Anda di halaman 1dari 4

Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan yang ditemukan adanya neurologis (ataksia dan paresis) urin


inkontinesia berhubungan dengan tingkat keparahan vaskulitis yang dimediasi EHV-1,
aborsi, menunjukkan keluarnya cairan dari hidung, pembengkakan limfonodus, batuk dan
kehilangan nafsu makan dan pilek (keluarnya lelera) (Slater, 2007). Infeksi EHV-1 yang
virulen menyebabkan adanya gangguan pada sistem pernafasan yang ditandai dengan adanya
demam, depresi, anoreksia, dan limfadenopati progresif, serta sekret mata dan hidung yang
berkembang dari serosa menjadi mukopurulen (Gibson, et al., 1992a).

Tanda-tanda klinis penyakit saluran pernafasan bagian atas biasanya mereda dalam
waktu sekitar dua minggu setelah infeksi EHV-1. Tingkat keparahan penyakit bervariasi
dengan usia kuda dan tingkat kekebalan yang sudah ada sebelumnya karena vaksinasi atau
alami (Timoney, 2006). EHV-1 juga penyebab infeksi umum aborsi pada kuda (Smith et al.,
2003). Aborsi karena EHV-1 biasanya terjadi pada trimester ketiga antara bulan 8 dan 11
kehamilan (Mumford et al., 1994; Patel dan Heldens, 2005). Beberapa kuda yang terinfeksi
EHV-1 sangat terlambat dalam kehamilan, mungkin tidak menggugurkan kandungan
melainkan melahirkan anak kuda yang terinfeksi secara kongetinal yang biasanya sakit saat
lahir (Dixon et al., 1978; Allen dan Bryans, 1986), dapat juga lahir mati atau hidup tetapi
lemah, depresi, polipnoik dan demam dan akhirnya mati dalam beberapa jam atau hari
(Hartley dan Dixon, 1979).

Penyakit neurologia akibat infeksi EHV-1 disebut sebagai equine herpesvirus


myeloecephalopathy (EHM) yang dapat terjadi sebagai kasus sporadis tunggal atau sebagai
wabah, yang cenderung mewakili endogen (reaktivasi virus laten) dan eksogen (penyebaran
lateral) (Henninger et al., 2007). Infeksi sumsum tulang belakang ditandai dengan daerah
multifokal dari endotel vaskular yang terinfeksi virus, terkait dengan vaskulitis, trombosis
dan perdarahan yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi organ (Wilson et al., 2019). Hal
ini menunjukkan bahwa faktor selain susunan genetik virus juga penting untuk
perkembangan EHM setelah infeksi EHV-1. Anak kuda yang terkena biasanya mati dalam
beberapa hari pertama kehidupan; sedangkan mereka yang bertahan lebih lama
mengembangkan pneumonia interstisial progresif yang diperumit oleh infeksi bakteri
sekunder dan mati pada usia sekitar 2 minggu (Timoney, 2006; Slater, 2007). Menginduksi
kerusakan jaringan dalam minggu pertama kehidupan (Bryans et al., 1977). aborsi dapat
terjadi jika infeksi terjadi pada awal kehamilan, sudut pandang ini dianggap terkait dengan
berkurangnya jumlah lesi vaskular dan ekspresi antigen virus dalam sel endotel kuda hamil
awal dibandingkan dengan kuda yang terinfeksi akhir kehamilan (Smith et al., 1996).
pneumonia dan kolik dengan intususepsi juga terdeteksi pada pemeriksaan postmortum
dengan respon antibodi yang signifikan pada kuda dewasa, tetapi tidak pada anak kuda
(McCartan et al., 1995).

Beberapa kuda yang terpapar EHV-1 sangat terlambat dalam kehamilan mungkin
tidak menggugurkan kandungan tetapi melahirkan anak kuda yang terinfeksi secara
kongenital yang biasanya sakit saat lahir (Dixon et al., 1978; Allen dan Bryans, 1986), juga
dapat lahir mati atau hidup tapi lemah, depresi, polipnoik dan demam dan mati dalam
beberapa jam atau hari (Hartley dan Dixon, 1979). Anak kuda lain mungkin sehat saat lahir.
Tanda-tanda klinis EHM diantaranya ataksia ringan hingga defisit neurologis berat pada
kuda. Tanda-tanda neurologis muncul tiba-tiba dan biasanya tidak disertai dengan pernafasan
Kelemahan pada tungkai belakang, ataksia, defisit sensorik di daerah perineum dan tungkai
belakang, edema pada perut bagian bawah, serta disfungsi kandung kemih yang ditandai
dengan atonia, retensi urin, dan inkontinensia dicatat. Kuda yang terkena dampak lebih parah
tidak dapat menopang berat badannya, karena paresis, kelumpuhan total pada tungkai
belakang, atau bahkan tetraplegia. Tanda-tanda klinis EHM yang disebutkan di atas telah
dicatat di kedua eksperimental (Allen, 2008; Goehring et al., 2010b) dan infeksi lapangan
(Van Maanen et al., 2001; Henninger et al., 2007, Negussie et al., 2017 ) (Gambar 1).

Gambar 1. Tanda-tanda klinis EHV-1; gejala pernapasan (A), fitur neurologis (B) dan
aborsi (C).

Pemeriksaan penunjang :

Penggunaan alat spesifik dan sensitif seperti ELISA dilakukan pada kedaan akut,
spesifik untuk diagnosis serologis, PCR dan RT-PCR waktu nyata untuk karakterisasi
molekuler dan membedakan antara virus litik atau laten sangat penting (Ata et al., 2018a,b).
Pemeriksaan hematologi yang dimana mengindikasikan anemia ringan dan limfopenia pada
tahap awal yang dimana diikuti dengan hiperfibrinogenemia (Paradis, 1996; Wilson, 1997).
Azotemia dan hiperbilirubinemia dapat terjadi secara berurutan akibat dehidrasi dan
anoreksia. PCR telah menjadi tes diagnostik pilihan karena sensitivitas dan spesifisitas
analitisnya yang tinggi. Hasil PCR positif dapat diperoleh bila isolasi virus negatif karena
viral load rendah. Deteksi PCR EHV-1 dapat dilakukan secara rutin pada sekret pernapasan
dari usap hidung atau nasofaring dan dalam darah yang tidak dikoagulasi. Dalam kasus
indeks, baik sekret hidung dan darah yang tidak dikoagulasi harus dianalisis secara
bersamaan, karena interpretasi hasil dari sekret pernapasan dan darah dapat membantu dalam
menilai stadium penyakit. Untuk sampel hidung, penelitian terbaru menunjukkan bahwa usap
hidung lebih sensitif daripada usap nasofaring untuk deteksi EHV-1 (Lunn et al., 2009). Dari
hasil pemeriksaan penunjang ditemukan bahwa virus yang tinggi dalam sekresi hidung hewan
dengan tanda-tanda neurologis yang dimana berpotensi menularkan ke kuda lain (Pusterla,
2008).

DAFTAR PUSTAKA

Allen G. P., Bryans J. T. 1986. Molecular Epidemiology, Pathogenesis and Prophylaxis of


Equine Herpesvirus-1 Infections. Pandey, R. ed. Prog. Vet. Microbiol. Immunol.
Switzerland N. Y., USA, Karger, Basel, pp.78-144.
Ata E. B., Salama A., Zaghawa A., Ghazy A. A., Elsify A., Nayel M., Hegazy Y., Abdel-
Rahman E. H., Warda S. 2018a. Seroprevalence of Equine Herpes Virus-1 in Endemic
Erea of Egypt With Risk Factors Assessment. Bulg. J. Vet. Med., 23: 102-111.
Bryans J. T., Swerczek T. W., Darlington R. W., Crowe M. W. 1977. Neonatal Foal Diseases
Associated With Perinatal Infection by Equine Herpesvirus 1. J. Equine Med. Surg. 1:
20-26.
Dixon R. J., Hartley W. J., Hutchins D. R., Lepherd E. E., Feilen C., Jones R. F., Love D. N.,
Sabine M., Wells A. I. 1978. Perinatal foal mortality associated with a herpesvirus.
Aust. Vet. J., 54: 103-105.
Gibson J. S., Slater J. D., Awan A. R., Field H. J. 1992a. Pathogenesis of equine herpesvirus-
1 in specific pathogen-free foal’s primary and secondary infections and reactivation.
Arch. Virol., 123: 351– 366.
Hartley W, I., Dixon R. J. 1979. An Outbreak of Foal Perinatal Mortality Due to Equid
Herpesvirus Type 1: Pathological Observations. Equine Vet. J., 11: 215-218.
Henninger R. W., Reed S. M., Saville W. J., Allen G. P., Hass G. F., Kohn C. W., Sofaly C.
2007. Outbreak of Neurologic Disease Caused by Equine Herpesvirus-1 at a University
Equestrian Center. J. Vet. Int. Med., 21: 157–165.
Lunn D. P. N., Davis-PoynterM. J., Flaminio D. W., Horohov K., Osterrieder N., Pusterla,
and H. G. Townsend. 2009. Equine Herpesvirus-1 Consensus Statement. J. Vet. Intern.
Med. 23, 450–461.
McCartan C., Russell M., Wood J., Mumford J. 1995. Clinical, Serological and Virological
Characteristics of an outbreak of paresis and neonatal foal disease due to equine
herpesvirus-1 on a stud farm. Vet. Rec. 136: 7–12.
Mumford J. A., Hannant D., Jessett D. M., O’Neill T., Smith K. C., Ostlund E. N. 1994 .
Abort genic and Neurological Disease Caused by Experimental Infection With Equid
Herpesvirus-1. In: Nakajima, H., Plowright W., (Eds.), Equine infectious diseases VII.
Proceedings of the Seventh International Conference on Equine Infectious Diseases.
RandW Publications, Newmarket, United Kingdom, pp. 261–275.
Negussie H., Gizaw D., Tessema T. S., Nauwynck H. J. 2017. Equine Herpesvirus-1
Myeloencephalopathy, an Emerging Threat of Working Equids in Ethiopia.
Transbound. Emerg. Dis. 64: 389–397.
Paradis M. R., 1996. Equine Herpesvirus. In: Smith, B.A. (Ed.), Large Animal Internal
Medicine, second ed. Mosby, St. Louis, USA, pp. 587–588.
Slater J., 2007. Equine herpesviruses. In: Sellon, D., Long, M. (Eds.), Equine Infectious
Diseases. Saunders Elsevier, St. Louis, USA, pp. 134–153.
Smith K. C., Blunden A. S., Whitwell K. E., Dunn K. A., Wales A. D. 2003. A survey of
Equine Abortion, Stillbirth and Neonatal Death in the UK from 1988 to 1997. Equine
Vet. J., 35: 496– 501.
Smith K. C., Mumford J. A., Lakhani K. 1996. A Comparison of Equid Herpesvirus-1 (EHV-
1) Vascular Lesions in the Early Versus Late Pregnant Equine Uterus. J. Comp. Pathol.,
114: 231-247.
Timoney P. 2006. Equine rhinopneumonitis pp. Pathogenetic, Clinical and epidemiological
features of a disease multisyndromic. Europian equine.
Timoney P. 2006. Equine Rhinopneumonitis pp. Pathogenetic, Clinical and epidemiological
features of a disease multisyndromic. Europian Equine Veterinary Meeting of the Year
2006. Versailles, pp. 1-12.
Van Maanen C., Sloet van Oldruitenborgh-Oosterbaan M. M., Damen E. A., Derksen A. G.
2001. Neurological Disease Associated With EHV- 1-Infection in a Riding School:
Clinical and Virological Characteristics. Equine Vet. J., 33: 191–196.
Wilson M. E., Holz C. L., Kopec A. K., Dau J. J., Luyendyk J. P., Soboll Hussey G. 2019.
Coagulation Parameters Following Equine Herpesvirus Type 1 Infection in Horses.
Equine Vet. J. 51: 102–107.
Wilson W. D. 1997. Equine Herpesvirus 1 Myeloencephalopathy. Veterinary Clinics of
North America Equine Practice 13, 53–72.

Anda mungkin juga menyukai