Nur Baiti1,
Putu Ayu Sisyawati Putriningsih2
1
Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan,
2
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Jl. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia; 80234
Telp/Fax: (0361) 223791
Email: matildakrisnawati@gmail.com
ABSTRAK
Pyoderma adalah dermatitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan merupakan penyakit
kulit yang umum terjadi pada anjing. Deep pioderma melibatkan lapisan kulit yang lebih dalam,
yang disebut dermis. Anjing menunjukkan lesi umum termasuk gatal parah, alopesia, eritema,
folikulitis, komedo, papula, nodul, nyeri, edema, furunkulosis, pembentukan sisik,
hiperpigmentasi, erosi, keropeng dan keluarnya cairan purulen. berdasarkan uji sensitivitas
antibiotik pengobatan melibatkan terapi obat antimikroba berupa sefalosporin yang dimana sering
digunakan untuk mengobati infeksi kulit anjing karena sprektum antimikroba yang luas dan
memiliki efek yang baik untuk pioderma superficial maupun deep pioderma.
Kunci kata : anjing, pyoderma, sefalosporin
ABSTRACT
Pyoderma is a dermatitis caused by a bacterial infection and is a common skin disease in
dogs. Deep pyoderma involves the deeper layer of skin, called the dermis. Dogs exhibit common
lesions including severe itching, alopecia, erythema, folliculitis, comedones, papules, nodules,
pain, edema, furunculosis, scale formation, hyperpigmentation, erosions, scabs and purulent
discharge. Based on the antibiotic sensitivity test, the treatment involves antimicrobial drug
therapy in the form of cephalosporins which are often used to treat dog skin infections because of
their broad antimicrobial spectrum and have good effects on superficial deep pyoderma.
Key words: dog, pyoderma, cephalosporin
PENDAHULUAN
Pyoderma adalah dermatitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan merupakan penyakit
kulit yang umum terjadi pada anjing. Berdasarkan kedalaman kulit yang terlibat, pyoderma bisa
diklasifikasikan sebagai surface, superficial, dan deep. Kondisi ini hampir selalu merupakan
sekunder dari gangguan lain yang terjadi pada tubuh (Kristianty et al., 2017). Dalam infeksi deep
pioderma dari bagian distal folikel rambut meluas di bawah dan di luar batas-batas folikel rambut
(Paradis et al., 2001). Pioderma dalam jauh lebih jarang daripada pioderma superfisial. Patogen
utama yang terlibat dalam pioderma adalah Staphylococcus spp. namun, bakteri gram negatif
lainnya juga terlibat (Reddy et al., 2011).
Deep pioderma melibatkan lapisan kulit yang lebih dalam, yang disebut dermis. Pioderma
dalam akan muncul sebagai rasa sakit di tempat yang terinfeksi, pengerasan kulit, bau tidak sedap,
dan keluarnya nanah dan darah. Ini adalah kondisi yang berbahaya karena bakteri yang
menginfeksi dapat memasuki aliran darah, menyebabkan bakteremia (infeksi darah yang
berbahaya). Bakteri yang terlibat sama dengan bentuk pioderma lainnya. Karena jenis ini
membawa risiko infeksi mencapai darah dan organ lain, selalu diobati dengan antibiotik.
Patogen utama yang terlibat dalam pioderma adalah stapylococcus spp. namun bakteri
gram negatif lainnya juga terlibat (Reddy et al., 2011). Beberapa ras seperti golden retriever,
dachshund, beagle, pointer dan gordon setter rentan terhadap pioderma (Parerson, 2008). Lesi
sebagian besar tipe granular dan pustular, eritematosa dengan gambaran krusta. Ini khas Lesi
umumnya ditemukan pada wajah, sekitar daerah moncong dan daun telinga. Kadang juga
menyebabkan otitis eksterna (Miller et al., 2013).
Metode penulisan yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah menggunakan literatur
dari jurnal penunjang/pendukung. Dengan melakukan pencarian data dari jurnal, buku dan artikel
yang terkait berkaitan dengan deep pyoderma. Kriteria artikel yang di gunakan ialah artikel dengan
rentan waktu 3 tahun terakhir pustaka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anjing menunjukkan lesi umum termasuk gatal parah, alopesia, eritema, folikulitis,
komedo, papula, nodul, nyeri, edema, furunkulosis, pembentukan sisik, hiperpigmentasi, erosi,
keropeng dan keluarnya cairan purulen (Gambar 1) (Parida et al., 2013). Anjing diperiksa secara
klinis untuk mengetahui keberadaan lesi makroskopis dan ektoparasit. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis tape smear, skin scraping (kerokan kulit), sampel
diproses lebih lanjut untuk kultur bakteri dan sentivitas antibiotik.
Deep pioderma dapat terlokalisasi, sering pada dagu, moncong, cakar, atau titik-titik yang
mengalami tekanan. Folikulitis dan furunkulosis pada dagu dan moncong paling sering terjadi pada
anjing ras besar dan biasanya bersifat sementara tetapi terkadang menetap, terutama pada pinscher
Doberman, petinju, bulldog, Great Danes, mastiff, Weimaraner, dan pointer shorthair Jerman.
Deep pioderma juga dapat berkembang menjadi selulitis. Kalus atau pioderma titik tekanan
mempengaruhi area kontak seperti siku, hocks, stifles, dan jari, paling sering pada anjing ras besar
(Gambar 2 dan 3). Acral lick dermatitis adalah hasil jilatan terus menerus, sering pada aspek
kranial dari ekstremitas distal (Gambar 4). Plak eritematosa yang terbentuk terus-menerus yang
dipenuhi dengan mikroorganisme akan berkembang menjadi granuloma. Pioderma interdigital
juga dapat menyebabkan folikulitis dan furunkulosis (Gambar 5). Faktor yang mendasari yang
dapat menyebabkan pododermatitis parah dan pioderma interdigital termasuk demodikosis, trauma
dari kelainan gaya berjalan, alergi (termasuk reaksi kontak), dermatofitosis, penyakit autoimun,
endokrinopati, imunodefisiensi, dermatosis responsif, dan dermatitis nekrolitik superfisial
(sindrom hepatokutan, eritema migrasi nekrolitik, nekrosis epidermal metabolik).
Sitologi kulit adalah salah satu alat yang paling baik untuk diagnosis pioderma,
memungkinkan identifikasi sel inflamasi dan bakteri. Sitologi kulit juga dapat membantu
mengidentifikasi dermatitis Malassezia, yang merupakan koinfeksi umum. Kultur bakteri dan uji
kerentanan sangat penting dalam kasus pioderma berulang karena meningkatnya insiden infeksi
resisten dan sangat penting dalam pemilihan terapi antimikroba sistemik (Reddy dan Sivajothi,
2015).
SIMPULAN
Kasus pyoderma pada anjing disebabkan karena Stapylococcus spp. namun, bakteri gram
negatif lainnya juga terlibat. Pengobatan menggunakan sefalosporin yang dimana sering
digunakan untuk mengobati infeksi kulit anjing karena sprektum antimikroba yang luas dan
memiliki efek yang baik untuk pioderma superficial maupun deep pioderma.
SARAN
Dari penulisan kajian di atas penulis berharap para pembaca lebih banyak membaca jurnal maupun
sumber lainnya yang terkait dengan deep pyoderma.
DAFTAR PUSTAKA
Kristianty TA., Efendi ZN., Ramadhani F. 2017. Prevalensi Kejadian Penyakit Kulit pada Anjing
di My Vets Animal Clinic Bumi Serpong Damai Tahun 2016. ARSHI. 1(1): 15-16.
Miller, W.H. Jr., Griffin, C.E. and Campbell, K.L. 2013. Muller and Krik’s small Animal
Dermatology. 7th ed., Elsevier Publication, p. 708-09.
Paradis, M., Abbey, L., Baker, B., Coyne, M., Hannigan, M., Joffe, D., Pukay, B., Trettien, A.,
Waisglass, S. and Wellington, J. 2001. Evaluation of the clinical efficacy of marbofloxacin
(Zeniquin) tablets for the treatment of canine pyoderma: An open clinical trial. Vet.
Dermatol 12: 163-69.
Paterson, S. 2008. Manual of skin diseases of dog and cat., 2nd ed, Blackwell publishing, p. 296-
97.
Reddy BS dan Sivajothi. 2015. Therapeutic Management of Deep Pyoderma - A Clinical Study of
Nine Dogs. Intas Polvet. 16(11): 316-317.
Reddy, B.S., Kumari, K.N. and Sivajothi, S. 2014a.Antimicrobial sensitivity of gram negative
bacteria isolated from recurrent pyoderma in dogs. Adv. in Appl. Sci. Res. 5:241-43.
Reddy, B.S., Kumari, K.N., Rao, V.V. and Rayulu, V.C. 2011. Cultural isolates and the pattern of
antimicrobial sensitivity of whole cultures from recurrent pyoderma in dogs. The Indian J.
Field Vets 7: 40-42
Reddy, B.S., Kumari, K.N., Rao, V.V., Rayulu, V.C., Sivajothi, S. 2014b. Efficacy of Enrofloxacin
in the Treatment of Recurrent Pyoderma in Dogs. Adv. Vet. Res. 4:108-12.
Frank LA, Kania SA, Hnilic KA, et al. Isolation of Staphylococcus schleiferi from dogs with
pyoderma. JAVMA. 2003; 222(4):451-454.
Baker SA, Van-Balen J, Lu B, et al. Antimicrobial drug use in dogs prior to admission to a
veterinary teaching hospital. JAVMA. 2012 - 241(2):210-217.