PERCOBAAN I
PENGARUH FAKTOR FORMULASI
TERHADAP BIOAVAIBILITAS SEDIAAN ORAL
(Phenobarbital Tablet Dengan Gelatin)
Disusun Oleh
Kelompok 1 :
Chamelia Pertiwi 332198221134
Meri Oliviana Dewi 332198221141
Nor Hayati 332198221150
Ulfa Tagiyah 332198221129
A. Latar Belakang
Pemberian obat secara oral dapat dilakukan dengan mudah, praktis dan
ekonomis. Obat tersebut akan masuk keperedaran darah setelah mengalami
absorpsi dalam saluran cerna. Dari proses tersebut dapat diperoleh efek
sistematis. Proses absorpsinya sangat menentukan, karena berkaitan
langsung dengan intensitas farmakologi yaitu onset of action (mula kerja)
dan durasi (lama kerja) obat.
Namun demikian kecepatan absorpsi dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya adalah kekentalan (viskositas) sediaan. Berbagai
bahan dapat digunakan sebagai bahan pengental dalam formulasi sediaan
obat untuk berbagai tujuan diantaranya adalah untuk menjaga kestabilan
dan mengatur sifat alir sediaan dari dalam wadahnya.
Konsentrasi obat pada saat terjadinya aksi awal disebut konsentrasi
efektif minimal (Minimum Effective Consentration : MEC). Konsentrasi
ini mencapai maksimum (Cpmax) pada tmax mereda dengan menurunnya
konsentrasi pada titik tangkap maupun didalam darah.
B. Tujuan Percobaan
Mengamati pengaruh formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati
berdasarkan waktu onset of action (mulai kerja) dan durasi (lama kerja)
obat yang diberikan secara oral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SEDASI
I. Pengertian Sedasi
merupakan suatu keadaan di mana terjadi penurunan kecemasan,
aktifitas motorik dan ketajaman kognitif. Perubahan perilaku terjadi
pada dosis efektif terendah dari obat sedatifhipnotik. Belum jelas
apakah kerja anti cemas ekuivalen atau berbeda dengan efek sedatif,
akan tetapi banyak obat yang berefek sedasi juga menurunkan tingkat
kecemasan
2. Obat sedatif
Obat-obat yang diklasifikasikan sebagai sedatif hipnotik digunakan
untuk merelakskan pasien dan memacu tidur. Obat sedatif memberi
efek ketenangan pada pasien. Pada dosis tinggi, obat yang sama dapat
mengakibatkan kantuk dan mengawali tahap normal tidur (hipnosis).
Pada dosis yang lebih tinggi, beberapa obat sedatif (khususnya
barbiturat) akan menyebabkan hilang rasa. Karena efeknya dalam
menekan sistem saraf pusat, beberapa obat sedatifhipnotik digunakan
dalam mengobati epilepsi atau menghasilkan relaksasi otot.
3. Penggunaan obat sedative
Obat-obat sedatif-hipnotik dan anti anxietas banyak digunakan di
dunia. Diperkirakan 10-15% masyarakat yang mengalami insomnia
menggunakan pengobatan farmakologi untuk menormalkan tidur.22
Insomnia sendiri diartikan sebagai keadaan susahnya memulai tidur,
tidak bisa tidur atau durasi tidur yang tidak adekuat.19 Beberapa obat
yang digunakan untuk insomnia merupakan agonis GABA dan
mempunyai efek sedasi langsung, yang terdiri dari relaksasi otot,
melemahnya ingatan, ataxia dan hilangnya keterampilan kerja, seperti
mengemudi. Durasi kerja obat untuk insomnia yang panjang, dapat
menyebabkan gangguan psikomotor, konsentrasi dan ingatan.
B. FENOBARBITAL
1. Pengertian
Fenobarbital merupakan derivat barbiturat yang berdurasi kerja lama
(long acting). Struktur kimia obat ini adalah 5-phenyl-5-
ethylbarbituric acid.24 Barbiturat merupakan kelompok obat yang
mendepresi sistem saraf pusat dengan senyawa kimia asam
barbiturat. Obat ini digunakan secara luas sebagai obat sedatif-
hipnotik. Banyak masalah yang berhubungan dengan obat golongan
ini, antara lain tingginya penyalahgunaan obat yang menimbulkan
efek toksik dan kematian,2 indeks terapi yang sempit dan efek
samping yang tidak menyenangkan.
2. Farmakokinetika Fenobarbital
Fenobarbital sebagai anti hipnotik-sedatif diberikan secara oral.
Konsentrasi obat dalam plasma terjadi beberapa jam setelah
pemberian dosis tunggal. Sekitar 40-60% terikat dengan protein
plasma dan mempunyai efek pada jaringan ikat, termasuk otak.
Kadar puncak dalam waktu 60 menit dengan durasi kerja 10-12 jam.
Waktu paruh fenobarbital adalah 80-120 jam. Obat ini
dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal. Lebih dari
25% fenobarbital diekskresi di urin dalam bentuk utuh. Dosis sedasi
fenobarbital sekitar 15-30 mg.
3. Mekanisme kerja
Meskipun penggunaannya telah luas sejak dahulu, tetapi mekanisme
kerja barbiturat masih belum jelas.Pada dosis sedatifhipnotik, obat
golongan ini mempunyai efek kerja yang sama dengan obat
golongan benzodiazepin, yaitu potensiasi efek inhibitori GABA.
Diperkirakan barbiturat mempengaruhi GABA-
benzodiazepinekomplek kanal ion klorida (GABAA). Ikatan ini
akan meningkatkan lama pembukaan kanal ion klorida yang
diaktivasi oleh GABA. Pada konsentrasi tinggi, fenobarbital juga
bersifat sebagai GABA-mimetik dimana akan mengaktifkan kanal
klorida secara langsung. Peristiwa ini menyebabkan masuknya ion
klorida pada badan neuron sehingga potensial intramembran neuron
menjadi lebih negatif.
BAB III
Metode Percobaan
B. HEWAN UJI
Mencit jantan (Mus muscullus).
Penimbangan bahan
Jumlah hewan uji x (1/2 x 1 ml)
3 x (1/2 x 1ml ) = 1,5 ml - jumlah Gelatin Jumlah obat
yang ditimbang = 0,312 mg/ml x 1,5 ml
= 0,468 mg Jumlah Phenobarbital
D. CARA KERJA
Buat Larutan Farmagel,
Hewan uji dibagi dalam tiga kelompok (sediaan diberikan secara
oral) :
mencit I,2, dan 3 diberi 1,5 ml sediaan dalam larutan Farmagel A/
gelatin, berikan per oral 0,5 ml
A. HASIL
B. PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
Pada percobaan yang dilakukan menunjukan adanya onset
phenobarbital yang diberikan yang ditandain dengan pergerakan
mencit yang berkurang erta lemanya mencit , namun ketiga mencit
tidak menjunjukan efek tertetidur sehingga pada percobaan kali ini
kami hanya mendapatkan onset phenobarbital tab + gelatin saja yaitu
rata-rata 31 menit , sedangkan durasi obat tidak didapatkan
LAMPIRAN
1. file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/Rizki_Amalia.pdf
2. Banu, Selina H et al. 2012. Journal: “Side effects of phenobarbital and
carbamazepine in childhood epilepsy: randomised controlled trial”.
BMJ 2007;334:1207
3. 1. Bocher. F., Cruthers, G. J., and Steiner, J., Handbook of Clinical Pharmacology, 1st
edition, Little Brown and Company. 1978. P. 22 25.
4.
5. 2. Curry, S. H., Drug Disposition and Pharmacokoneticks. 2nd ed., Balckwell Scientific
Publication, Oxford. 1977. P. 1971, P. 8 17.
6.
7. 3. Gibaldi, M., Introduction to Biopharmaceutics. Lea and Febriger. Philadelphia,
1971. P. 15 27.
8.
9. 4. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics, 2nd, ed., Lea and Febiger,
Philadelphia, 1977. P. 15 27.
10.
11. 5. Hepler, O. E. Manual of Clinical Laboratory Methods. 4th edition, Charles C.
Thomas Publisher, Springfield, USA, 1960. P. 322 325.
12.
13. 6. Krisharwarny, K., Drug Metabolisme in Adults, National Institute of Nutrition,
Indian Council of Medical Research, Hyderbad, p. 500 507.
14.
15. 7. Ritscel, W. A., Handbook of Basic Pharmacokinetics. 1st edition, Drug Intelegence
Publications, Inc, Hamilton, 1976., P. 281 304.
16.
17. 8. Ritscel, W. A., Laboratory Manual of Biopharmaceutics Pharmacokinetics, Drug
Intelegence Publication. Inc. 1974, P. 43 53. and