Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI PENYAKIT

INFEKSI, GANGGUAN IMUNOLOGI DAN ONKOLOGI

SEMESTER GANJIL 2017 - 2018

PERCOBAAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIINFLAMASI

Hari/tanggal : Selasa, 1 November 2017


Shift/kelompok : B/1
Waktu Praktikum : Selasa , 13.00 – 16.00 WIB
Asisten : 1. Maura Syafa Islami
2. Rizki Muhammad Zafrial

Diah Siti Fatimah 260110160041 (Cover, Simpulan, Daftar Pustaka,


Edit)
Shella Widiyastuti 260110160042 (Teori Dasar, Lampiran)
Dede Jihan Oktaviani 260110160044 (Data Pengamatan, Hasil,
Perhitungan)
Quinzheilla Putri A. 260110160045 (Pembahasan)
Shinta Lestari 260110160046 (Pembahasan)
Saqila Alifa R. 260110160047 (Teori Dasar)
Alia Resti Azura 260110160048 (Tujuan, Prinsip, Alat, Bahan,
Gambar Alat)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
I. Tujuan
1.1 Mampu memahami prinsip dasar percobaan aktivitas antiinflamasi dan
memperoleh petunjuk-petunjuk yang praktis.
1.2 Dapat menunjukkan beberapa kemungkinan dan batasan percobaan.

II. Prinsip
2.1.Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi lokal pada jaringan muskular terhadap cedera
yang di tandai oleh gejala seperti rubor (kemerahan) kalor (panas) dolor
(nyeri) dan turgor (pembengkakan) (Corwin,2008).
2.2.Induksi karaginan
Induksi udem dilakukan pada kaki hewan uji dalam hal ini tikus disuntikkan
dengan suspensi karaginan secara subplantar. Obat uji di berikan secara oral.
Volume udem di ukur dengan alat pletismometer. aktivitas inflamasi zat uji
di tunjukkan oleh kemampuan obat uji mengurangi udem yang di induksi di
telapak kaki hewan uji (Suralkar,2008).
2.3.Plethysmometer
Alat untuk mengetahui volume peradandan atau edema dari tikus. Volume
ditentukan dari berat dan berat jenis berdasarkan hukum archimedes. prinsip
hukum archimedes adalah penambahan volume air raksa sebanding dengan
volume kaki tikus yang dimasukkan (Muromachi, 2015).

III. Teori Dasar

Respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan


jaringan, atau keduanya disebut inflamasi. Penyebab inflamasi antara lain
mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika.
Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan
fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar keduanya
mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk,
membersihkan debris, dan mempersiapkan jaringan untuk proses
penyembuhan. Gejala respon inflamasi berupa rubor (kemerahan), kalor
(panas), dolor (nyeri), dan turgor (pembengkakan) (Corwin, 2008).

Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang


ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen
pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan
akut mencakup pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan
perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada proses radang akut sebagian
besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam mediator kimia, antara
lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam arakhidonat dan
produk leukosit (Erlina, et al, 2007).

Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau


terinfeksikuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi
yangmemusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah
agenmenyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan
jaringanyang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.
Rangkaian reaksi inidisebut dengan radang. Agen yang dapat menyebabkan
cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah kuman
(mikroorganisme), benda (peluru, pisau, dan sebagainya), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atausinar UV), listrik, zat-zat kimia,
dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkanoleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokokyang sama, yang terjadi
cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) ataunekrosis (kematian)
jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cederadinding kapiler,
terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada
tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan
fibrolas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan
imunologik (Rukmono, 2000).
Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta
mempertahankan diri terhadap infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa
kemeraham (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor).
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang
iritan. Pada tahap Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun Kerehau
(Callicarpa longifolia L.) ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler
darah ke dalam ruangruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya
granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk
membersihkan debris jaringan dan mikroba (Semiawan, et al, 2015).

Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenin


merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang
sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Selain itu, pembentukan
radang oleh karagenin tidak menyebabkan kerusakan jaringan. Data
persentase radang diperoleh dari perbandingan selisih volume kaki tikus
pada waktu t dan sebelum perlakuan dengan volume kaki sebelum
perlakuan. Kemudian dari data yang didapatkan, dihitung persentasenya
(Arundina, et al, 2011).

Pengujian aktivitas antiinflamasi dapat menggunakan metode Winter.


Metode Winter merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk
pertama kali menguji agen antiinflamasi baru dengan melihat kemampuan
suatu senyawa dalam mengurangi induksi radang/edema lokal pada telapak
kaki tikus oleh injeksi induktor radang (Ravi, et al, 2009).

Obat anti inflamasi golongan steroid (glukokortikoid) mempunyai


potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap
jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Sayangnya, toksisitas yang
berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah
pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit
sendi (Katzung, 2002).
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS) seringkali dapat
menyebabkan iritasi saluran cerna. Salah satu upaya untuk menghindari efek
samping tersebut, dikembangkan penggunaan obat secara topikal. Sediaan
OAINS topikal yang telah beredar a.l. natrium diklofenak dengan dosis 1%
( Soeratri, et al, 2014 ).

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur


kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat
farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma
(pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar
akibat olah raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila
diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay dan
Rahardja, 2002).

Indometasin sebagai obat anti-inflamasi, toksisitas indometasin


membatasi pemakaiannya. Efek samping indometasin terjadi sampai 50%
penderita yang diobati. Kebanyakan efek samping ini berhubungan dengan
dosis. Keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan
nyeri abdomen. Dapat terjadi ulserasi saluran cerna bagian atas kadang-
kadang dengan pendarahan (Mycek, et al, 2001).

Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang


diekstraksi dari getah rumput laut dari spesies tertentu dari kelas
Rhodophyceae (alga merah). Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid
yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat,
dengan galaktosa dan 3,6- anhidrogalaktopolimer (Winarno, 1996).

IV. Alat dan Bahan


4.1. Alat
a. Jarum suntik 1 mL
b. Plethysmometer air raksa
c. Sonde oral
4.2. Bahan
a. Air raksa
b. Asam mefenamat
c. Larutan gom arab 3 %
d. Larutan karagenan 1 % dalam air suling (dibuatkan sehari sebelum
percobaan)
e. Natrium diklofenak
4.3. Gambar Alat
a. Jarum suntik 1 ml

b. Plethysmometer air raksa

c. Sonde oral
V. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan
5.1. Data Pengamatan

Waktu pengecekan
Kelompok Tikus
0’ 60’ 75’ 90’ 105’ 120’
1 0.001 0.001 0.002 0.002 0.002 0.002
2 0.002 0.003 0.003 0.003 0.0033 0.0036
3 0.0016 0.0016 0.003 0.003 0.002 0.002
Kontrol –
4 0.001 0.004 0.005 0.003 0.003 0.003
PGA
5 0.001 0.003 0.003 0.004 0.004 0.001
6 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.005
Rata
– 0.00126667 0.00243333 0.00316667 0.00316667 0.00321667 0.00276667
Rata
1 0.001 0.001 0.002 0.003 0.004 0.002
2 0.003 0.004 0.004 0.006 0.006 0.005
3 0.0015 0.0015 0.002 0.004 0.0025 0.005
4 0.001 0.005 0.002 0.002 0.003 0.002

Kontrol +
5 0.004 0.005 0.004 0.004 0.004 0.004
Asetosal

6 0.003 0.004 0.005 0.003 0.004 0.003


Rata
– 0.00225 0.00341667 0.00316667 0.00366667 0.00391667 0.0035
Rata
Uji 1 1 0.001 0.001 0.002 0.002 0.003 0.002
2 0.0033 0.0033 0.004 0.004 0.004 0.005
3 0.0015 0.0015 0.002 0.003 0.004 0.004

Natrium
4 0.003 0.004 0.005 0.002 0.003 0.002
diklofenak

5 0.002 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002


6 0.002 0.003 0.0035 0.004 0.003 0.003
Rata
0.00213333 0.00263333 0.00308333 0.00283333 0.00316667 0.003
– rata
Uji 2 1 0.001 0.001 0.002 0.002 0.003 0.002
2 0.002 0.003 0.003 0.003 0.003 0.0033
3 0.0015 0.0015 0.003 0.003 0.003 0.003
Kalium
4 0.001 0.006 0.003 0.003 0.002 0.002
diklofenak

5 0.002 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002


6 0.003 0.0035 0.004 0.004 0.004 0.004
Rata
0.00175 0.003 0.00283333 0.00283333 0.00283333 0.00271667
–rata
Uji 3 1 0.001 0.001 0.002 0.004 0.003 0.002
2 0.001 0.0015 0.0017 0.0018 0.002 0.002
3 0.0016 0.0016 0.003 0.004 0.004 0.005
Asam
4 0.001 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002
Mefenamat
5 0.002 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002
6 0.002 0.004 0.004 0.004 0.003 0.003

Rata
0.00143333 0.00251667 0.00261667 0.00313333 0.00266667 0.00266667
– rata
5.2. Perhitungan
a. Persentase Radang

1. 60’

𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol - PGA : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00243333−0.00126667
𝑥 100%
0.00126667

= 92,099 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol + Asetosal : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00341667−0.00225
= 𝑥 100%
0.00225

= 51,825 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Natrium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00263333−0.00213333
𝑥 100%
0.00213333

= 23,437 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kalium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.003−0.00175
= 𝑥 100%
0.00175

= 71,428 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Asam Mefenamat : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00251667−0.00143333
𝑥 100%
0.00143333

= 75,582 %

2. 75’

𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol - PGA : % Radang = 𝑉0
𝑥 100%

=
0.00316667−0.00126667
𝑥 100%
0.00126667

= 149,999 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol + Asetosal : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00316667−0.00225
= 𝑥 100%
0.00225

= 40,741 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Natrium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00308333−0.00213333
𝑥 100%
0.00213333

= 44,531 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kalium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00283333−0.00175
= 𝑥 100%
0.00175

= 61,905 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Asam Mefenamat : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00261667−0.00143333
𝑥 100%
0.00143333

= 82,559 %

3. 90’

𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol - PGA : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00316667−0.00126667
𝑥 100%
0.00126667

= 149,999 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol + Asetosal : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00366667−0.00225
= 𝑥 100%
0.00225

= 62,964 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Natrium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00283333−0.00213333
𝑥 100%
0.00213333

= 32,813 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kalium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00283333−0.00175
= 𝑥 100%
0.00175

= 61,905 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Asam Mefenamat : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00313333−0.00143333
𝑥 100%
0.00143333

= 118,605 %

4. 105’

𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol - PGA : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00321667−0.00126667
𝑥 100%
0.00126667

= 153,947 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol + Asetosal : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00391667−0.00225
= 𝑥 100%
0.00225

= 74,074 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Natrium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00316667−0.00213333
𝑥 100%
0.00213333

= 48,438 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kalium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00283333−0.00175
= 𝑥 100%
0.00175

= 61,905 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Asam Mefenamat : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00266667−0.00143333
𝑥 100%
0.00143333

= 86,049 %
5. 120’

𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol - PGA : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0

=
0.00276667−0.00126667
𝑥 100%
0.00126667

= 118,421 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kontrol + Asetosal : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.0035−0.00225
= 𝑥 100%
0.00225

= 55,556 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Natrium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.003−0.00213333
= 𝑥 100%
0.00213333

= 40,625 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Kalium diklofenak : % Radang = 𝑥 100%
𝑉0
0.00271667−0.00175
= 𝑥 100%
0.00175

= 55,238 %
𝑉𝑡−𝑉𝑜
• Asam Mefenamat : % Radang = 𝑉0
𝑥 100%
0.00267−0.00143
= 0.00143
𝑥 100%

= 86,049 %

b. Persentase Inhibisi Radang

1. 60’

• Kontrol + Asetosal :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
92,099−51,825
= 𝑥 100%
92,099

= 43,729 %
• Natrium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = %𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
𝑥 100%
92,099−23,437
= 𝑥 100%
92,099

= 74,552 %
• Kalium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
92,099−71,428
= 𝑥 100%
92,099

= 22,444 %
• Asam Mefenamat :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
92,099−75,582
= 𝑥 100%
92,099

= 17,934%

2. 75’

• Kontrol + Asetosal :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−40,741
= 𝑥 100%
149,999

= 72,839 %
• Natrium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−44,531
= 𝑥 100%
149,999

= 70,312 %
• Kalium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−61,905
= 𝑥 100%
149,999

= 58,730 %
• Asam Mefenamat :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = %𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
𝑥 100%
149,999−82,559
= 𝑥 100%
149,999

= 44,960 %

3. 90’

• Kontrol + Asetosal :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−62,964
= 𝑥 100%
149,999

= 58,024 %
• Natrium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−32,813
= 𝑥 100%
149,999

= 78,125 %
• Kalium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−61,905
= 𝑥 100%
149,999

= 58,730 %
• Asam Mefenamat :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
149,999−118,605
= 𝑥 100%
149,999

= 20,929 %

4. 105’

• Kontrol + Asetosal :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
153,947−74,074
= 𝑥 100%
153,947
= 51,883 %
• Natrium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
153,947−48,438
= 𝑥 100%
153,947

= 68,536 %
• Kalium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
153,947−61,905
= 153,947
𝑥 100%

= 59,788 %
• Asam Mefenamat :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
153,947−86,049
= 𝑥 100%
153,947

= 44,105 %

5. 120’

• Kontrol + Asetosal :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = %𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
𝑥 100%
118,421−55,556
= 𝑥 100%
118,421

= 53,086 %
• Natrium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
118,421−40,625
= 𝑥 100%
118,421

= 65,694 %
• Kalium diklofenak :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
118,421−55,238
= 118,421
𝑥 100%
= 53,355 %
• Asam Mefenamat :
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−%𝑜𝑏𝑎𝑡
% Inhibisi Radang = 𝑥 100%
%𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
118,421−86,049
= 𝑥 100%
118,421

= 27,336 %

Grafik Persentase Radang


160
150
140
Persentase Radang (%)

130
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
60' 75' 90' 105' 120'
Waktu (menit)

PGA Asetosal Na diklofenak K diklofenak Asam Mefenamat

Grafik Persentase Inhibisi Radang


100
95
Persentase Inhibisi Radang (%)

90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
60' 75' 90' 105' 120'
Waktu (menit)

Asetosal Na diklofenak K diklofenak Asam Mefenamat


VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian aktivitas anti-inflamasi


yang dilakukan pada hewan percobaan yaitu tikus putih jantan. Inflamasi
merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh sel-sel cedera
atau jaringan yang rusak, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera
itu. Apabila jaringan dalam tubuh mengalami cedera misalnya karena
terbakar, teriris, atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan tersebut
akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan
jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini biasa disebut reaksi
radang/inflamasi. Banyaknya kasus peradangan yang terjadi memacu para
ahli farmasi untuk membuat formulasi suatu obat anti inflamasi dengan
mekanisme kerja untuk dapat meringankan atau mengurangi gejala
peradangan pada jaringan yang terluka. Oleh karena itu untuk mengetahui
bagaimana cara kerja atau efek obat-obat anti-inflamasi tersebut pada
manusia, maka perlu dilakukan suatu uji praklinik terhadap hewan coba
tikus untuk membuktikan apakah obat anti-inflamasi yang digunakan sudah
efektif dalam mengurangi peradangan yang terjadi.

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh


darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang
berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan
dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam
ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang
bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar
granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan.
Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem
komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi
hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang
tersensitisasi.

Dalam praktikum kali ini, pengujian anti-inflamasi dilakukan dengan


melihat pembentukan udem pada kaki tikus yang telah disuntikkan iritan.
Prinsip dari pengujian anti-inflamasi ini yaitu kekuatan aktivitas anti-
inflamasi yang dapat ditunjukkan dengan semakin kecilnya volume kaki
tikus yang berarti semakin kecil radang yang ditimbulkan oleh induksi
karagenan menunjukkan bahwa respon tikus untuk menimbulkan radang
dihambat oleh obat antiinflamasi tersebut. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa kekuatan obat antiinflamasi tersebut berbanding terbalik dengan
penambahan volume kaki tikus akibat radang oleh induksi karagenan. Alat
yang digunakan untuk melihat pembentukan udem pada kaki tikus yaitu
plethysmometer yang bekerja dengan prinsip Archimedes, yang berisi air
raksa yang memiliki gaya kohesi lebih besar daripada cairan lainnya.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu,


karagenan, larutan gom arab, asetosal, natrium diklofenak, kalium
diklofenak, dan asam mefenamat. Karagenan merupakan inisiator inflamasi
dengan mekanisme dapat menimbulkan inflamasi yaitu dengan merangsang
lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat
mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding
kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi
pembengkakan pada daerah tersebut. Karagenan yang digunakan untuk
pembentukan udem merupakan suatu polisakarida sulfat yang berasal dari
tanaman Chondrus crispus. Pembentukan udem oleh karagenin tidak
menyebabkan kerusakan jaringan meskipun udem dapat bertahan selama 6
jam dan berangsur-angsur akan berkurang dan setelah 24 jam menghitung
tanpa meninggalkan bekas. Larutan gom arab dipakai pada tikus yang
menjadi kontrol negatif untuk melihat pembentukan udem yang tidak
dihambat oleh obat anti-inflamasi. Obat-obat yang digunakan sebagai anti-
inflamasi pada praktikum kali ini tergolong pada golongan obat NSAID
(non steroid). Aspirin/asetosal memiliki efek antipiretik dan anti inflamasi
salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin di pusat
pengatur panas dan hipotalamus serta perifer di daerah target. Lebih lanjut,
dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi.
Asam mefenamat menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat
kerja enzim cyclooxygenase/PGHS (COX-1 & COX-2) dan memiliki efek
samping seperti diare berat dan berhubungan dengan peradangan abdomen.
Serta Na-diklofenak dan Kalium dikolofenak menghambat enzim siklo-
oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.

Prosedur yang dilakukan pertama-tama yaitu, 5 ekor tikus jantan


ditandai dan ditimbang dengan neraca. Kemudian pada sendi kaki belakang
kiri tikus yang tidak ada bulu ditandai batas untuk pemasukan kaki ke dalam
air raksa agar tinggi kaki yang dicelupkan selalu sama ketika dilakukan
secara berulang. Kemudian volume kaki tikus awal diukur dengan alat
plethysmometer dan didapatkan volume awal rata-rata yaitu 0,0012 mL.
Kemudian, tikus diberikan obat atau larutan gom sesuai dengan
pengamatan. Yaitu tikus 1 diberikan larutaan gom, tikus 2 diberikan
asetosal, tikus 3 diberikan natirum diklofenak, tikus 4 diberikan kalium
diklofenak, dan tikus 5 diberikan asam mefenamat secara oral untuk
memberikan efek sistemik terhadap obat yang telah diberikan. Setelah satu
jam, diberikan 0,05 mL larutan karagenan yang disuntikkan secara sub
kutan pada telapak kaki kiri tikus untuk memberikan efek inflamasi/radang
secara lokal di tempat penyuntikkan. Lalu, setiap 15 menit dalam rentang
waktu 1 jam, diukur volume kaki tikus pada alat plethysmometer dan
dimasukan ke dalam tabel kemudian dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Dilakukan perhitungan presentase radang yang didapatkan pada
menit ke 60’ untuk Kontrol-PGA 92, 099% ; Kontrol asetosal 51, 825% ;
Natrium diklofenak 23, 437% ; Kalium dikolefanak 71, 428% ; Asam
mefenamat 75, 582%. Persen radang pada menit ke 75’ untuk Kontrol-PGA
149,999% ; Kontrol asetosal 40, 741% ; Natrium diklofenak 44,531% ;
Kalium dikolefanak 61, 905% ; Asam mefenamat 82,559%. Persen radang
pada menit ke 90’ untuk Kontrol-PGA 149,999% ; Kontrol asetosal
62,964% ; Natrium diklofenak 32,813% ; Kalium dikolefanak 61,905% ;
Asam mefenamat 118,605%. Persen radang pada menit ke 105’ untuk
Kontrol-PGA 153,947% ; Kontrol asetosal 74,074% ; Natrium diklofenak
48,438% ; Kalium dikolefanak 61,905% ; Asam mefenamat 86,049%.
Persen radang pada menit ke 120’ untuk Kontrol5-PGA 118,421% ; Kontrol
asetosal 55,556% ; Natrium diklofenak 40,625% ; Kalium dikolefanak
55,238% ; Asam mefenamat 86,049%. Serta untuk perhitungan presentase
inhibisi radang pada menit ke 60’ untuk Kontrol asetosal 43,729% ; Natrium
diklofenak 74,552% ; Kalium dikolefanak 22,444% ; Asam mefenamat
17,934%. Perhitungan presentase inhibisi radang pada menit ke 75’ untuk
Kontrol asetosal 72,839% ; Natrium diklofenak 70,312% ; Kalium
dikolefanak 58,730% ; Asam mefenamat 44,960%. Perhitungan presentase
inhibisi radang pada menit ke 90’ untuk Kontrol asetosal 58,024% ; Natrium
diklofenak 78,125% ; Kalium dikolefanak 58,730% ; Asam mefenamat
20,929%. Perhitungan presentase inhibisi radang pada menit ke 105’ untuk
Kontrol asetosal 51,883% ; Natrium diklofenak 68,536% ; Kalium
dikolefanak 59,788% ; Asam mefenamat 44,105%. Dan perhitungan
presentase inhibisi radang pada menit ke 120’ untuk Kontrol asetosal
53,086% ; Natrium diklofenak 65,694% ; Kalium dikolefanak 53,355% ;
Asam mefenamat 27, 336%.

Pada perlakuan kontrol menurut literatur yang didapatkan, jika tikus


hanya disuntik karagenan seharusnya terjadi peningkatan besar peradangan
yang disebabkan oleh tidak adanya obat antiinflamasi di dalam tubuh tikus
sehingga proses peradangan tidak terhambat. Akan tetapi pada percobaan
grafik yang terjadi tidak stabil. Hal ini disebabkan karena cara pemberian
subplantar karagenan pada telapak kaki tikus yang masih salah sehingga
karagenan yang bertindak sebagai penginduksi inflamasi tidak bekerja
dengan baik dan cepat pada telapak kaki tikus, kesalahan lain pada saat
pencelupan kaki tikus ke dalam alat plethysmometer. Volume air raksa ada
yang hilang dikarenakan kaki tikus bergerak-gerak. Oleh karena itu volume
tersebut tidak dihitung sehingga menyebabkan kekeliruan dalam pembacaan
tinggi cairan. Selain itu, hal ini disebabkan karena sebelum penyuntikan,
praktikan belum merata dalam menandai kaki tikus sehingga dalam
pencelupan kaki tikus terjadi perbedaan kedalaman (ada yang tidak terlalu
dalam saat mencelupkan kaki tikus ke cairan, dan ada yang terlalu dalam
mencelupkan kaki tikus ke dalam cairan). Kemungkinan lainnya juga bisa
disebabkan karena pembacaan tinggi air raksa yang tidak tepat oleh
praktikan dan juga seharusnya tidak ada nilai negatif pada hasil perhitungan
persentase peradangan karena ini menandakan bahwa volume awal (Vo)
yang dipakai bukanlah volume sebenarnya yang kemungkinan disebabkan
oleh tidak tepatnya pengukuran cairan volume udem kaki tikus. Sehingga
aktvitas dari obat anti inflamasi kurang bisa terlihat secara jelas.

VII. Simpulan
7.1. Prinsip dasar dari percobaan aktivitas antiinflamasi adalah bahwa hewan
percobaan diberi antiinflamasi sebelum diberi agen inflamasi. Kekuatan
aktivitas antiinflamasi dapat ditunjukkan dengan semakin kecilnya volume
kaki tikus berarti semakin kecil radang yang ditimbulkan oleh induksi
karagenan menunjukkan bahwa respon tikus untuk menimbulkan radang
dihambat oleh obat antiinflamasi tersebut. Berdasarkan percobaan,
persentasi inhibisi antiinflamasi setelah dirata-ratakan diperoleh Asetosal
55,91%, Natrium Diklofenak 71,44%, Kalium Diklofenak 50,61%, dan
Asam mefenamat 31,05%.
7.2. Beberapa kemungkinan dan batasan dari percobaan adalah pembentukan
udem yang tidak terlalu signifikan sehingga volume kaki ketika pengukuran
tidak terlalu terlihat perubahannya. Udem dapat bertahan selama beberapa
jam dan berangsur-angsur akan berkurang tanpa meninggalkan bekas.
DAFTAR PUSTAKA

Arundina, I., Laksminingsih, R., Yuliastuti, W.S. 2011. Efek Antiinflasi Catechin
pada Marmut dengan Metode Pembentukan Oedema yang Diinduksi
Karagenik. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. Vol 4(3) : 189-195.

Corwin, E. J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadelphia :


Lippincort Williams & Wilkins.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadelphia


: Lippincort Williams & Wilkins, 138-143.

Erlina, R., A., Indah, dan Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. J.
Sains dan Teknologi Farmasi. Vol 12(2) : 112-115.

Katzung, B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinis. Jakarta: Salemba Medika.

Muromachi. 2015. Plethysmometer. Tersedia online di


http://muromachi.com/en/wp-content/uploads/sites/2/2015/03/MK-
101PE.pdf [diakses pada 4 November 2017]

Mycek, M.J., R.A. Harvey, dan C.C. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Jakarta : Widya Medika.

Ravi, V., T. S. M. Saleem, S. S. Patel, J. Raamamurthy, and K. Gauthaman. 2009.


Anti-inflammatory Effect of Methanolic Extract of Solanum nigrum Linn. J.
App. Res. Nat. Prod. Vol 2(2) : 33-36.

Rukmono. 2000. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Akademik


FK UI.

Semiawan, F., Islamudin, A., dan Amir, M. 2015. Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
Daun Kerehau (Callicarpa longifolia L.). Jurnal Sains dan Kesehatan. Vol 1
(1).

Soeratri, W., Tristiana E., dan Dini, R. 2014. Penentuan Dosis Asam p-
metoksisinamat (APMS) Sebagai Antiinflamasi Topikal dan Studi Penetrasi
APMS Melalui Kulit Tikus dengan dan Tanpa Stratum Korneum. Jurnal
Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol 1 (1).

Suralkar, Aupama A. 2008. In-vivo Animal Models for Evaluation of


Antiinflammatory Activity. Vol 6, Article Review, Issue 2.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat Penggunaan dan
Efek-efek Samping. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Winarno, F.G. 1996. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
LAMPIRAN

Bobot badan tikus Volume kaki tikus PGA diberikan


ditimbang diukur secara oral

Asetosal diberikan Natrium diklofenak Kalium diklofenak


secara oral diberikan secara oral diberikan secara oral

Asam mefenamat Karagen diberikan


diberikan secara oral secara subkutan

Anda mungkin juga menyukai