Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

THYROID HEART DISEASE

NAMA : SARAH MELISSA PANJAITAN


NIM : 112017048

PEMBIMBING:
Dr. Med. dr. Tike Hari Pratikto, SpJP

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD TARAKAN JAKARTA BARAT
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan, laporan kasus ILMU PENYAKIT DALAM yang berjudul

THYROID HEART DISEASE

Yang disusun oleh :

Nama :

Sarah Melissa Panjaitan

Sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Jakarta, 26 Mei 2018

Tertanda,

Dr. Med. dr. Tike Hari Pratikto, SpJP

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD TARAKAN JAKARTA

Nama : Sarah Melissa Panjaitan Tanda Tangan

NIM : 11.2017.048

Dokter pembimbing : Dr. Med. dr. Tike Hari Pratikto, SpJP

PEMBAHASAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. EE

Usia : 41 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ketapang Utara 1 no. 5

Status : Menikah

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Tanggal Periksa : 23 Mei 2018

II. Anamnesa
Autoanamnesis dilakukan pada pasien pada tanggal 23 Mei 2018
Jam : 20.00 WIB

Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 2 hari SMRS.

3
Keluhan tambahan

Nyeri dada, rasa berdebar terus menerus , batuk berdahak dan kepala pusing berputar sejak 1
minggu yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 bulan SMRS, pasien awalnya mengeluh sesak yang dirasa setiap kali
beraktivitas . Sesak membaik bila pasien beristirahat. Pasien biasa tidur
menggunakan 1 bantal. Adanya nyeri dada tidak menjalar. Nyeri dada dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan berbarengan dengan sesak nafas.Sejak 1 bulan
terakhir pasien sering merasakan kepanasan di malam hari dan berkeringat. Demam
disangkal. Adanya penurunan berat badan sebanyak 6 kg. Nafsu makan menurun.
BAB dan BAK normal. Dua hari SMRS os tiba-tiba merasakan sesak saat sedang
berjalan pulang ke rumahnya. Os tidak pingsan namun adanya nyeri dada dan rasa
berdebar hebat yang dirasakan. Mual dan muntah disangkal, os kemudian dibawa ke
Puskesmas Kecamatan Taman Sari. Selama di puskes os masih merasakan sesak,
berdebar, dan nyeri dada. Os hanya diberikan obat nyeri dan jantung untuk rasa
berdebarnya. Satu hari SMRS , Os mengeluh adanya batuk-batuk kering, berdebar
dan sesak yang hebat.Os mengeluh tangan seperti gemetar dan rasa panas diseluruh
tubuhnya. Tidak ada nyeri dada ,mual muntah maupun demam. Os merasa pusing
berputar. Akhirnya os dirujuk ke RSUD Tarakan karena keterbatasan obat dan
pemeriksaan lanjutan.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan berulang sejak os
masih kecil, riwayat sakit tiroid sejak usia 14 tahun.
b. Riwayat Asma sejak 20 tahun lalu
c. Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat TBC dikeluarga disangkal.


b. Riwayat DM, hipertensi, sakit jantung, dan alergi disangkal.

4
Riwayat Pemberian Obat

Os sebelumnya belum pernah melakukan pengobatan untuk penyakit tyroidnya.


Namun pasien merupakan rujukan dar PKM Taman Sari.

Riwayat Kebiasaan
Pasien sebelumnya sering minum alcohol dan merokok.
Riwayat penggunaan obat terlarang disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-tanda Vital : TD : 137/89 mmHg
Nadi : 110 x/menit

RR : 18 x/menit

Suhu : 36,8° C

Saturasi : 97%

 Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi,


distribusi rambut merata warna hitam, rambut tidak mudah dicabut.
 Mata : Pupil isokor dengan diameter 2mm/3mm, konjungtiva
pucat +/+, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-, refleks cahaya
+/+,exolpthalmus +/+.
 Hidung : Normosepta, sekret (-), epistaksis (-), pernapasan cuping
hidung (-)
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-), sekret (-)
 Mulut : lembab, pucat (-), Bibir sianosis (-), luka (-), lidah kotor (-
)

5
 Tenggorokan : Tonsil: T1-T1, hiperemis
Uvula : ukuran dan letak normal

Faring: hiperemis

 Leher : Trakea lurus di tengah, teraba pembesaran kelenjar


tiroid, kiri, mobile, permukaan licin tidak berbenjol-benjol, JVP
meningkat (-).
 Dada : Bentuk normal
i. Paru-paru
Inspeksi  Tidak ada pergerakan dada tertinggal saat statis dan
dinamis, sela iga tidak melebar, tidak ada retraksi sela iga.

Palpasi  Tidak ada pergerakan dada tertinggal saat statis dan


dinamis, sela iga tidak melebar, tidak ada retraksi sela iga tidak ada
retraksi sela iga taktil fremitus normal

Perkusi  Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi  Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi , wheezing


+/+

ii. Jantung
Inspeksi  ictus cordis terlihat pada ICS 2 line midclavicula
sinistra
Palpasi  Ictus cordis teraba di 1cm medial dari linea
midclavicula sinistra IC 2, reguler, kuat angkat
Perkusi

Batas kanan terletak di garis sternalis kanan pada sela iga


ke-4

Batas atas  terletak di garis sternalis kiri pada sela iga ke-
2

6
Pinggang jantung  terletak di garis parasternalis kiri
pada sela iga ke-4

Batas kiri 1 cm medial dari garis midclavicula sinistra


sela iga ke-5

Batas bawah  terletak di garis midclavicula kiri sela iga


ke-6

Auskultasi  BJ 1-2 irreguler, mur-mur (-), gallop (-)

 Abdomen:
i. Inspeksi : bentuk datar
ii. Auskultasi : BU (+)
iii. Perkusi : normotimpani pada seluruh lapang abdomen
iv. Palpasi : NT abdomen (-), massa (-)
 Ekstremitas atas dan bawah: edema -/-, deformitas -/-, akral hangat,
CRT <2dtk, nyeri tekan (-),
tonus otot 5+ 5+ Sensibilitas + +
5+ 5+ + +

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium 21/5/2018 jam 10.11 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

- Hemoglobin : 14,5 gr/dl ( 12.5 – 16 g/dL )


Leukosit : 9. 869 /UL (4.000-10.500/UL)
- Trombosit : 103.200/UL (182.000-369.000/UL)
- Hematokrit : 45,3 % (37-47%)
- Eritrosit : 5,43 juta/UL ( 4,5-5,5)

7
KIMIA KLINIK
Elektrolit
- Natrium : 136 mEq/L (135-147 mEq/L)
- Kalium : 3.9 mEq/L ( 3.6-5.5 mEq/L)
Clorida : 98 mEq/L( 94-111 mEq/L)
- SGOT : 34 U/L ( < 32 U/L)
- SGPT : 45 U/L (<33 U/L)
- Ureum : 25 mg/dL ( 15-50 mg/dL)
- Kreatinin : 0.75 mg/dL ( 0.6-1,3)
- GDS : 118mg/dL
- FT3 : 6,21 pg/mL (0,71-3,71)
- Free T4 : 36,41 pmol/L ( 9,09- 19,48)
- TSHs : < 0,0025 Uiu/mL ( 0,35-4,94)

ANALISA GAS DARAH


pH : 7,514
PCO2 : 29,3
PO2 : 197, 8
SO2 : 99.4
BE-ecf : 0,6
BE-b : 2,2
SBC : 26,4
HCO3 : 24,0
TCO2 : 25,0
A : 113,9
a/A : 1,7
O2 Ct : 19,2
Temperatur : 36

8
Foto Thorax AP

Diambil tanggal 22/5/2018

Thorax : trakea lurus ditengah, hilus normal, tidak tampak adanya


infiltrate pada apeks paru , tidak tampak adanya kesuraman.

Corakan bronkovaskular meningkat, sudut costofrenikus lancip,


diafragma normal. Kavitas tidak ada, massa tidak ada.

Cor : CTR >50%, elongasi aorta (-)

Kesan : gambaran kardiomegali .

9
EKG

Interpretasi : AF Rapid Irregular.

V. RESUME

Sejak 1 bulan SMRS, pasien awalnya mengeluh sesak yang dirasa setiap kali
beraktivitas . Sesak membaik bila pasien beristirahat. Pasien biasa tidur

10
menggunakan 1 bantal. Adanya nyeri dada tidak menjalar. Nyeri dada dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan berbarengan dengan sesak nafas.Sejak 1 bulan
terakhir pasien sering merasakan kepanasan di malam hari dan berkeringat. Demam
disangkal. Adanya penurunan berat badan sebanyak 6 kg. Nafsu makan menurun.
BAB dan BAK normal. Dua hari SMRS os tiba-tiba merasakan sesak saat sedang
berjalan pulang ke rumahnya. Os tidak pingsan namun adanya nyeri dada dan rasa
berdebar hebat yang dirasakan. Mual dan muntah disangkal, os kemudian dibawa ke
Puskesmas Kecamatan Taman Sari. Selama di puskes os masih merasakan sesak,
berdebar, dan nyeri dada. Os hanya diberikan obat nyeri dan jantung untuk rasa
berdebarnya. Satu hari SMRS , Os mengeluh adanya batuk-batuk kering, berdebar
dan sesak yang hebat.Os mengeluh tangan seperti gemetar dan rasa panas diseluruh
tubuhnya. Tidak ada nyeri dada ,mual muntah maupun demam. Os merasa pusing
berputar. Akhirnya os dirujuk ke RSUD Tarakan karena keterbatasan obat dan
pemeriksaan lanjutan. Pasien sebelumnya sering minum alcohol dan merokok.
Hasil pemeriksaan Fisik TD : 137/89 mmHg, Nadi: 110 x/menit, RR: 18x/menit,
Suhu: 36,8° C, Saturasi : 97%. Mata didapatkan konjungtiva pucat +/+ dan
exolpthalmus +/+ . Pada memeriksaan leher teraba pembesaran kelenjar tiroid, kiri,
mobile, permukaan licin tidak berbenjol-benjol. Pada pemeriksaan paru-paru
didapatkan wheezing +/+, Jantung hasil auskultasi  BJ 1-2 irreguler. Hasil
pemeriksaan labolatorium didapatkan SGPT: 45 U/L (<33 U/L) , FT3: 6,21 pg/mL
(0,71-3,71), Free T4: 36,41 pmol/L ( 9,09- 19,48), TSHs: < 0,0025 Uiu/mL (0,35-
4,94). Pada pemeriksaan foto thorax PA didapatkan kesan gambaran kardiomegali .
Hasil EKG :AF Rapid Irregular.

VI. Pemeriksaan Anjuran


- Pemeriksaan Ekokardiografi
- USG Tiroid

11
VII.Diagnosis Kerja
- Thyroid Heart Disease dengan Hipertiroid
- CHF
- Asma bronkiale

VIII.Diagnosis Banding
- Aritmia
- PPOK
- Vertigo

IX. Penatalaksanaan
Medika mentosa
- IUFD Futrolit /12 jam
- Propanolol 3x20 mg
- PTU 3 X 100mg
- Spinoroloakton 1x25mg
- Ambroxol 3x1 tab
- Farqueni 2 x 1ampul IV
- Lovenuc 2x0,4 cc IV

X. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

12
TINJAUAN PUSTAKA

1 Anatomi Makroskopis

Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin yang terletak di daerah leher,
terdiri dari 2 lobus dan dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea (annulus
trachealis) 2 dan 3. Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. thyroidea superior cabang dari a.
carotis communis atau a. carotis externa, a. thyroidea inferior cabang dari a. subclavia, dan a.
thyroidea ima cabang dari a. brachiocephalica 4,11.

Gambar 1. Strukur anatomis dan vaskularisasi tiroid

2. Fisiologi Hormon Tiroid


Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon tiroid yaitu
triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4), dimana kelenjar tiroid ini awalnya mendapatkan sinyal dari
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofisis, dimana hipofisis mendapatkan sinyal dari
hipotalamus melalui Thyroid Releasing Hormon (TRH).

Gambar 2. Fisologis kelenjar tiroid

13
Selanjutnya TSH ini disalurkan ke kelenjar tiroid melalui pembuluh darah, dan kelenjar tiroid ini
akan merespon sinyal dari TSH yang diterima dengan mengambil yodium yang berasal dari
makanan yang telah diserap oleh tubuh dan beredar di dalam darah. T3 dan T4 yang disekresi
dari kelenjar tiroid ini akan beredar didalam darah yang terikat dengan protein Tiroksin Binding
Globulin (TBG), dimana T3 ini lebih aktif daripada T4 di tingkat sel, sedangkan T4 akan
diaktifkan menjadi T3 melalui proses pengeluaran di hati dan ginjal. T3 dan T4 yang beredar di
dalam darah tersebut akan memberikan efek terhadap tubuh antara lain : Meningkatkan Cardiac
Output (CO) jantung, meningkatkan inotropik dan kronotropik jantung sehingga meningkatkan
jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik serta meningkatkan kontraksi otot jantung, membantu
pertumbuhan normal dan perkembangan tulang, mempercepat regenerasi tulang, membantu
perkembangan sel saraf, meningkatkan metabolism dan konsumsi oksigen (O2) jaringan kecuali
otak orang dewasa, testis, limpa, uterus, kelenjar limfe, hipofisis anterior, meningkatkan suhu
tubuh, meningkatkan gerak peristaltik usus ; lambung, meningkatkan penerimaan sel terhadap
hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), meningkatkan eritropoeisis serta produksi
eritropoetin, meningkatkan Turn-over pada neuromuscular sehingga terjadi hiperrefleksi dan
miopati serta metabolisme hormon dan farmakologik 4,10.

Gambar 3. Sintesis hormon tiroid

14
Tiroid memodulasi banyak efek pada jaringan, seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh fisiologis hormon tiroid.16

3. Fisiologi Jantung
Jantung (cor) merupakan organ berotot, berskeleton dan berongga dengan berukuran
sekepalan tangan yang dibungkus oleh pericardium.). Jantung terdiri dari sepasang ruang atrium
(dextra et sinistra / kanan kiri) dan sepasang ruang ventrikel (dextra et sinistra / kanan kiri) serta
jantung tersusun atas 3 lapisan yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium, antara atrium
dan ventrikel dihubungkan oleh ostium atrioventrikular yang dilengkapi oleh katup (valvula)
yaitu valvula tricuspidalis untuk bagian dextra (kanan) dan valvula mitralis atau valvula
bicuspidalis untuk bagian sinistra (kiri). Pada ventrikel dextra et sinistra di dalamnya.
Vaskularisasi utama jantung berasal dari a.coronaria dextra dan a.coronaria sinistra,
dimana darah yang untuk mendarahi jantung berasal dari residu fase sistolik jantung yang masuk
ke dalam a.coronaria dextra et sinistra melalui sinus valsava yang membuka saat fase diastolik
jantung. Sistem konduktorium jantung ini utamanya ada pada Nodus sinus atrial berperan
sebagai pacemaker yang menghasilkan impuls secara transport aktif dengan menggunakan ion
Natrium, ion Kalium dan ion Kalsium melalui 3 kanal yaitu 1). Kanal cepat Natrium, 2). Kanal
lambat Natrium-Kalsium, dan 3). Kanal Kalium 9.

15
Secara fisiologis jantung berfungsi sebagai pompa darah untuk mengedarkan oksigen (O2) dan
nutrisi untuk jaringan untuk proses metabolisme. Darah diedarkan oleh jantung melalui dua
sirkulasi utama yaitu sirkulasi jantung-paru dan sirkulasi jantung-paru-jantung-sistemik. Berikut
skema sirkulasi jantung-paru dan sirkulasi jantung-paru-jantung-sistemik:
a. Skema sirkulasi jantung-paru

Gambar 4. Sirkulasi jantung


paru
b. Skema sirkulasi jantung-paru-jantung-sistemik

Gambar 5. Sirkulasi sistemik

4. Klasifikasi Disfungsi Tiroid

16
A. Hipotiroid dapat dibedakan antara yang klinis jelas (overt) dan klinis tidak jelas
(subklinis). Hipotiroid subklinis didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar TSH
meningkat ringan dan kadar fT3 dan T4 normal disertai dengan sedikit / tanpa gejala
klinis. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia baik pada laki-laki maupun
perempuan. Ada banyak variasinya tetapi sebagian besar pasien dengan antibodi TPO
positif akan berkembang menjadi hipotiroid klinis.
Hipotiroid klinis (overt) atau tiroid kurang aktif merupakan kelainan klinis yang paling
umum, didefinisikan sebagai kadar TSH tinggi dan fT4 rendah dalam serum. Penyebab
utamanya kadar yodium yang tidak cukup atau asupan kurang. Di daerah dengan asupan
yodium cukup, penyebab utama adalah tiroiditis Hashimoto, yakni suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh antibodi TPO. Penyebab lainnya penyakit autoimun dan
radiasi. Perempuan lebih banyak yang terkena.

Tabel 2. Penyebab dan patogenesis hipotiroid.16

B. Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi atau pengeluaran hormon tiroid. Hipertiroid
ini paling banyak disebabkan oleh penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat
4,5,8
disebabkan beberapa penyebab selain penyakit Graves . Akibat sekresi produksi atau
pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4)
oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan mengalami penambahan jumlah sel atau
hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar kelenjar tiroidnya menjadi
goiter atau pembesaran kelenjar tiroid.

17
Tabel 3. Penyebab dan patogenesis hipertiroid.16

 Penyakit Graves
Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T limfosit (TS) yang mengenali antigen
didalam kelenjar tiroid akibat hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit (TH) untuk
menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-Ab) atau
thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan berinteraksi dengan reseptor tiroid di
membran epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk memproduksi
atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut
mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan
oleh hipofisis anterior. Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga
mempengaruhi mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata
akibat hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik,
yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang berakibat
bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu penyakit
graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada penyakit graves dikenal adanya “trias
graves” yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter. Selain “trias graves” penyakit graves

18
ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal, dispneau, nafsu makan
meningkat, intoleransi panas, konsentrasi menurun, mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi,
berat badan menurun, takikardi, atrium fibrilasi.

 Goiter Nodular Toksik


Penyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut sebagai komplikasi goiter
nodular kronis. Pada penyakit ini ditemukan goiter yang multinodular dan berbeda dengan
goiter difus pada penyakit graves. Goiter nodular toksik ini ditandai oleh mata melotot,
pelebaran fissure palpebra, kedipan mata berkurang akibat simpatis yang berlebihan.
 Adenoma hipofisis
Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid, karena adenoma jenis ini
paling banyak terjadi yang menimbulkan sekresi hormon prolaktin yang berlebih. Sekresi
prolaktin ini merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus karena TRH merupakan
faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang mendorong keluarnya prolaktin pada
ambang jumlah yang sama untuk stimulasi pengeluaran TSH. Sehingga terjadi pengeluaran
hormon tiroid yang berlebihan dan akibatnya terjadi hipertiroid dimana disebabkan
rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang dikeluarkan lebih dari kadar normalnya.
Adenoma hipofisis prolaktin ini ditandai galaktorea dan amenorrhea karena penghambatan
prolaktin terhadap gonadotropin releasing hormon (GnRH) sehingga terjadi penurunan dari
FSH dan LH akibatnya penurunan hormon testosterone pada pria dan estrogen-progesteron
pada wanita.
 Iatrogenik
Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau tirotoksiktosis dan penyebab paling
banyak pada penggunaan obat antiaritnia yaitu amiodaron. Amiodaron merupakan obat
antiaritmia yang mengandung 37,3% yodium dan amiodaron ini karena mengandung
yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan amiodaron dapat terikat pada reseptor sel
tiroid maka dapat memicu sekresi hormon tiroid pada kelenjar tiroid sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertiroid.

19
 Adenoma toksik
Merupakan adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 sehingga menyebabkan
hipertiroid. Lesi mulanya nodul fungsional yang kecil timbul dengan sendirinya, kemudian
secara perlahan bertambah ukurannya dalam memproduksi jumlah hormon tiroid. Secara
berangsur-angsur menekan sekresi endogen TSH, hasilnya terjadi pengurangan fungsi
kontralateral lobus kelenjar tiroid. Adenoma toksik ini mempunyai symptom berat badan
turun, takikardi, intoleransi panas, TSH yang menurun, peningkatan T3 dan T4 serta nodul
pada adenoma ini bertipe panas atau hot, dan yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi
kontralateral lobus kelenjar tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik.
 Goiter Multinodular Toksik
Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid multinodular
goiter yang menetap. Ditandai dengan takikardia, gagal jantung, atau arritmia dan
terkadang kehilangan berat badan, cemas, lemah, tremor, dan berkeringat. Pemeriksaaan
fisik didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup besar dan kadang sampai pada
substernal. Laboratorium menunjukkan penekanan TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit
elevasi T4 serum. Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang lama bisa
dipicu dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodine. Patofisiologi iodine
memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga mengakibatkan ketidakmampuan
beberapa nodul tiroid untuk mengambil iodide yang ada dengan menghasilkan hormon
yang berlebih.
 Tirotoksikosis Faktitia
Merupakan gangguan psikoneurotik pada pasien yang secara diam-diam menghasilkan
kadar T4 berlebih atau simpanan hormon tiroid, biasanya untuk tujuan mengontrol berat
badan. Secara individual, biasanya wanita, yang dihubungkan dengan lingkungan
pengobatan yang mudah mendapatkan obat-obatan tiroid. Ciri-ciri tirotoksikosis, termasuk
kehilangan berat badan, cemas, palpitasi, takikardi, dan tremor, tapi goiter dan tanda mata
tidak ada. Karakteristik, TSH rendah, serum FT4 dan T3 meningkat, serum tiroglobulin
rendah, dan RAIU nol.
Selain beberapa etiologi hipertiroid diatas, juga terdapat etiologi hipertiroid atau
tirotoksikosis yang jarang yaitu struma ovarii, thyroid karsinoma, mola hidatidosa dan
koriokarsinoma, sindroma sekresi TSH yang tidak tepat.

20
5. Diagnosa Penyakit Hipertiroid

 Manifestasi klinis
Penyakit hipertiroid dapat memberikan manifestasi klinis bermacam-macam yang
tergantung dari etiologi hipertiroid, yang mempengaruhi dari fungsi kerja jantung, tekanan darah,
metabolisme tubuh, ekskresi melalui ginjal, sistem gastrointestinal serta otot dan lemak, sistem
hematopoetik 3,4,8,9,18 :
 Jantung dan vaskular
Manifestasi klinis yang terjadi akibat penyakit hipertiroid ini lebih banyak mempengaruhi
fungsi kerja jantung, dimana jantung dipacu untuk bekerja lebih cepat sehingga mengakibatkan
otot jantung berkontraksi lebih cepat karena efek ionotropik yang langsung dari hormon tiroid
yang keluar secara berlebihan sehingga meningkatkan rasio ekspesi rantai panjang α : β, dengan
otot jantung berkontraksi lebih cepat juga mengakibatkan cardiac output yang dihasilkan
menurun dan meningkatkan tekanan darah, iktus kordis terlihat jelas, kardiomegali, bising sitolik
serta denyut nadi. Pada hipertiroid dapat mennyebabkan kelainan jantung seperti prolaps katup
mitral yang sering terjadi pada penyakit Graves or Hashimoto, dibandingkan populasi normal.
Aritmia jantung hampir tanpa terkecuali supraventricular, khusunya pada penderita muda. Antara
2 % dan 20% penderita dengan hipertiroid dengan atrial fibrilasi, dan 15 % penderita dengan
atrial fibrilasi tidak terjelaskan. Atrial fibrilasi menurunkan effisiensi respon jantung untuk
meningkatkan kebutuhan sirkulasi dan dapat menyebabkan gagal jantung.
 Ginjal.
Hipertiroid tidak menimbulkan symptom yang dapat dijadikan acuan terhadap traktus urinaria
kecuali polyuria sedang. Meskipun aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, dan reabsorbsi tubulus
serta sekretori maxima meningkat. Total pertukaran potassium menurun karena penurunan massa
tubuh.
 Metabolisme tubuh
Penyakit hipertiroid ini meningkatkan metabolisme jaringan, yang menyebabkan peningkatan
venous return akibat meningkatnya metabolisme jaringan yang kemudian mempengaruhi
vasodilatasi perifer dan arteriovenous shunt. Dengan terjadinya peningkatan vasodilatasi perifer
dan arteriovenous shunt maka darah yang terkumpul semakin bertambah sehingga venous return

21
ke jantung akan meningkat, disamping itu vasodilatasi perifer yang terjadi juga meningkatkan
penguapan sehingga pengeluaran keringat bertambah.
 Sistem gastrointestinal
Hipertiroid juga meningkatkan absorbsi karbohidrat tetapi hal ini tidak sebanding dengan
penyimpanan karbohidrat karena metabolisme pada hipertiroid meningkat sehingga simpanan
karbohidrat berkurang dan lebih banyak dipakai dan juga meningkatkan motilitas usus, yang
kemudian mengakibatkan pasien hipertiroid mengalami hiperfagi dan hiperdefekasi.
 Otot dan lemak
Pada pasien hipertiroid secara fisik mengalami penurunan berat badan dan tampak kurus karena
hal ini disebabkan peningkatan metabolisme jaringan dimana simpanan glukosa beserta glukosa
yang baru diabsorbsi digunakan untuk menghasilkan energi yang akibatnya terjadi pengurangan
massa otot. Hal ini juga terjadi pada jaringan adiposa/lemak yang juga mengalami lipolisis
dimana simpanan lemak juga akan dimetabolisme untuk menghasilkan energi. Dan bila
simpanan glukosa dan lemak ini berkurang maka tubuh akan memetabolisme protein yang
tersimpan di dalam otot sehingga massa otot akan semakin berkurang. Sehingga pada otot akan
terjadi kelemahan dan kelelahan yang tidak dapat dihubungkan dengan bukti penyakit secara
objektif.
 Hemopoetik
Pada hipertiroid menyebabkan peningkatan eritropoiesis dan eritropoetin karena kebutuhan akan
oksigen meningkat. Hal ini disebabkan karena peningkatan metabolisme tubuh pada hipertiroid.
 Sistem Respirasi
Dyspnea biasanya terjadi pada hipertiroid berat dan faktor pemberat juga ikut dalam kondisi ini.
Kapasitas vital biasanya tereduksi kareana kelemahan otot respirasi. Selama aktivitas, ventilasi
meningkat untuk memenuhi pemenuhan oksigen yang meningkat, tapi kapasitas difus paru
normal.
6. Pengaruh Hormon Tiroid terhadap Sistem Kardiovaskular

A) Pengaruh Langsung Hormon Tiroid terhadap Sistem Kardiovaskular

Pengaruh langsung Pengaruh tak langsung

Regulasi gen-gen spesifik jantung Aktivitas adrenergic meningkat

22
Regulasi ekspresi reseptor hormon tiroid Meningkatkan kerja jantung

Kontraktilitas otot jantung meningkat Hipertrofi jantung

Penurunan resistensi pembuluh darah perifer Curah jantung meningkat

Tabel 4. Efek hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular.

Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat pengaruh T3 yang berikatan
dengan reseptor pada inti sel yang mengatur ekspresi dari gen-gen yang responsive terhadap
hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi jantung dimediasi oleh regulasi T3 gen
spesifik jantung. Terdapat dua jenis gen reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan paling sedikit
dua mRNA untuk tiap gen, yaitu alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga bekerja pada
ekstranuklear melalui peningkatan sintesis protein.6 Berikut ini penjelasan mengenai pengaruh
langsung hormon tiroid terhadap system kardiovaskular.

1. T3 mengatur ge-gen spesifik jantung


Pemberian T3 pada hewan meningkatkan kontraktilitas otot jantung menalui stimulasi
sintesis fast myosin heavy chain dan menghambat penampakan slow beta isoform. Pada
ventrikel jantung manusia, sebagain besar terdiri dari myosin heavy chain, sehingga T3
tidak mempengaruhi perubahan pada myosin. Peningkatan kontraktilitas pada manusia
sebagian besar merupakan hasil dari peningkatan ekspresi retikulu sarkoplasma
Ca2+ATPase, meskipun sebagian besar juga oleh beta isoform.

2. T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid (pada hewan percobaan)
T3 menyebabkan peningkatan retikulum sarkoplasma Ca2+ATPase dan penurunan kerja
Ca2+ATPase regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K ATPasejantung, enzim malat,
faktor natriuretik atrial, Ca channels, dan reseptor beta-adrenergik.

3. Hormon tiroid meningkatkan kontraktilitas otot jantung


Hormon tiroid akan menstimulasi kerja jantung dengan mempengaruhi fungsi ventrikel,
melalui peningkatan sintesis protein kontraktil jantung atau peningkatan fingsi dari
reticulum sarkoplasma Ca-ATPase sehingga pada pasien hipertiroid akan didapati
jantung yang hipertrofi.8

23
4. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer
T3 mungkin mempengaruhi aliran natrium dan kalium pada sel otot polos sehingga
menyebabkan penurunan kontraktilitas otot polos dan tonus pembuluh darah arteriole.6

B) Pengaruh Tidak Langsung Hormon Tiroid terhadap Sistem Kardiovaskular

Keadaan hipermetabolisme dan peningkatan produksi panas tubuh akibat pengaruh


hormon tiroid secara tidak langsung akan mempengaruhi system kardiovaskuler dengan adanya
suatu kompensasi, antara lain:

1. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas sistem simpatoadrenal


Pasien hipertiroid memiliki gejala klinik yang mirip dengan keadaan hiperadrenergik,
sebaliknya hipotiroid menggambarkan keadaan berupa penurunan tonus simpatis. Pada
hipertiroid terjadi peningkatan kadar atau afinitas beta-reseptor, inotropik respon isoprotrenol
dan norepinefrin.8 Banyak penelitian menyimpulkan bahwa hormon tiroid berinteraksi dengan
katekolamin dimana pada pasien-pasien hipertiroid terdapat peningkatan sensitivitas terhadap
kerja katekolamin dan pada pasien yang hipotiroidterjadi penurunan sensitivitas terhadap
katekolamin.6 Hal ini terbukti dari kadar katekolamin pada pasien-pasien hipertiroid justru
menurun atau normal sedangkan pada pasien hipotiroid cenderung meningkat. Hormon tiroid
dapat meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik dan sensitivitasnya. Hormon tiroid juga
meningkatkan jumlah subunit stimulasi pada guanosin triphospate-binding protein sehingga
terjadi peningkatan respon adrenergic.9 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien
hipotiroid, reseptor beta-adrenergik berkurang jumlah dan aktifitasnya, terlihat dari respon yang
melambat dari plasma cAMP terhadap epinefrin. Respon cAMP terhadap glukagon dan hormon
paratiroid juga menurun, dengan demikian tampak penurunan aktivitas adrenergic pada pasien
hipotiroid. Pada rat atria yang berasal dari hipotiroid binatang terjadi peningkatan reseptor alfa
dan penurunran reseptor beta. Tetapi sebenarnya pada manusia, peningkatan respon simpatis
akibat hormon tiroid masih sulit dibuktikan.4

2. Kerja jantung meningkat


Peningkatan isi sekuncup dan denyut jantung meningkatkan curah jantung.

3. Hipertrofi otot jantung akibat kerja jantung yang meningkat.

24
Pada model eksperimen pada hewan-hewan dengan hipertiroid dalam satu minggu
pemberian T4 terlihat pembesaran jantung pada ukuran ventrikel kiri lebih kurang 135%
disbanding control. Hal ini mungkin karena hormon tiroid meningkatkan protein sintesis. Untuk
membuktikan hal ini, Klein memberikan propanolol dengan T4 pada hewan percobaan, dimana
propanolol berperan mencegah peningkatan denyut jantung dan respon hipertrofi. Dari hasil
penelitian Klein dan Hong terlihat bahwa hewan percobaan tanpa peningkatan hemodinamik,
tidak didapat hipertrofi jantung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hormon tiroid tidak
secara langsung menyebabkan penyatuan asam amino dan tidak ada efek yang dapt diukur pada
sintesis protein kontraktil otot jantung. Jadi, yang menyebabkan hipertrofi adalah peningkatan
kerja jantung itu sendiri.6

4. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan peningkatan volume darah.


Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme dan konsumsi
oksigen sehingga menyebabkan rendahnya resistensi vascular sistemik sehingga menurunkan
tekanan diastolic darah yang mengakibatkan peningkatan curah jantung.6

C) Pengaruh Hipertiroid Terhadap Struktur dan Fungsi Jantung


Hasil analisis data pasien hipertiroid menunjukkan bahwa pasien hipertiroid yang
mengalami kelainan jantung sebanyak 14 pasien dari 136 pasien hipertiroid yang diambil
datanya. Dari uji hipotesis hipertiroid dapat menimbulkan kelainan jantung yang dianalisis
dengan uji hipotesis chi-square menghasilkan p=0,531 yang berarti ada perbedaan tapi tidak
bermakna dari hipertiroid graves dan hipertiroid non graves dalam menimbulkan kelainan
jantung.
Menurut kepustakaan, hipertiroid disebabkan oleh pengeluaran berlebihan produksi T4
dan T3, dimana T4 dan T3 ini memacu kerja saraf simpatis salah satunya meningkatkan
kontraksi otot jantung sehingga cardiac output, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, selain
efek pada jantung juga berefek dengan menurunnya berat badan, hiperfagi, berkeringat berlebih
karena hipermetabolisme, dan lain-lain, sehingga dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium
TSH, FT4, T4, dan T3 untuk mendiagnosis hipertiroid, dan keadaan hipertiroid ini diberikan
terapi obat anti tiroid sehingga hipertiroid tidak menyebabkan kelainan jantung, karena untuk

25
menimbulkan kelainan jantung dipengaruhi waktu menderita hipertiroid, pemeriksaan fisik dan
laboratorium, pengobatan.
Kelainan jantung yang didapatkan dari pasien hipertiroid menunjukkan bahwa kelainan
katup paling banyak terjadi yaitu regurgitasi mitral, regurgitasi trikuspid, regurgitasi aorta,
prolapse katup mitral. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kumei Kage di Jepang yang menyatakan bahwa insidensi dan prevalensi regurgitasi mitral,
regurgitasi trikuspid, regurgitasi mitral + regurgitasi trikuspid, dan prolaps katup mitral lebih
tinggi pada kelompok pasien Graves Disesase (GD).

D) Pengaruh Etiologi Hipertiroid Yang Menimbulkan Kelainan Jantung


Etiologi hipertiroid yang sering terjadi kelainan jantung yaitu hipertiroid graves sebanyak
10 pasien hipertiroid yang mengalami kelainan jantung dari 85 pasien hipertiroid dengan graves,
sedangkan hipertiroid non-graves mengakibatkan kelainan jantung sebanyak 4 pasien dari 51
pasien hipertiroid non-graves, yang diambil dari jumlah total 136 data pasien hipertiroid.
Hipertiroid graves merupakan etiologi hipertiroid yang sering menimbulkan kelainan jantung,
karena hipertiroid graves menghasilkan produksi T4, T3 yang tinggi meskipun TSH normal
ataupun turun.
Produksi T4, T3 yang tinggi tersebut berasal dari stimulasi antibodi stimulasi hormon
tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang berinteraksi dengan
reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid, yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf
simpatis tubuh salah satunya peningkatan saraf simpatis di jantung, sehingga impuls listrik dari
nodus SA jantung meningkat menyebabkan kontraksi jantung meningkat mengakibatkan fraksi
ejeksi darah dari ventrikel berkurang, meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi,
mengakibatkan katup-katup jantung bekerja dengan cepat sehingga dapat terjadi putusnya
chordae tendinae salah satu chordae tendinae ataupun semua chordae tendinae akibatnya katup-
katup jantung tidak menutup dengan rapat dan terjadi regurgitasi maupun prolapse katup, dan
kardiomiopati dapat timbul dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun, serta menebalnya otot
jantung atau hipertrofi jantung akibat kontraksi jantung yang cepat dan meningkat, sehingga
dapat terjadi kardiomiopati dan gagal jantung.

26
7. Kelainan Jantung Akibat Hipertiroid

Kelainan jantung yang dapat ditimbulkan oleh hipertiroid. Dan berikut jenis-jenis dari kelainan
jantung :
a. Regurgitasi Mitral (Mitral Regurgitation/MR)
Regurgitasi mitral ialah keadaan dimana aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium
kiri pada waktu sistolik jantung akibat tidak menutupnya katup mitral secara sempurna.
Regurgitasi mitral dibagi menjadi dua yaitu regurgitasi mitral akut dan kronik. Gambaran
ekokardiografi pada MR, dengan color flow Doppler menunjukkan adanya pembesaran atrium
kiri, dan ventrikel kiri biasanya hiperdinamik. Sedangkan dengan quided M-mode dapat diukur
besar ventrikel kiri, massa ventrikel kiri, tekanan dinding ventrikel, fraksi ejeksi juga dapat
diestimasi 15.
b. Regurgitasi Trikuspid (Tricuspid Regurgitation/TR)
Regurgitasi tricuspid adalah aliran darah balik dari ventrikel kanan ke atrium kanan
akibat adanya ketidaksempurnaan penutupan dari katup tricuspid. Regurgitasi tricuspid
disebabkan oleh penyakit jantung reumatik, bukan reumatik antara lain endocarditis, anomaly
Ebstein, trauma, arthritis rheumatoid, radiasi, kongenital, dan sebagainya, hipertiroidisme,
aneurisma sinus valsava, endocarditis Loeffler 16.
c. Kardiomiopati
Kelainan jantung ini merupakan kelainan jantung yang khusus karena langsung mengenai
otot jantung atau miokardium yang disebabkan bukan dari akibat penyakit pericardium,
hipertensi, koroner, kelainan kongenital, atau kelainan katup. Kardiomiopati dibagi menjadi tiga
macam yaitu kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati restriktif. Dan
kardiomiopati dilatasi merupakan kardiomiopati yang banyak ditemukan, dan etiologi
kardiomiopati ini belum diketahui pasti dan adapun kardiomiopati yang disebabkan karena
alcohol, kehamilan, penyakit tiroid, kokain, takikardia kronik tidak terkontrol, dikatakan
kardiomiopati ini bersifat reversibel. 17

d. Gagal Jantung ( Heart Failure)


Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal
jantung dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu 1). Gagal jantung sistolik dan gagal jantung

27
diastolik, gagal jantung jenis ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan kontraksi jantung
untuk memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,
hipoperfusi dan aktivitas menurun (gagal jantung sistolik) dan gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel (gagal jantung diastolik). 2). Gagal jantung Low output disebabkan oleh
kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan pericardium dan gagal jantung High output
disebabkan hipertiroid, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit paget. 3). Gagal
jantung akut disebabkan oleh kelainan katup secara tiba-tiba akibat endocarditis, trauma, atau
infark miokard luas, sedangkan gagal jantung kronik disebabkan oleh kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. 4). Gagal jantung kanan dan kiri, bila gagal jantung kiri
akibat kelemahan ventrikel kiri dan meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru
menyebabkan pasien sesak nafas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung kanan disebabkan oleh
karena kelemahan ventrikel kanan sehingga terjadi kongesti vena sistemik.14
e. Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolaps/MVP)
MVP dapat terjadi dalam kondisi primer tanpa ada kaitan dengan penyakit lain dan bisa
familial atau non familial. Tetapi MVP juga bisa disebabkan secara sekunder yang berhubungan
dengan penyakit lain, seperti Sindrom Ehlers-Danlos, osteogenesis imperfacta, pseudoxanthoma
elasticum, periarteritis nodosa, myotonic dystrophy, penyakit von Wildebrand, hipertiroid, dan
malformasi kongenital. Simptoms yang didapatkan pada MVP yaitu kelelahan, palpitasi, postural
orthostasis, dan kecemasan serta simptoms neruropsikiatrik lainnya. Penderita bisa mengeluh
sinkop, presinkop, palpitasi, ketidaknyamanan dada, dan saat MR berat. Ketidaknyamanan dada
mungkin karena angina pectoris typical tapi kadang banyak atypical yang terjadi lama, tetapi
tidak jelas hubungannya dengan pengerahan tenaga. Pada penderita MVP dan MR berat dijumpai
simptoms seperti lelah, dyspnea, dan keterbatasan aktivitas. Dan MVP juga dapar menimbulkan
gejala arritmia.19
f. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi yaitu aritmia yang dikarakteristikan dengan gangguan depolarisasi atrial
tanpa kontraksi atrial yang efektif. Manifestasi tirotoksikosis bisa dipertimbangkan pada pasien
dengan onset atrial fibrilasi yang lama. Prevalensi atrial fibrilasi pada hipertiroid yaitu 13,8
persen. Simptom atrial fibrilasi ditentukan oleh multifaktor termasuk dibawah normal status
jantung, kecepatan ventrikel yang sangat cepat dan irregular, dan kehilangan kontraksi atrial.12

28
g. Sinus Takikardi
Takikardi pada dewasa ditetapkan 100 kali/menit. Sinus takikardi umumnya onsetnya
berangsur-angsur dan berakhir. Sinus takikardi yaitu reaksi fisiologis atau patofisiologi stress,
seperti demam, hipotensi, tirotoksikosis, anemia, kecemasan, exersi, hipovolemia, emboli
pulmonal, iskemi miokardia, gagal jantung kongestif atau shock.12

8. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui kadar hormon tiroid dalam tubuh dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan mengukur kadar TSH serum, serum T4 dan T3. Untuk pengukuran serum TSH dilakukan
karena disfungsi tiroid yang biasanya muncul dari gangguan primer kelenjar tiroid, pengukuran
TSH serum ini lebih banyak dilakukan untuk mengetahui disfungsi tiroid yang muncul.
Sensitivitas axis hypothalamus-pituitari-tiroid memastikan bahwa terjadinya hipotiroid primer
dan tirotoksikosis karena gangguan primer tiroid atau hormon tiroid luar dapat dideteksi.
Umumnya ada dua immunoassays yang digunakan untuk mengukur TSH (dan T4 dan T3) dalam
sampel serum yaitu Immnunometric assays (IMA) dan Radioimmnuno assays (RIA). Dalam IMA
atau “Sandwich assays” Umumnya, TSH RIA adalah kurang sensitive dan kurang banyak
digunakan daripada IMA 4.
Pengukuran serum T4 dan T3 baik total dan bebas (free) T4 dan T3 diukur dengan bermacam
teknik pengujian otomatis. Serum total konsentrasi hormon tiroid banyak tersedia dan akurat
untuk menduga pasien dengan disfungsi tiroid yang jelas. Konsentrasi T4 bebas sendiri
digunakan untuk diagnosa disfungsi tiroid, dimana angka keadaan dari hipertiroid sejati/primer
atau hipotiroid harus dibedakan. Dalam suatu keadaan, hipertiroidisme sejati/primer tidak
termasuk dalam kadar serum TSH normal. Dan sebaliknya, ada juga kemungkinan keadaan
dalam serum tiroksin bebas yang dapat menjadi subnormal pada eutiroid individual. Dan nilai
rujukan untuk uji indeks T4 bebas (FT4I) yaitu eutiroid = 3,7- 6,5 ; hipertiroid = 7,8-20,2 ;
hipotiroid = 0,1-2,6 12.
Konsentrasi total dan T3 bebas dapat juga dihitung dengan IMA spesifik. Pengukuran T3
serum digunakan untuk (1). Mengenali pasien dengan tirotoksis T3, derajat ringan
hipertiroidisme dalam serum T3 yang naik dengan serum T4 normal ; (2). Untuk sepenuhnya
menetapkan beberapa hipertiroidisme dan mengawasi respon terapi ; (3). Membantu dalam
diferensial diagnosa pasien dengan hipertiroidisme. T3 merupakan yang paling banyak

29
dikeluarkan pada kebanyakan pasien penyakit graves, dan beberapa dengan goiter toksik
nodular, rasio serum T3:T4 (dinyatakan dalam ng/dl:μg/dl.) yaitu terbanyak daripada 20 pasien
dengan kondisi ini. Tiroglobulin dapat diukur dalam serum dengan salah satu tes yaitu IMA atau
RIA. Berikut tes laboratorium yang digunakan untuk diagnosis diferensial hipertiroidisme 4:

9. Pemeriksaan penunjang
 Radiologi

Gambaran radiologi umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pembesaran aorta


asenden atau desenden, penonjolan segmen pulmonal dan pada kasus yang berat dijumpai pula
pembesaran jantung.

 Elektrokardiografi

Pada EKG sering ditemui gangguan irama atau gangguan hantaran. Biasanya dengan
sinus takikardi, atrium fibrilasi ditemui 10-20 % kasus. Pada kasus berat bisa ditemui
pembesaran ventrikel kiri, kadang-kadang ditemui pelebaran dan pemanjangan gelombang P dan
pemanjangan PR interval, gelombang T yang prominen, peninggian voltase, perubahan
gelombang ST-T dan pemendekan interval QT.

 Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan jantung dapat menggunakan beberapa instrument salah satunya dengan
ekokardiografi. Pada ekokardiografi ini dilengkapi dengan adanya Dopler dengan prinsip
transmisi gelombang suara oleh eritrosit, sehingga dapat diukur kecepatan (velositas) dan aliran
darah dalam jantung dan pembuluh darah. Jenis-jenis ekokardiografi ada beberapa macam, tetapi
dalam praktek sehari-hari yang digunakan yaitu Ekokardiografi M-mode, Ekokardiografi 2
dimensi, Ekokardiografi warna, Ekokardiografi dopler sederhana, dan Ekokardiografi Trans-
Esofageal.1
1. Ekokardiografi M-Mode
Ekokardiografi M-mode ini didapatkan informasi tentang keadaan jantung, yaitu (1). Pengukuran
dimensi ventrikel, tebal dinding ventrikel atau septum, atrium, aorta ; (2). Pengukuran fungsi
jantung dengan fraksi ejeksi ; (3). Estimasi massa ventrikel kiri dengan formula ; (4). Gambaran
pericardium, kejadian waktu di jantung, seta menentukan gambaran aliran bersama dengan

30
ekokardiografi warna. Ekokardiografi ini memiliki kelebihan dalam resolusi temporal karena
„frame rate‟ yang cepat sehingga baik untuk objek yang bergerak.
2. Ekokardiografi 2 dimensi
Ekokardiografi ini didapatkan informasi yaitu (1). Mencerminkan gerakan dan anatomi jantung ;
(2). Pengukuran ventrikel kiri dan tebal dinding pada keadaan dimana M-mode tidak memenuhi
syarat ; (3). Pengukuran isi sekuncup ; (4). Pengukuran fraksi ejeksi dan volume ; (5).
Pengukuran area mitral dengan planimetri.
3. Ekokardiografi Dopler
Ekokardiografi ini menggunakan prinsip menangkap pantulan gelombang suara yang
dipantulkan oleh eritrosit, sehingga dapat ditentukan adanya aliran darah, arah, kecepatan, dan
karakteristik aliran. Ada 2 macam ekokardiografi dopler yaitu Dopler spectrum yang terdiri dari
pulsed wave dopler dapat memberikan informasi yaitu pengukuran fungsi diastolic, area mitral
atau orifisium aorta, isi sekuncup dan curah jantung, serta mengukur besarnya shunt. Continuous
wave dopler, e kokardiografi ini bermanfaat untuk menangkap sinyal dari aliran frekuensi tinggi
seperti stenosis katup, dan pengukuran semi kuantitatif dari regurgitasi.
4. Ekokardiografi Trans-Esofageal (ETE) Ekokardiografi ini merupakan pemeriksaan lanjutan
dari pemeriksaan ekokardiografi trans-torakal tetapi dengan memasukkan transduser melalui
esophagus seperti pemeriksaan esofago-gastroskopi. Ekokardiografi ini dapat dilakukan
ekokardiografi color dan dopler untuk melihat dan mengukur flow.2

10. Penatalaksanaan
 PENYAKIT JANTUNG HIPERTIROID
Prinsip penatalaksanaan hipertiroidisme didasarkan pertama kali pada penyebabnya,
dengan tujuan secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolisme dan kadar hormone tiroid
dalam sirkulasi.10 juga berdasarkan umur, jenis kelamin, status system kardiovaskuler, tingkatan
hipertiroid, dan riwayat perjalanan penyakit. Toxic tiroid nodul merupakan indikasi terapi dan
operasi. Sedangkan subakut tiroiditis dan limfositik tiroiditis merupakan self-limiting disease
yang akan sembuh dengan sendirinya. Excess thyroid hormone ingestion diterapi dengan
pengurangan dosis sampai batas terapi jika diindikasikan pemberian hormone tiroid.
Hashimoto’s disease dan Grave’s disease juga dianggap sebagai self limiting disease, namun
pada Grave’s disease lamanya bervariasi dari 6 sampai 20 tahun lebih.

31
Tujuan penatalaksanaan hipertiroidisme yaitu pertama secara fungsional untuk
meningkatkan fungsional akibat gangguan kardiovaskuler yang ada, dan secara anatomi/ etiologi
untuk mengatasi penyebab keadaan hipertiroidnya.

1) Meningkatkan kemampuan fungsional


Penderita penyakit jantung hipertiroid bisa didapati gangguan fungsional sesuai dengan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) I sampai IV. Gangguan fungsional yang timbul
atau gagal jantung disebabkan ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
hipermetabolik tubuh, ditambah dengan kerja hormone tiroid yang langsung memacu terus-
menerus sehingga bisa menimbulkan aritmia. Sering itmbul keluhan seperti palpitasi, badan
lemah, sesak nafas, yang mengarah pada tanda-tanda gagal jantung kiri. Pengobatan yang
dilakukan meliputi medikamentosa dan non medikamentosa.

a. Secara non medikamentosa berupa: istirahat tirah baring (bed rest), diet jantung dengan tujuan
untuk mengurangi beban jantung dengan diet yang lunak, rendah garam dan kalori, serta
mengurangai segala bentuk stress baik fisik maupun psikis yang dapat memperberat kerja
jantungnya.
b. Secara medikamentosa berupa:
1. Golongan beta blocker, ditujukan untuk mengurangi kerja jantung serta melawan kerja
hormone tiroid yang bersifat inotropik dan kronotropik negative. Golongan beta blocker akan
mengistirahatkan jantung dan memberi waktu pengisian diastolik yang lebih lama sehingga akan
mengatsi gagal jantungnya. Propanolol juga penting untuk mengatasi efek perifer dari hormone
tiroid yang bersifat stimulator beta-adrenergik reseptor. Beta blocker juga bersifat menekan
terhadap system saraf sehingga daapt mengurangi palpitasi, rasa cemas, dan hiperkinesis. Beta
blocker tidak mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen. Dosis 40-160 mg/ hari bila belum
ada dekompensasio kordis.1
2. Diuretik, dapat diberikan untuk mengurangi beban volume jantung dan mengatasi bendungan
paru.
3. Pemberian digitalis masih controversial, karena sifatnya yang kronotropik negative tapi
inotropik positif. Diharapkan kerja kronotropik negatifnya untuk mengatasi takikardi yang ada,
tapi kerja inotropik positifnya dapat menambah kerja jantung mengingat pada penyakit jantung

32
hipertiroid, hormone tiroid justru bersifat kronotropik positif juga.4,10 Dosis lebih dari normal
perlu control Hr selama atrial aritmia.13
4. Antikoagulan, direkomendasikan untuk AF, khususnya jika 3 hari atau lebih, dilanjutkan
untuk 4 minggu setelah kembali ke sinus rhythm dan kondisi eutiroid.13
1. Mengatasi keadaan hipertiroidisme
Terapi utama pada hipertiroidisme ini yaitu secara langsung untuk menurunkan jmlah hormone
tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid dengan obat-obat antitiroid, selain itu dapat didukung
dengan terapi radioaktif iodine dan operasi subtotal tiroidektomi.

a. Obat Antitiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan adalah profiltiourasil (PTU) dan metimazol, serta
golongan beta-blocker yaitu propanolol. Namun kadang-kadang iodine stabil dapat digunakan,
terutama untuk persiapan pembedahan. Baik PTU maupun metimazol memiliki efek yang hampir
sama, hanya PTU memiliki kerja menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer, sehingga
PTU lebih cepat menunjukkan kamajuan terapi secara simtomatis, kebanyakan pasien dapat
diontrol hipertiroidnya dengan PTU 100-150 mg tiap 6-8 jam.14 Nmaun dari kepustakaan lain,
dosis yang sesuai untuk pasien dengan penyakit jantung hipertiroid yaitu PTU 250 mg dan
propanolol 20 mg tiga kali sehari.11 Atau dosis propanolol 40-160 mg/hari dan dosis
propiltiourasil 400-600 mg/ hari serta dosis metimazol 60-80 mg/hari.1 Dosis tiga kali sehari dari
PTU dikurangi menjadi 200 mg setelah sekitar 2 minggu (tapering off), kemudian secara
bertahap dikurangi menjadi 100 mg setelah sekitar 8 minggu. Selanjutnya dosis pemeliharaan
dapat diberikan 50 mg tiga kali sehari12 atau kurang lebih selama 1-1,5 tahun.1 Dalam pemberian
PTU, dosisnya harus dimonitor dengan kadar T4 dan T3 plasma sejak pasien menunjukkan
respon berbeda. Waktu yang dibutuhkan T4 dan T3 plasma untuk kembali normal bervariasi
sekitar 6-10 minggu.

Pemberian propanolol dapat dihentikan jika terapi dengan PTU telah menunjukkan hasil
yang baik. Efek kronotropik dan inotropik negatifnya cepat memberikan hasil dibandingkan
PTU. Cara kerja propiltiourasil yaitu dengan mengurangi sintesa T4 dan T3 secara reversibel
sehingga dapat terjadi kekambuhan, kecuali terjadi remisi spontan, misalnya pada Grave disease
untuk sementara waktu yang harus dipantau dengan kadar T4 dan T3 plasma.

33
Pada hipertiroid berat atau krisis tiroid, baik PTU maupun metimazol tidak begitu banyak
berguna karena kerjanya yang lambat, namun penggunaannya masih disarankan untuk menekan
konversi T4 menjadi T3 di perifer. Propanolol diberikan dalam dosis besar, misalnya 40 mg tiap
4 jam. Iodine juga dapat diberikan sebagai larutan pekat dari potassium iodide, 5 tetes tiap 4 jam.
Diperkirakan iodide bekerja dengan mengurangi pelepasan dari bentuk awal hormone tiroid dari
kelenjar, namun untuk menghindari efek samping iodide yaitu efek iod basedow (walaupun
sangat jarang tapi sangat berbahaya), maka pada pemberiannya harus diberikan pula PTU atau
metimazol. Efek samping PTU biasanya tidak ada atau sedikit, berupa skin rash. Sedangkan efek
hipotiroid dapt dikontrol dengan memonitor kadar T4 dan T3 plasma.12

DAFTAR PUSTAKA

1. Antono, D. Kisyanto, Y. Penyakit Jantung Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal: 1669-1671.
2. Sherwood, L. Organ Endokrin Perifer dalam Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 3.
EGC, Jakarta. 2013. Hal:644-651
3. Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Dalam: Edi Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi, editor. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal: 1521 - 1524
4. Makmun LH. Ekokardiografi Trans Esofageal (ETE) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Dalam: Edi Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi, editor. Edisi 5. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal: 1496
5. Clemmons DR. Cardiovascular Manifestations of Endocrine Disease dalam Netter’s
Cardiology. Editor: Runge MS, Ohman EM. Edisi 1. Medi Media, New Jersey. 2004. Hal:
566 - 569
6. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland dalam Greenspan’s Basic &
Clinical Endocrinology. Gardner DG, Shoback D, editor. Edisi 8. The McGraw-Hill
Companies, Inc: USA. 2007
7. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Divisi Endokrinologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, Surabaya. FK UNAIR RSU Dr. Soetomo. 2006

34
8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11. Editor. Rachman LY,. EGC, Jakarta. 2015
9. Panggabean MM. Gagal Jantung Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2009. Hal: 1705 - 1708
10. Ghanie A. Penyakit Katup Trikuspid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Dalam
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009. Hal: 1624-1625
11. Nasution SA. Kardiomiopati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Dalam : Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor.. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2009. Hal: 1603-1604
12. Davies TF. Thyrotoxicosis dalam William Textbook of Endocrinology. Dalam Kronenberg
HM, editor. Edisi 11. Saunders Elsevier, Philadelpia. 2008. Hal: 366 - 369
13. Otto CM. Valvular Heart Disease dalam Braunwald’s Heart Disease. Edisi 8. Dalam Libby P,
editor. Saunders Elsevier, Philadelphia. 2008. Hal: 422 - 425
14. McPhee SJ, Lingappa V, Ganong WF. Patophysiology of Disease. An introduction to clinical
medicine. Edisi 4. Lange Medical Books/McGraw Hill, New York. 2013. Hal:556
15. Biondi, B. Heart Failure and Thyroid Dysfunction. European Journal of Endocrinology.
Department of Clinical and Molecular Endocrinology and Oncology University of Naples.
Italy. 2012. Hal 609-618.

35

Anda mungkin juga menyukai