Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-

TOKSIKOLOGI II

“ANTAGONISME”

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Jason Merari P.,MM.,M.Si.,Apt

Nama : YULIANA IMELDA PUTRIVENN 21154377A

NUR AZIZAH AWALIYAH 21154391A

EKA WARDANANDRI A. 21154400A

SELVI IRANA PUTRI 21154418A

PROGRAM STUDY S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
ANTAGONISME

I. TUJUAN
Mengamati efek antagonis pada pemberian kombinasi bahan alam

II. DASAR TEORI


Antagonisme obat adalah senyawa yang menurunkan atau mencegah sama
sekali efek agonis (Mutscler,1991). Antagonis dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Antagonisme Fisiologi
Antagonisme pada sistem fisiologi yang sama tetapi pada sistem reseptor
yang berlainan. Misalnya, efek histamin dan autakoid lainnya yang dilepaskan
tubuh sewaktu terjadi syok anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian
adrenalin (Blodinger, 1994).
2. Antagonisme Reseptor
Antagonisme malalui sistem reseptor yang sama (antagonisme antara
agonis dengan antagonismenya). Misalnya, efek histamin yang dilepaskan dalam
reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian antihistamin yang menduduki
reseptor yang sama (Blodinger, 1994).

Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif :


a. Antagonis Kompetitif

Antagonis Kompetitif seperti halnya agonis, berkaitan dengan reseptor


tertentu. Senyawaini memiliki afinitas terhadap reseptor. Akan tetapi berbeda
dengan agonis, senyawa ini tidak mampu menimbulkan efek, senyawa ini
tidak menunjukkan aktivitas intrinsik. Karena agonis dan antagoniskompetitif
bersaing pada reseptor yang sama (yang disebut bersaingpada tempat kerja),
maka menurut hukum kerja massa, masing-masing dapatmengusir yang lain
dari reseptor akibat kenaikan konsentrasi dari salah satu senyawa
(Mutscler,1991).

Antagonis kompetitif ialah obat yang jika berinteraksi dengan reseptor


spesifik membentuk kompleks ikatan antagonis reseptor secara reversible
tetapi tidak menyebabkan timbulnya respon. Oleh karena itu aktivitas intrinsik
suatu antagoniskompetitif kuat sama dengan nol (Wanamaker, 1996). Ikatan
antara antagonis irreversible dengan reseptor sangat erat sehingga
tingkatdisosiasi dari kompleks antagonis-reseptor sangat rendah, mendekati
nol. Oleh karena itu dengan menaikkan konsentrasi agonis tidak dapt
mengurangi efek antagonis, karena efek antagonis terus meningkat seiring
waktu dan kadar antagonis itu sendiri. Dengan demikian populasi reseptor
yang tersisa untuk antagonis berbanding terbalik dengan kadar antagonis dan
efek maksimal agonis menurun (Mutscler,1991).

b. Antagonis Tak Kompetitif

Antagonis tak kompetitif mampu melemahkan kerja agonis dengan


cara yang berbeda.Contohnya suatu obat tidak mencapai daerah reseptor yang
sebenarnya, tetapi bekerja pada tempat lain pada protein reseptor , yaitu
alosterik (Mutscler,1991).

Pada antagonis tak kompetitif, aksi penghalangan adalah reversible,


mereka mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor atau membentuk
perubahan kimiawi yang irreversible dalam reseptor. Pada perubahan agonis
berikutnya tidak menyimpan lagi efek secara penuh, penghalangan ini dapat
memblokir hanya sebagian suatu fraksi reseptor atau dapat keseluruhan.
Antagonis mengikat reseptor secara irreversibel, di receptor site maupun di
tempat lain, sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Dengan
demikian antagonis mengurangi jumlah reseptor yang tersedia untuk berikatan
dengan agonisnya, sehingga efek maksimal akan berkurang. Tetapi afinitas
agonis terhadap reseptor yang bebas tidak berubah (Mutscler,1991).
III. ALAT DAN BAHAN

Bahan Alat

1. Hewan uji mencit 1. Spuit injeksi


2. Larutan CMC 1% 2. Jarum oral (ujung tumpul)
3. Bahan alam yg memiliki efek analgetik 3. Beaker glass
4. Suspense antasida 4. Stop watch
5. Larutan steril asam asetat 1%

IV. CARA KERJA

Masing-masing kelompok
mendapat 4 mencit

Mencit 1 : mencit diberikan asam mefenamat secara oral

Mencit 2 : mencit diberikan antasida secara oral

Mencit 3 : mencit diberikan asam mefenamat dan antasida


tanpa jeda secara oral

Mencit 4 : mencit diberikan asam mefenamat dan antasida


dengan jeda 30 menit secara oral

Setelah 15 menit kemudian


seluruh mencit disuntik asam
asetat 75 mg/kg BB i.p.

Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (perut kejang


dan kaki ditarik ke belakang). Catat jumlah kumulatif geliat yang
timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60 menit
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

*Perhitungan

1. Mencit I (20 g)

Asam Mefenamat 1%  10 mg/ml

Dosis manusia : 500 mg  500 x 0,0062

: 1,3 mg/20 g BB mencit

Vol. Pemberian : 0,13 ml

2. Mencit II (20 g)

Antasida Suspensi peroral

Dosis manusia : 2 x 15 ml = 30 ml

Dosis mencit : 30 ml x 0,0026 = 0,078 ml

3. Mencit III (16 g)

Asam Mefenamat + Antasida tanpa jeda waktu

 Asam Mefenamat
16
Dosis = x 1,3 = 1,04 mg
20
1,04
Vol. Pemberian = x 1 ml = 0,104 ml
10
 Antasida
Dosis manusia : 2 x 15 ml = 30 ml
Dosis mencit : 30 ml x 0,0026 = 0,078 ml
16
Dosis & volume pemberian = x 0,078 ml = 0,0624 ml
20

4. Mencit IV (16 g)

Asam Mefenamat + Antasida jeda 30 menit

 Asam Mefenamat
16
Dosis = x 1,3 = 1,04 mg
20
1,04
Vol. Pemberian = x 1 ml = 0,104 ml
10
 Antasida
Dosis manusia : 2 x 15 ml = 30 ml
Dosis mencit : 30 ml x 0,0026 = 0,078 ml
16
Dosis & volume pemberian = x 0,078 ml = 0,0624 ml
20
Asam asetat 75 mg/kg BB i.p
Asam asetat = 75 mg/kg BB  1,5/20 gBB
Larutan stok = 1% = 1000/100 = 10 mg/ml
1,5
Volume pemberian = x 1 ml = 0,15 ml di turunkan menjadi 0,05 ml
10

Tabel Hasil Percobaan

Kelompok Replikasi Jumlah Geliat Jumlah Rata –


mencit 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ rata ±
SD
1 1 1 14 22 20 10 4 71 2.12
2 1 14 22 20 10 4 71 2.12
3 14 17 39 17 18 16 121 1.41
Rata- 5,33 15,00 27,67 19,00 12,67 8,00
rata
2 1 0 5 7 3 3 4 22 2.83
2 4 16 25 24 15 20 104 11.31
3 6 18 32 15 13 10 94 2.83
Rata- 3,33 13,00 21,33 14,00 10,33 11,33
rata
3 1 2 7 6 0 0 0 15 1.41
2 0 0 5 1 3 5 14 3.54
3 0 1 4 13 22 11 51 7.78
Rata- 0,67 2,67 5,00 4,67 8,33 5,33
rata
4 1 2 2 3 2 0 10 19 5.66
2 0 1 3 0 2 1 7 0.71
3 3 8 8 6 2 0 27 2.12
Rata- 1,67 3,67 4,67 2,67 1,33 3,67
rata
Kurva Hubungan antara Jumlah mencit geliat vs Interval waktu

30

25

20
Mencit I

15 Mencit II
Mencit III

10 Mencit IV

0
5' 10' 15' 20' 25' 30'

PEMBAHASAN

Efek kebanyakan obat terjadi karena interaksi antara obat dan reseptor-reseptor spesifik.
Untuk suatu interaksi reversibel antara obat A dan reseptor R serta perbandingan antara efek
yang timbul dan jumlah reseptor yang diduduki, maka berlaku:
A + R  AR  efek (aktivitas intrinsik).
Zat kimia atau obat yang mengaktivasi reseptor dan menghasilkan respons
disebut agonis. Beberapa obat, yang disebut antagonis, berikatan dengan reseptor namun tidak
mengaktivasinya. Antagonis menurunkan kemungkinan zat transmitor (atau agonis lain)
berikatan dengan reseptor sehingga mengurangi atau memblok kerja transmitor tersebut.
Antagonisme obat adalah senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali efek agonis.
Obat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah asam mefenamat, antasida, dan
asam asetat. Asam mefenamat merupakan jenis obat untuk anti peradangan non steroid.
Fungsinya ialah untuk mengurangi rasa sakit ringan, sakit menengah dan meredakan peradangan
atau inflamasi. Sebagai contoh mengatasi rasa nyeri paska operasi, nyeri menstruasi dan artritis,
sedangkan antasida adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung atau
mengikatnya. Dipakai untuk mengobati penyakit pada saluran pencernaan yang diakibatkan oleh
asam lambung, seperti tukak pada oesofagus, lambung atau usus dengan gejala seperti nyeri
lambung, mual, dan muntah.
Prosedur praktikum yang dilakukan antara lain, disiapkan masing-masing kelompok
mendapatkan 4 mencit, dimana mencit 1 diberikan asam mefenamat 0,13 ml secara peroral,
mencit 2 diberikan antasida 0,078 ml secara peroral, mencit 3 diberikan asam mefenamat 0,104
ml dan antasida 0,0624 ml tanpa jeda waktu secara peroral, dan mencit ke-4 diberikan asam
mefenamat 0,104 ml dan antasida 0,0624 ml dengan jeda waktu 30 menit. Setelah 15 menit
kemudian, seluruh mencit di suntik asam asetat 75 mg/kg BB 0,15 ml secara i.p, namun pada
volume pemberian tersebut dapat menyebabkan kematian pada mencit oleh karena tu volume
pemberian diturunkan menjadi 0,05 ml. Setelah melakukan perlakuan tadi, maka beberapa menit
kemudian dlihat apakah mencitnya menggeliat. Kemudian dihitung jumlah kumulatif geliat yang
timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60 menit.
Injeksi asam asetat yang berfungsi sebagai pemberi rasa nyeri pada mencit atau disebut
sebagai penginduksi nyeri. SAA dapat memberikan suasana asam dengan melepas ion H+ yang
berperan sebagai mediator nyeri yang mempengaruhikerja sistem saraf, sehingga menimbulkan
rasa nyeri. Rasa nyeri ini dapat dilihat melalui gejala menggeliat pada mencit. Gejala sakit pada
mencit sebagai akibat pemberian SAA secara i.p yaitu adanya kontraksi dari dinding perut,
kepala, dan kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang
ditempati yang disebut geliat.
Hasil pengamatan menunjukkan mencit yang hanya diberi asam mefenamat memiliki
aktivitas geliat lebih banyak, begitu juga dengan mencit yang hanya di beri antasida namun
aktivitas geliatnya lebih sedikit dibandingkan pemberian obat asam mefenamat. Kemudian
mencit dengan pemberian 2 bahan obat yakni asam mefenamat dan antasida memberikan efek
yang sinergisme atau penurunan antagonisme, artinya interaksi antara kedua obat mampu
menghambat induksi asam asetat dalam tubuh mencit.

Dari data-data yang sudah di dapatkan, dilihat bahwa terjadi perbedaan geliat yang cukup
signifikan setiap mencitnya, oleh karena itu di gunakan salah satu program aplikasi yang mampu
memberikan informasi lebih akurat dengan memperlakukan missing data secara tepat, yaitu
dengan memberi kode alasan mengapa terjadi missing data ialah aplikasi SPSS. Dari data yang
diperoleh melalui pengerjaan SPSS, dapat dilihat bahwa signifikasi antara setiap mencit pada
menit pertama sampai menit ke-60 sangat kecil, bahkan hampir tidak ada perbedaan. Padahal
secara data yang kita buat di lihat berbeda. Pada menit ke 5 sig. Nya = 0,556; pada menit ke 10
sig. Nya = 0,0,020; pada menit ke 15 sig. Nya = 0,019; pada menit ke 20 sig. Nya = 0,019; pada
menit ke 25 sig. Nya = 0,315; dan pada menit ke 30 sig. Nya = 0,541. Dari data-data tersebut
membuktikan bahwa keakuratan data tidak bisa dilihat hanya dengan merata-ratakan kemudian
melihat perbedaan intervalnya, namun dapat di gunakan aplikasi yang mampu meberikan
informasi signifikasi secara teliti dan akurat.

VI. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kombinasi obat asam
mefenamat dan antasida memberikan penurunan efek antagonisme obat, sedangkan pemberian
obat masing-masingnya meningkatkan efek antagonisme obat. Penggunaan aplikasi SPSS dapat
memberikan informasi yang lebih akurat, sehingga dapat diketahui bahwa data yang di dapatkan
memiliki signifikasi data yang kecil.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Blodinger, Jack. 1994. Formulasi Bentuk Sediaan Veteriner. Airlangga University Press:

Surabaya

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi ke-5. Penerbit ITB: Bandung

Wanamaker, P. Massey, Locked. 1996. Applied Pharmacology for the Veterinary Technician.

WB Saunders: Columbia

Anda mungkin juga menyukai