Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SAINS

Nama : Rika Amanda Kesia


NIM : 1913026066
Kelas : B2 Farmasi Klinis 2019
Percobaan : 10

A. Waktu Praktikum
Senin, 29 November 2021

B. Judul
Pengaruh Pemberian Sedatif Pada Perilaku Hewan Coba

C. Indikator Capaian
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme kerja obat hipnotik sedative
2. Mahasiswa mampu mempraktekan cara pengujian obat penekan SSP dengan
mengukur atau menghitung menggunakan alat rotarod
3. Mahasiswa mampu mempraktekan cara pengujian obat penekan SSP dengan
menggunakan dan Hole board test
4. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme kerja obat hipnotik sedative

D. Tujuan praktikum
Praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa :
1. Mampu melakukan cara penetapan aktifitas spontan tikus dengan alat rotarod dan
Hole board test
sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dan tranquilizer.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek obat golongan Benzodiazepin dan golongan
Barbiturat pada
perubahan aktivitas spontan tikus.

E. Alat, Bahan dan Hewan Coba


1. Tikus jantan 2 ekor,
2. mencit jantan 2 ekor
3. alat suntik,
4. kapas,
5. timbangan
6. Diazepam (injeksi),
7. Alkohol,
8. Aquadest

F. Prosedur Kerja
1. Timbang dua ekor mencit kemudian catat dan hitung volume pemberian obat
(diazepam). Bersihkan alat hole board dengan alkohol.
2. Adaptasikan mencit pada hole board selama 5 menit dengan meletakkan dalam
alat, kemudian atat selama 5 menit total head-dip mencit.
3. Selanjutnya mencit disuntikkan diazepam dosis 1,25 mg/kg, secara i.m. Lima
belas (15) menit setelah pemberian obat, hewan dimasukkan ke alat hole bord
pada posisi tengah alat. Amati total head-dip selama 5 menit.

G. Hasil Pengamatan
a. Tabel Pengamatan
1) Pengaruh Pemberian Sedatif (Metode Traksi)
No Kelompok Uji BB Waktu (s)
. Hewan 0 5 10 20 30
(g)
1 Kontrol Positif 24 g 22,8 36,3 24,6 9,9 10,16
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
2 Kontrol Negatif 26 g 13 11 13 13 5
(Na CMC) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
3 31 g 06,46 05,32 03,94 02,19 05,97
Diazepam (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
4 31 g 07,32 17 24 4,8 4,2
CTM (menit) (detik) (detik) (detik) (detik)

b. Perhitungan
a. Diazepam
Dosis lazim = 5 mg
Larutan stok 25 ml
Konversi dosis = 5 mg × 0,0026=0,013
5 mg 0,020 mg
=
25 mL x mL
0,020× 25
X =
5
= 0,1 ml
b. CTM
Diketahui :
Dosis lazim 5 mg
Ditanya :
Berapa dosis yang digunakan ?
Jawab :
= 5 × 0,0026
= 0,013 mg
31
Dosis = × 0,013mg
20
= 0,020 mg
5 mg 0,020
=
25 ml x ml
0,020× 25
X =
5
= 0,1
H. Pembahasan dan Kesimpulan
Pada percobaan kali ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Sedatif Pada
Perilaku Hewan Coba”. Percobaan kali ini bertujuan agar mahasiswa mamlu
melakukan cara penetapan aktifitas spontan tikus dengan alat rotarod dan Hole board
test sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dan tranquilize
serta mempu mengevaluasi perbedaan efek obat golongan Benzodeiazepin dan
golongan Barbiturat pada perubahan aktivitas spontan tikus.
Obat sedatif adalah obat yang mempunyai efek menenangkan dan mengurangi
kecemasan, sedangkan obat hipnotik adalah obat yang menimbulkan rasa kantuk dan
menambah waktu tidur (Katzung, 2012). Obat sedatif-hipnotik digulongkan menjadi
beberapa golongan yaitu : Benzodiazepin, Barbiturat dan obat sedatif-hipnotik lain
(Gunawan dkk, 2007).
Proses absorbsi dari obat golongan Benzodiazepin tergantung pada angka
lipofilisisnya. Kelarutan dalam lemak menentukan sampai mana bagian partikel obat
akan masuk kedalam sistem saraf pusat (SSP). Contohnya pada obat triazolam yang
mempunyai efek cepat pada SSP (Katzung, 2012). Dalam sebagian besar
benzodiazepin ini mengalami metabolisme fase 1 dan berada dalam betuk aktifna
yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Misalnya pada desmetildiazepam yang
mempunyai waktu paruh yang lebih dari 40 jam yaitu metabolit aktif dari
klordiazepoksida, diazepam, prazepam dan klorazepat. Proses eliminasi yang singkat
pada triazolam dengan waktu paruh 2-3 jam dan ini terjadi karena obat ini digunakan
sebagai obat hipnotik dari pada sebagian obat sedatif (Katzung, 2002). Sedangkan
pada obat Barbiturat terabsorbsi dengan sempurna. Obat barbiturat ini juga
terdistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, dengan kelarutan yang tinggi
akan memicu anastesi dan setelah redistribusi melalui injeksi (Goodman and Gilman,
2012). Hampir pada semua barbiturat kecuali fenobarbital yang memiliki kuantitas
tidak signifikan terhadap perubahan ekskresi. Pada jalur metabolisme utamanya
menggunakan oksidasi oleh enzim hepatik unutk membentuk sebuah alkohol, asam
dan ketom yang muncul dalam urin dengan bentuk konjugat glukoronat. Eliminasi
waktu paruh dari sekorbital dan pentobarbital yaitu sekitar 18-48 jam tergantung pada
pasien. Dengan dosis ganda pada agen akan memicu efek kumulatif (Katzung, 2004).
Fenobarbital ini akan terekstraksi utuh dalam urin dengan rentang 20-30% pada
manusia dan fase eliminasi akan bergantung juga pada alkalisasi dari urin.
Fenobarbital sendiri merupakan asam lemah dengan pKa 7,4 (Katzung, 2012). Pada
obat sedatif hipnotik lainnya, pada saat setelah pemakaian secara oral dengan formula
standar zolpidem mencapai level plasma 1,6 jam. Dan kemudian zolpidem akan
tereliminasi dengan waktu paruh 1,5-3,2 jam (Katzung, 2012).
Obat hipnotik sedatif jika terlalu sering digunakan maka akan terjadi
akumulasi selain efek samping yaitu kerusakan degeneratif hari dan reaksi alergi yang
kerap kali muncul pada pasien. Penggunaan Penggunaan yang lama akan
mengakibatkan toleransi, dimana penderita harus meminum dosis yang lebih besar
untuk mendapatkan efek yang sama. Jika, pada saat penggunaan obat ini dihentikan
secara mendadak dapat timbul sindroma putus obat berupa tidak bisa istirahat,
insomnia dan ansietas sampai konvulsi dan kematian (Gunawan dkk, 2007).
Pada praktikum pengaruh pemberian sedatif kali ini menggunakan obat
diazepam dan CTM. Diazepam adalah obat golongan benzodiazepin yang mekanisme
kerjanya yaitu meningkatkan ikatan antara γ -aminoburtyric acid (GABA) dengan
reseptor GABAA serta penguatan konduktansi ion klorida yang dipicu oleh interaksi
dengan GABA dan reseptor GABAA. Kanal klorida yang terbuka akan menyebabkan
banyak ion klorida yang akan masuk ke dalam sel dan akan mengakibatkan
hiperpolarisasi sehingga mengurangi kemampuan sel untuk dirangsang (Eugen, 2009:
Katzung et al., 2007). GABA merupakan neurotranmiter utama penghambat pada
sistem saraf pusat. Pada penelitian elektrofisiologik menunjukkan bahwa golongan
benzodiazepin akan memeperkuat inhibisi GABAergik pada semua tingkat
neuroaksis, termasuk pada medula spinalis, hipotalamus, hipokampus, subtansia
nigra, korteks serebeli, dan korteks serebri (Katzung et al., 2007). CTM berkerja
dengan memblok reseptor histamin (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pada percobaan kali ini menggunakan metode traksi yaitu suatu metode
regangan atau tarikan otot. Pada percobaan ini dilakukan peregangan otot anggota
gerak hewan (mencit). Kekuatan daya peregangan otot merupakan manifestasi dari
aktivitas metorik yang menjadi parameter pada metode ini. Metode traksi prosedur
keeja metode ini dengan menggunakan kawat dan mencit di letakan pada kawat dan di
liat pada menit atau detik ke berapa mencit akan jatuh. Pada umumnya hewan yang di
berikan antidepresan memiliki efek traksi yang lebih lama secara signifikan apa bila
dibandingkan dengan mencit normal tanpa obat. Dalam pengujian ini obat
antidepresan yang digunakan yaitu diazepam. Diazepam merupakan obat golongan
benzodiazepin yang digunakan untuk mengurangi kecemasan, gejala putus alkohol,
dan kejang. Obat ini juga sering digunakan untuk meredakan kejang otot dan sebagai
obat penenang sebelum melakukan prosedur medis. Obat ini berkerja dengan
menenangkan otak dan saraf. Diazepam ini berindikasi pada epileptikus, konvulasi
akibat keracunan. Kontraindikasi pada depresi pernapasan, insufisiensi pulmoner
akut, status fobi/ obsesi, psikosis kronik, porfiria, untuk efek samping dari diazepam
yaitu mengantuk, pandangan kabur, bingung, ataksia terutama pada lansia, amesia,
dan ketergantungan. Kadang nyeri kepala, vertigo, hipotensi, gangguan salivasi dan
saluran cerna, ruam, perubahan libido dan resistensi urin (Tjay & Raharja, 2007).
Klorofeniramin meleat (CTM), merupakan turunan alkilamin yang berkerja secara
kompetitif dengan menghambat reseptor histamin H1 yang dapat menembus sawar
darah otak (Gunawan, 2007). CTM ini biasanya digunakan untuk mengurangi gejala
alergi karena musim atau cuasa, misalnya radang selaput lendir hidung, seperti bersin,
gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit seperti pruritik,
urtikaria, ekzem dan dermatitis (Hardjono, 2000). CTM ini mempunyai efek samping
yang sering terjadi seperti efek sedatif, gangguan saluran cerna dan mulut kering
(Gunawan dkk, 2007). Pada pemberian per oral CTM dapat mengalami first pass
metablism, sehingga bioavabilitasnya renda mencapai 25-50% (Sweetman, 2009).
Adapun alat dan bahan serta hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini
yaitu, alat suntik, sonde, timbangan, aquadest, diazepam, CTM, dan mencit. Prosedur
kerja dalam percobaan ini yaitu dengan di berikan diazepam secara injeksi dan CTM
secara per oral, lalu di tunggu selama 3 menit. Kemudian dilakukan pengujian dengan
metode traksi yaitu dengan menggunakan kawat lalu mencit yang telah di injeksikan
obat dan di beri obat secara oral di letakkan pada kawat dan dilihat kontraksi otot
yang terjadi. Pada menit atau detik pada saat mencit terjatuh dari kawat.
Pada percobaan ini mendapatkan hasil yang berbeda-beda, pada pemberian
diazepam dengan BB 31 g, dengan waktu 06,46 (0), 05,32 (5), 03,94 (10), 02,19 (20)
dan 05,97 (30) dan pada CTM dengan BB 31 g, dengan waktu 07,37 (0), 17 (5), 24
(10), 4,8 (20) dan 4,2 (30). Waktu yang seharunya didapatkan yaitu dari 0 hingga 39
semakin cepat, namun pada percobaan ini waktu yang didapatkan sebaliknya. Ini
mungkin dikarenakan rute pemberian, berat badan ataupun dosis yang belum sesuai,
maka efek obat lambat pada tubuh mencit.

I. Kesimpulan
1. Dalam percobaan ini menggunakan metrode traksi
2. Obat gololongan sedatif memeberikan efek sedasi
3. Diazepam memiliki efek atau onset kerja yang cepat dan bersifat lipofili.
4. Efek yang diberikan eobat CTM lambat namun semakin lama semakin terlihat.

J. Soal-Soal
1. Apakah yang dimaksud dengan sedative dan apa perbedaannya dengan hipnotik?
Jawab :
Sedatif adalah senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan terjadinya
penurunan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena ada penekanan sistem
saraf pusat yang ringan. Dalam dosis besar, sedatif berfungsi sebagai hipnotik,
yaitu dapat menyebabkan tidur pulas. Sedatif digunakan untuk menekan
kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan emosi dan tekanan kronik yang
disebabkan oleh penyakit atau faktor sosiologis, untuk menunjang pengobatan
hipertensi, untuk mengontrol kejang dan untuk menunjang efek anestesi sistemik.
Sedatif mengadakan potensial dengan obat analgesik dan obat penekan sistem
saraf pusat yang lain.
Hipnotik digunakan untuk pengobatan gangguan tidur, seperti insomnia. Efek
samping yang umum golongan sedatif-hipnotik adalah mengantuk dan perasan
tidak enak waktu bangun. Kelebihan dosis dapat menimbulkan koma dan
kematian karena terjadi depresi pusat medula yang vital di otak. Pengobatan
jangka panjang menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).

2. Apa keuntungan menggunakan metode Hole board test pada pengujian hipnotik
sedative?
Jawab :
Keuntungannya yaitu bisa melihat perbandingan efek obat dengan sensitivitas
pada tikus atau mencit. Metode Hole board ini juga memperhitungankan bahwa
dimensi perilaku pada individu tertentu bergantung pada satu sama lain, metode
ini dapat diandalkan karena tes lebih sepesifik mendeteksi efek pada perilaku
kompleks. Selain itu juga menghindari kenija uji ganda. Metode hole board juga
memungkina untuk mengurangi jumlah hewan dan waktu yang dibutuhkan dalam
2 sesi pengusian berlangsung 3 jam. Metode ini juga memungkinkan untuk
mengidentifikasi perubahan kecemasan, eksplorasi, gairah, mencari hal baru,
penghambatan asupan makanan dan aktivitas lokomotor (Ohl dkk., 2001).

Daftar Pustaka

Eugen, Trinka. 2009. Benzodiazepin used Primarily for Emergency Treatment (Diazepam,

Lorazepam and Midazolam), Innsbruck : Wiley Blackwell, pp 431-446

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan

Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.

Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman &
Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim
Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi III, 693-694, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC, Jakarta
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3. Translation of
Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih bahasa oleh Bagian Farmakologi
Fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba Medika
Katzung, B.G., 2007, Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition, United States : Lange
Medical Publications
Ohl, F., Sillaber, I., Binder, E., Keck, M. E., & Holsboer, F. (2001). Differential analysis of

behavior and diazepam-induced alterations in C57BL/6N and BALB/c mice using the

modified hole board test. Journal of Psychiatric Research, 35(3), 147–154.

https://doi.org/10.1016/S0022-3956(01)00017-6

Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234, 239,
Airlangga University Press, Surabaya.
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia
LEMBAR PENGESAHAN

Samarinda, 29 November 2021


Asisten Praktikum, Praktikan,
Rany Wayuningtyas Rika Amanda Kesia
NIM. 1813015009 NIM. 1913026066

Anda mungkin juga menyukai