Anda di halaman 1dari 9

Kajian Pustaka : Gastroenteritis Parasit Parah (PGE) pada kambing

(SEVERE PARASITIC GASTROENTERITIS (PGE) IN A GOAT)

Nur Baiti1, I Wayan Batan2

1
Mahasiswa Profesi Dokter Hewan,
2
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Jl. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234
Telp/Fax: (0361) 223791
Email: baiti.nur0924@gmail.com
ABSTRACT
Parasitic gastroenteritis is one of the main factors affecting the success of
small ruminants productivity. Methods used with other journal literature. Two
goats with parasitic gastroenteritis were examined for CBC (Complete Blood
Count) and serum biocimia examination which showed clinical signs of diarrhea
and severe anemia. The first case goat had parasitic gastroenteritis with
pneumonia and the second case had parasitic gastroenteritis with
eperythrozoonosis. From the results of the literature review, it can be concluded
that gastroenteritis parasites can cause concurrent disease in animals.
Keyword: eperythrozoonosis, goat, parasitic gastroenteritis and pneumonia
ABSTRAK
Gastroenteritis parasit merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan produktivitas ruminansia kecil. Metode yang
digunakan dengan literatur jurnal lain. Dua kambing yang mengalami penyakit
parasit gastroenteritis dilakukan pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) dan
pemeriksaan bikomia serum yang menunjukkan tanda-tanda klinis diare dan
anemia berat. Kambing kasus pertama mengalami parasit gastroenteritis bersaam
dengan pneumonia dan kambing kasus kedua mengalami parasit gastroenteritis
dengan eperythrozoonosis. Dari hasil kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa
parasit gastroenteritis bisa menyebabkan penyakit bersamaan pada hewan.
Kunci : eperythrozoonosis, kambing, parasit gastroenteritis dan pneumoni
PENDAHULUAN

Gastroenteritis parasit adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi


keberhasilan produktivitas ruminansia kecil diseluruh dunia salah satunya yaitu
kambing (Jesse et al., 2019). Produksi ternak ruminansia kecil (kambing)
memegang peran penting bagi perkembangan status sosial ekonomi di negara
berkembang dan mendukung berbagai fungsi sosial ekonomi. Kambing sendiri
dipelihara dengan sistem semi intensif yang bebas berkeliaran dilahan
penggembalaan (Shwee et al., 2020). Parasit merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan dan dapat ditularkan secara langsung atau tidak
langsung ke hewan maupun manusia (Sultan et al., 2016).

Infeksi kecacingan pada saluran pencernaan ternak kambing tidak hanya


menimbulkan dampak langsung terhadap kesehatan yang berujung pada
morbiditas dan mortalitas tetapi juga secara langsung berdampak secara ekonomi
berupa biaya pengobatan dan pengendalian parasit (Nwosu et al., 2007). Infeksi
cacing bersamaan menyebabkan kerusakan parah pada ruminansia kecil di seluruh
dunia. Namun hewan pengembalaan lebih beresiko tertular infeksi nematoda dan
cestoda gastrointestinal (Mandala dan Sharma, 2008). Pada infeksi kecacingan
klinis dan subklinis, cacing langsung menyerang inang, menghisap darah,
menyebabkan anemia, hipoproteinemia dan menurunkan kadar glukosa darah atu
secara tidak langsung bersaing untuk asam amino esensial atau mineral (Ahmed et
al., 2015).

Parasit dari spesies nematoda, sebagian besar strongyles terkait kondisi ini,
yang termasuk : Heamonchus, Trichostrongylus, Oesophagostomum, Cooperia,
dan Strongyloides. Nematoda utama yang menyerang kambing. Infeksi strongyles
biasanya dengan menelan larva L3 selama makan (Roeber et al., 2013). Infeksi
nematoda gastrointestinal merupakan salah satu masalah utama penyakit yang
sulit dideteksi dan dicegah dengan mudah oleh petani atau pengembala karena
sifatnya yang subklinis (Mekonne, 2021).

Terjadinya gastroenteritis parasit dalam banyak kasus telah dikaitkan


dengan usia hewan karena hewan yang lebih muda lebih rentan, faktor lingkungan
yang mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva, kenaikan peri-
paturient (PRP) selama kehamilan dan sifat manajemen peternakan (Roeber et al.,
2013) dikaitkan juga dengan usia, kekebalan, jenis kelamin, spesies dan resistensi
genetik: faktor parasit terkait dengan riwayat hidup, fase histotropik,
kelangsungan hidup larva di lingkungan dan lokasi mereka di inang. Interaksi
antara inang dan parasit terutama menentukan potensi terjadinya penyakit dan
perjalanan infeksi, sedangkan interaksi antara inang-lingkungan dan parasit-
lingkungan mempengaruhi penularan penyakit (Mekonne, 2021).

Berdasarkan uraian diatas, dibutuhkan kajian untuk menentukan strategi


pengendalian dan pengobatan yang tepat pada kasus parasit gastroenteritis. Kajian
jurnal ini bertujuan untuk membandingkan kasus parasit gastroenteritis.

METODE PENELITIAN

Metode penulisan yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah


menggunakan literatur dari jurnal penunjang/pendukung. Dengan melakukan
pencarian data dari jurnal, buku dan artikel yang terkait berkaitan dengan parasit
gastroenteritis. Kriteria artikel yang di gunakan ialah artikel dengan rentan waktu
20 tahun terakhir pustaka. Data dari literatur kemudian dikumpulkan seperti
anamnesis, sinyalmen, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang untuk
digunakan sebagai pembanding antar kasus.

KASUS

Dua ekor kambing kasus yang mengalami parasit gastroenteritis


dibandingan dalam studi literatur ini. Kambing jantan dalam kasus yang
ditemukan berumur empat bulan dan tujuh bulan dengan tanda klinis bervariasi.

Kasus 1 (Jesse et al., 2019)

Sinyalmen dan anamnesis : kambing jantan Boer cross yang dipelihara


secara semi intensif dengan berat badan 7,5 kg dengan skor tubuh 1,5/5 dengan
menunjukkan lesu, tampak kusam, tampak pucat dan dehidrasi. Kambing kasus
dirawat ke rumah sakit hewan

Pemeriksaan klinis : Suhu rektal kambing 37,10C, denyut nadi 86/menit


dan laju pernafasan 24/menit. Auskultasi paru-paru kiri kranial didapatkan bunyi
paru krakik sedang. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan perineum kotor dan
kelenjar getah bening pra scapula berukuran 4 cm x 2 cm .

Pemeriksaan penunjang : Dilakukan pemeriksan darah lengkap (CBC),


biokimia serum (Tabel 1), analisi jumlah telur tinja.

Penanganan : Terapi yang dilakukan untuk kasus ini adalah kambing


diberikan Fercobangs (4ml) secara subkutan, Biodly (2ml), vitamin B12 (0,05g),
sodium selenite (0,10g), kalium asparat (1g) dan magnesium asparat (1,5g). Untuk
memperbaiki profil hewan diberikan grovet secara subkutan, levaminol (19 ml)
per os (PO) pada hari kedua untuk pengobatan parasit PGE. Larutan ringer laktat
(140 ml) diberikan untuk keadaan dehidrasi, Propilen glikol 10 ml, PO dan
Molase 10 ml, PO juga diberikan dua kali sehari untuk menyediakan sumber
energi pada kambing.
Kasus 2 (Abdullah et al., 2013)

Sinyalmen dan amanesis: kambing jantan persilangan katjang dengan


berat badan 35 kg dengan kondisi skor tubuh 3/5. Status vaksinasi dan obat cacing
sudah terbaru, kambing di kelola secata intensif. Kambing di bawah ke rumah
sakit hewan dengan keluhan utama selaput lendir pucat (Gambar 2.) dan feses
pucat (Gambar 3.)

Pemeriksaan klinis : didapatkan suhu tubuh 39,50C, denyut jantung


160/menit dan pernafasan 36/menit, CRT >2 detik dan turgor 4 detik, dehidrasi.

Pemeriksaan penunjang : Dilakukan pemeriksan darah lengkap (CBC)


dan biokimia serum transfusi (Tabel 2) transfusi darah.

Penanganan : kambing diberikan Fercobsang (3,5ml) diberikan secara


intramuskular selama 11 hari sebagai suplemen zat besi. Transfusi darah
dilakukan pada hari ke 2 rawat, oxytetracyline (3,5ml) diberikan secara
intamuskular sebagai pengobatan terhadap mycoplasma ovis. Injeksi invermectin
diberikan (2ml) secara subkutan, Norodine (1ml) diberikan secara intramuskuler
selama 6 hari sebagai menangani masalah pernafasan dan flunixin meglumine
(0,8ml) diberikan secara intramuskular sebagai agen anti inflamasi dan anti
pireksia. Untuk dehidrasi menggunakan natrium klorida 0,9% (25ml) secara
subkutan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan klinis dan temuan laboratorium, kasus parasit


gastroenteritis (PGE) bersamaan dengan infeksi pneumonia sedang dan
eperythrozoonosis. Kambing dengan umur yang mudah karena kekebalan tubuh
mengakibatkan kecenderungan infeksi dan selanjutnya akan mengalami kematian.
Dalam laporan kasus ini kambing menunjukkan tanda-tanda PGE dengan sekret
hidung mukopurulen dan suara paru-paru kresek merupakan indikasi inflamasi
parenkim (Elsheikh dan Hasan, 2012). Menurut (Chung et al., 2015) faktor stress
yang disebabkan karena adanya penyakit yang bersamaan dan cacing yang dapat
mengubah homeostasis normal di saluran pernafasan bagian atas yang mengarah
ke infeksi saluran pernafaan. Pada kasus kambing gastroenteritis parasit yang
bersamaan dengan infeksi pneumonia menghasilkan CBC yang menunjukkan
anemia regeneratif hipokromik normositik ringan sampai sedang, leukositosis,
monositosis dan neutrofilia dan pada analisis biokimia serum menandakan
hipoglikemia, hipoalbuminemia dan hiperglobulinemia (Tabel 1).

Gastroenteritis parasait sering mengakibatkan gangguan epitel mukosa


dengan rembesan plasma ke dalam lumen yang menyebabkan hipoproteinemia
dan imunosupresi (Evering dan Weiss, 2006). Imunosupresi mungkin sebenarnya
memfasilitasi proliferasi bakteri di saluran pernapasan yang akhirnya
menyebabkan timbulnya pneumonia. Penyebab gastroenteritis parasit (PGE)
diakibatkan tidak teraturnya pemberian obat cacing pada hewan. pengobatan dosis
rendah dengan anthelmintik merupakan sumber potensial resistensi obat pada
ruminansia kecil. Oleh karena itu, hal ini dapat memperburuk gastroenteritis
parasit meskipun pemberian obat teratur dalam kasus ini ( Leathwick dan Besler,
2014). Pada kasus gastroenteritis yang bersamaan dengan eperythrozoonosis CBC
menunjukkan anemia normositik, normokromik sedang dengan volume sel
dikemas (PCV) 0,14 (0,22-0,32) dan protein plasma normal rendah dapat dapat
disebabkan oleh anemia hemoragik. Neutrofilia dengan pergeseran kiri dan
monositosis menunjukkan infeksi atau peradangan. Serum dan biokimia
menunjukkan hiponatremia dan hipokalsemia; ini bisa jadi karena dehidrasi.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh malnutrisi atau enteropati kehilangan

protein. Transfusi darah diindikasikan karena kambing menderita penyakit parasit


bersamaan dengan eperythrozoonosis dan mengalami stress akibat kekurangan
gizi (Abdullah et al., 2013).

Tabel 1. Hitung darah lengkap (CBC) dan profil biokimia serum


Tabel 2. Hitung darah lengkap (CBC) dan profil biokimia serum
Transfusi darah tidak diindikasikan tetapi dalam laporan kasus ini transfusi
darah diindikasikan karena kambing tersebut menderita penyakit parasit bersamaa

dengan eperythrozoonosis. Pada kambing yang mengalami gastroenteritis parasit


bersamaan dengan pneumonia mengalami kematian untuk itu dilakukannya
pemeriksaan postmortem sistemik pada kambing yang mengalami kematian untuk
memastikan kematian yang sebenarnya. Pemeriksaan thoraks postmortem
menunjukkan bahwa kambing mati akibat syok hipovolemik akibat kegagalan
sirkulasi akibat anemia dan hipoalbuminemia akibat infeksi PGE dan malnutrisi
(Gambar 1.) (Jesse et al., 2019). Prognosis gastroenteritis yang bersamaan dengan
Eperythrozoonosis teratasi dan dipulangkan pada hari ke 14 dengan PVC 23%,
negatif Mycoplasma ovis.

Gambar 1. Foto karkas menunjukkan atrofi serosa omentum (A), segmen


hiperemik di usus halus (B) daerah hepatisasi merah (konsolidasi) pada lobus paru
kranial dan kaudal kiri (C) trakea hiperemik, hepatomegali dengan daerah
perdarahan ekimosis perikardial dan pembengkakan ginjal (D).
Gambar 2. Selaput lendir pucat Gambar 3. Kotoran pucat
SIMPULAN

Kasus klinis ini melaporkan kasus gastroenteritis parasit yang parah pada
kambing. Profil darah hewan menunjukkan perubahan yang signifikan dalam
hematologi dan biokimia serum karena infeksi parasit yang terlihat dari jumlah
telur tinja. Tanda klinis yang umum adalah anemia, diare dan penurunan berat
badan, penerapan program kesehatan ternak secara ketat dan konsisten pada
ternak akan menghindari kondisi terhadap hewan tersebut dan akan meningkatkan
kesejahteraan hewan ternak.

SARAN

Pemberian obat anthelmintik secara rutin sangat perlu untuk dilakukan dan
juga kebersihan kandang harus tetap terjaga dengan baik dan sehat agar terhindar
dari larva cacing yang menempel pada kandang yang kotor akibat fese hewan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada


pihak pengampu Koasistensi Ilmu Penyalit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana yang telah bersedia membantu penulis dalam
memfasilitasi dan membimbing sampai terselesaikannya kajian pustaka ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, FFJ., Adamu, L., Jamal, MHAB., Osman, AY., Haron, AW., Awang,
DN., Roslim, N. 2013. Parasitic Gastro-Enteritis (PGE) Concurrent With
Eperythrozoonosis in a Goat: A Case Report. IOSR-JAVS. 2319-2380 (4).
Ahmed A, Dar MA, Bhat AA, Jena B, Mishra GK, Tiwari RP. 2015. Study on
haemato- biochemical profile in goats suffering from gastrointestinal
parasitism in Jaipur district of Rajasthan. J Livest.
Chung ELT, Abdullah FFJ, Abba Y, Tijjani A, Sadiq MA, Mohammed K, Osman
AY, Adamu L, Lila MAM and Haron AW 2015. Clinical management of
pneumonic pasteurellosis in Boer kids: a case report. Int. J. Livest. Res. 5(4):
100-104.
Elsheikh HM, Hassan SO. 2012. Pneumonia in goats in Sudan. International
Journal of Animal and Veterinary Advances. 2012; 4:144-145.
Evering T, Weiss L. 2006. The immunology of parasite infections in
immunocompromised hosts. Parasite immunology. 2006; 28(11):549-565.
Jesse, FFA., Bitrus, AA., Chung, ELT., Petr, ID. 2019 Severe Parasitic
Gastroenteritis (PGE) in a Goat : A Veterinary Case Report and Way Forward
Case Report. J Vet Med. 49 (3)
Leathwick D, Besier R. 2014. The management of anthelmintic resistance in
grazing ruminants in Australasia-strategies and experiences. Veterinary
Parasitology. 2014; 204(1):44-54.
Mandal A, Sharma DK. 2008. Inheritance of faecal nematode egg count in Barbari
goats following natural Haemonchus contortus infection. Vet Parasitol
155:89–94.
Mekonnen, G. 2021. A Review on Gastrointestinal Nematodes in Small
Ruminants. iMedPub Journals. 7:32(12).
Nwosu CO, Madu PP, Richards WS (2007) Prevalence and seasonal changes in
the population of gastrointestinal nematodes of small ruminants in the semi-
arid zone of north-eastern Nigeria. Vet Parasitol 144:118–124.
Roeber F, Jex AR, Gasser RB. 2015. Impact of gastrointestinal parasitic
nematodes of sheep, and the role of advanced molecular tools for exploring
epidemiology and drug resistance-an Australian perspective. Parasites &
Vectors. 2013; 6(1):153.
Sultan, K., Elmonir, W. and Hegazy, Y., 2016. Gastrointestinal parasites of sheep
in Kafrelsheikh governorate, Egypt: Prevalence, control and public health
implications. Beni-Suef University J. Basic Appl. Sci. 5(1): 79-84.
Sultan, K., Elmonir, W. and Hegazy, Y., 2016. Gastrointestinal parasites of sheep
in Kafrelsheikh governorate, Egypt: Prevalence, control and public health
implications. Beni-Suef University J. Basic Appl. Sci. 5(1): 79-84.

Anda mungkin juga menyukai