MANAJEMEN OPERASI
Disusun oleh:
Gelombang 21 Kelompok J
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh. Post Operasi adalah masa
setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah dan Hidayat,2008). Tahap pasca operasi dimulai dari
memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang.
1. PRE-OPERASI
1.1. Persiapan alat dan bahan
Alat sudah harus disterilkan dengan menggunakan autoclave dan alkohol 70%.
Alat yang perlu disiapkan yaitu stetoskop, thermometer, hair clipper, gloves, masker,
intravenous (IV) catheter, endotracheal tube, spuit, scapel, blade, pinset anatomis,
pinset sirurgis, needle holder, arteri clamp, towel clamp, gunting, dan needle.
Bahan yang perlu dipersiapkan diantaranya: kain drape, tampon, kapas, plester
luka. alkohol 70%, NaCl 0,9%, antiseptik (Betadine, Povidone iodine 10%, H2O2),
benang jahit. Obat: premedikasi (atropine sulfat) dan anestesi umum (ketamine &
xylazine), anestesi inhalasi (isofluran), antibiotik powder (Enbatic), antibiotik
amoxicilin (Betamox injection), analgesik (asam mefenamat 500mg tab), antibiotik
amoxicillin (Yusimox Syrup), vitamin B complex (Livron B plex), dan infus ringer
laktat.
1.2. Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi dan semua peralatan yang ada di dalam ruang operasi harus
dibersihkan terlebih dahulu. Alas kaki yang digunakan khusus untuk ruang operasi
dan penerangan harus cukup. Pastikan meja operasi sudah diatur dengan benar
sebelum induksi.
1.3. Persiapan Hewan
Anamnesa meliputi signalement, diet atau pakan, exercise atau aktifitas hewan,
lingkungan sekitar, masalah kesehatan yang dialami hewan, recent treatment
(terutama antiinflamatori, antibiotik, dan terapi nephrotoxic atau hepatotoxic), operasi
yang pernah dilakukan sebelumnya, dan reaksi terhadap suatu pengobatan.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui proses inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Pemeriksaan suhu (⸰C), frekuensi nafas (kali/menit), pulsus (kali/menit),
berat badan (kg), selaput mukosa (warna), dan diameter pupil (cm) dilakukkan.
Pemeriksaan laboratorium Complete Blood Count, kimia serum, elektrolit, dan
urinalisis. beberapa data kondisi hewan dapat diperoleh melalui radiografi, dan
ultrasonografi untuk menegakkan diagnosa dan menentukan lokasi kelainan.
• Stabilisasi kondisi pasien sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.
• Dehidrasi: terapi cairan (IV) dengan LR atau Dextrose 5%
• Infeksi: pemberian antibiotika
• Asidosis (pH <7,2): terapi sodium bikarbonat
• Penyakit kronis: peningkatan status gizi dan pengobatan
• Pendarahan/shock: terapi cairan (dosis: 60-90ml/kg/bb/jam IV)
• Anemia: transfusi darah
Hewan dipuasakan 12 jam (makan), dan 6 jam (minum) sebelum operasi. Hewan
direstrain (kimia), selanjutnya lakukan pencukuran rambut, cuci bersih, dan diberikan
antisptik (providone iodine). Pemasangan IV kateter dan infus set. Baringkan hewan
sesuai posisi operasi (lateral, ventral, atau dorsal recumbency), tutup dengan kain
drape.
1.4. Persiapan Operator
Operator maupun Co operator harus dalam keadaan yang steril dengan memakai
jas lab, glove steril dengan disemprot alkohol 70% terlebih dahulu dan masker.
Kondisi operator dan co operator harus dalam keadaan yang sehat fisik agar
pelaksanaan operasi berjalan lancar. Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan
asisten adalah masker, penutup kepala dan sarung tangan (glove) serta menggunakan
pakaian steril khusus operasi.
Seorang operator harus memiliki kompetensi sebagai berikut : a) Memahami
prosedur operasi, b) Dapat memprediksi hal-hal yang akan terjadi baik selama operasi
maupun setelah operasi berlangsung, c) Dapat memperkirakan (prognosis) hasil
operasi, d) Pencukuran daerah operasi, e) Personal hygiene, f) Pengosongan kandung
kemih, g) Siap fisik dan mental terampil
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan operator dan co-operator untuk
pelaksanaan operasi yang baik.
• mencuci tangan sebelum mengenakan tutup kepala dan masker, kemudian
• mencuci tangan dengan sabun dan sikat. Pencucian dilakukan dari ujung jari
sampai ke bagian siku selama kurang lebih 5 menit, karena waktu tersebut
merupakan lama waktu kontak yang efektif antara sabun dan kulit untuk
membunuh mikroba yang menempel dipermukaan kulit.
• Tangan kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak 10 kali. Setelah itu,
tangan dilap hingga kering kemudia menggunakan handuk yang telah
disterilisasi sebelumnya.
• Operator dan asisten kemudian memakai baju operasi (jas lab) dan sarung
tangan.
• Setelah semua prosedur persiapan tersebut dilalui secara aseptis, proses
operasi dapat dilakukan.
2. OPERASI
Operator adalah orang yang melaksanakan operasi atau mengoperasikan alat- alat yang
akan digunakan dalam proses operasi. Sedangkan kooperator adalah orang yang membantu
operator dalam menjalankan operasi. Baik operator maupun kooperator harus dapat
memahami penggunaan alat yang digunakan dan prosedur yang akan dijalankan selama
operasi berlangsung. Dalam melangsungkan prosedur operasi, biasanya operator akan
menjalankan prosedur dengan asistensi dari kooperator. Asistensi yang dimaksud
misalnya, persiapan pra operasi, pencatatan data pasien, dan sebagainya.
Tujuan dilakukannya monitoring terhadap anastesi saat operasi adalah untuk menjaga
sistem tubuh tetap stabil dan normal, mempertahankan kedalaman anastesi, hingga
mencegah timbulnya respon yang tidak diinginkan saat operasi. Terdapat enam poin utama
yang harus diperhatikan saat monitoring yaitu sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular,
sistem respiratori, suhu, fungsi neuromuskular, dan fungsi ginjal. Monitoring terhadap
kondisi pasien dilakukan setiap 15 menit yang meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas,
denyut jantung, CRT (Capillary Refill Time, pulsus, ukuran pupil, respon terhadap cahaya,
reflek dan ketegangan otot. Vital Sign Monitoring digunakan untuk memantau beberapa
parameter kesehatan pasien yang membutuhkan monitoring secara berkelanjutan atau
monitoring secara berkala.
Manajemen pendarah dapat dilakukan dengan menggunakan:
• Tamponade dengan memberikan tekanan pada pembuluh darah yang berdarah
dengan tampon steril
• Hemostat forceps
• Ligasi pembuluh darah menggunakan catgut
• Hemostatik (epinefrin, adrenalin, atau efedrin)
• Kauterisasi menggunakan electrocautery sebagai upaya untuk mengurangi
perdarahan dan kerusakan, menghilangkan pertumbuhan yang tidak diinginkan,
atau meminimalkan potensi bahaya medis lainnya, seperti infeksi ketika antibiotik
tidak tersedia.
• Menjahit luka
3. PASCA-OPERASI
3.1. Pemberian obat
• Antibiotika : Amoksisilin, Ciprofloksasin, Cefotaxim, Penstrep, Oxytetrasiklin
• Antiradang : Asam mefenamat, Asam tolfenamat, Ibuprofen, Meloksikam
• Haemostatika
• Suportif terapi : vitamin B complex, multivitamin
• Infus : NaCl 0,9%, LR, Dekstrose 5%
Oleh:
Gelombang 21 J
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
PENDAHULUAN
Prolapses rectum merupakan suatu kondisi keluarnya satu atau lebih lapisan rectum
melalui officium ani yang dapat terjadi karena neoplasia usus, benda asing, urolitiasis,
konstipasi, hernia perineum, penyakit prostat, distosia, atau operasi sebelumnya di bagian
posterior tubuh, misalnya herniorrhafi perineum. Prolaps rektum sering terjadi pada hewan
muda, dan paling sering dikaitkan dengan infeksi parasit internal yang parah dan diare.
Pengobatan pilihan tergantung pada derajat prolaps, viabilitas jaringan, reducibility,
kronisitas, dan upaya pengobatan sebelumnya. Sebagian besar pasien dengan prolaps rektum
dapat ditangani dengan reduksi manual, jahitan sementara (3 sampai 5 hari), dan pelunak
feses atau diet rendah residu. Yang penting, penyebab yang mendasari harus ditangani untuk
mencegah kekambuhan. Pilihan pengobatan bedah termasuk amputasi dubur dengan reseksi
dan anastomosis untuk kasus non-reduksi/trauma, dan kolopeksi untuk beberapa kekambuhan
REKAM MEDIK
Sinyalemen dan Anamnesis
Seekor anjing Malta jantan yang telah dikebiri dengan berat 2,5 kg yang didapatkan
dari tempat penampungan hewan dengan kondisi mengalami prolapses rektum. Anjing
memiliki riwayat 2 operasi sebelumnya sejak diselamatkan 4 bulan yang lalu namun
prolapses rectum tidak sembuh sepenuhnya, dan kadang-kadang terjadi pendarahan.
Anjing itu menderita dyschezia dan sulit buang air besar, tetapi sebaliknya, cerah dan
waspada, dengan nafsu makan yang baik
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik anjing prolapses rektum memiliki eversi mukosa yang relatif
sehat, dengan panjang -1 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Jiyoung P, Changhwan M, Dae-Hyun K, Hae-Beom L, Seong-Mok J. 2022. Case Report:
Laparoscopic colopexy for recurrent rectal prolapse in a Maltese dog. Can Vet J.
63:593–596
KAJIAN LAPORAN PUSTAKA
Fraktur Kominutif Mid-diaphyseal Humerus pada Kucing
Disusun oleh:
Gelombang 21 Kelompok J
Prinsip utama penanganan patah tulang adalah konsep 4R yaitu recognition, reduction,
retention dan rehabilitation. Recognition merupakan langkah untuk mengetahui jenis fraktur dan
menentukan penanganan terbaik yang dapat dilakukan, hal ini meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan saraf yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Reduction adalah
mengembalikan posisi fraktur ke posisi semula. Ada dua jenis reduksi, reduksi terbuka, dan
reduksi tertutup. Retention adalah mempertahankan fragmen fraktur dengan alat fiksasi selama
masa penyembuhan fraktur (imobilisasi). Rehabilitation adalah upaya mengembalikan
kemampuan anggota badan agar berfungsi kembali seperti semula (Erwin, et al. 2019)
PRE-OPERASI
1. Identifikasi masalah
1.1. Anamnesis dan Sinyalemen
Hewan kasus adalah kucing domestik short hair dengan kelamin jantan sudah
dikastrasi, umur 9 tahun, dan berat badan 4.4 kg.
Pemilik melaporkan bahwa kucing mengalami kepincangan pada tungkai thoraks
kiri. Pemilik tidak mengetahui penyebab kepincangan tersebut.
1.2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada pemeriksaan ortopedi, terlihat adanya bengkak pada jaringan lunak,
ketidakstabilan, dan rasa nyeri pada bracium kiri. Tidak ada abnormalitas lain yang
tercatat. Pemeriksaan CT scan kedua tungkai thoraks dilakukan dengan 16-slice
scanner (contiguous 0.625 mm slices; GE Brightspeed scanner; General Electric
Medical Systems, Milwaukee, Wisconsin). Fraktur kominutif mid-diaphyseal
humerus kiri didiagnosa.
Gambar 1. Gambar permukaan humerus kiri yang menggambarkan fraktur kominutif, mid-
diaphyseal
Gambar 2. A), Dua panduan orientasi pin Ellis yang dicetak 3D dan panduan reduksi;
tampilan jejak kaki pemandu yang tidak teratur mencerminkan kontur daerah
korteks yang sesuai. B), Panduan orientasi pin Ellis pada posisinya masing-
masing pada fragmen fraktur proksimal dan distal utama yang dicetak 3D. C),
Humerus kontralateral cermin yang dicetak 3D dengan pelat kompresi pengunci
2,4 mm yang telah dikontur sebelumnya
Gambar 3. Gambaran virtual pemasangan pin Ellis 1,6 mm pada fragmen fraktur; A)
perspektif kaudolateral, B) craniomedial, C,D) alat pemandu pemasangan pin
Ellis
Model tulang dan pemandu dicetak dengan menggunakan white and dental SG
methacrylate photopolymer resin (Formlabs), masing-masing, dan kemudian dibersihkan
dan dikeringkan dengan ultraviolet sesuai dengan instruksi pabriknya. Pelat kompresi
pengunci 2,4 mm (LCP; Synthes, West Chester, Pennsylvania) diprakontur ke aspek
kraniolateral dari humerus kanan cermin sedemikian rupa sehingga 3 lubang sekrup
tersedia untuk penempatan sekrup ke setiap fragmen fraktur tulang. Panduan yang dicetak
dan LCP disterilkan dengan uap. Proses ini selesai tepat waktu untuk operasi 36 jam
setelah masuk.
3. Premedikasi dan Anestesi
Selama interval ini (36 jam sebelum operasi), analgesia terdiri dari metadon (0,2 mg/kg
setiap 6 jam) dan meloxicam (0,1 mg/kg pada awalnya dan kemudian 0,05 mg/kg setiap 24
jam) diberikan. Kucing itu tampak nyaman, makan dan minum secara normal, dan
diizinkan restrain tanpa tanda-tanda rasa sakit. Hewan dipuasakan 12 jam sebelum operasi.
Anastesi diinduksi dengan Propofol (2mg/kg IV), dan antibiotik diberikan pada saat
induksi Cefuroxime (20mg/kg).
OPERASI
Setelah induksi dengan anastesi, kucing dicuckur rambutnya pada bagian tungaki thoraks
kiri, kucing diposisikan right lateral recumbency, preparasi aseptik dilakukan pada tungkai.
Langkah-langkah tambahan termasuk elevasi terbatas dari bagian kranial dari lateral trisep dari
leher humerus proksimal dan ekstensor karpi radialis dan otot anconeus dari punggungan
epikondilar lateral distal; elevasi otot terbatas pada yang diperlukan untuk penempatan panduan
orientasi pin Ellis.
Setelah identifikasi tuberkel humerus dan tuberositas deltoid dengan palpasi, dibuat insisi
sepanjang 3 sampai 5 cm di atas tuberkulum mayor sedikit ke kranial ke kepala akromial otot
deltoid. Setelah retraksi kulit dan jaringan subkutan, insisi dibuat melalui fasia profunda sepanjang
batas lateral otot brakiosefalikus. Setelah retraksi otot brachiocephalicus dan fasia, penyisipan
bagian akromial otot deltoideus juga diinsisi dan ditinggikan. Retraksi otot deltoideus
memungkinkan penyisipan gunting Metzembaum untuk membuka terowongan dari proksimal ke
distal.
Dua pin Ellis 1,6 mm ditempatkan melalui saluran di setiap pemandu, 2 pasang pin Ellis
disejajarkan secara manual dengan panduan reduksi yang digeser sepanjang hingga menyentuh
tulang secara proksimal dan distal, sehingga fragmen fraktur proksimal dan distal disejajarkan
dalam orientasi yang telah direncanakan sebelumnya (Gambar 3).
Gambar 5. Proses Operasi
PASCA-OPERASI
Pembalut perekat steril diterapkan pada setiap luka (Primapore; Smith and Nephew,
London, Inggris). Waktu pembedahan adalah 50 menit. Cefuroxime (20 mg/kg) diberikan saat
induksi. Kucing itu tetap di rumah sakit selama 48 jam. Analgesia terdiri dari meloxicam (0,05
mg/kg sekali sehari), metadon (0,3 mg/kg setiap 6 jam) selama 24 jam, dan kemudian buprenorfin
(0,02 mg/kg setiap 8 jam) sampai pasien dapat dipulangkan.
Pada hari setelah operasi, kucing secara konsisten menahan beban pada anggota tubuh yang
terkena dengan kepincangan yang parah. Pada hari berikutnya, kepincangan berkurang, dan
pemeriksaan tungkai thoraks kiri hanya sedikit tidak normal. Sensasi kulit di atas kaki normal.
Pengobatan cephalexin oral dilanjutkan selama 10 hari setelah operasi, dan meloxicam oral
dilanjutkan selama 2 minggu. Kucing diistirahatkan di dalam kandang sampai pemeriksaan ulang
setelah 8 minggu, dengan latihan yang terdiri dari harness dan lead hanya berjalan selama 10 menit
3 kali sehari
EVALUASI
Gambar 5. Radiografi tindak lanjut empat bulan yang menggambarkan jembatan yang hampir
lengkap dari situs fraktur dengan kalus yang termineralisasi. Proyeksi
A,B,Mediolateral dan craniocaudal
Radiografi mengungkapkan bridging hampir lengkap dari situs fraktur dengan kalus
mineral dan tidak ada bukti kegagalan implan atau keselarasan humerus yang berubah. Disarankan
untuk memulai kembali aktivitas normal. Pada penilaian akhir 6 bulan setelah operasi, tidak ada
kepincangan yang dicatat atau dilaporkan oleh pemilik kucing. Pemeriksaan ortopedi ekstremitas
thoraks kiri tidak mengungkapkan adanya kelainan.
DAFTAR PUSTAKA
Oxley, B., 2018. A 3‐dimensional‐printed patient‐specific guide system for minimally invasive
plate osteosynthesis of a comminuted mid‐diaphyseal humeral fracture in a cat. Veterinary
Surgery, 47(3), pp.445-453.
Pozzi, A. and Lewis, D.D., 2009. Surgical approaches for minimally invasive plate osteosynthesis
in dogs. Veterinary and Comparative Orthopaedics and Traumatology, 22(04), pp.316-
320.
Endo, H., Asaumi, K., Mitani, S., Noda, T., Minagawa, H., Tetsunaga, T. and Ozaki, T., 2008. The
minimally invasive plate osteosynthesis (MIPO) technique with a locking compression
plate for femoral lengthening. Acta Medica Okayama, 62(5), pp.333-339.
LAPORAN KOASISTENSI
REVIEW STERILISASI DAN ALAT BEDAH
Oleh:
Gelombang 21 J
I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043
Aisyah Setyah Ningrum 2209611028
Nur Baiti 2209611024
Matilda Krisnawati 2209611054
Luh Gede Winda Maheswari 2209611012
B. Instrumen bedah
Alat yang dirancang khusus yang membantu profesional perawatan kesehatan
melakukan tindakan spesifik selama operasi bedah. Berikut merupakan instrument
bedah yang digunakan dalam operasi, yakni :
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Gelombang 21 J
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
Jurnal Kasus 1 :
Perbandingan Onset, Durasi Anestesi dan Masa Pemulihan dari Pemberian Kombinasi
Anestesi Acepromasin-Propofol-Ketamib dan Midazolam-Propofol-Ketamin pada
Anjing Lokal.
Pendahuluan
Anestesi merupakan salah satu syarat dilakukan tindakan pembedahan dalam penanganan
kesehatan. Pemberian anestesi dimaksudkan untuk menghilangkan kesadaran dan rasa sakit
serta mengurangi timbulnya konvulsi otot saat terjadinya relaksasi otot, dengan demikian
tindakan operasi dapat dilakukan pada penderita dengan aman (Hilbery dkk., 1992 cit.
Sardjana, 2003). Tindakan bedah dapat dilakukan dengan aman ditunjang dengan pemilihan
agen anestesi yang ideal (Swarayana, 2015). Penggunaan agen kombinasi anestesi yang paling
sering digunakan adalah kombinasi xylasin-ketamin hidroklorida. Agen anestesi atau
premedikasi yang dapat dikombinasikan dengan ketamin antara lain: propofol-ketamin,
acepromasin-ketamin dan midazolamketamin. Kombinasi propofol dengan agen anestesi lain
seperti ketamin bertujuan untuk mengurangi pengaruh anestesi dan efek samping dari propofol
(McKelvey dan Hollingshead 2003 cit. Sudisma, 2011).
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah 6 ekor anjing jantan, sarung tangan, masker, Atropin Sulfat 0,25
mg/ml, Acepromasin 10 mg/ml (PromAce®), Propofol 10 mg/ml (Proanes®), Ketamin 50
mg/ml (KETAMIL®), Midazolam 5 mg/ml (Hameln®), vitamin (Nutri-plusgel), obat cacing
(Drontal® dog) dan alkohol 70%.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah spuit dissposible (One Med) 1ml dan 3ml, timbangan berat badan,
thermometer digital, pen light, tabung koleksi darah, stopwatch, kapas, gunting dan kandang.
Hasil pengukuran onset pada kedua kelompok perlakuan yaitu KI dan KII menunjukan hasil
yang berbeda dengan nilai onset KI pada hewan pertama selama 88 detik, hewan kedua 108
detik, dan pada hewan ketiga 86 detik dengan nilai rata-rata 94 detik dan standar deviasi sebesar
12,16 . Hewan pertama pada KII memiliki nilai onset 39 detik, hewan kedua 54 detik, dan
hewan ketiga 43 detik dengan nilai rata-rata 45,33 detik dan standar deviasi sebesar 7,76.
pertama pada KII memiliki nilai onset 39 detik, hewan kedua 54 detik, dan hewan ketiga 43
detik dengan nilai rata-rata 45, 33 detik dan standar deviasi sebesar 7,76. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh waktu pemulihan pada perlakuan KI hewan pertama selama 19 menit,
hewan kedua 35 menit, dan pada hewan ketiga 37 menit dengan nilai rerata 30,33 ± 9,86 menit.
Hewan pertama pada KII memiliki waktu pemulihan selama 12 menit, hewan kedua 13 menit,
dan hewan ketiga 28 menit dengan nilai rerata 17,66 ± 8,96 menit. Kombinasi midazolam-
propofol pada manusia menghasilkan waktu pemulihan yang lebih cepat dan efek sedasi yang
lebih baik. Penggunaan propofol umumnya memiliki masa pemulihan 8-10 menit (Dehkordi
dkk., 2010). Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada
reseptor GABA dan sering digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai onset yang
singkat dan cepat diekskresikan dari dalam tubuh sehingga menghasilkan waktu pemulihan
yang cepat (Stoelting, 1999). Penggunaan kombinasi midazolamdan ketamin dapat
mengurangi aktivitas hewan pada saat pemulihan(Yudaniayanti dkk., 2012).
Penggunaankombinasi propofol dan ketamin menghasilkan waktu pemulihan yang cepat dan
lembut, induksi lembut dan fungsi psikomotorik yang cepat kembali saat pemulihan
dibandingkan dengan pemberian tanpa kombinasi (Sudisma, 2011).
Kesimpulan
Kombinasi midazolam-propofolketamin memiliki onset yang lebih cepat dengan nilai rerata
45,33 detik dibandingkan dengan kombinasi acepromasin-propofolketamin yang memiliki
rerata onset 94 detik. 2. Kombinasi acepromasin-propofolketamin memiliki durasi anestesi
yang lebih lama dengan nilai rerata 30 menit dibandingkan dengan kombinasi midazolam-
propofol-ketamin yang memiliki rerata durasi 17,66 menit. 3. Kombinasi midazolam-
propofolketamin memiliki waktu pemulihan yang lebih cepat dengan nilai rerata 16 menit
dibandingkan dengan kombinasi acepromasinpropofol-ketamin yang memiliki rerata waktu
pemulihan 30,33 menit.
Jurnal Kasus 2 :
Pengaruh Ketamin-Xylazin Terhadap Onset dan Sedasi Kucing Lokal (Felis catus)
yang Diovariohisterektomi
Pendahuluan
Ovariohisterktomi adalah prosedur operasi yang digunakan secara luas oleh Dokter Hewan.
Hal ini ditunjukkan pada kasus pyometra, tumor uterus, atau patalogi lainya (Djemil dkk.,
2010). Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku,
tidak bunting dan tidak dapat menyusui. Untuk melakukan tindakan ovariohisterektomi
dibutuhkan anastesi. Anastesia adalah keadaan tidak peka rasa sakit, dimaksudkan agar hewan
tidak menderita, hewan menjadi tenang dan mudah dikendalikan ( Retina dkk., 2015). Anastesi
dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan, karena dalam waktu tertentu
dapat dipastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak menimbulkan penderitaan
bagi hewan( Sardjana dkk., 2004). Salah satu anastesi yang digunakan ialah anastesi umum.
Contohnya ketamin dan xylazin. Banyak penggunaan kombinasi dari ketamin dan xylazin. Ada
beberapa hal yang harus diingat oleh anastesiolog yaitu onset dan sedasi.
Sediaan premedikasi atropine sulfat, dan sediaan kombinasi anestesi ketamine 10% (Ilium,
Australia), xylazine 2 % (Ilium, Australia), alkohol 70%, , larutan NaCl fisiologis, iodine,
benang absorb, benang non absorbable, penstrep, infus. Alat-alat yang digunakan adalah satu
set alat bedah minor yang terdiri dari towel clamp, skalpel dan blade, pinset sirrhugis, pinset
anatomis, gunting tumpul-tumpul, gunting tajam-tajam, gunting tajam-tumpul, tang arteri lurus
anatomi, tang arteri lurus sirurhugis, tang arteri bengkok anatomis, tang arteri bengkok
sirrhugis, needle holder dan jarum. Selain itu terdapat pula pisau cukur, tampon, kapas, kasa,
syiringe, tali restrain, doek, perban, pelaster, selang infus.
Metode Penelitian
Kombinasi antara ketamin dan xylazin meupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen itu untuk
menghasilkan anastesi. Anastesi dengan ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih pendek jika
dibandingkan pemberian ketamin saja tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus
yang baik tanpa konvulsi. hasil rata-rata onset pada ke-7 kucing tersebut adalah 60.00±10,58
detik. dan rata- rata sedasi adalah 72,28±3,98 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadhli
dkk (2016), kesadaran akan hilang 30-60 detik setelah penggunaan intravena dan dua sampai
empat menit setelah suntikan intramuskular. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan (Winarto,
2009) yaitu konsentrasi plasma puncak ketamin terjadi dalam 1 menit pada pemberian IV dan
dalam 5 menit pada suntikan IM. Namun hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari (Sawyer,
1985) mengatakan efek akan timbul sepuluh menit setelah diinjeksi secara intramuskular dan
tiga menit secara intravena. Anastesi yang ideal yaitu yang memiliki onset cepat dan durasi
panjang. Penggunaan kombinasi anastesi ketamin-xylazin menyebabkan absorbsi ketamin
menjadi lebih lama sehingga eleminasi ketamin lebih lama. Hal ini menyebabkan durasi
anastesi lebih Panjang. Keadaan tidur biasanya berlangsung selama 1-2 jam dengan analgesik
yang efektif selama 15-30 menit. Periode pada saat permulaan sedasi terjadi relaksasi otot
skelet, terjadinya reflek palpebra, terjadinya depresi respirasi dan kardiovaskular, jika
kedalaman anastesi meningkat maka hewan akan menunjukkan depresi respirasi dan
kardiovaskular, pemberian anastesi dengan kondisi over dosis akan menyebabkan kegagalan
respirasi dan kardiovaskulari, periode sedasi berakhir dan mulai memasuki periode recovery
atau disebut sebagai masa pemulihan, konsentrasi anastesi di otak berkurang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa rataan ± SD onset kucing yang
diovariohisterektomi dengan menggunakan kombinasi anastesi ketamin-xylazin adalah
60,00±10,58 detik dan rataan ± SD sedasi kucing yang diovariohisterektomi dengan
menggunakan kombinasu anastesi ketamin-xylazin adalah 72,28±3,95 menit.
Jurnal Kasus 3 :
Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi
Ketamin-Xylazin pada Anjing
Pendahuluan
Penggunaan isofluran dan khususnya anestesi gas secara inhalasi semakin populer karena
kedalaman dan waktu anestesi yang dihasilkan dapat dikontrol. Hal ini terjadi seiring dengan
perkembangan teknologi mesin/sirkuit pada prosedur anestesi gas. Penggunaan induksi
ketamin-xylazin dilakukan untuk mempermudah penanganan (seperti dalam pemasangan
endotracheal tube), menghasilkan stadium anestesi yang lebih dalam, dan alasan kesejahteraan
hewan.
Suhu tubuh merupakan hal penting yang harus diperhatikan sebagai salah satu tanda vital
kondisi suatu individu. Dari hasil diketahui bahwa rataan suhu tubuh anjing Kelompok A
(tanpa induksi ketamin-xylazin) sebelum perlakuan adalah 37,88±0,51ºC. Selama proses
anestesi dilakukan, suhu tubuh anjing mengalami penurunan hingga mencapai 34,64±0,95ºC
pada menit ke-60. Pada anjing Kelompok B (dengan induksi ketamin-xylazin), penurunan suhu
tubuh terjadi dari suhu awal 38,06±0,42ºC hingga mencapai suhu 34,96±1,23ºC pada menit ke-
60. Dari hasil analisis statistika diketahui bahwa penurunan suhu tubuh menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada menit yang berbedabeda. Pada penelitian, penurunan
suhu tubuh terjadi karena anestetik bekerja memengaruhi sistem saraf pusat, yang secara tidak
langsung menurunkan kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh dan menjadi
lebih mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Selama proses anestesi, tubuh juga mengalami
vasodilatasi, sehingga produksi panas oleh otot skelet akan terhambat. Pada kondisi ini proses
metabolisme basal tubuh mengalami penurunan, sehingga suhu tubuh ikut turun. Dalam situasi
ini tubuh kehilangan panas lebih besar dari produksi panas yang dihasilkan. Pada penelitian ini
diketahui bahwa waktu pemulihan suhu yang diperlukan oleh Kelompok B (dengan induksi
ketamin-xylazin) lebih panjang dibandingkan waktu yang dibutuhkan oleh Kelompok A (tanpa
induksi ketaminxylazin). Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dari perlakuan ketamin-
xylazin yang merupakan zat yang biasa digunakan sebagai anestesi disosiatif. Pencegahan
hipotermia telah menjadi tujuan utama pada perawatan anestesi. Hal tersebut umumnya
dikaitkan dengan adanya gejala kedinginan pada pasien pascaoperasi. Beberapa metode untuk
mempertahankan suhu tubuh pada keadaan normal saat anestesi antara lain menaikkan suhu
lingkungan, cairan intravena hangat, penggunaan teknik pemanasan eksternal aktif (blower
udara hangat, bantalan panas, waterbeds, dan sebagainya). Selimut hangat elektrik juga
merupakan cara yang efisien dan cepat untuk menghasilkan sistem pengaturan suhu yang
optimal pascaoperasi. Pemberian preparat fentanil juga dapat menurunkan kejadian dan
keparahan dari kejadian menggigil pascaanestesi spinal pada pasien yang menjalani bedah
Caesar tanpa meningkatkan kejadian efek sampingnya. Fentaniladalah agonis opioid yang
dapat memengaruhi sistem termoregulasi. Granisetron sebagai suatu antagonis reseptor
serotonin yang biasa digunakan sebagai antiemetik dianggap dapat pula mengurangi kejadian
menggigil pascaanestesi.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Dhiu, DT., Utami T., Ndaong NA. 2021. Perbandingan Onset, Durasi Anestesi dan Masa
Pemulihan dari Pemberian Kombinasi Anestesi Acepromasin-Propofol-Ketamib dan
Midazolam-Propofol-Ketamin pada Anjing Lokal. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Cendana : Jurnal Veteriner http://ejurnal.undana.ac.id/jvn .
Satria, GD., Budhi S , Nurdyanti D. 2016. Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam
Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing. Jurnal Veteriner
Maret Vol. 17 No. 1 : 1-6 pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI:
10.19087/jveteriner.2016.17.1.1.
LAPORAN KASUS BEDAH SYSTEM UROGENITAL
“PYOMETRA PADA KUCING”
Oleh:
Gelombang 21 J
I Nyoman Surya Tri Hartaputera 2209611043
Aisyah Setyah Ningrum 2209611028
Nur Baiti 2209611024
Matilda Krisnawati 2209611054
Luh Gede Winda Maheswari 2209611012
REKAM MEDIK
Seekor kucing ras lokal berusia 11 tahun berjenis kelamin betina dirawat di
rumah sakit dan Pusat Penelitian dan Pengajaran Hewan Peliharaan, Chittagong
Veterinary and Animal Sciences University, Bangladesh, dengan riwayat anoreksia,
kekurusan kronis. Dengan keluhan mengeluarkan leleran kental berwarna
kemerahan dari alat kelamin sejak sebulan yang lalu. Status present kucing adalah
sebagai berikut : denyut jantung 174 x/menit, frekuensi pernafasan 42 x/mnt dan
suhu tubuh 1010C. pada pemeriksaan abdomen uterus terasa lebih keras dan
membesar dari biasanya.
Pemeriksaan Penunjang
Pre Operasi
Operasi
Hasan T., Hossan MN., Tahsin N., Hossain MA., Uddin AM. 2021. Pyometra in a
Cat: A Clinical Case Report. Journal of sciens & Technical. 37(5).