Anda di halaman 1dari 23

Hearing Impairment

Pembimbing :

Dr. H. Haksono, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :

Chrissa Maichel Kainama ( 102012363 )

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT PUSAT TNI AU dr. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Secara umum gangguan pendengaran dibagi menjadi 3 macam, yaitu tuli


konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran. Ketiganya memiliki etiologi dan
patogenesis yang berbeda-beda. Jadi pada dasarnya pasien yang mengalami gangguan
pendengaran tergantung dari penyebabnya. Gangguan pendengaran merupakan salah
satu keluhantersering seseorang datang ke dokter untuk memeriksakan lebih lanjut
mengenai keluhannya. Gangguan penurunan penderangan terjadi akibat adanya
kelainan di telinga bagian luar, tengah, dalam atau otak dalam menerima sinyal.
Gangguan pendengaran campuran disebabkan oleh kombinasi dari kerusakan
konduktif pada telinga luar atau tengah dan kerusakan sensorineural di telinga bagian
dalam (koklea) atau pendengaran / saraf pendengaran. Faktor genetik, paparan
berlebih terhadap suara keras, obat-obatan tertentu dan proses penuaan yang normal
dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Cacat lahir, penyakit
infeksi, tumor atau massa dan cedera kepala adalah semua kemungkinan penyebab
kedua gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Pada beberapa penyebab
keluhan gangguan pendengaran dapat disertai dengan gejala tambahan seperti telinga
berdenging, rasa penuh pada telinga, atau nyeri pada telinga.
2. Isi

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Telinga luar terdiri dari daun telinga, kelenjar minyak yang berfungsi
menghasilkan serumen untuk melindungi membrane timpani, liang telinga sampai
dengan membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 sampai 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.
Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

Telinga tengah terdiri dari membrane timpani, tulang-tulang pendengaran dan


tuba eustachius. Fungsi utama dari telinga tengah adalah konduksi dari suara melalui
penyampaian gelombang suara di udara yang dikumpulkan aurikula ke cairan di
telinga tengah. Telinga tengah terletak di bagian kaku dari tulang temporal dan terisi
udara sekunder untuk menguhubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachius.

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :

- Batas luar : Membrane timpani


- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningens atau otak)
- Batas dalam :(Berturut-turut dari atas ke bawah) Kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promontorium.

Membran timpani terdiri atas dua bagian yaitu pars tensa dan pars flaksida.
Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membrane timpani, yaitu suatu permukaan
yang tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada annulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal. Pars flaksida letaknya di
bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh dua
lipatan yaitu plika maleolaris anterior dan plika maleolaris posterior. Membrane
timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini
disebut insisura timpanika. Permukaan luar disarafi oleh n.timpani cabang dari nervus
glosofaringeal. Aliran darah membrane timpani berasal dari permukaan luar dan
dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah dialiri pembuluh darah
oleh arteri timpani anteriot cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.

Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal bentuknya
bikonkaf atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertical 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding
posterior.

Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membrane. Bagian
tulang berada di atas dan bawah membrane timpani. Kavum timpani terdiri dari
tulang-tulang pendengaran atau osikula yaitu maleus, inkus, dan stapes; dua otot;
saraf korda timpani; saraf pleksus timpanikus. Maleus adalah tulang yang paling
besar diantara semua tulang-tulahg pendengaran dan terletak paling lateral.
Panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9 mm. Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan
dua kaki yaitu prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan
longus membentuk sudut lebih kurang seratus derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5
mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 sampai 5,5 mm. Stapes
merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi. Stapes
terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior serta bagian foot plate yang
melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon stapedius
beinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes.
Tuba eustachius disebut juga auditoria atau tuba faring timpani.bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm dan berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah. Pada anak beumur dibawah 9 bulan
memiliki panjang sekitar 17,5 mm dan bentuknya lebih mendatar.

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala
vestibula.

Telinga dalam terdiri dari osea (labirin tulang), sebuah rangkaian rongga pada
tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perimlife dan labirin
membranasea yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di depan
labirin terdapat koklea atau rumah siput. Penampang melintang koklea terdiri atas
tiga bagian yaitu skala vestibula, skala media dan skala timpani. Bagian dasar dari
skala vestibule berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui jendela berselaput yang
disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tenah
melalui tingkap bulat.

Skala media dibatasi oleh membrane vestibularis atau membrane reissner dan
bagian bawah oleh membrane basilaris. Di atas membrane basilaris terdapat organ
cortiyang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari
sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membrane tektorial yang
terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan
bagian otak dengan saraf vestibulokoklearis.
2.2 Tuli Sensorineural

2.2.1 Definisi
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur
hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII
(vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak. Tuli
sensorineural disebut juga sebagai tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural ini
dibagi menjadi dua:

 Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme
penghantar pada koklea. Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrumen
dimana terjadi peningatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas
ambang dengar. Pada kelainan koklea dapat membedakan bunyi 1 dB,
sedangkan pada orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB.
 Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak.
Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi
abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus
menerus. Namun bila diberikan istirahat, maka akan pulih kembali. Untuk
membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus.

2.2.2 Epidemiologi
Tuli sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang didunia. Tuli ini dapat
mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-beda. Sekitar 50% kasus
merupakan faktor genetik dan 50% lagi didapat (acquired). Lebih dari 28 juta orang
di Amerika Serikat mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat.

2.2.3 Etiopatogenesis
Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh beberapa macam, diantaranya yaitu:
Koklea

Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:

a) Labirinitis
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering
disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Pada otitis, kolesteatom
merupakan penyabab tersering labirinitis, yang dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran dari ringan sampai berat. Pada labirinitis yang disebabkan oleh
virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membran tektoria, dan selubung
myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan mediator
inflamasi host misalnya sitokin, enzim, dan komplemen melewati membran
tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi labirin.

b) Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang
dapat timbul adalah tinitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat
sensorineural. Terdapat beberapa macam obat yang termasuk obat ototoksik,
diantaranya yaitu:
 Antibiotik: streptomisin, neomisi, kanamisin, gentamisin, tobramisin,
eritromisin, kloramfenikol
 Diuretik: yaitu furosemid, bumetanide
 Anti inflamasi: aspirin
 Anti malaria: kina dan klorokuin
 Anti tumor: bleomisin, cisplatin

Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain:

1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan


semua jenis obat ototoksik.
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti
dan labirin vestibular, akibat penggnaan antibiotika aminoglikosida sel rambut
luar lebih terpengaruh dari sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini
terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai
bagian apeks.
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya
degenerasi dari sel epitel sensori.

c) Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua,
akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65
tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif. Pada presbikusis
terjadi beberapa keadaan patologik, yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan
pada neuron-neuron koklea. Secara klinis ditandai dengan terjadinya kesulitan
untuk memahami pembicaraan teruama pada tempat yang ribut/bising.
Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degeneratif yang terjadi secara bertahap
oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis
dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh
penyakit yang menyertainya.
Proses degenratif ini terjadi secara bertahap yang akan menyebabkan
perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok
ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti. Proses
atrofi juga disertai dengan perubahan vaskular. Selain hal itu juga terdapat
perubahan berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf.
Hal yang sama juga terjadi pada myelin akson saraf.

d) Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa
diketahui pasti penyebabnya. Tuli mendadak didefinisikan sebagai penurunan
pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-
turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari
tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini
dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis, atau perdarahan arteri auditiva
interna. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligamen spiralis, kemudia diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan
penulangan.

e) Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik
dan truma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa
mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma
akustik merupakan truma paling umum yang menyebabkan tuli sensorineural.
Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli
konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin.
Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perlimfe
bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan pendengaran bersama
dengan tinitus dan vertigo.

f) Tuli akibat bising


Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh
bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya
diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umum
bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologi bising adalah bunyi
nada murni dengan adanya campuran nada murni dengan berbagai frekuensi.
Bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada
reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan
adalah alat Cortiuntuk reseptor yang berfrekuensi 3000 Hz sampai 6000 Hz dan
yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000
Hz.
Kurang pendengaran disertai tinitus (berdenging di telinga) atau tidak merupakan
gejala dari tuli akibat bising yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti audiometri.

Retrokoklea
a) Penyakit Meniere

Penyakit meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom
Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural. Penyakit ini bisa sembuh
tanpa obat dan penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya
dan selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti pada serangan pertama. Pada
penyakit Meniere vertiga periodik yang makin mereda pada serangan-serangan
berikutnya.

Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan


dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala
lain yang menyertai serangan adalah tinitus, yang kadang-kadang menetap,
meskipun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah
perasaan penuh di dalam telinga.

Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa


pada koklea dan vestibulum. Hidrops endolimfa merujuk pada kondisi
peningkatan tekanan hidrolik didalam telinga dalam sistem endolimfatik.
Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri


2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan
endolimfa
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan dari volume
endolimfa diperkirakan karena adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan
gangguan klinik pada membran labirin. Pada beberapa orang yang mengalami
penyakit Meniere didahului oleh adanya faktor pencetus yang menimbulkan
serangan penyakit ini yaitu stres, aktivitas yang berlebih, kelelahan, faktor
emosional psikis, dan dapat berkaitan dengan makanan, terlalu banyak diet
garam.

b) Neuroma akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakranial yang berasal dari selubung sel
Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di
cerebellopontin angel. Neuroma akustik berasal dari nervus vestibular dengan
gambaran makroskopis berkapsul, konsistensi keras, berwarna kuning kadang
putih atau translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan.
Penyebab tuli akibat neuroma akustik yaitu:
 Trauma langsung terhadap nervus koklearis
 Gangguan suplai darah ke koklea

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan berupa gejala
penurunan pendengaran, baik yang terjadi secara mendadak maupun yang terjadi
secara progresif. Adapun gejala klinis tambahan yang menyertai akan sesuai dengan
atiologi masing-masing penyakit. Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara
lebih keras dan mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah
dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, maka liang telinga dan membran timpani
tidak ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan penala. Pada tuli sensorinerual maka akan didapatkan hasil
pemeriksaan penala yaitu tes rinne positif, tes weber mengalami lateralisasi ke telinga
yang sehat, dan tes schwabach memendek. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa audiometri. Dari pemeriksaan audiometri pada tuli sensorinerual
maka akan didapatkan berupa Air Conduction (AC) dan Bone Conduction (BC) turun
lebih dari 25 dB. AC dan BC berhimpit tidak ada gap.
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus. Dalam mempelajari audiometri khusus diperlukan pemahaman
istilah rekrutmen dan kelelahan (fatigue). Rekrutmen adalah suatu fenomena, terjadi
peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar.
Keadaan ini khas pada tuli koklea. Contohnya pada orang tua bila mendengar suara
perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedangkan bila mendengar suara keras
dirasakannya nyeri telinga.

Kelelahan (fatigue) merupakan adaptasi abnormal, merupakan khas pada tuli


retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi
istirahat, maka akan pulih kembali. Fenomena tersebut dapat dilacak pada pasen tuli
sensorineural dengan melakukan pemeriksaan khusus, yaitu:

1. Tes SISI (short increment sensivity index)


2. Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
3. Tes kelelahan (Tone Decay)
4. Audiometri tutur (speech audiometris)
5. Audiometri Bekesy

2.2.5 Tatalaksana
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tatalaksana tuli
sensorineural, yaitu:
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendengar.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti menghilangkan bungi yang
dapat menimbulkan suara bising misalnya radio atau televisi dengan suara keras.
 Menggunakan alat bantu dengar
 Implantasi koklea
 Implantasi auditori batang otak

2.3 Tuli Konduktif

2.3.1 Definisi
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada telinga luar atau
telinga dalam. Tuli konduktif berhubungan dengan gangguan penghantaran suara ke
telinga dalam. Jika terjadi gangguan dalam hantaran suara baik pada telinga luar atau
telinga tengah maka tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah, maka
merupakan tuli konduktif.

2.3.2 Etiologi
Gangguan yang menyebabkan tuli konduktif berarti berbagai gangguan yang
menyebabkan terhambatnya konduksi suara ke telinga tengah. Jadi jika ada berbagai
gangguan pada telinga luar atau tengah sehingga menyebabkan gangguan hantaran
suara, maka ini termasuk tuli konduktif. Umumnya gangguan pendengaran konduktif
tidak menyebabkan ketidakmampuan total mendengar, tetapi menyebabkan hilangnya
kenyaringan dan kehilangan kejelasan.

Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada telinga luar atau
telinga tengah. Kelainan pada telinga tengah yaitu atresia liang telinga, sumbatan oleh
serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang telinga. Sedangkan kelainan pada
telinga tengan yang dapat menyebabkan tuli konduktif yaitu sumbatan tuba
esutachius, otitis media, otosklerosis, timpanokslerosis, dan dislokasi tulang.

2.3.3 Diagnosis
Pada umumnya pasien mengeluhkan penurunan pendengaran namun masih
dapat mendengar walaupun hanya suara yang sangat kecil. Pasien tuli konduktif juga
disertai gejala sesuai dengan penyakit yang menyebabkan gangguan pendengaran
tersebut. Pada pemeriksaan fisik pun didapatkan sesuai dengan penyebab gangguan
pendengaran, misalnya didapatkan serumen yang menutupi membran timpani atau
ditemukan massa di liang telinga.

Pada pemeriksaan penala menggunakan garpu tala didapatkan hasil tes rhine
negatif, tes weber lateralisasi ke arah yang sakit, dan tes schwabach didapatkan
memanjang. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan salah satunya yaitu
pemeriksaan audiometri. Pada pemeriksaan audiometri maka akan didapatkan hasil
berupa Air Conduction yang tidak normal yaitu dibawah 25 dB, sedangkan Bone
Conduction dalam ambang dengar yang normal.

2.3.4 Tatalaksana
Pada tuli konduktif pada prinsipnya yaitu mengatasi gejala gangguan
pendengaran dan mengatasi penyakit penyebab dari tuli konduktif tersebut. Pada
umumnya dengan menyingkirkan atau mengobati penyakit yang mendasari maka
keluhan penuruan pendengaran akan sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi pada
kasus lebih berat atau yang melibatkan telinga dalam lebih lanjut maka salah satu
yang disarankan adalah menggunakan alat bantu dengar.

2.4 Tuli Campuran

Tuli campuran adalah gangguan pendengaran yang merupakan kombinasi dari


gangguan pendengaran jenis konduktif dan jenis sensorineural. Mula-mula gangguan
pendengaran jenis ini adalah janis hantaran, kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural atau dapat juga sebaliknya. Kedua gangguan tersebut
juga dapat terjadi bersama-sama. Misalnya pada trauma yang sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari komponen gejala


gangguan pendengaran jenis konduktif dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik
atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai pada umumnya sama seperti pada gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dpat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik
yang mengandung nada rendah atau nada tinggi. Tes penala biasanya didapatkan tes
rhinne negatif, weber lateralisasi ke arah yang sehat, dan tes schwabach memendek.

3. Ilustrasi Kasus

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Masuk Poli THT-KL : 11 oktober 2018

3.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 11 oktober 2018
di Poli THT-KL RSAUdr. Esnawan Antariksa.

3.2.1. Keluhan Utama


Pasien mengeluhkan penurunan pendengaran pada telinga kanan dan
makin memberat.

3.2.2. Keluhan Tambahan


Terdapat suara berdenging, telinga terasa penuh, tidak ada keluar
cairan dari telinga, mengeluh ada sedikit nyeri pada telinga kiri.

3.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli THT RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan
keluhan penurunan pendengaran pada telinga kanan dan makin
memberat. Pada saat itu pasien mengatakan tidak keluar cairan dari
telinga kanan dan kirinya. Telinga berdenging dirasakan pasien tidak
setiap saat. Saat ini pasien juga merasa telinga penuh. Sedikit rasa
nyeri pada telinga kiri. Rasa gatal pada telinga disangkal, sakit kepala
dan pusing berputar disangkal pasien, demam, riwayat batuk pilek
lama disangkal pasien.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


-

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


-

3.2.6. Riwayat Pengobatan


-

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital : Tidak ada keluhan
3.3.2. Status Generalis
a. Kepala : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak
terdapat facies adenoid
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Mulut : Halitosis (-), trismus (-)
d. Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
e. Thorax
Paru : Tidak ada keluhan
Jantung : Tidak ada keluhan
f. Abdomen : Tidak dilakukan
g. Ekstremitas : Tidak dilakukan
3.3.3. Status Lokalis (THT)
a. Pemeriksaan Telinga
KANAN KIRI

Telinga Luar

Daun telinga Normotia Normotia

Retroaurikuler Tidak hiperemis Tidak hiperemis


Tidak ada abses Tidak ada abses
Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada fistel Tidak ada fistel

Liang Telinga

Lapang + +

Hiperemis - -

Sekret - -

Serumen - -

Membran timpani Intak Intak

Refleks cahaya - -

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Bing Lateralisasi AS Lateralisasi AS


b. Pemeriksaan Hidung
KANAN KIRI

Pemeriksaan Luar

Deformitas Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan

Dahi Tidak ada Tidak ada

Pipi Tidak ada Tidak ada

Krepitasi Tidak ada Tidak ada

Endoskopi

Cavum nasi Lapang Lapang

Konka inferior Eutrofi Eutrofi

Konka media Normal Normal

Konka superior Normal Normal

Mukosa Normal Normal

Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Sekret - -

Rhinokopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Pemeriksaan Mulut dan Orofaring


Gigi

Gigi berlubang -
Lidah

Warna Merah muda

Bentuk Normoglossia

Deviasi Tidak ada

Tremor Tidak ada

Arkus faring + uvula

Simetris / tidak Arkus faring simetris, uvula ditengah

Warna Tidak ada hiperemis

Bercak eksudat Tidak ada

Peritonsil

Kanan Kiri

Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Permukaan Rata Rata

Kripta Normal Normal

Post nasal-drip -
Dinding faring posterior

Warna Tidak hipermis

Warna jaringan Tidak ada


granulasi
Permukaan Licin

3.4. Pemeriksaan Penunjang


a. Audiometri
Interpretasi:
 Tuli campur pada telinga kanan
 Tuli campur pada telinga kiri
b. Timpanometri

Interpretasi : Tuli konduktif pada telinga kanan dan kiri


3.5. Diagnosis Kerja
Gangguan pendengaran campuran (sensorineural konduktif) pada telinga kiri
dan kanan

3.6. Rencana Pemeriksaan Lanjutan


Audiometri khusus

3.7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
-
b. Non medikamentosa
 Tidak boleh berenang, jika mandi lubang telinga ditutup. Tidak boleh
mengorek telinga sendiri.
 Bila timbul gejala common cold atau batuk pilek segera ke dokter
untuk dilakukan penanganan yang tepat.

3.8. Anjuran
 Kontrol ketika terdapat keluhan pada telinga
 Rencana menggunakan alat bantu dengar

3.9. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
4. Penutup

4.1 Kesimpulan

Gangguan pendengaran konduktif adalah suara dari luar tidak bisa masuk ke telinga
bagian dalam karena terjadinya masalah pada saluran telinga, gendang telinga,
maupun telinga tengah. Gangguan pendengaran ini bisa disebabkan karena trauma,
tumor, adanya benda atau cairan di dalam telinga, serta infeksi. Gangguan
pendengaran sensorineural disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel
rambut) dalam rumah siput dan biasanya bersifat permanen. Gangguan pendengaran
campuran merupakan gabungan dari gangguan pendengaran sensorineural dan
konduktif. Gangguan ini disebabkan oleh masalah baik pada telinga dalam maupun
telinga luar atau telinga tengah. Opsi penanganan mencakup pengobatan, bedah, alat
bantu dengar atau implan pendengaran telinga tengah. Utuk mendiagnosis gangguan
pendengaran atau tuli sernsorineural, konduktif dan campuran,kita dapat
menggunakan serangkaian tes yaitu tes audiometri, tes garpu tala dan juga
timpanometri tes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparadi EA dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid
Boies. Buku Ajar Penyakit THT ed 6. Jakarta: EGC. 1997.
3. WHO. Chronic Suppurative Otitis Media Burden off illness and
management options. Child and adolescent Health and Development
Prevention of Blindness and Deafness. Geneva: World Health
Organization. 2004.
4. Helmi, Djafaar, Zainul A, Restuti, Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi 6. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
5. Dobie, RA. Hearing loss (Determining Eligibility for Social Security
Benefits). Washington DC: The National Academia Press. 2005
6. Wiertsema SP, Leach AJ. Theories of Otitis Media Pathogenesis.
Melbourne: The Medical Journal of Australia. 2009.

Anda mungkin juga menyukai