiology of hypokalemic paralysis. Korea Journal of Medicine.
10(1):18-25

Presentasi Ilmiah Stase Purworejo


Kamis, 25 Agustus 2016
Presentan
: Melania Testudinaria
Pembimbing : dr. Atitya Fithri K, M.Sc, Sp. S
dr. Murgiyanto, Sp. S
dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S

Anda mungkin juga menyukai