Anda di halaman 1dari 45

KAJIAN LAPORAN PUSTAKA

MANAJEMEN OPERASI

Disusun oleh:
Gelombang 21 Kelompok J

I Nyoman Surya Tri Hartaputera (2209611043)


Aisyah Setyah Ningrum (2209611028)
Nur Baiti (2209611024)
Matilda Krisnawati (2209611054)
Luh Gede Winda Maheswari (2209611012)

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh (LeMone dan Burke, 2004). Pada umumnya
dilakukan dengan membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan
tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati suatu penyakit, cedera atau cacat, serta
mengobatikondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana (Potter dan Perry 2006).

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh. Post Operasi adalah masa
setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah dan Hidayat,2008). Tahap pasca operasi dimulai dari
memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang.

1. PRE-OPERASI
1.1. Persiapan alat dan bahan
Alat sudah harus disterilkan dengan menggunakan autoclave dan alkohol 70%.
Alat yang perlu disiapkan yaitu stetoskop, thermometer, hair clipper, gloves, masker,
intravenous (IV) catheter, endotracheal tube, spuit, scapel, blade, pinset anatomis,
pinset sirurgis, needle holder, arteri clamp, towel clamp, gunting, dan needle.
Bahan yang perlu dipersiapkan diantaranya: kain drape, tampon, kapas, plester
luka. alkohol 70%, NaCl 0,9%, antiseptik (Betadine, Povidone iodine 10%, H2O2),
benang jahit. Obat: premedikasi (atropine sulfat) dan anestesi umum (ketamine &
xylazine), anestesi inhalasi (isofluran), antibiotik powder (Enbatic), antibiotik
amoxicilin (Betamox injection), analgesik (asam mefenamat 500mg tab), antibiotik
amoxicillin (Yusimox Syrup), vitamin B complex (Livron B plex), dan infus ringer
laktat.
1.2. Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi dan semua peralatan yang ada di dalam ruang operasi harus
dibersihkan terlebih dahulu. Alas kaki yang digunakan khusus untuk ruang operasi
dan penerangan harus cukup. Pastikan meja operasi sudah diatur dengan benar
sebelum induksi.
1.3. Persiapan Hewan
Anamnesa meliputi signalement, diet atau pakan, exercise atau aktifitas hewan,
lingkungan sekitar, masalah kesehatan yang dialami hewan, recent treatment
(terutama antiinflamatori, antibiotik, dan terapi nephrotoxic atau hepatotoxic), operasi
yang pernah dilakukan sebelumnya, dan reaksi terhadap suatu pengobatan.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui proses inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Pemeriksaan suhu (⸰C), frekuensi nafas (kali/menit), pulsus (kali/menit),
berat badan (kg), selaput mukosa (warna), dan diameter pupil (cm) dilakukkan.
Pemeriksaan laboratorium Complete Blood Count, kimia serum, elektrolit, dan
urinalisis. beberapa data kondisi hewan dapat diperoleh melalui radiografi, dan
ultrasonografi untuk menegakkan diagnosa dan menentukan lokasi kelainan.
• Stabilisasi kondisi pasien sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.
• Dehidrasi: terapi cairan (IV) dengan LR atau Dextrose 5%
• Infeksi: pemberian antibiotika
• Asidosis (pH <7,2): terapi sodium bikarbonat
• Penyakit kronis: peningkatan status gizi dan pengobatan
• Pendarahan/shock: terapi cairan (dosis: 60-90ml/kg/bb/jam IV)
• Anemia: transfusi darah
Hewan dipuasakan 12 jam (makan), dan 6 jam (minum) sebelum operasi. Hewan
direstrain (kimia), selanjutnya lakukan pencukuran rambut, cuci bersih, dan diberikan
antisptik (providone iodine). Pemasangan IV kateter dan infus set. Baringkan hewan
sesuai posisi operasi (lateral, ventral, atau dorsal recumbency), tutup dengan kain
drape.
1.4. Persiapan Operator
Operator maupun Co operator harus dalam keadaan yang steril dengan memakai
jas lab, glove steril dengan disemprot alkohol 70% terlebih dahulu dan masker.
Kondisi operator dan co operator harus dalam keadaan yang sehat fisik agar
pelaksanaan operasi berjalan lancar. Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan
asisten adalah masker, penutup kepala dan sarung tangan (glove) serta menggunakan
pakaian steril khusus operasi.
Seorang operator harus memiliki kompetensi sebagai berikut : a) Memahami
prosedur operasi, b) Dapat memprediksi hal-hal yang akan terjadi baik selama operasi
maupun setelah operasi berlangsung, c) Dapat memperkirakan (prognosis) hasil
operasi, d) Pencukuran daerah operasi, e) Personal hygiene, f) Pengosongan kandung
kemih, g) Siap fisik dan mental terampil
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan operator dan co-operator untuk
pelaksanaan operasi yang baik.
• mencuci tangan sebelum mengenakan tutup kepala dan masker, kemudian
• mencuci tangan dengan sabun dan sikat. Pencucian dilakukan dari ujung jari
sampai ke bagian siku selama kurang lebih 5 menit, karena waktu tersebut
merupakan lama waktu kontak yang efektif antara sabun dan kulit untuk
membunuh mikroba yang menempel dipermukaan kulit.
• Tangan kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak 10 kali. Setelah itu,
tangan dilap hingga kering kemudia menggunakan handuk yang telah
disterilisasi sebelumnya.
• Operator dan asisten kemudian memakai baju operasi (jas lab) dan sarung
tangan.
• Setelah semua prosedur persiapan tersebut dilalui secara aseptis, proses
operasi dapat dilakukan.
2. OPERASI
Operator adalah orang yang melaksanakan operasi atau mengoperasikan alat- alat yang
akan digunakan dalam proses operasi. Sedangkan kooperator adalah orang yang membantu
operator dalam menjalankan operasi. Baik operator maupun kooperator harus dapat
memahami penggunaan alat yang digunakan dan prosedur yang akan dijalankan selama
operasi berlangsung. Dalam melangsungkan prosedur operasi, biasanya operator akan
menjalankan prosedur dengan asistensi dari kooperator. Asistensi yang dimaksud
misalnya, persiapan pra operasi, pencatatan data pasien, dan sebagainya.
Tujuan dilakukannya monitoring terhadap anastesi saat operasi adalah untuk menjaga
sistem tubuh tetap stabil dan normal, mempertahankan kedalaman anastesi, hingga
mencegah timbulnya respon yang tidak diinginkan saat operasi. Terdapat enam poin utama
yang harus diperhatikan saat monitoring yaitu sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular,
sistem respiratori, suhu, fungsi neuromuskular, dan fungsi ginjal. Monitoring terhadap
kondisi pasien dilakukan setiap 15 menit yang meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas,
denyut jantung, CRT (Capillary Refill Time, pulsus, ukuran pupil, respon terhadap cahaya,
reflek dan ketegangan otot. Vital Sign Monitoring digunakan untuk memantau beberapa
parameter kesehatan pasien yang membutuhkan monitoring secara berkelanjutan atau
monitoring secara berkala.
Manajemen pendarah dapat dilakukan dengan menggunakan:
• Tamponade dengan memberikan tekanan pada pembuluh darah yang berdarah
dengan tampon steril
• Hemostat forceps
• Ligasi pembuluh darah menggunakan catgut
• Hemostatik (epinefrin, adrenalin, atau efedrin)
• Kauterisasi menggunakan electrocautery sebagai upaya untuk mengurangi
perdarahan dan kerusakan, menghilangkan pertumbuhan yang tidak diinginkan,
atau meminimalkan potensi bahaya medis lainnya, seperti infeksi ketika antibiotik
tidak tersedia.
• Menjahit luka
3. PASCA-OPERASI
3.1. Pemberian obat
• Antibiotika : Amoksisilin, Ciprofloksasin, Cefotaxim, Penstrep, Oxytetrasiklin
• Antiradang : Asam mefenamat, Asam tolfenamat, Ibuprofen, Meloksikam
• Haemostatika
• Suportif terapi : vitamin B complex, multivitamin
• Infus : NaCl 0,9%, LR, Dekstrose 5%

3.2. Melindungi luka


• Menggunakan bandage untuk melindungi luka
• Splint untuk perawatan musculoskeletal
• Perban untuk meminimalisir kontaminasi dari luar
• Menggunakan kaos/baju untuk meminimalisir terjadinya infeksi akibat kontak
terhadap anjing lain ataupun jilatan dari anjing itu sendiri
3.3. Pembatasan pergerakan
• Membatasi pergerakan dengan menggunakan kandang
• Menggunakan Elizabethan collar selama 7-10 hari
3.4. Perawatan luka
• Membersihkan luka bekas operasi, jika luka dalam keadaan kotor
• Penggunaan balutan yang tepat. Balutan juga harus dapat menyerap drainase
untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat meningkatkan pertumbuhan
bakteri dan maserasi di sekeliling kulit akibat eksudat luka
LAPORAN KASUS BEDAH DIGESTI

“COLOPEXY LAPAROSKOPI UNTUK PROLAPS REKTUM”

Oleh:

Gelombang 21 J

I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043

Aisyah Setyah Ningrum 2209611028

Nur Baiti 2209611024

Matilda Krisnawati 2209611054

Luh Gede Winda Maheswari 2209611012

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2022
PENDAHULUAN
Prolapses rectum merupakan suatu kondisi keluarnya satu atau lebih lapisan rectum
melalui officium ani yang dapat terjadi karena neoplasia usus, benda asing, urolitiasis,
konstipasi, hernia perineum, penyakit prostat, distosia, atau operasi sebelumnya di bagian
posterior tubuh, misalnya herniorrhafi perineum. Prolaps rektum sering terjadi pada hewan
muda, dan paling sering dikaitkan dengan infeksi parasit internal yang parah dan diare.
Pengobatan pilihan tergantung pada derajat prolaps, viabilitas jaringan, reducibility,
kronisitas, dan upaya pengobatan sebelumnya. Sebagian besar pasien dengan prolaps rektum
dapat ditangani dengan reduksi manual, jahitan sementara (3 sampai 5 hari), dan pelunak
feses atau diet rendah residu. Yang penting, penyebab yang mendasari harus ditangani untuk
mencegah kekambuhan. Pilihan pengobatan bedah termasuk amputasi dubur dengan reseksi
dan anastomosis untuk kasus non-reduksi/trauma, dan kolopeksi untuk beberapa kekambuhan

REKAM MEDIK
Sinyalemen dan Anamnesis
Seekor anjing Malta jantan yang telah dikebiri dengan berat 2,5 kg yang didapatkan
dari tempat penampungan hewan dengan kondisi mengalami prolapses rektum. Anjing
memiliki riwayat 2 operasi sebelumnya sejak diselamatkan 4 bulan yang lalu namun
prolapses rectum tidak sembuh sepenuhnya, dan kadang-kadang terjadi pendarahan.
Anjing itu menderita dyschezia dan sulit buang air besar, tetapi sebaliknya, cerah dan
waspada, dengan nafsu makan yang baik
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik anjing prolapses rektum memiliki eversi mukosa yang relatif
sehat, dengan panjang -1 cm.

Gambar: Prolapsus rectum sebelum operasi


Pemeriksaan Laboratorium
Tes skrining [rontgen toraks/abdomen, ultrasonografi perut, hitung darah lengkap
(sel) (CBC), kimia serum, elektrolit, dan urinalisis] menunjukkan tidak ada temuan spesifik
kecuali akumulasi tinja.

MATERI DAN METODE


Pre operasi
Pada kasus ini kolopeksi laparoskopi prolapses rectum dilakukan dibawah anestesi
umum dengan inhalasi isofluran. Midazolam (0,2 mg/kg, IV), butorphanol (0,2 mg/kg,
IV), propofol (4 mg/kg, IV lambat) digunakan untuk premedikasi dan induksi. Cefazolin
(20 mg/kg, IV) dan meloxicam (0,2 mg/kg, IV) juga diberikan. Anjing ditempatkan dalam
posisi dorsal recumbency, dan meja bedah dimiringkan sesuai kebutuhan, ke kanan dan ke
samping. Ahli bedah utama berada di sisi kanan anjing, dan asisten yang menangani
kamera berdiri di sebelah kiri.
Operasi
Tiga port 5-mm ditempatkan menggunakan teknik Hasson yaitu port primer (kranial
ke umbilikus) untuk teleskop dan port instrumental kedua dan ketiga (paramedian kanan di
sekitar kulup untuk forsep debakey, forsep babcock, j-hook, dan 2 pemegang jarum
laparoskopi dengan tipe rahang yang berbeda; masing-masing 1 datar dan 1 melengkung).
Tekanan intra-abdomen dipertahankan pada 10 mmHg selama prosedur.
Gambar: A) Situs colopexy di kedua sisi ditunjukkan dengan kauterisasi; B) Konfirmasi
akhir tegangan sebelum penempatan jahitan kolopeksi; C) Gigitan jahitan seromuskular
dari usus besar; D) Penempatan jahitan penahan ekor pertama; E–G) Gigitan jahitan kedua
dan ketiga; H) Kolopeksi yang telah selesai; dan I) Situs kolopeksi tanpa ketegangan
selama deflasi

Eksplorasi intra-abdomen mengungkapkan bahwa omentum telah melekat di sekitar


cincin inguinalis internal; kauter dengan j-hook. Kolon distal dibuka dan ditarik secara
kranial di bawah inspeksi visual eksternal oleh asisten nonsteril untuk menentukan tingkat
retraksi yang diperlukan untuk menyelesaikan prolapses rectum dengan tegangan yang
sesuai. Selanjutnya, itu diangkat ke atas, dan situs kolopeksi dipilih. Lokasi di mana
jahitan penahan pertama akan ditempatkan ditunjukkan oleh kauterisasi berujung jarum
pada usus besar dan pada peritoneum parietal. Untuk mendorong adhesi yang kuat,
sayatan 2 cm dibuat pada peritoneum, maju ke anterior dari titik yang ditunjukkan.
Menggunakan polidioksanon 3-0 dengan jarum bulat meruncing dan simpul persegi, 3
jahitan terputus sederhana ditempatkan secara intrakorporeal, bergabung dengan dinding
perut dan lapisan seromuskular usus besar.
Tekanan intra-abdomen diturunkan ketika jahitan penahan pertama diikat, untuk
memungkinkan kedua sisi mendekati lebih mudah, dengan sedikit ketegangan pada usus
besar. 2 jahitan berikut ditempatkan dari kaudal ke arah kranial, lebih dari 5 mm terpisah
satu sama lain. Tidak ada kegagalan jahitan, dan perdarahan minimal. Usus besar
dipastikan terfiksasi ke dinding tubuh tanpa celah ketika situs kolopeksi dieksplorasi.
Konformasi intra-abdomen dan ketegangan pada usus besar dinilai selama deflasi
pneumoperitoneum. Situs portal ditutup secara rutin setelah infiltrasi bupivakain.
Pascaoperasi

Gambar: Setelah retraksi kranial usus besar selama kolopeksi


laparoskopi, dan pada hari ke-21 pascaoperasi
Anjing pulih dengan lancar dan memiliki nafsu makan yang baik dan aktivitas normal
setelah operasi. Emfisema subkutan ringan berkembang tetapi teratasi. Anjing dapat buang
air kecil dan besar tanpa indikasi infeksi luka, peritonitis, atau tanda-tanda gastrointestinal.
Anjing memiliki refleks perineum positif, dan ketegangan teratasi. Dibandingkan dengan
sebelum operasi, feses lebih panjang dan berbentuk normal. Konsentrasi protein C-reaktif
berada dalam kisaran normal (10 mg/L, kisaran referensi: 0 hingga 20 mg/L) pada hari
pascaoperasi (POD) 1. Laktulosa dihentikan pada POD 7. Tidak ada temuan spesifik pada
radiografi perut atau ultrasonografi pada POD 5 dan POD 37 dan kolopeksi
mempertahankan lokasi yang diinginkan. Sebuah tonjolan ringan dan sementara dari
mukosa anal edema diamati pada POD 37. Setelah evaluasi 12 bulan kemudian anjing
tampak dalam keadaan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Jiyoung P, Changhwan M, Dae-Hyun K, Hae-Beom L, Seong-Mok J. 2022. Case Report:
Laparoscopic colopexy for recurrent rectal prolapse in a Maltese dog. Can Vet J.
63:593–596
KAJIAN LAPORAN PUSTAKA
Fraktur Kominutif Mid-diaphyseal Humerus pada Kucing

Disusun oleh:
Gelombang 21 Kelompok J

I Nyoman Surya Tri Hartaputera (2209611043)


Aisyah Setyah Ningrum (2209611028)
Nur Baiti (2209611024)
Matilda Krisnawati (2209611054)
Luh Gede Winda Maheswari (2209611012)

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
PENDAHULUAN

Prinsip utama penanganan patah tulang adalah konsep 4R yaitu recognition, reduction,
retention dan rehabilitation. Recognition merupakan langkah untuk mengetahui jenis fraktur dan
menentukan penanganan terbaik yang dapat dilakukan, hal ini meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan saraf yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Reduction adalah
mengembalikan posisi fraktur ke posisi semula. Ada dua jenis reduksi, reduksi terbuka, dan
reduksi tertutup. Retention adalah mempertahankan fragmen fraktur dengan alat fiksasi selama
masa penyembuhan fraktur (imobilisasi). Rehabilitation adalah upaya mengembalikan
kemampuan anggota badan agar berfungsi kembali seperti semula (Erwin, et al. 2019)

Perkembangan minimally invasive plate osteosythesis (MIPO) telah didorong oleh


meningkatnya kesadaran akan pentingnya biologi lokasi fraktur untuk penyembuhan tulang.
Teknik osteosintesis pelat invasif minimal menggunakan lock compression plate (LCP) telah
digunakan secara luas dalam kasus trauma. Keuntungannya adalah bahwa local MIPO tidak
mengganggu lokasi fraktur dan dengan demikian memberikan penyembuhan biologis yang lebih
baik, dan bahwa LCP memiliki stabilitas sudut yang sangat baik (Endo et al., 2008). Pelestarian
vaskularisasi local adalah prinsip kunci dan dimaksimalkan dengan pengurangan diseksi di lokasi
fraktur dan pemeliharaan hematoma fraktur. Teknik terakhir mengembalikan keselarasan spasial
tulang tanpa paparan bedah fraktur. Implan bridging diterapkan melalui sayatan proksimal dan
distal kecil (Oxley, 2018).

PRE-OPERASI

1. Identifikasi masalah
1.1. Anamnesis dan Sinyalemen
Hewan kasus adalah kucing domestik short hair dengan kelamin jantan sudah
dikastrasi, umur 9 tahun, dan berat badan 4.4 kg.
Pemilik melaporkan bahwa kucing mengalami kepincangan pada tungkai thoraks
kiri. Pemilik tidak mengetahui penyebab kepincangan tersebut.
1.2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada pemeriksaan ortopedi, terlihat adanya bengkak pada jaringan lunak,
ketidakstabilan, dan rasa nyeri pada bracium kiri. Tidak ada abnormalitas lain yang
tercatat. Pemeriksaan CT scan kedua tungkai thoraks dilakukan dengan 16-slice
scanner (contiguous 0.625 mm slices; GE Brightspeed scanner; General Electric
Medical Systems, Milwaukee, Wisconsin). Fraktur kominutif mid-diaphyseal
humerus kiri didiagnosa.

Gambar 1. Gambar permukaan humerus kiri yang menggambarkan fraktur kominutif, mid-
diaphyseal

2. Persiapan Alat Pemasangan Pin

Gambar 2. A), Dua panduan orientasi pin Ellis yang dicetak 3D dan panduan reduksi;
tampilan jejak kaki pemandu yang tidak teratur mencerminkan kontur daerah
korteks yang sesuai. B), Panduan orientasi pin Ellis pada posisinya masing-
masing pada fragmen fraktur proksimal dan distal utama yang dicetak 3D. C),
Humerus kontralateral cermin yang dicetak 3D dengan pelat kompresi pengunci
2,4 mm yang telah dikontur sebelumnya
Gambar 3. Gambaran virtual pemasangan pin Ellis 1,6 mm pada fragmen fraktur; A)
perspektif kaudolateral, B) craniomedial, C,D) alat pemandu pemasangan pin
Ellis

Model tulang dan pemandu dicetak dengan menggunakan white and dental SG
methacrylate photopolymer resin (Formlabs), masing-masing, dan kemudian dibersihkan
dan dikeringkan dengan ultraviolet sesuai dengan instruksi pabriknya. Pelat kompresi
pengunci 2,4 mm (LCP; Synthes, West Chester, Pennsylvania) diprakontur ke aspek
kraniolateral dari humerus kanan cermin sedemikian rupa sehingga 3 lubang sekrup
tersedia untuk penempatan sekrup ke setiap fragmen fraktur tulang. Panduan yang dicetak
dan LCP disterilkan dengan uap. Proses ini selesai tepat waktu untuk operasi 36 jam
setelah masuk.
3. Premedikasi dan Anestesi
Selama interval ini (36 jam sebelum operasi), analgesia terdiri dari metadon (0,2 mg/kg
setiap 6 jam) dan meloxicam (0,1 mg/kg pada awalnya dan kemudian 0,05 mg/kg setiap 24
jam) diberikan. Kucing itu tampak nyaman, makan dan minum secara normal, dan
diizinkan restrain tanpa tanda-tanda rasa sakit. Hewan dipuasakan 12 jam sebelum operasi.
Anastesi diinduksi dengan Propofol (2mg/kg IV), dan antibiotik diberikan pada saat
induksi Cefuroxime (20mg/kg).

OPERASI

Setelah induksi dengan anastesi, kucing dicuckur rambutnya pada bagian tungaki thoraks
kiri, kucing diposisikan right lateral recumbency, preparasi aseptik dilakukan pada tungkai.
Langkah-langkah tambahan termasuk elevasi terbatas dari bagian kranial dari lateral trisep dari
leher humerus proksimal dan ekstensor karpi radialis dan otot anconeus dari punggungan
epikondilar lateral distal; elevasi otot terbatas pada yang diperlukan untuk penempatan panduan
orientasi pin Ellis.

Setelah identifikasi tuberkel humerus dan tuberositas deltoid dengan palpasi, dibuat insisi
sepanjang 3 sampai 5 cm di atas tuberkulum mayor sedikit ke kranial ke kepala akromial otot
deltoid. Setelah retraksi kulit dan jaringan subkutan, insisi dibuat melalui fasia profunda sepanjang
batas lateral otot brakiosefalikus. Setelah retraksi otot brachiocephalicus dan fasia, penyisipan
bagian akromial otot deltoideus juga diinsisi dan ditinggikan. Retraksi otot deltoideus
memungkinkan penyisipan gunting Metzembaum untuk membuka terowongan dari proksimal ke
distal.

Gambar 4. Proses Operasi

Dua pin Ellis 1,6 mm ditempatkan melalui saluran di setiap pemandu, 2 pasang pin Ellis
disejajarkan secara manual dengan panduan reduksi yang digeser sepanjang hingga menyentuh
tulang secara proksimal dan distal, sehingga fragmen fraktur proksimal dan distal disejajarkan
dalam orientasi yang telah direncanakan sebelumnya (Gambar 3).
Gambar 5. Proses Operasi

Terowongan ekstraperiosteal submuskular dibuat dengan menggunakan elevator periosteal untuk


LCP prakontur, yang diamankan ke tulang dengan 3 sekrup pengunci di bagian proksimal dan 3
sekrup pengunci di bagian distal. Sekrup paling proksimal dalam tuberkulum merupakan sekrup
monokortikal untuk menghindari pelampiasan alur bicipital. Panduan dan pin Ellis dilepas, dan
luka operasi ditutup.

PASCA-OPERASI

Pembalut perekat steril diterapkan pada setiap luka (Primapore; Smith and Nephew,
London, Inggris). Waktu pembedahan adalah 50 menit. Cefuroxime (20 mg/kg) diberikan saat
induksi. Kucing itu tetap di rumah sakit selama 48 jam. Analgesia terdiri dari meloxicam (0,05
mg/kg sekali sehari), metadon (0,3 mg/kg setiap 6 jam) selama 24 jam, dan kemudian buprenorfin
(0,02 mg/kg setiap 8 jam) sampai pasien dapat dipulangkan.

Pada hari setelah operasi, kucing secara konsisten menahan beban pada anggota tubuh yang
terkena dengan kepincangan yang parah. Pada hari berikutnya, kepincangan berkurang, dan
pemeriksaan tungkai thoraks kiri hanya sedikit tidak normal. Sensasi kulit di atas kaki normal.
Pengobatan cephalexin oral dilanjutkan selama 10 hari setelah operasi, dan meloxicam oral
dilanjutkan selama 2 minggu. Kucing diistirahatkan di dalam kandang sampai pemeriksaan ulang
setelah 8 minggu, dengan latihan yang terdiri dari harness dan lead hanya berjalan selama 10 menit
3 kali sehari

EVALUASI

Pada pemeriksaan ulang setelah 8 minggu, kucing tidak menunjukkan kepincangan.


Konformasi ekstremitas dada kiri tampak normal, dan pemeriksaan ortopedi ekstremitas itu tidak
menunjukkan kelainan. Radiografi mengungkapkan hanya sedikit pembentukan kalus
termineralisasi di lokasi fraktur tetapi tidak ada bukti kegagalan implan atau perubahan keselarasan
humerus. Pembatasan olahraga dipertahankan selama 8 minggu, meskipun itu, selama periode ini,
kucing diizinkan berolahraga bebas di rumah pemiliknya. Pada pemeriksaan ulang, pemilik kucing
melaporkan tidak ada kepincangan yang jelas, kemampuan normal untuk berolahraga (dalam hal
durasi dan aktivitas di sekitar rumah seperti melompat), dan tidak ada tanda-tanda
ketidaknyamanan.

Gambar 5. Radiografi tindak lanjut empat bulan yang menggambarkan jembatan yang hampir
lengkap dari situs fraktur dengan kalus yang termineralisasi. Proyeksi
A,B,Mediolateral dan craniocaudal
Radiografi mengungkapkan bridging hampir lengkap dari situs fraktur dengan kalus
mineral dan tidak ada bukti kegagalan implan atau keselarasan humerus yang berubah. Disarankan
untuk memulai kembali aktivitas normal. Pada penilaian akhir 6 bulan setelah operasi, tidak ada
kepincangan yang dicatat atau dilaporkan oleh pemilik kucing. Pemeriksaan ortopedi ekstremitas
thoraks kiri tidak mengungkapkan adanya kelainan.

DAFTAR PUSTAKA

Oxley, B., 2018. A 3‐dimensional‐printed patient‐specific guide system for minimally invasive
plate osteosynthesis of a comminuted mid‐diaphyseal humeral fracture in a cat. Veterinary
Surgery, 47(3), pp.445-453.
Pozzi, A. and Lewis, D.D., 2009. Surgical approaches for minimally invasive plate osteosynthesis
in dogs. Veterinary and Comparative Orthopaedics and Traumatology, 22(04), pp.316-
320.
Endo, H., Asaumi, K., Mitani, S., Noda, T., Minagawa, H., Tetsunaga, T. and Ozaki, T., 2008. The
minimally invasive plate osteosynthesis (MIPO) technique with a locking compression
plate for femoral lengthening. Acta Medica Okayama, 62(5), pp.333-339.
LAPORAN KOASISTENSI
REVIEW STERILISASI DAN ALAT BEDAH

Oleh:
Gelombang 21 J
I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043
Aisyah Setyah Ningrum 2209611028
Nur Baiti 2209611024
Matilda Krisnawati 2209611054
Luh Gede Winda Maheswari 2209611012

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
A. Sterilisasi
Sterilisasi adalah pembebasan suatu material bahan ataupun alat dari berbagai
mikroorganisme hidup atau stadium istirahatnya. Sterilisasi di dalam laboratorium
menjadi bagian yang penting untuk menghindari hasil positif palsu. Sterilisasi terhadap
alat dan bahan sebelum pelaksanaan kegiatan praktikum membantu hasil atau
identifikasi yang akurat terhadap pemeriksaan. Sel –sel vegetatif bakteri dan fungi
dapat dimatikan pada suhu 60 °C dan dalam waktu 5 – 10 menit. Namun spora fungi
dapat mati pada suhu di atas 80 °C dan spora bakteri baru mati di atas suhu 120 °C
selama 15 menit. Sterilisasi dan pasteurisasi dapat di capai dengan cara pemanasan
lembab, pemanasan kering, filtrasi, penyinaran, atau bahan kimia. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi mikroorganisme pada suatu alat ataupun bahan maka jumlah spora
semakin banyak yang termos resisten sehingga di perlukan waktu pemanasan yang
lebih lama.

Macam – macam Sterilisasi


Sterilisasi Fisik
1. Pemanasan Kering
a. Udara Panas Oven
Bahan yang karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap destilasi dalam udara
panas – oven, yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair,
gliserin, propilen glikol. Sterilisasi panas kering adalah metode yang paling efektif untuk alat-
alat gelas dan banyak alat-alat bedah. Ini harus ditekankan bahwa minyak lemak, petrolatum,
serbuk kering dan bahan yang sama tidak dapat disterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen
penting dalam sterilisasi dengan menggunakan uap autoklaf. Atau dengan adanya lembab dan
penembusannya ke dalam bahan yang telah disterilkan. Sebagai contoh, organisme pembentuk
spora dalam medium anhidrat tidak dibunuh oleh suhu sampai 121 OC (suhu yang biasanya
digunakan dalam autoklaf bahkan setelah pemanasan sampai 45 menit). Untuk alasan ini,
autoklaf merupakan metode yang tidak cocok untuk mensterilkan minyak, produk yang dibuat
dengan basis minyak, atau bahan-bahan lain yang mempunyai sedikit lembab atau tidak sama
sekali. Selama pemanasan kering, mikroorganisme dibunuh oleh proses oksidasi. Ini
berlawanan dengan penyebab kematian oleh koagulasi protein pada sel bakteri yang terjadi
dengan sterilisasi uap panas. Pada umumnya suhu yang lebih tinggi dan waktu pemaparan yang
dibutuhkan saat proses dilakukan dengan uap di bawah tekanan. Saat sterilisasi di bawah uap
panas dipaparkan pada suhu 121°C selama 12 menit adalah efektif. Sterilisasi panas kering
membutuhkan pemaparan pada suhu 150°C sampai 170°C selama 1 - 4 jam. Oven digunakan
untuk sterilisasi panas kering biasanya secara panas dikontrol dan mungkin gas atau elektrik
gas.
b. Minyak dan Pemanas
Bahan kimia dapat disterilisasi dengan mencelupkannya dalam penangas yang berisi minyak
mineral pada suhu 162°C. larutan jenuh panas dari natrium atau ammonia klorida dapat juga
digunakan sebagai pensterilisasi. Ini merupakan metode yang mensterilisasi alat-alat bedah.
Minyak dikatakan bereaksi sebagai lubrikan, untuk menjaga alat tetap tajam, dan untuk
memelihara cat penutup.
c. Pemijaran
Pemijaran langsung digunakan untuk mensterilkan spatula logam, batang gelas, filter logam
bekerfield dan filter bakteri lainnya. Mulut botol, vial, dan labu ukur, gunting, jarum logam
dan kawat, dan alat-alat lain yang tidak hancur dengan pemijaran langsung. Papan salep,
lumping dan alu dapat disterilisasi dengan metode ini.
d. Steriliser
Steriliser merupakan alat sterilisasi dengan metode pemanasan kering dengan memerhatikan
suhu dan waktu sterilisasi. Steriliser efektif digunakan untuk mensterilisasi benda yang tidak
mudah rusak, tidak meleleh, tidak menyala, dan tidak hangus pada suhu tinggi. Selain alat
bedah, Steriliser juga dapat digunakan digunakan untuk mensterilisasi bahan-bahan yang
digunakan untuk kebutuhan bedah.
e. Insinerator
Bahan-bahan infeksius seperti jarum bekas suntikan yang ditampung dalam safety box
biohazard, darah, dilakukan sterilisasi dengan menggunakan insinerator. Hasil pemanasan
dengan suhu 8700-9800 C akan menghasilkan polutan berupa asap atau debu. Hal ini yang
menjadi kelemahan dari sterilisasi dengan metode insenerasi. Namun, metode ini dapat
meyakinkan bahwa bahan infeksius dapat dieliminasi dengan baik yang tidak dapat dilakukan
dengan metode lainnya.
2. Panas lembab
a. Uap bertekanan
Stelisisasi dengan menggunakan tekanan uap jenuh dalam sebuah autoklaf. Ini merupakan
metode sterilisasi yang biasa digunakan dalam industri farmasi, karena dapat diprediksi dan
menghasilkan efek dekstruksi bakteri, dan parameterparameter sterilisasi seperti waktu dan
suhu dapat dengan mudah dikontrol dan monitoring dilakukan sekali dalam satu siklus yang
divalidasi.
b. Uap panas pada 100 °C
Uap panas pada suhu 100 °C dapat digunakan dalam bentuk uap mengalir atau air mendidih.
Metode ini mempunyai keterbatasan penggunaan uap mengalir dilakukan dengan proses
sterilisasi bertingkat untuk mensterilkan media kultur.
c. Pemanasan dengan bakterisida
Pemanasan ini menghadirkan aplikasi khusus dari pada uap panas pada 100 °C. adanya
bakterisida sangat meningkatkan efektifitas metode ini. Metode ini digunakan untuk larutan
berair atau suspensi obat yang tidak stabil pada temperatur yang biasa diterapkan pada autoklaf.
d. Air mendidih
Bahan-bahan ini harus benar-benar tertutupi oleh air mendidih dan harus mendidih paling
kurang 20 menit. Setelah sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air dengan pinset yang telah
disterilisasi menggunakan pemijaran. Untuk menigkatkan efisiensi pensterilan dari air, 5 %
fenol, 1 – 2 % Na-carbonat atau 2 – 3 % larutan kresol tersaponifikasi yang menghambat
kondisi bahan-bahan logam.
3. Cara Bukan Panas
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet umumnya digunakan untuk membantu mengurangi kontaminasi di udara dan
pemusnahan selama proses di lingkungan. Sinar yang bersifat membunuh mikroorganisme
(germisida) diproduksi oleh lampu kabut merkuri yang dipancarkan secara eksklusif pada
253,7 nm.
b. Aksi letal
Ketika sinar UV melewati bahan, energi bebas ke elektron orbital dalam atom-atom dan
mengubah kereaktivannya. Absorpsi energi ini menyebabkan meningginya keadaan tertinggi
atom-atom dan mengubah kereaktivannya. Ketika eksitasi dan perubahan aktivitas atom-atom
utama terjadi dalam molekulmolekul mikroorganisme atau metabolit utamnya, organisme itu
mati atau tidak dapat berproduksi. Pengaruh utamanya mungkin pada asam nukleat sel, yang
diperhatikan untuk menunjukkan lapisan absorpsi kuat dalam rentang gelombang UV yang
panjang.
c. Radiasi pengion
Radiasi pengion adalah energi tinggi yang terpancar dari radiasi isotop radioaktif seperti
kobalt-60 (sinar gamma) atau yang dihasilkan oleh percepatan mekanis elektron sampai ke
kecepatan den energi tinggi (sinar katode, sinar beta). Sinar gamma mempunyai keuntungan
mutlak karena tidak menyebabkan kerusakan mekanik. Namun demikian, kekurangan sinar ini
adalah di hentikan dari mekanik elektron akselerasi (yang dipercepat) keuntungan elektron
yang dipercepat adalah kemampuannya memberikan output laju doisis yang lebih seragam.
(Hadada, A W, 2009).
2. Sterilisasi Kimiawi
Sterilisasi kimiawi bisa diklasifikasikan atas 3 golongan, yaitu:
1. Golongan zat yang menyebabkan kerusakan membran sel.
2. Golongan zat yang menyebabkan denaturasi protein.
3. Golongan zat yang mampu mengubah grup protein dan asam amino yang fungsional.
Sterilisasi Secara Kimia, dapat dilakukan dengan cara Sterilisasi Gas digunakan dalam
pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan sporanya.
Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat, sterilisasi adalah
fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Gas yang biasa
digunakan adalah etilen oksida dalam bentuk murni atau campuran dengan gas inert lainnya.
Gas ini sangat mudah menguap dan sangat mudah terbakar. Merupakan agen alkilasi yang
menyebabkan dekstruksi 10 mikroorganisme termasuk sel-sel spora dan vegetatif. Sterilisasi
dilakukan dalam ruang atau chamber sterilisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban, konsentrasi gas, suhu
dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran bakteri tergantung pada adanya
kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan pengemas, pada
pengemas pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain khusus pada bahan
pengemas (Hadada, A W, 2009).
3. Sterilisasi Mekanik
Sterilisasi Mekanik adalah sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti misalnya ekstrak
tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik dilakukan dengan penyaringan. Dasar metode
ini semata - mata ialah proses mekanis yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala
organisme hidup dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan saringan
Seitz (Elektromedik, 2011).
4. Autoklaf
Autoklaf adalah alat yang berfungsi untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yg
digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yg digunakan
pada umumnya adalah 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121 °C (250 °F). Jadi tekanan
yg bekerja pada seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi 2 (15 Psi =15 pounds per
square inch).
Lama waktu sterilisasi yg dilakukan umumnya adalah 15 menit untuk suhu 121 °C. Autoklaf
biasanya digunakan dalam bidang mikrobiologi, kedokteran, body piercing, 11 kedokteran
hewan, kedokteran gigi, dan podiatry untuk mensterilisasi alat-alat dari gelas, sampah medis,
kandang hewan, dan media lisogenik (Putriprinandya, Dea, 2014).
4. Disinfeksi
Desinfeksi merupakan metode Kimiawi yang dilakukan untuk mensterilkan peralatan bedah
menggunakan bahan – bahan kimia yang bersifat desinfektan seperti :
1. Etil Alkohol 70% atau 95%
2. Aldehid dengan jenis glutraldehid atau formaldehid
3. Halogen seperti Clorin dan Iodine
4. Golongan logam berat seperti Air Raksa (tidak direkomendasikan.
5. Glutaraldehyde bersifat sporisidal, yaitu membunuh spora bakteri dalam waktu 3-10
jam pada peralatan medis karena tidak merusak lensa, karet, dan logam, contohnya
adalah alat untuk bronkoskopi.

B. Instrumen bedah
Alat yang dirancang khusus yang membantu profesional perawatan kesehatan
melakukan tindakan spesifik selama operasi bedah. Berikut merupakan instrument
bedah yang digunakan dalam operasi, yakni :
DAFTAR PUSTAKA

Hadada, Abdul, W. 2009. Laporan Praktikum Sterilisasi.


Elektromedik. 2011. Jenis Sterilisasi. http://www.scribd.com.
Fitri Rahmayanti. 2013. Prinsip Kerja Autoklaf. http://www.scribd.com
LAPORAN KOASISTENSI

REVIEW JURNAL PREMEDIKASI DAN ANESTESI

Oleh:

Gelombang 21 J

I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043

Aisyah Setyah Ningrum 2209611028

Nur Baiti 2209611024

Matilda Krisnawati 2209611054

Luh Gede Winda Maheswari 2209611012

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2022
Jurnal Kasus 1 :

Perbandingan Onset, Durasi Anestesi dan Masa Pemulihan dari Pemberian Kombinasi
Anestesi Acepromasin-Propofol-Ketamib dan Midazolam-Propofol-Ketamin pada
Anjing Lokal.

Pendahuluan

Anestesi merupakan salah satu syarat dilakukan tindakan pembedahan dalam penanganan
kesehatan. Pemberian anestesi dimaksudkan untuk menghilangkan kesadaran dan rasa sakit
serta mengurangi timbulnya konvulsi otot saat terjadinya relaksasi otot, dengan demikian
tindakan operasi dapat dilakukan pada penderita dengan aman (Hilbery dkk., 1992 cit.
Sardjana, 2003). Tindakan bedah dapat dilakukan dengan aman ditunjang dengan pemilihan
agen anestesi yang ideal (Swarayana, 2015). Penggunaan agen kombinasi anestesi yang paling
sering digunakan adalah kombinasi xylasin-ketamin hidroklorida. Agen anestesi atau
premedikasi yang dapat dikombinasikan dengan ketamin antara lain: propofol-ketamin,
acepromasin-ketamin dan midazolamketamin. Kombinasi propofol dengan agen anestesi lain
seperti ketamin bertujuan untuk mengurangi pengaruh anestesi dan efek samping dari propofol
(McKelvey dan Hollingshead 2003 cit. Sudisma, 2011).

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah 6 ekor anjing jantan, sarung tangan, masker, Atropin Sulfat 0,25
mg/ml, Acepromasin 10 mg/ml (PromAce®), Propofol 10 mg/ml (Proanes®), Ketamin 50
mg/ml (KETAMIL®), Midazolam 5 mg/ml (Hameln®), vitamin (Nutri-plusgel), obat cacing
(Drontal® dog) dan alkohol 70%.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah spuit dissposible (One Med) 1ml dan 3ml, timbangan berat badan,
thermometer digital, pen light, tabung koleksi darah, stopwatch, kapas, gunting dan kandang.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran onset pada kedua kelompok perlakuan yaitu KI dan KII menunjukan hasil
yang berbeda dengan nilai onset KI pada hewan pertama selama 88 detik, hewan kedua 108
detik, dan pada hewan ketiga 86 detik dengan nilai rata-rata 94 detik dan standar deviasi sebesar
12,16 . Hewan pertama pada KII memiliki nilai onset 39 detik, hewan kedua 54 detik, dan
hewan ketiga 43 detik dengan nilai rata-rata 45,33 detik dan standar deviasi sebesar 7,76.
pertama pada KII memiliki nilai onset 39 detik, hewan kedua 54 detik, dan hewan ketiga 43
detik dengan nilai rata-rata 45, 33 detik dan standar deviasi sebesar 7,76. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh waktu pemulihan pada perlakuan KI hewan pertama selama 19 menit,
hewan kedua 35 menit, dan pada hewan ketiga 37 menit dengan nilai rerata 30,33 ± 9,86 menit.
Hewan pertama pada KII memiliki waktu pemulihan selama 12 menit, hewan kedua 13 menit,
dan hewan ketiga 28 menit dengan nilai rerata 17,66 ± 8,96 menit. Kombinasi midazolam-
propofol pada manusia menghasilkan waktu pemulihan yang lebih cepat dan efek sedasi yang
lebih baik. Penggunaan propofol umumnya memiliki masa pemulihan 8-10 menit (Dehkordi
dkk., 2010). Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada
reseptor GABA dan sering digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai onset yang
singkat dan cepat diekskresikan dari dalam tubuh sehingga menghasilkan waktu pemulihan
yang cepat (Stoelting, 1999). Penggunaan kombinasi midazolamdan ketamin dapat
mengurangi aktivitas hewan pada saat pemulihan(Yudaniayanti dkk., 2012).
Penggunaankombinasi propofol dan ketamin menghasilkan waktu pemulihan yang cepat dan
lembut, induksi lembut dan fungsi psikomotorik yang cepat kembali saat pemulihan
dibandingkan dengan pemberian tanpa kombinasi (Sudisma, 2011).

Kesimpulan

Kombinasi midazolam-propofolketamin memiliki onset yang lebih cepat dengan nilai rerata
45,33 detik dibandingkan dengan kombinasi acepromasin-propofolketamin yang memiliki
rerata onset 94 detik. 2. Kombinasi acepromasin-propofolketamin memiliki durasi anestesi
yang lebih lama dengan nilai rerata 30 menit dibandingkan dengan kombinasi midazolam-
propofol-ketamin yang memiliki rerata durasi 17,66 menit. 3. Kombinasi midazolam-
propofolketamin memiliki waktu pemulihan yang lebih cepat dengan nilai rerata 16 menit
dibandingkan dengan kombinasi acepromasinpropofol-ketamin yang memiliki rerata waktu
pemulihan 30,33 menit.
Jurnal Kasus 2 :

Pengaruh Ketamin-Xylazin Terhadap Onset dan Sedasi Kucing Lokal (Felis catus)
yang Diovariohisterektomi

Pendahuluan

Ovariohisterktomi adalah prosedur operasi yang digunakan secara luas oleh Dokter Hewan.
Hal ini ditunjukkan pada kasus pyometra, tumor uterus, atau patalogi lainya (Djemil dkk.,
2010). Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku,
tidak bunting dan tidak dapat menyusui. Untuk melakukan tindakan ovariohisterektomi
dibutuhkan anastesi. Anastesia adalah keadaan tidak peka rasa sakit, dimaksudkan agar hewan
tidak menderita, hewan menjadi tenang dan mudah dikendalikan ( Retina dkk., 2015). Anastesi
dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan, karena dalam waktu tertentu
dapat dipastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak menimbulkan penderitaan
bagi hewan( Sardjana dkk., 2004). Salah satu anastesi yang digunakan ialah anastesi umum.
Contohnya ketamin dan xylazin. Banyak penggunaan kombinasi dari ketamin dan xylazin. Ada
beberapa hal yang harus diingat oleh anastesiolog yaitu onset dan sedasi.

Alat dan Bahan Penelitian

Sediaan premedikasi atropine sulfat, dan sediaan kombinasi anestesi ketamine 10% (Ilium,
Australia), xylazine 2 % (Ilium, Australia), alkohol 70%, , larutan NaCl fisiologis, iodine,
benang absorb, benang non absorbable, penstrep, infus. Alat-alat yang digunakan adalah satu
set alat bedah minor yang terdiri dari towel clamp, skalpel dan blade, pinset sirrhugis, pinset
anatomis, gunting tumpul-tumpul, gunting tajam-tajam, gunting tajam-tumpul, tang arteri lurus
anatomi, tang arteri lurus sirurhugis, tang arteri bengkok anatomis, tang arteri bengkok
sirrhugis, needle holder dan jarum. Selain itu terdapat pula pisau cukur, tampon, kapas, kasa,
syiringe, tali restrain, doek, perban, pelaster, selang infus.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan berupa metode penelitian eksperimental. Kucing


dipuasakan selama 4-6 jam sebelum tindak anestesi dilakukan, dengan tujuan agar kondisi usus
dalam keadaan kosong sehingga ketika dalam kondisi teranestesi kucing tidak muntah. Kucing
ditimbang bobot badannya untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan. Masing-masing
kelompok akan diinjeksikan premedikasi atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB.
Kemudian kucing diberikan anastesi ketamin dan xylazin lalu hitung onset dan sedasinnya.
Hasil dan Pembahasan

Kombinasi antara ketamin dan xylazin meupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen itu untuk
menghasilkan anastesi. Anastesi dengan ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih pendek jika
dibandingkan pemberian ketamin saja tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus
yang baik tanpa konvulsi. hasil rata-rata onset pada ke-7 kucing tersebut adalah 60.00±10,58
detik. dan rata- rata sedasi adalah 72,28±3,98 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadhli
dkk (2016), kesadaran akan hilang 30-60 detik setelah penggunaan intravena dan dua sampai
empat menit setelah suntikan intramuskular. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan (Winarto,
2009) yaitu konsentrasi plasma puncak ketamin terjadi dalam 1 menit pada pemberian IV dan
dalam 5 menit pada suntikan IM. Namun hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari (Sawyer,
1985) mengatakan efek akan timbul sepuluh menit setelah diinjeksi secara intramuskular dan
tiga menit secara intravena. Anastesi yang ideal yaitu yang memiliki onset cepat dan durasi
panjang. Penggunaan kombinasi anastesi ketamin-xylazin menyebabkan absorbsi ketamin
menjadi lebih lama sehingga eleminasi ketamin lebih lama. Hal ini menyebabkan durasi
anastesi lebih Panjang. Keadaan tidur biasanya berlangsung selama 1-2 jam dengan analgesik
yang efektif selama 15-30 menit. Periode pada saat permulaan sedasi terjadi relaksasi otot
skelet, terjadinya reflek palpebra, terjadinya depresi respirasi dan kardiovaskular, jika
kedalaman anastesi meningkat maka hewan akan menunjukkan depresi respirasi dan
kardiovaskular, pemberian anastesi dengan kondisi over dosis akan menyebabkan kegagalan
respirasi dan kardiovaskulari, periode sedasi berakhir dan mulai memasuki periode recovery
atau disebut sebagai masa pemulihan, konsentrasi anastesi di otak berkurang.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa rataan ± SD onset kucing yang
diovariohisterektomi dengan menggunakan kombinasi anastesi ketamin-xylazin adalah
60,00±10,58 detik dan rataan ± SD sedasi kucing yang diovariohisterektomi dengan
menggunakan kombinasu anastesi ketamin-xylazin adalah 72,28±3,95 menit.
Jurnal Kasus 3 :

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi
Ketamin-Xylazin pada Anjing

Pendahuluan

Penggunaan isofluran dan khususnya anestesi gas secara inhalasi semakin populer karena
kedalaman dan waktu anestesi yang dihasilkan dapat dikontrol. Hal ini terjadi seiring dengan
perkembangan teknologi mesin/sirkuit pada prosedur anestesi gas. Penggunaan induksi
ketamin-xylazin dilakukan untuk mempermudah penanganan (seperti dalam pemasangan
endotracheal tube), menghasilkan stadium anestesi yang lebih dalam, dan alasan kesejahteraan
hewan.

Hasil dan Pembahasan

Suhu tubuh merupakan hal penting yang harus diperhatikan sebagai salah satu tanda vital
kondisi suatu individu. Dari hasil diketahui bahwa rataan suhu tubuh anjing Kelompok A
(tanpa induksi ketamin-xylazin) sebelum perlakuan adalah 37,88±0,51ºC. Selama proses
anestesi dilakukan, suhu tubuh anjing mengalami penurunan hingga mencapai 34,64±0,95ºC
pada menit ke-60. Pada anjing Kelompok B (dengan induksi ketamin-xylazin), penurunan suhu
tubuh terjadi dari suhu awal 38,06±0,42ºC hingga mencapai suhu 34,96±1,23ºC pada menit ke-
60. Dari hasil analisis statistika diketahui bahwa penurunan suhu tubuh menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada menit yang berbedabeda. Pada penelitian, penurunan
suhu tubuh terjadi karena anestetik bekerja memengaruhi sistem saraf pusat, yang secara tidak
langsung menurunkan kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh dan menjadi
lebih mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Selama proses anestesi, tubuh juga mengalami
vasodilatasi, sehingga produksi panas oleh otot skelet akan terhambat. Pada kondisi ini proses
metabolisme basal tubuh mengalami penurunan, sehingga suhu tubuh ikut turun. Dalam situasi
ini tubuh kehilangan panas lebih besar dari produksi panas yang dihasilkan. Pada penelitian ini
diketahui bahwa waktu pemulihan suhu yang diperlukan oleh Kelompok B (dengan induksi
ketamin-xylazin) lebih panjang dibandingkan waktu yang dibutuhkan oleh Kelompok A (tanpa
induksi ketaminxylazin). Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dari perlakuan ketamin-
xylazin yang merupakan zat yang biasa digunakan sebagai anestesi disosiatif. Pencegahan
hipotermia telah menjadi tujuan utama pada perawatan anestesi. Hal tersebut umumnya
dikaitkan dengan adanya gejala kedinginan pada pasien pascaoperasi. Beberapa metode untuk
mempertahankan suhu tubuh pada keadaan normal saat anestesi antara lain menaikkan suhu
lingkungan, cairan intravena hangat, penggunaan teknik pemanasan eksternal aktif (blower
udara hangat, bantalan panas, waterbeds, dan sebagainya). Selimut hangat elektrik juga
merupakan cara yang efisien dan cepat untuk menghasilkan sistem pengaturan suhu yang
optimal pascaoperasi. Pemberian preparat fentanil juga dapat menurunkan kejadian dan
keparahan dari kejadian menggigil pascaanestesi spinal pada pasien yang menjalani bedah
Caesar tanpa meningkatkan kejadian efek sampingnya. Fentaniladalah agonis opioid yang
dapat memengaruhi sistem termoregulasi. Granisetron sebagai suatu antagonis reseptor
serotonin yang biasa digunakan sebagai antiemetik dianggap dapat pula mengurangi kejadian
menggigil pascaanestesi.

Kesimpulan

Dalam penggunaan induksi ketamin-xylazin dalam prosedur anestesi gas menggunakan


isofluran pada anjing, menyebabkan hipotermia dan waktu pemulihan yang lebih lama,
sehingga diperlukan persiapan prosedur penanganan perawatan pascaanestesi yang lebih
optimal.

Daftar Pustaka

Dhiu, DT., Utami T., Ndaong NA. 2021. Perbandingan Onset, Durasi Anestesi dan Masa
Pemulihan dari Pemberian Kombinasi Anestesi Acepromasin-Propofol-Ketamib dan
Midazolam-Propofol-Ketamin pada Anjing Lokal. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Cendana : Jurnal Veteriner http://ejurnal.undana.ac.id/jvn .

Yusuf MC , Syafruddin, Roslizawaty. 2018. Pengaruh Ketamin-Xylazin Terhadap Onset dan


Sedasi Kucing Lokal (Felis catus) yang Diovariohisterektomi. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala : JIMVET E-ISSN: 2540-9492.

Satria, GD., Budhi S , Nurdyanti D. 2016. Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam
Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing. Jurnal Veteriner
Maret Vol. 17 No. 1 : 1-6 pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI:
10.19087/jveteriner.2016.17.1.1.
LAPORAN KASUS BEDAH SYSTEM UROGENITAL
“PYOMETRA PADA KUCING”

Oleh:
Gelombang 21 J
I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043
Aisyah Setyah Ningrum 2209611028
Nur Baiti 2209611024
Matilda Krisnawati 2209611054
Luh Gede Winda Maheswari 2209611012

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
PENDAHULUAN

Pyometra merupakan kelainan hormonal yang menyebabkan infeksi


sehingga nanah terkumpul di dalam rahim. Pyometra di tandai dengan adanya
akumulasi pus atau eksudat yang mukopurulen di dalam uterus, disertai dengan atau
tanpa adanyana endometritis dan dapat disebabkan oleh kematian fetus, infeksi
mikroorganisme atau kelanjutan dari endometritis serta di tandai dengan serviks
yang terbuka atau tertutup. Pyometra merupakan masalah reproduksi yang paling
umum pada kucing yang sering pada hewan yang berumur di atas 6 tahun dan pada
hewan muda (1-3 tahun) kejadian Pyometra dapat terjadi akibat pemberian hormon
estreogen. Ada beberapa gejala yang akan muncul bila hewan kesayangan kita
terserang penyakit Pyometra, diantaranya adalah hewan akan terlihat mulai minum
banyak (frekuensi minum bertambah) atau istilah medisnya polydipsia, karena
banyak minum hewan juga akan terlihat banyak kencing atau polyuria, lalu hewan
juga akan terlihat sering menjilat-jilat alat kelaminya (daerah sekitar vagina),
kadang-kadang hewan terserang demam sehingga nafsu makan berkurang, lama
kelamaan hewan terlihat lemas, bila sudah berakibat ikut terserangnya organ dalam
seperti ginjal karena infeksi pyometra maka hewan akan terlihat muntah, lemas dan
depresi (kondisi lethargy).

REKAM MEDIK

Sinyalemen, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Seekor kucing ras lokal berusia 11 tahun berjenis kelamin betina dirawat di
rumah sakit dan Pusat Penelitian dan Pengajaran Hewan Peliharaan, Chittagong
Veterinary and Animal Sciences University, Bangladesh, dengan riwayat anoreksia,
kekurusan kronis. Dengan keluhan mengeluarkan leleran kental berwarna
kemerahan dari alat kelamin sejak sebulan yang lalu. Status present kucing adalah
sebagai berikut : denyut jantung 174 x/menit, frekuensi pernafasan 42 x/mnt dan
suhu tubuh 1010C. pada pemeriksaan abdomen uterus terasa lebih keras dan
membesar dari biasanya.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan hematologi darah menunjukkan anemia yang mungkin karena


hilangnya sel darah merah oleh diapedesis ke dalam lumen uterus selain dari asupan
pakan yang tertekan dan gangguan eritropoiesis dalam kondisi toksemia. Tingkat
PCV menurun menunjukkan normositik ringan. Pemeriksaan radiologi
menunjukkan adanya akumulasi cairan pada daerah abdomen.

MATERI DAN METODE

Pre Operasi

Premedikasi menggunakan Atropin sulfat (0,04 mg/kg IM), Xylazine (1


mg/kg IM). Untuk anastesi umum nya menggunakan Ketamin (15 mg/kg IV).
Persiapan daerah operasi dilakukan setelah mencukur dan menghilangkan rambut.
Alkohol 70% dioleskan ke kulit di sekitar area operasi.

Operasi

Kucing dibaringkan telentang dan draper steril diletakkan di atasnya.


Pemantauan ketat suhu, tekanan darah, denyut jantung, warna gusi, pulsus dan
kedalaman anestesi dilakukan. Insisi dilakukan di bagian midventral abdominal
mulai dari bawah umbilicus, sayatan sekitar 5 – 10 cm ke arah caudal sesuai dengan
ukuran tubuh pasien. Sayatan selanjutnya dilakukan untuk membuka abdomen
mulai dari lapisan cutaneus, sub cutaneus, fascia, musculus obliquus externus
abdominis, musculus obliquus internus abdominis, musculus transversus
abdominis, peritoneum hingga mencapai cavum abdominis. Uterus kemudian
dikeluarkan ke arah permukaan abdomen dengan bantuan retractor untuk
menguakan dinding abdomen. Selanjutnya cornua uterus kiri dan kanan di bagian
utero ovarian ligament dijepit menggunakan dua buah klem. Kemudian dilakukan
ligasi dengan catgut absorbable di bagian proksimalis dari ovarium sinister dan
dexter. Pemeriksaan secara seksama dilakukan bahwa posisi ligasi dan ovarium
pada posisi yang tepat. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan scalpel diantara
kedua klem pada daerah ligamentum ovarium yang dijepit. Setelah pemotongan
kedua cornua uteri sinister dan dexter ditarik ke caudal dari corpus uteri. Kemudian
dilakukan klem pada bagian corpus uteri di antara bifurcatio dan cervix uteri
dengan dua buah klem. Ligasi arteri uterina media sinister dan dexter dengan catgut
absorbable dan pemotongan corpus uteri dilakukan diantara kedua klem. Lumen
dari corpus uteri pada kasus pyometra harus dibersihkan dan dijahit dengan catgut
absorbable dengan pola simple continuous suture. Selanjutnya klem dilepas, dan
sebelum menutup cavum abdomen diirigasi dengan larutan antibiotik untuk
mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses
kesembuhan. Cavum abdomen ditutup kembali dimulai dari peritoneum, musculus
transversus abdominis, musculus obliquus internus abdominis, musculus obliquus
externus abdominis, fascia, sub cutaneous, cutaneous dan kulit. Peritoneum dan
musculus di bagian abdomen dengan catgut absorbable dengan pola simple
interrupted suture. Selanjutnya fascia dijahit sebagai pelindung jahitan abdomen
dengan pola jahitan simple continuous suture juga menggunakan catgut absorbable,
dan terakhir kulit dijahit dengan silk atau nylon dengan pola simple interrupted
suture.

Membaringkan kucing pada


posisi dorsal recumbent

Ligasi uterus di dasar corpus uteri Pengangkatan Ovarium


Uterus yang akan di angkat Pengangkatan uterus

Penutupan kulit menggunakan pola


simple interrupted suture
Pasca Operasi

Setelah operasi, antibiotik ceftriaxone ( 1mL IM ) setiap hari selama 7 hari.


Antihistaminic chlorpheneramine maleate ( 1mg/ Kg BB ) setiap hari selama 7 hari.
Analgesik Meloxicam (15 mg/kg BB) dan Injeksi Melvet SC setiap hari selama 5
hari untuk manajemen nyeri. Pasien disimpan dalam kandang bersih dan diamati
selama 7 hari. Tidak ada komplikasi yang dicatat. Pada hari ke-14, jahitan dilepas
dan hewan sembuh total.

Kucing setelah operasi


DAFTAR PUSTAKA

Hasan T., Hossan MN., Tahsin N., Hossain MA., Uddin AM. 2021. Pyometra in a
Cat: A Clinical Case Report. Journal of sciens & Technical. 37(5).

Sardjana, I. K. W., dan D. Kusumawati. (2004). Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai