Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN VII
UJI KETOKSIKAN AKUT

Disusun oleh :

Nama : Rian Wahyu Fitriana Kusumawuri


NIM : 1041811103
Kelompok :K

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"
SEMARANG
2020
PERCOBAAN VII

UJI KETOKSIKAN AKUT

I. TUJUAN
Mengidentifikasi bahan kimia yang toksik dan memperoleh informasi tentang
bahaya terhadap manusia bila terpajan. Uji toksisitas akut digunakan untuk menetapkan
nilai LD50 suatu zat.

II. DASAR TEORI


Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebenarnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat
berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang
cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola dosis facit
venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus). Pada umumnya, hebatnya reaksi
toksis berhubungan langsung dengan tingginya dosis: bila dosis diturunkan, efek toksis
dapat dikurangi pula. (Tjay & Rahardja, 2002).
Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi. Antara lain dapat
dibedakan atas :
1. Efek toksik akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik dan
2. Efek toksik kronis, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh
dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi 
toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala keracunan. (Tjay &
Rahardja, 2002).
Pada dasarnya uji toksikologi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: uji ketoksikan tak
khas, dan uji ketoksikan yang khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji ketoksikan yang
dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik sesuatu senyawa
pada aneka ragam jenis hewan uji. Termasuk dalam golongan ini adalah uji ketoksikan
akut, uji ketoksikan subkronis dan uji ketoksikan kronis. Sedangkan uji ketoksikan khas
adalah uji ketoksikan yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas
sesuatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Termasuk golongan uji ketoksikan
khas ini adalah uji potensiasi, uji kekarsinogenikan, uji keteratogenikan, uji reproduksi,
kulit dan mata, juga perilaku (Syarif , 2007 ; 820).
Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat mengakibatkan toksis. Pada
umumnya hebatnya toksis berhubungan dengan tinggi dosis, bila dosis diturunkan, efek
toksis dapat pula dikurangi. Efek teratogen merupakan salah satu bagian dari efek toksis,
yang bekerja dari peredaran darah ibu hamil semua zat gizi dan zat pertumbuan masuk
kedalam sirkulasi janin dengan melintasi urin. Plasma dapat disamakan dengan rintangan
darah-otak dengan membran semipermeabel pula, maka zat-zat lipofil dapat melaluinya
dengan lancar. Zat-zat hidrofil, bila kadar plasmanya tinggi, akhirnya akan melintasi
plasenta juga. Dalam peredaran janin obat akan bertahan lebih lama, karena sistem
eliminasinya belum berkembang secukupnya.Obat teratogen adalah obat pada dosis
terapeutis untuk ibu hamil dapat menyebabkan cacat pada janin, seperti focomelia.
Toksoid atau anatoksin adalah suatu toksin yang telah diubah strukturnya, sehingga tidak
terjadi toksik lagi. Sifat antingennya tidak dihilangkan, yakni kemampuan untuk
menstimulasi pembentukan antibodi (Tjay & Rahardja, 2002).
LD 50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistic
diharapakan akan membunuh 50% hewan coba, juga dapat menunjukkan organ sasaran
yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk dosis
yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama. Evaluasi juga terhadap
kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas motorik dan pernapasan
untuk mendapat gambaran tentang sebab kematian.(Donatus,2005:8-9)

Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu


selama 7-14 hari. Dan pengamatan tersebut meliputi: Gejala-gejala klinis, Jumlah hewan
yang mati, Hispatologi organ. Data kuantitatif yang diperoleh dari uji ketoksikan akut ini
ialah LD50 sedang data kualitatifnya berupa penampakkan klinis dan morfologis efek
toksik senyawa uji. Data LD50 yang diperoleh dapat digunakan untuk potensi ketoksikkan
akut senyawa relatif terhadap senyawa lain. Selain itu, juga dapat digunakkan untuk
memperkirakan takaran dosis uji tosikologi lainnya. (Donatus,Imono Argo. 2001.
Toksikologi Dasar,hal:200)
III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat :
 Spuit injeksi oral
 Labu takar
 Kapas
 Bekerglass
 Timbangan
 Surgical scissors
 Timbangan ohauss
 Batang pengaduk
B. Bahan:
 INH
 Etanol
 Gliserin
 Aquadest
 Hewan uji: Tikus

IV. SKEMA KERJA

Disiapkan tikus putih (strain Sprague Dawley atau Wistar) berumur 8-12 minggu,
ditimbang dan dipuasakan

4 hewan uji diberi suspense INH dengan dosis yang berbeda – beda untuk uji
pendahuluan, yaitu 5 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 300 mg/kgBB,dan 2000 mg/kgBB

Jika terjadi kematian pada uji pendahuluan, dilanjutkan dengan 8 tikus untuk uji utama
dan diberikan INH dengan dosis 300 mg/kgBB untuk 4 tikus dan 2000 mg/kgBB untuk
4 tikus lainnya
Hewan uji diamati pada 30 menit pertama setelah pemberian sediaan uji, dan secara
periodic setiap 4 jam selama 24 jam pertama dan sehari sekali setelah itu selama 14
hari

Data masing-masing hewan harus tersedia dan semua data harus diringkas dalam
bentuk tabel yang menunjukkan dosis uji yang digunakan; jumlah hewan yang
menunjukkan gejala toksisitas; jumlah hewan yang ditemukan mati selama uji dan
yang mati karena dikorbankan; waktu kematian masing-masing hewan; gambaran
dampak toksik dan waktu dampak toksik; waktu terjadinya reaksi kesembuhan; dan
penemuan nekropsi

V. DATA PENGAMATAN

Uji Pendahuluan :

KELOMPOK /DOSIS BB HEWAN UJI HASIL


(gram)

5 mg/ Kg BB - 205 HEWAN UJI HIDUP/ TIDAK


ADA GEJALA TOKSIK

50 mg/ Kg BB - 215 HEWAN UJI HIDUP/ TIDAK


ADA GEJALA TOKSIK

300 mg/ Kg BB - 232 HEWAN UJI HIDUP/ADA


GEJALA TOKSISTAS

2000 mg/ Kg BB - 238 HEWAN UJI MATI

Uji Utama :
KELOMPOK /DOSIS BB HEWAN UJI HASIL
(gram)

300 mg/ Kg BB 1. 265 5 HEWAN UJI HIDUP/ADA


2. 235 GEJALA TOKSISTAS
3. 230
4. 237
2000 mg/ Kg BB 1. 265 5 HEWAN UJI MATI
2. 235
3. 230
4. 237

VI. PERHITUNGAN
1. Konsentrasi Larutan Stok
Dosis : 2000 mg/kgBB
Dosis tikus terbesar (265 gram) :

265 gram
x 2000mg=530 mg/265 gramtikus
1000 gram
dosis
Konsentrasi stok = 1
volume pemberian
2
530 mg
=
2,5 mL
= 212 mg/mL
Untuk 25 mL = 25 mL x 212 mg/mL
= 5300 mg/25mL
5300 mg
Tablet = =17,67 tablet ∽ 18 tablet
300 mg/tablet
BR tablet = 403,5 mg
5300 mg
Bobot serbuk = x 403,5 mg
300 mg
= 7128,5 mg
2. Perhitungan Vp Uji Pendahuluan
a. Dosis dan volume pemberian isoniazid 5 mg/kgBB tikus

Bobot : 205 gram


205 g
Dosis = x5 mg/kgBB = 1,025 mg/kgBB tikus
1000 g
1,025 mg
Vp = = 0,005 ml
212mg /ml
b. Dosis dan volume pemberian isoniazid 50 mg/kgBB tikus

Bobot : 215 gram


215 g
Dosis = x50 mg/kgBB = 10,75 mg/kgBB tikus
1000 g
10,75 mg
Vp = = 0,05ml
212mg /ml
c. Dosis dan volume pemberian isoniazid 300 mg/kgBBtikus

Bobot : 232 gram


232 g
Dosis = x 300 mg/kgBB = 69,6 mg/kgBB tikus
1000 g
69,6 mg
Vp = = 0,33 ml
212mg /ml
d. Dosis dan volume pemberian isoniazid 2000 mg/kgBBtikus

Bobot : 238 gram


238 g
Dosis = x 2000 mg/kgBB = 476 mg/kgBB tikus
1000 g
476 mg
Vp = = 2,25 ml
212mg /ml
3. Perhitungan Vp Uji Utama
a. Dosis dan volume pemberian isoniazid 300 mg/kgBBtikus

 Bobot : 265 gram


265 g
Dosis = x 300 mg/kgBB = 79,5 mg/kgBB tikus
1000 g
79,5 mg
Vp = = 0,38 ml
212mg /ml
 Bobot : 235 gram
235 g
Dosis = x 300 mg/kgBB = 70,5 mg/kgBB tikus
1000 g
70,5 mg
Vp = = 0,33 ml
212mg /ml

 Bobot : 230 gram


230 g
Dosis= x 300 mg/kgBB = 69 mg/kgBB tikus
1000 g
69 mg
Vp = = 0,33ml
212mg /ml

 Bobot : 237 gram


237 g
Dosis = x 300 mg/kgBB = 71,1 mg/kgBB tikus
1000 g
71,1 mg
Vp = = 0,34 ml
212mg /ml

b. Dosis dan volume pemberian isoniazid 2000 mg/kgBB tikus

 Bobot : 265 gram


265 g
Dosis = x 2000 mg/kgBB = 530 mg/kgBB tikus
1000 g
530 mg
Vp = = 2,50 ml
212mg /ml

 Bobot : 235 gram


235 g
Dosis = x 2000 mg/kgBB = 470 mg/kgBB tikus
1000 g
470mg
Vp = = 2,22 ml
212mg /ml
 Bobot : 230 gram
230 g
Dosis = x 2000 mg/kgBB = 460 mg/kgBB tikus
1000 g
460mg
Vp = = 2,17 ml
212mg /ml

 Bobot : 237 gram


237 g
Dosis = x 2000 mg/kgBB = 474 mg/kgBB tikus
1000 g
474 mg
Vp = = 2,24 ml
212mg /ml

Perhitungan LD50 menurut Farmakope Indonesia

No Dosis Jumlah Hewan Uji Pi


yang Mati
I 5 mg/kgBB 0 0
II 50 mg/ kgBB 0 0
III 300 mg/kgBB 0 0
IV 2000 mg/kgBB 5 1
Jumlah Pi 1

Log LD50 = a – b [Ʃpi – 0,5]


= log 2000-[(log 2000- log 300) x (1-0,5)]
= 3,3010 – 0,8239 [1 – 0,5]
= 3,3010 – 0,41195
= 2,88905
LD50 = 774,5510 mg/kgBB tikus
LD50 tikus = 774,5510 mg/kgBB tikus
200 g
LD tikus 200g = x 774,5510 mg/kgBB tikus
1000 g
= 154,9102 mg/200g BB tikus
LD50 manusia 70 kg = 154,9102 x 56,0
= 8674,9712 mg/70kg BB manusia
1 kg
LD50 per kgBB manusia = x 8674,9712
70 kg
= 123,9282 /kg BB manusia

Kesimpulan obat isoniazid sesuai kriteria Hodge dan Sterner,kadar ketoksikan


“Toksik Sedang”
Dievaluasi dan dianalisis hasil pengamatan untuk menilai gejala toksik
dan mekanisme yang memerantarai efek toksik serta ditentukan nilai
potensi ketoksikan akut dengan menghitung LD50.

VII. PEMBAHASAN

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimaksud KETOKSIKAN AKUT ?


Jawab :
Ketoksikan akut adalah tingkat efek toksik suatu senyawa pada hewan uji tertentu,
yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberiannya pada dosis tunggal. Dapat
digambarkan sebagai akut toksisitas, efek buruk harus terjadi dalam waktu 14 hari
dari pemberian zat.

2. Apakah yang dimaksud LD 50 ?


Jawab :
LD 50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistic
diharapakan akan membunuh 50% hewan coba, juga dapat menunjukkan organ
sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan
petunjuk dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama.

3. Bagaimana mekanisme kerja Isoniazid (INH) ?


Jawab :
Isoniazid (INH) bekerja dengan cara menghambat sintesis asam mikolik, yaitu suatu
komponen esensial dinding sel bakteri. Mekanisme inilah yang nantinya akan
menimbulkan efek terapi obat yang bersifat bakterisid terhadap
organisme Mycobacterium tuberculosis yang aktif bertumbuh secara intraseluler dan
ekstraseluler.

4. Bagaimana tanda-tanda gejala ketoksikan INH ?


Jawab :
a. Tanda-tanda gejala ketoksikan INH jangka pendek ;
Gejala keracunan muncul setelah 1 sampai 2 jam tetapi keracunan dapat
terjadi 30 menit hingga 7 jam setelah terpapar. Fase pertama meliputi: mual,
muntah, penglihatan kabur, pusing, bicara cadel. Fase kedua terjadi dengan
cepat, meliputi kejang/epilepsi, gangguan pernapasan, koma dan asidosis
metabolik berat. Tanda dan gejala keracunan yang terjadi adalah demam, lesu,
stupor, koma, kejang/epilepsi, depresi pernapasan, gangguan pernapasan
selama kejang, muntah, mual, nyeri perut, takikardia, hipotensi.

b. Tanda-tanda gejala ketoksikan INH jangka panjang :


Overdosis kronik dapat menginduksi gejala keracunan yang serupa dengan
gejala keracunan akut. Hepatitis, neuropati perifer merupakan gejala yang
sering terjadi pada keracunan kronik tertelan.

5. Berapakah LD 50 INH pada tikus ?


Jawab :
LD50 oral-tikus 650 mg/kg; LD50 subkutan-tikus 329 mg/kg, LD50 I.P – Tikus 100
mg/kg

6. Apakah perbedaan uji ketoksikan akut konvensional dengan fixed dose?


Jawab :
Pada fixed dose dosis yang dipilih berdasarkan uji pendahuluan sebagai dosis yang
dapat menimbulkan gejala toksisitas ringan tetapi tidak menimbulkan efek toksk yang
berat atau kematian. Sedangkan metode konvensional sekurangkurangnya digunakan
3 dosis berbeda,dosis terendah adalah dosis yang sama sekali tidak menimbulkan
kematian , sedangkan dosis tertinggi adalah dosis terendah yang menimbulkan
kematian 100%.

Pada praktikum kali ini dilakukan uji toksikologi akut, uji ketoksikan akut
dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam
waktu singkat setelah pemejanan dengan takaran tertentu. Uji ini dikerjakan dengan
cara memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan uji.Pengamatan dilakukan
selama 24 jam, tetapi dapat juga 7-14 hari, yang diamati adalah gejala klinis , jumlah
hewan yang mati dan histopatologi organ.

Pelaksanaan uji toksikologi akut umumnya menggunakan tikus.Hewan ini


dipilih karena mudah ditangani, murah dan mudah didapat. Tujuan digunakan hewan
adalah menentukan profil toksikologi secara umum, menentukan target organ atau
sistem yang sangat berguna saat uji klinik dan untuk memprediksi keamanan pada
manusia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas antara lain dosis, pelaksanaan


pengawasan dan keadaan fungsi organ. Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan
lamanya pemaparan dan eksposisi zat yang diberikan pada pasien. Pengawasan dalam
penggunaan dan konsumsi zat kimia ataupun obat sangat penting untuk menentukan
konsentrasi zat yang dapat menyebabkan toksik dalam penggunaannya. Keadaan
fungsi organ yang berkontak dengan suatu zat toksik akan memperngaruhi kerja
eksposisi dan netralisasi toksin dalam tubuh manusia. Dalam hal ini hati dan ginjal
memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya toksisitas pada tubuh karena
hati dan ginjal merupakan tempat terjadi absorbsi, metabolisme dan eksresi  terbesar
dan utama dalam tubuh.

Untuk menyatakan toksisitas suatu obat umumnya digunakan ukuran


LD50 yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok hewan coba, obat
atau zat kimia dikategorikan supertoksik jika dosis sebesar 5 mg/Kg berat badan atau
kurang  dari 5 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan amat sangat toksik jika dosis
sebesar 5-50 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan sangat toksik jika dosis sebesar
50-500 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan  toksik sedang jika dosis sebesar 0,5-5
g/Kg berat badan. Obat dikategorikan toksik ringan jika dosis sebesar 5-15 g/Kg berat
badan. Dan obat dikategorikan praktis tidak toksik jika dosis sebesar lebih dari 15
g/Kg berat badan.

Obat dikatakan dapat menimbulkan efek jika obat tersebut melebihi nilai
ambang batas kadar efek minimum atau MEC (Minimum Efek Concentration), dan
obat dikatakan menimbulkan toksisikan jika obat tersebut melebihi nilai ambang batas
kadar toksisitas minimum atau MTC (Minimum Toxsic Concentration ).

Sebelum dilakukan praktikum , tikus dianestesi. Anestesi pada tikus putih


bertujuan untuk membedakan stadium yang terjadi pada saat anestesi, anestesi pada
tikus dilakukan dengan cara memasukkan tikus putih kedalam toples yang berisi
kapas yang telah ditetesi kloroform dan telah dijenuhkan. Kemudian toples ditutup
agar kloroform yang diberikan menguap sempurna ditoples. Anestesi dalam
percobaan ini merupakan anestesi umum yaitu anestesi untuk menghilangkan nyeri
(analgesia) yang disertai dengan hilangnya kesadaran hewan coba.
Hasil uji toksisitas akut merupakan bagian yang penting untuk evaluasi
keamanan dan merupakan prasarat untuk uji farmakologi atau uji klinik sebelum obat
digunakan. Tujuan dilakukan uji toksisitas akut sangat luas, meliputi:

a. Menentukan range dosis ( interval dosis ) untuk uji berikutnya ( uji farmakologi,
toksisitas subakut, subkronis, dan toksisitas jangka panjang ).
b. Untuk mengklarifikasikan zat uji, apakah masuk kategori praktis tidak toksik,
super toksik atau yang lain.
c. Mengidentifikasi kemungkinan target dan organ atau sistem fisiologi yang
dipengaruhi.
d. Mengetahui hubungan antar dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan
perilaku, koma, kematian.
e. Mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat membentuk
diagnosis adanya kasus keracunan.
Selama pangamatan setelah penberian sediaan hewan uji menunjukkan adanya
gejala toksik. Seperti lemas, aktivitas menurun, gelisah, gatal-gatal, kejang, sesak
nafas, hilang keseimbangan, lumpuh, takikardi, hingga mengalami kematian.

Isoniazid merupakan obat yang digunakan untuk mengobati


penyakit tuberkulosis serta mencegah berulangnya infeksi TB. Obat ini bekerja
dengan menghentikan pertumbuhan bakteri tuberkulosis . Isoniazid (INH) bekerja
dengan cara menghambat sintesis asam mikolik, yaitu suatu komponen esensial
dinding sel bakteri. Mekanisme inilah yang nantinya akan menimbulkan efek terapi
obat yang bersifat bakterisid terhadap organisme Mycobacterium tuberculosis yang
aktif bertumbuh secara intraseluler dan ekstraseluler.
Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang
terkandung dalam obat dan berada dalam batas keamanan obat. Beberapa obat
menunjukan efek terapi luas. Ini menunjukan bahwa pasien dapat diberikan dengan
range tingkat dosis yang besar tanpa terjadi efek samping. Sedangkan obat lainnya
mempunyai indek terapi sempit dimana ketika dosis dilebihkan dapat menyebabkan
toksik pada pasien. Obat yang mempunyai indeks terapi sempit membutuhkan
pengawasan pada level obat dalam plasma dan penyesuaian dosis untuk mencegah
munculnya efek toksik.
Pada percobaan kali ini menggunakan metode fixed dose yg terdiri dari uji
pendahuluan dan uji utama. pendahuluan menggunakan masing - masing 1 hewan uji
dengan pemberian dosis 5 mg/kgBB; 50 mg/kgBB; 300 mg/kgBB; 2000 mg/kgBB
mendapatkan hasil pada dosis 5 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB tidak ada tikus yang mati
serta tidak ada yang mengalami gejala ketoksikan, pada dosis 300mg/kgBB tikus
tidak mati namun tikus mengalami gejala ketoksikan dan pada dosis 2000 mg/kgBB
tikus mati. Karena terjadi kematian pada uji pendahuluan, maka dilanjutkan dengan
uji utama yg dilakukan selama 14 hari menggunakan dosis 300 mg/kgBB dan 2000
mg/kgBB dengan masing - masing kelompok dosis ditambah 4 hewan uji lagi. Hasil
nya pada dosis 300 mg/kgBB hewan uji hidup namun ada gejala toksisitas dan dosis
2000 mg/kgBB semua hewan uji mati. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui LD50
INH pada tikus adalah 300 mg/kgBB. Berdasarkan kriteria bahaya dari GHS
(Globally Harmonised Classification System for Chemical Substances and Mixtures)
yang tercantumdalam Thirteenth Addendum to The OECD Guidelines for The Testing
of Chemicals(2001), seperti tabel 3, ketoksikan obat tersebut masuk dalam kategori 4
karena pada dosis 300 mg/kgBB ≥ 1 ekor dengan gejala toksisitas dan <1 mati serta
pada dosis 2000 mg/kgBB ≥ 2 dari 5 ekor mati. Sedangkan berdasarkan kriteria
penggolongan sediaan uji (Hodge dan Sterner, 1995), seperti table 4 masuk dalam
kategori toksik sedang ( tingkat ketoksikan 3) dengan rentang LD50 oral (pada tikus)
yaitu 50-500 mg. hal ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan
LD50 sebesar 123,9282 /kg BB manusia.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
percobaan metode fixed dose yg terdiri dari uji pendahuluan dan uji utama.
pendahuluan menggunakan masing - masing 1 hewan uji dengan pemberian dosis 5
mg/kgBB; 50 mg/kgBB; 300 mg/kgBB; 2000 mg/kgBB. Berdasarkan hal tersebut
dapat diketahui LD50 INH pada tikus adalah 300 mg/kgBB. Berdasarkan kriteria
bahaya dari GHS (Globally Harmonised Classification System for Chemical
Substances and Mixtures) yang tercantum dalam Thirteenth Addendum to The OECD
Guidelines for The Testing of Chemicals(2001), seperti tabel 3, ketoksikan obat
tersebut masuk dalam kategori 4 karena pada dosis 300 mg/kgBB ≥ 1 ekor dengan
gejala toksisitas dan <1 mati serta pada dosis 2000 mg/kgBB ≥ 2 dari 5 ekor mati.
Sedangkan berdasarkan kriteria penggolongan sediaan uji (Hodge dan Sterner, 1995),
seperti table 4 masuk dalam kategori toksik sedang ( tingkat ketoksikan 3) dengan
rentang LD50 oral (pada tikus) yaitu 50-500 mg.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Donatus, I. A., 2005. Audiovisual Toksikologi Dasar. Yogyakarta : UGM.
2. Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, Yogyakarta : UGM.
3. Tjay, T.H., K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media
4. Syarif, Amir. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Penerbit Gaya Baru.
5. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta:
Gramedia.

Semarang, 13 Mei 2020


Dosen Pembimbing Praktikan

A.A. Hesti W.S., M.Si. Med., Apt. Rian Wahyu Fitriana K

( NIM 1041811103 / K )

Arik Dian Eka P., M.Si.,Apt

Wahyu Setyaningrum, S.Farm.,Apt

Anda mungkin juga menyukai