Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM II FARMAKOLOGI

MENENTUKAN ED50 (EFFFECTIVE DOSE) DIAZEPAM PADA TIKUS

KELOMPOK 1 / FARMASI- C

1. NOUR LENA 201810410311001


2. NOER AINI MILA SAFITRI DEVI 201810410311002
3. SAFIRA REZBITA SYAWALIANNIS 201810410311003
4. AULI RIZKY SISWANDI 201810413011004
5. FITRI AULFA 201810410311009
6. NARENDRA DIAKSA 201810410311010
7. DESTY HANING PRASTIWI 201810410311011

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian diazepam secara


intraperitoneal.
2. Menentukan ED50 (dosis yang memberikan efek) tidur di diazepam.

II. DASAR TEORI


Obat sedatif-hipnotik memiliki efek farmakologik yang mirip dengan anestetik umum,
jika obat-obatan tersebut diberikan dengan dosis yang lebih besar, efeknya sama dengan
anestesi umum. Kedua jenis obat tersebut memiliki mekanisme yang sama dalam menekan
sistem saraf pusat.
Diazepam merupakan obat dari golongan benzodiazepine. Golongan ini bekerja pada
system saraf pusat dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/anxietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Diazepam menyebabkan tidur dan
penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapu tidak berefek
analgesik. Diazepam tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan
sedasi basal pada anestesi regional, endoskopi, dan prosedur dental, juga untuk induksi
anasthesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovaskuler.
ED50 (Effective Dose 50) adalah dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50%
individu. pemberian fenobarbital dan diazepam secara intraperitoneal digunakan untuk
menentukan ED50 yaitu dosis yang memberikan efek tidur pada 50% individu atau separuh
dari jumlah individu yang diamati memberi respon tidur.
Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan uji. Besar
kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut dapat menggambarkan besar
kecilnya efek sedasi. Oleh karena itu, efek sedatif ini akan kita amati melalui percobaan
dengan hewan uji, menggunakan parameter seperti yang tertera pada lembar pengamatan.
Sedatif adalah kemampuan untuk mengurangi kecemasan dan menimbulkan efek
tenang serta menurunkan kemampuan untuk dirangsang. (katzung et al., 2012;lee et al;
2015), obat golongan benzodiazepine merupakan golongan obat yang biasa digunakan
untuk sedatif. Contoh obat golongan benzodiazepine yaitu diazepam, klordiazepoksid,
flurazepam, desmetildiazepam, oxazepam, lorazepam, nitrazepam, triazolam dan
alprazolam. Mekanisme kerja dari benzodiazepine yaitu meningkatkan efek GABA secara
alorterik tanpa secara langsung mengaktifkan reseptor GABA atau membuka kanal klorida
yang terkait . Penguatan konduktansi ion klorida yang dipicu oleh interaksi benzodiazepine
dengan GABA menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya kanal (katzung et al., 2012)
Diazepam termasuk dalam golongan benzodiazepine dimana mekanisme kerjanya
yaitu meningkatkan ikatan antara lamda-aminobutyric acid (GABA) dengan reseptor
GABA, serta penguatan konduktansi ion klorida yang dipicu oleh interaksi dengan GABA
dan reseptor GABAa. Kanal klorida yang terbuka menyebabkan banyak ion klorida yang
masuk kedalam sel dan mengakibatkan hiperpolarisasi sehingga mengurangi kemampuan
sel untuk dirangsang (Eugen, 2019; katzung et al., 2007)
GABA adalah neurotransmiter penghambat utama pada sistem saraf pusat. Penelitian
elektrofisiologik menunjukkan bahwa golongan benzodiazepine memperkuat inhibisi
GABAergik pada semua tingkat neuroaksis termasuk medula spinalis, hipotalamus,
hipokampus, substansia nigra, korteks serebeli dan korteks serebri. Benzodiazepine
tampaknya meningkatkan efisiensi penghambat sinaps GABAergik. Golongan
benzodiazepine tidak menggantikan GABA, tetapi meningkatkan efek GABA secara
alosterik tanpa secara langsung mengaktifkan reseptor GABA atau membuka kanal klorida
yang terkait (katzung et al., 2007).
Hipnotika – sedative dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni senyawa
barbiturate dan benzodiazepine, obat-obat lainnya dan obat obsolet.
a. Barbiturat, phenobarbital, butobarbital, siklobarb dan lain lain. Penggunaanya
sebagai sedative hipnotika kini praktis sudah ditinggalkan berhubung adanya zat zat
benzodiazepine yang jauh lebih aman. Dewasa ini hanya beberapa barbiturate masih
digunakan untuk indikasi tertentu misalnya, Phenobarb dan Mefobarb sebagai anti
epileptika dan pentotal sebagai anestetikum.
b. Bezodiazepine : temazepam, mitrazepame, flurazepame, flunitrazepame, triazolam,
estazolam dan midazolam. Obat obat ini pada umumnya kini dianggap sebagai obat
tidur pilihan pertama karena tolsisitas dan efek sampingnya yang relatif paling
ringan. Obat ini juga menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat lain, lebih
ringan menekan pernafasan dan kecenderungan penyalahgunaan yang lebih sedikit.

Sejumlah bezodiazeine lain khusus digunakan sebagai tranquillizer, yakni


klordiazepoksid, klorazepat(tranxene), bromazepam (lexotan), diazepam, klorazepam,
prazepam, medazepam, oxazepam dan oxazolam (serenal).

c. Lain lain: Morfin (candu) juga berkhasiat hipnotis kuat, tapi terlalu berbahaya untuk
digunakan sebagai obat tidur, begitu pula alcohol. Meprobramat, opipramol,
buspiron (buspar), dan zopiclon (imovane) digunakan sebagai transquillizers.
Kloralhidrat termasuk obat tidur yang paling tua dan kadang kala masih digunakan
dalam pediatric dan geriatric untuk jangka waktu singkat.
d. Obat obat obsolete : senyawa brom K/Na/NH4Br serta turunan turunan urea
karbromal dan bromisoval. Obat obat ini hanya berkhasiat hipnotis lemah dan
dahulu digunakan sebagai obat pereda (sol.charcat). Bahaya kumulasi dan
toksisitasnya besar (bromisme), sehingga tidak digunkana lagi dalam terapi modern.

Meprobamat adalah tranquillizer pertama (1995) yang dahulu sering digunakan. Namun
karena efek sampingnya banyak dan agak sering terjadi tentamen suicide (percobaan bunuh
diri) dan intoksikasi, kini obat ini tidak dianjurkan lagi bagi pasien baru.

Opipramol (insidon) adalah senyawa trisiklis seperti antidepresivum amitriptilin serotonin.


Opipramol berdaya hipnotis dan anksiolitis lemah yang mulai kerjanya lambat, sehingga
dianjurkan sebagai obat tambahan pada keadaan ketegangan dengan perasaan takut.
Berhubung rasio efektivitas dan efek sampingnya relative lebih buruk, kini penggunaanya
sudah berkurang.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Kapas, spuit, kasa
2. Kandang, tikus 3 ekor
3. Alkohol swab
4. Diazepam (dosis 1mg/kgBB; 2,5mg/kgBB; 7,5mg/kgBB)

IV. PROSEDUR KERJA


1. Bersihkan permukaan abdomen tikus dengan kapas alkohol
2. Suntikkan pada masing-masing tikus : Diazepam dengan dosis 1 mg/kgBB; 2,5
mg/kgBB; 7,5 mg/kgBB secara intraperitoneal.
3. Amati perubahan perilaku tikus (seperti yang tertera pada lembar pengamatan)
dengan seksama.

V. SKEMA KERJA

Dihitung Dosis

Diambil Sediaan

(Berdasarkan dosis yang telah dihitung)

Pegang Tikus

Dibersihkan permukaan abdomen tikus


dengan kapas alcohol

Di injeksi secara intraperitoneal

Tikus 2 (2,5mg/kgBB)
Tikus 1 (1mg/kgBB) Tikus 3 (7,5 mg/kgBB)

Amati Perubahan perilaku tikus,

Obat penenang
VI. DOSIS

1. Tikus 1 2. Tikus 2
BB = 169 g = 0,16 g BB = 156 mg = 0.156 kg
Dosis yang diminta = 1 mg/kg BB Dosis yang diminta = 2,5 mg/kg BB
Dosis yang tersedia = 5 mg/1ml Dosis yang tersedia = 5 mg/1 ml

1mg x 2,5 mg x
 =  =
1 kg 0,169 kg 1 kg 0,156 kg

X = 0,169 mg X = 0,39 mg

5 mg 0,169 mg 5 mg 0,39 mg
 =  =
1 ml x 1 ml x

X = 0,0338 ml = 0,03 ml X = 0,078 ml = 0,08 ml


3. Tikus 3
BB = 127 g = 0,127 kg
Dosis yang diminta = 7,5 mg/kg BB
Dosis yang tersedia = 5 mg/ 1 ml

7,5 mg x
 =
1 kg 0,127 kg

X = 0.9525 mg

5 mg 0,9525 mg
 =
1 ml x

X = 0,1905 ml = 0,19 ml

VII. TABEL PENGAMATAN

No. Nomor Postur Aktivitas Ataxia Righting Test Analgesic Ptosis Mati
Eksperime Tubuh Motor Reflex Kasa
n
5 1 + + - - + - - -
2 + + - - + - - -
3 + + - - + - - -
10 1 + + - - + - - -
2 + + - - + - - -
3 + ++ + - + - - -
15 1 + + - - + - - -
2 + + - ++ + - + -
3 ++ +++ ++ - + + - -
30 1 ++ ++ - - + - ++ -
2 ++ +++ + +++ ++ - ++ -
3 ++ ++++ ++ - + ++ - -
60 1 ++ ++ - - + - ++ -
2 +++ ++++ - - - - + -
3 +++ ++++ +++ ++ ++++ ++ +++ -

Keterangan :

1. Postur Tubuh
+ = Jaga = Kepala dan punggung tegak
++ = Ngantuk = Kepala tegak, punggung mulai datar
+++ = Tidur = Kepala dan punggung datar
2. Aktivitas Motor
+ = Gerak spontan
++ = Gerak spontan bisa dipegang
+++ = Gerak menurun saat dipegang
++++ = Tidak ada gerak spontan saat dipegang
3. Ataksia (Gerakan berjalan inkoordinasi)
+ = Inkoordinasi terlihat kadang-kadang
++ = Inkoordinasi jelas terlihat
+++ = Tidak dapat berjalan lurus
4. Righting Reflex
+ = Diam pada satu posisi miring
++ = Diam pada dua posisi miring
+++ = Diam pada waktu terlentang
5. Test Kasa
+ = Tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
++ = Jatuh apabila kasa dibalik
+++ = Jatuh apabila posisi kasa 90º
++++ = Jatuh apabila posisi kasa 45º
6. Anagesia
+ = Respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
++ = Tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit
7. Ptosis
+ = Ptosis kurang dari ½
++ = ½
+++ = Seluruh palpebra tertutup

VIII. HASIL PENGMATAN


1. Tentukan onset of action (mula kerja) dari perubahan perilaku seperti biasa.
2. Penetuan ED50 (dosis efektif) tidur dari seluruh kelas (6 kelompok).

Dosis Respon tidur (+/-) pada tikus No. %Indeks yang berespon
1 2 3 4 5 6
1 mg/kg BB - - - + - - 16,66%
2,5 mg/kg BB + + - + - + 66.66%
7,5 mg/kg BB + + + + + + 100%
% indikasi yang berespon = jumlah tikus tidur/ jumlah total tikus x 100%
1
a. Indeks berespon dosis 1mg/kg BB = x 100% = 16,6%
6
5
b. Indeks berespon dosis 2,5 mg/kg BB = x 100% = 66,66%
6
6
c. Indeks berespon dosis 7,5 mg/kg BB = x 100 % = 100%
6
3. Indikasi ED50 dengan menggunakan persamaan regresi y = ax + b
x = dosis a = 19, 730
y = % indikasi b = 11,279
y = ax + b c = 0,914

y = ax + b
50 = 19,730x + 11,279

50−19,730
x =
11,279

x = 2, 684

IX. PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui ED50 atau dosis yang dapat memberikan efek
pada 50% individu dari obat Diazepam pada hewan coba yaitu tikus. Efek yang ditimbulkan
adalah efek tidur. Dari hasil pengamatan setelah pemberian sediaan Diazepam pada tikus
mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku pada tikus khususnya pada aktivitas yang
dipengaruhi oleh SSP. Hal ini disebabkan efek dari obat Diazepam sendiri yang memberikan
efek atau pengaruh pada system saraf pusat. Berikut perubahan perilaku yang terlihat pada
tikus.
1. Postur Tubuh
Tes postur tubuh ini bertujuan untuk melihat tingkat kesadaran dari hewan coba
(tikus). Pada tikus I dan II sejak menit ke-5 setelah pemberian obat sampai menit ke-15
tidak menunjukkan reaksi mengantuk dan lain sebagainya, dalam arti tikus masih terjaga.
Pada tikus I di menit ke-30 sampai 60 terjadi perubahan dengan tikus mengantuk yaitu
kepala tegak dan punggung mulai datar.
Sedangkan pada tikus II di menit ke-30 mengantuk dan tidur di menit ke-60. Pada
tikus III, sejak menit ke-5 hingga menit ke-10 setelah pemberian obat tikus masih terjaga,
di menit ke-15 dan 30 tikus mulai mengantuk. Dan pada menit ke-60 tikus tertidur dengan
tanda kepala dan punggung datar.

2. Aktivitas Motor
Tes aktivitas motorik bertujuan untuk mengetahui kemampuan hewan uji dalam
respon suatu rangsangan. Pada tikus I dan II di menit-5 sampai ke-15 setelah pemberian
obat, tikus tidak menunjukkan adanya perubahan motorik dalam artian tikus masih
memberikan gerak yang spontan. Pada tikus I di menit ke-30 sampai 60 memperlihatkan
gerak spontan ketika dipegang.
Sedangakan di tikus II dimenit ke-30 hingga 60 memperlihatkan gerakan menurun
saat dipegang. Pada tikus III di menit ke-5 memperlihatkan gerak spontan, di menit ke-10
memiliki gerak spontan saat dipegang. Di menit-15, gerakan tikus III mulai menurun saat
dipegang. Dan di menit ke-30 sampai 60 tikus III tidak memiliki gerak yang spontan pada
saat dipegang.

3. Ataksia
Tes ini bertujuan untuk melihat gerakan berjalannya inkoordinasi (tidak ada
kerjasama otot-otot ). Pada tikus I sejak menit ke-5 hingga menit akhir ke-60 tidak
memperlihatkan adanya gerakan inkoordinasi. Pada tikus II menunjukkan gerak
inkoordianasi yang terlihat kadang-kadang dan pada menit ke-60 dia sudah tidak
menunjukkan gerakan inkoordinasi. Pada tikus III kadang-kadang memperlihatkan
gerakan inkoordinasi pada menit ke-10. Di menit ke-15 dan ke-30 memperlihatkan
gerakan inkoordinasi yang jelas terlihat, sedangkan pada menit ke-60 tikus tidak dapat
berjalan lurus.

4. Righting Reflex
Pada tes ini bertujuan untuk melihat gerak reflex tubuh dari tikus apabila
dimiringkan baik secara telentang maupun miring. Pada tikus pertama dari menit awal
hingga akhir tidak memperlihatkan righting reflex. Pada tikus II menit ke-15
memperlihatkan diam di dua posisi miring. Dimenit ke-30 tikus diam pada waktu
terlentang, dan menit ke-60 tikus sudah tidak menunjukkan righting reflex lagi.

5. Test kasa
Di tes kasa ini bertujuan untuk memperlihatkan efek ngantuk pada tikus akibat
pemberian obat yang menyebabkan tubuh tikus tidak seimbang bila kasa dibalikkan. Pada
semua tikus di menit ke-5 hingga ke-15, tikus tidak jatuh apabila kasa dibalik dan
digoyangkan. Perbedaan pada masing-masing tikus mulai terlihat antara lain : di tikus I dia
tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyangkan hingga menit terakhir.
Tikus II jatuh apabila kasa dibalik pada menit ke-30 dan menit ke-60 sudah tidak
memperlihatkan efek lagi. Dan tikus III, di menit ke-30 dia masih tidak jatuh apabila kasa
dibalik dan digoyangkan, tetapi pada menit ke-60 tikus jatuh dalam posisi kasa 450.

6. Analgesik
Bertujuan untuk melihat efek analgesik yang ditimbulkan dari pemberian obat
Diazepam. Sejak menit awal hingga akhir tikus I dan II masih menunjukkan rasa sakit saat
telapak kaki dijepit dengan pinset. Pada tikus III, di menit ke-15 responnya berkurang
pada saat telapak kaki dijepit. Dan di menit ke-30 sampai 60 tikus tidak memberikan
respon sakit pada saat telapak kaki dijepit.

7. Ptosis
Bertujuan untuk melihat palpebral (kelopak mata) pada tikus. Pada tikus I, dari
menit ke-5 sampai ke-15 kelopak mata tikus masih terbuka normal. Di menit ke-30 sampai
ke 60 kelopak mata tikus menutup ½. Di Tikus II , di menit ke-5 sampai 10 kelopak mata
tikus masih terbuka normal. Menit ke-15 kelopak mata tertutup kurang dari ½. Menit ke-
30 kelopak mata tertutup ½ dan kembali tertutup kurang dari ½ pada menit ke-60.

Dari ketiga hewan coba yang memperlihatkan efek tidur yaitu tikus ke-2 dan ke-3.
Dan pada tikus I memperlihatkan efek ngantuk. Selain itu juga menunjukkan efek
hypnosis yang ditandai dengan penurunan reflek-reflek dan ptosis (menutupnya palpebra).
Efek utama dari golongan benzodiazepine adalah sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi dan ansieta, relaksasi otot dan antikonvulsi. Dari data kelas yang kami
peroleh, dengan perbedaan pemberian dosis dari ketiga tikus tersebut didapatkan data
respon tidur. Pada tikus I diperoleh 16,6%. Pada dosis 2,5mg diperoleh 66,66%,
sedangkan pada tikus dengan dosis 7,5mg/kgBB diperoleh 100%.

X. DISKUSI
1. Jelaskan mekanisme perubahan seperti diatas ?
Perubahan perilaku yang terjadi pada hewan praktikum yaitu tikus dapat terjadi
karena diantaranya dapat mengakibatkan inhibisi aktivitas,dan sistem rescular terganggu.
Sistem rescular ini yang bertanggung jawab sebagai tingkat penentu kesadaran
dikarenakan adanya inhibisi pada sistem ini sehingga timbul efek penurunan kesadaran.
Berdasarkan dari hasil kelas kami, dengan jumlah 6 kelompok, telah memberikan dosis
pada tiap tikus yang berbeda dengan dosis yang berbeda pula maka dapat kita lihat adanya
perbedaan. Pada dosis pertama, yaitu dosis 1mg/kgBB mengakibatkan efek yang muncul
pada tikus tidak terlalu berpengaruh dikarenakan dosisnya terlalu kecil sedangkan dosis
yang 2,5mg/kgBB memberikan sedikit pengaruh tapi tetap mampu dibedakan dengan
dosis pertama. Sedangkan yang dosis 7,5mg/kgBB dapat membuat tikus tertidur akibat
dosis obat yang diberikan dalam jumlah besar ini menunjukkan efek dari obat memiliki
peningkatan yang signifikan dibandingkan dosis yang pertama dan kedua.
XI. KESIMPULAN
1. Akibat variasi dosis, sebagian populasi tikus pada kelas kami mengalami efek sedative
yaitu tikus tertidur.
2. ED50 memperlihatkan sebagian populasi mengalami efek sedative dari obat.
3. Diazepam menyerang langsung saraf pusat sebagai pusat pengendalian tikus. Sehingga
semakin besar dosis yang diberikan semakin terlihat jelas pengaruh pada sisem motoric
tikus.

XII. DAFTAR PUSTAKA


1. Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi I Universitas Muhammadiyah Malang
2. Eugen, Trinka. 2009. Benzodiazepines Used Primarily for Emergency Treatment
(Diazepam, Lorazepam dan Midazolam), Innsbruck : Wiley Blackwell, PP431-446
3. Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J.2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi
10. Jakarta : EGC, hal 355—368.
4. Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J.2012. Basic and Clinical Pharmacology 12 th
Edition. Mc Gra Hill : Lange, PP 373-389.
5. Lee. D.C., Ferguson, K.L. Sedative and Hypnotics.

Anda mungkin juga menyukai