Anda di halaman 1dari 18

Kualitas Daging dan Produk Olahan Daging yang Dijual di Daerah Pasar Tradisional

Phula Kerti Sanglah dan Pasar Tradisional Badung, Kota Denpasar, Bali
(THE QUALITY OF MEAT AND PROCESSED MEAT PRODUCTS SOLD IN DENPASAR
CITY'S BADUNG AND SANGLAH TRADITIONAL MARKET AREAS)
Meiliani Herna Suprihatin1, Kresensia Cyntia Dosom1, I Gede Galyes Pranadinata1, Kevin
Dominika1, Ida Bagus Ngurah Swacita2
1
Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
2
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234
Telp/Fax (0361) 223791
Email: meilianikjmaa@gmail.com

ABSTRAK
Daging merupakan salah satu hasil peternakan yang menjadi sumber utama protein
hewani dan sangat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok di Indonesia. Kualitas
fisik daging merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan, karena kualitas fisik
yang baik menghasilkan mutu daging yang berkualitas dan layak dikonsumsi. Untuk mengetahui
kualitas daging sapi, daging babi, daging ayam dan daging ikan serta produk olahan daging yang
diambil dari Pasar tradisional Badung dan Pasar tradisional Phula Kerti Sanglah maka perlu
dilakukan tinjauan dari uji subjektif yaitu bau, warna, rasa, tekstur dan konsistensi, dan uji
objektif yang meliputi; Nilai pH daging, daya ikat air (DIA), kadar air daging, dan perkiraan
jumlah bakteri, serta membandingkan kualitas daging sapi, daging babi, daging ayam dan daging
ikan. Berdasarkan hasil uji subjektif dan objektif tersebut menunjukkan bahwa daging dan
produk olahan daging yang di dapat dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan Pasar Badung masih
aman untuk dikonsumsi kecuali pada daging ikan yang berasal dari Pasar Phula Kerti Sanglah
karena jumlah kumannya melebihi standar maksimal.
Kata kunci: daging; olahan daging; kualitas; uji subjektif; uji objektif
ABSTRACT
Meat is one of the agricultural products which is the main source of animal protein and is
very useful in meeting basic food needs in Indonesia. The physical quality of meat is a very
important thing that must be considered, because good physical quality produces quality meat
that is suitable for consumption. To determine the quality of beef, pork, chicken and fish meat as
well as processed meat products taken from the Badung Traditional Market and the Phula Kerti
Sanglah Traditional Market, it is necessary to conduct a review of subjective and objective tests.
Subjectively including meat color, smell, consistency, meat texture while objective testing is
done by testing pH, water holding capacity, water content, and the amount of bacterial
contamination. Results Based on the subjective and objective tests, it showed that meat and
processed meat products from the Phula Kerti Sanglah and Badung markets were still safe for
consumption, except for fish meat from the Phula Kerti Sanglah market, where microbial
contamination exceeded the maximum standard.
Key words: meat; processed meat; quality; objective test; subjective test
PENDAHULUAN
Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain
mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino essensial yang
lengkap dan seimbang (Pereira and Vicente, 2013). Daging umumnya tersusun atas air, lemak,
protein, mineral dan karbohidrat. Kandungan nutrisinya yang lengkap dan variasi produk
olahannya menjadikan daging sebagai bahan makanan yang hampir lekat dengan kehidupan
manusia (Prasetyo et al., 2013). Kandungan gizi daging terdiri dari 19% protein, 75% air, 2,5%
lemak dan 3,5% bahan non protein (Soeparno, 2005).
Kebutuhan akan daging setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan sehingga
menuntut adanya produksi lebih agar mampu menjangkau banyak konsumen di berbagai daerah.
Hal ini menyebabkan produsen daging harus memperhatikan kualitas daging yang akan
dipasarkan sehingga daging menjadi aman dan layak untuk dikonsumsi (Wibisono, 2011).
Kualitas produksi daging tergantung pada pertumbuhannya, produksinya tinggi dapat dicapai
dengan pertumbuhan yang cepat. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, sarana dan prasarana rumah potong hewan (RPH), kondisi ternak sebelum dipotong,
kelancaran penyembelihan dan penanganan karkas, proses pengangkutan daging, dari proses
penjualan hingga pengolahan.
Untuk mengetahui kualitas daging baik secara fisik maupun kimiawi dapat diketahui dari
beberapa metode pengujian kualitas daging diantaranya adalah pemeriksaan terhadap kualitas
daging secara subjektif yang meliputi pemeriksaan warna, bau, konsistensi, tekstur, keadaan
tenunan pengikat, dan kepualaman daging sedangkan pemeriksaan terdahap kualitas daging
secara objektif meliputi pemeriksaan pH, daya ikat air, kadar air, dan penetapan jumlah kuman
(Suardana et al., 2020). Berdasarkan kepentingan dari pemenuhan kualitas daging bagi
konsumen maka perlu dilakukan pengujian secara laboratorium terhadap kualitas daging sapi,
babi, ayam dan ikan, serta produk olahan asal hewan berupa sosis dan bakso yang dijual di pasar
Badung dan pasar Sanglah.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, objek yang digunakan adalah sampel daging sapi, daging babi,
daging ayam, daging ikan serta produk olahan berupa bakso ayam, bakso babi, bakso ikan, dan
bakso sapi yang diambil dari area pasar yang berbeda, yaitu Pasar Badung, dan Pasar sanglah
yang berada di Denpasar Barat. Peralatan yang digunakan antara lain pisau, talenan, kertas label,
pulpen, sendok, pH meter digital, oven, desikator, neraca analitik, pinset, cawan pengering,
lempengan kaca, kertas HVS, beban seberat 35 kg, cawan petri, pipet mikro, inkubator, mortar
dan stamper, gelas beaker, termometer, tabung eppendorf, yellow tip, dan kompor listrik.

Dan untuk bahan yang digunakan antara lain, aquadest, media Nutrient Agar (NA), dan
daging serta olahan produk yang telah disiapkan. Pemeriksaan kualitas daging dan olahan produk
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Udayana. Pemeriksaan
dilakukan pada Kamis, 19 Januari 2023. Metode penilaian kualitas daging dan produk olahannya
dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif berupa
pemeriksaan warna dan pemeriksaan bau serta pemeriksaan konsistensi dan tekstur. Pemeriksaan
secara objektif yaitu penetapan pH, penetapan daya ikat air, penetapan kadar air, dan penetapan
jumlah mikroba.

Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan subjektif dilakukan pada daging dan produk olahannya. Adapun
pemeriksaan subjektif meliputi pemeriksaan warna, konsistensi dan teksture, dan bau.

Pemeriksaan Obyektif

Penetapan Ph
Daging sebanyak 10 gr digerus menggunakan mortar dan stamper, kemudian
ditambahkan aquadest sebanyak 10 ml lalu diambil ekstrak dagingnya. Setelah itu, pH dapat
diukur dengan menggunakan pH meter, dicatat dan diulang sebanyak 3 kali.

Penetapan Daya Ikat Air


Daging diambil dan ditimbang sebanyak 5 gr, selanjutnya ditempatkan diantara 2 kertas
HVS dan diantara lempengan kaca. Selanjutnya, dipres dengan beban 30 kg selama 11 menit 6
detik. Daging yang telah dipres, ditimbang dan dicatat hasilnya. Adapun rumus menghitung daya
ikat air:
Berat residu
Daya ikat air (%) : x 100%
Berat awal

Penetapan Kadar Air


Cawan pengering dipanaskan terlebih dahulu menggunakan oven pada suhu 105o selama
20 menit, lalu cawan dimasukkan ke dalam desikator, dan cawan ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik. Selanjutnya, cawan tersebut ditambahkan daging sebanyak 5 gr
dan ditimbang kembali. Selanjutnya, cawan yang berisi daging dioven pada suhu 105o selama 4
jam. Setelah itu, cawan ditimbang dan dihitung kadar airnya dengan rumus:
Berat awal−Beray akhir
Kadar air (%) : x 100%
Berat awal

Penetapan jumlah Mikroba


Pembuatan media Natrium Agar (NA), NA ditimbang sebanyak 5 g dan ditambahkan
aquades sebanyak 175 ml dimasak hingga mendidih. Diamkan sekitar dua menit (sampai suhu
turun mencapai suhu 45-50˚C). Untuk Pembuatan inokulum NA dilakukan dengan mengambil
cairan ekstrak daging yang telah dimasukkan ke tabung eppendorf sebelumnya, kemudian
diambil sebanyak 1 ml menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
yang berisi aquades 9 ml (pengenceran 101), lalu ambil cairan pada tabung eppendorf
pengenceran 101 sebanyak 1 ml ke tabung eppendorf berikutnya (pengenceran 102 ), diteruskan
lagi pada tabung eppendorf terakhir (pengenceran 103 ). Penanaman kuman dilakukan dengan
mengambil inokulum menggunakan mikropipet dari proses pengenceran 103 sebanyak 1 ml,
dituangkan ke dalam cawan petri dan ditambahkan media NA dengan suhu 45-50˚C sebanyak 20
ml. Lalu homogenkan setelah itu, diamkan beberapa saat sampai media menjadi padat.
Kemudian masukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37˚C selama 24 jam dan jumlah bakteri
pada media NA dihitung menggunakan rumus:
1
Jumlah bakteri = Jumlah koloni x
F . pengenceran x Vol. inokulum .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian
Daging
Hasil dari pengujian kualitas daging segar yang dilakukan dengan dua cara yaitu subjektif
dan objektif. Sampel daging segar yang diuji didapat dari dua pasar tradisional yang berbeda
yaitu Pasar Sanglah dan Pasar Badung. Sampel Berjumlah delapan yang terdiri dari 2 sampel
daging sapi, dua sampel daging babi, dua sampel daging babi, dan dua sampel daging ikan. Hasil
uji sampel daging segar dimuat pada dua tabel, yakni Tabel 1 merupakan hasil uji subjektif yang
meliputi warna, aroma, konsistensi dan tekstur daging. Sedangkan Tabel 2 merupakan hasil uji
objektif yang meliputi pH, daya ikat air, kadar air dan pertumbuhan bakteri.
Tabel 1. Hasil Uji Subjektif Sampel Daging Segar Pasar Sanglah dan Pasar Badung

Sampel Warna Aroma Konsistensi dan Tekstur


Pasar Sanglah
Daging Sapi Merah Tua Darah Segar Liat Halus
Daging Babi Coklat Kemerahan Darah Segar Liat Halus
Daging Ayam Coklat Muda Darah Segar Liat Halus
Daging Ikan Cokelat Gelap Amis Lembek Sedikit Kasar

Pasar Badung
Daging Sapi Merah Tua Darah Segar Liat Halus
Daging Babi Coklat Darah Segar Liat Halus
Daging Ayam Coklat Muda Darah Segar Liat Halus
Daging Ikan Coklat Merah Tua Amis Liat Halus

Tabel 2. Hasil Uji Objektif Sampel Daging Segar Pasar Sanglah dan Pasar Badung
Sampel pH Daya Ikat Air Kadar Air Pertumbuhan Bakteri
(ALTB)
Pasar Sanglah
Daging Sapi 5,5 91,6% 77,04% 483 x 103 CFU/g
Daging Babi 5,5 84,9% 74,9% 581 x 103 CFU/g
Daging Ayam 5,5 76,0% 78,2% 512 x 103 CFU/g
Daging Ikan 6 69,5% 70,0% 1.365 x 103 CFU/g

Pasar Badung
Daging Sapi 5,5 88,5% 76,3% 520 x 103 CFU/g
Daging Babi 5,5 87,3% 76,8% 396 x 103 CFU/g
Daging Ayam 6 84,2% 79,6% 564 x 103 CFU/g
Daging Ikan 5,5 82,5% 74,7% 962 x 103 CFU/g
Produk olahan daging diuji secara subjektif dan objektif. Uji subjektif dilakukan dengan
mengamati warna, aroma, konsistensi, dan tekstur, sedangkan uji objektif dilakukan dengan
penukuran pH. Produk olahan daging yang diuji adalah bakso dan sosis yang terdiri dari daging
sapi, daging babi, daging ayam dan daging ikan. Sampel didapat dari Pasar Sanglah dan Pasar
Badung. Hasil pemeriksaan produk olahan daging berupa bakso disajikan pada Tabel 3 dan
produk olahan daging berupa sosis disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Uji Subjektif dan Objektif Produk Olahan Daging (Bakso)
Sampel Warna Aroma Konsistensi dan pH
Tekstur
Pasar Sanglah
Bakso Sapi Abu Khas daging + bumbu Kenyal kasar 6
Bakso Babi Putih Khas daging babi Kenyal halus 6
Bakso Ayam Putih keabuan Khas daging ayam Kenyal halus 6
Bakso Ikan Putih Khas ikan Kenyal halus 5

Pasar Badung
Bakso Sapi Putih Khas daging sapi Kenyal kasar 5
Bakso Babi Putih gading Khas daging babi +++ Kenyal halus 6
Bakso Ayam Putih Khas daging ayam Kenyal halus 5
Bakso Ikan Putih keabuan Khas ikan Super kenyal halus 6

Tabel 4. Hasil Uji Subjektif dan Objektif Produk Olahan Daging (Sosis)
Sampel Warna Aroma Konsistensi dan pH
Tekstur
Pasar Sanglah
Sosis Sapi Coklat kemerahan Khas daging sapi Kenyal halus 6
Sosis Babi Coklat kehitaman Khas daging babi Kenyal kasar 5,5
Sosis Ayam Coklat muda Khas daging ayam Kenyal halus 5,5
Sosis Ikan Putih kekuningan Khas ikan Kenyal kasar 6

Pasar Badung
Sosis Sapi Coklat kemerahan Khas daging sapi ++ Kenyal halus 6
Sosis Babi Coklat kehitaman Khas daging babi + Kenyal kasar 5,5
Sosis Ayam Putih kekuningan Khas daging ayam Kenyal halus 6
Sosis Ikan Putih Khas ikan Kenyal kasar 6

Pembahasan
Penilaian Kualitas Daging Segar (subjektif)
Warna daging
Standar warna daging yang dipakai sesuai dengan Photographic Calour Standard for
Muscle Department of Agriculture. Western Australia (1982), terdapat enam parameter penilaian
warna yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5. Standar Warna Daging


Coklat Muda Coklat Coklat Coklat Merah Coklat Merah Coklat Gelap
Kemerahan Cerah Tua
1 2 3 4 5 6
Pada hasil pemeriksaan subjektif warna sampel daging sapi dari Pasar Sanglah dan Pasar
Badung sama-sama memiliki skor 5. Pada sampel daging babi dari Pasar Sanglah memiliki skor
3, sedangkan sampel daging babi dari Pasar Badung memiliki skor 2. Ini menunjukkan sampel
daging babi yang didapat di Pasar Sanglah lebih baik daripada Pasar Badung. Pada sampel
daging ayam dari kedua pasar memiliki skor yang sama yaitu skor 1. Pada sampel daging ikan
dari Pasar Sanglah memilikii skor 6, sedangkan sampel daging ikan dari Pasar Badung memiliki
skor 5 yang dimana menandakan sampel ikan dari Pasar Badung memiliki kualitas sedikit lebih
baik. Warna daging dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh mioglobin. Tipe molekul mioglobin,
status kimia mioglobin dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai
peranan besar dalam menentukan warna daging. Faktor penentu warna daging dipengaruhi oleh
pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan
oksigen (Ismantio dan Basuki, 2017). Daging yang terekspos dengan udara (O2), mioglobin dan
oksigen dalam daging akan bereaksi membentuk ferrousoxymioglobin (OxyMb) sehingga daging
akan berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara mioglobin dengan oksigen berlangsung
lama, maka akan terjadi oksidasi membentuk ferricmetmyoglobin (MetMb), sehingga daging
berwarna coklat (Fikri et al., 2017).

Aroma daging
Hasil pemeriksaan aroma terhadap seluruh daging sapi, babi dan ayam baik yang dibeli di
Pasar Sanglah maupun di Pasar Badung memiliki aroma darah segar. Sedangkan, hasil
pemeriksaan aroma daging ikan yang dibeli di Pasar Sanglah dan Badung juga memiliki aroma
yang sama yaitu aroma amis. Perubahan atau perbedaan aroma daging ini dapat disebabkan oleh
proses awal dari pembusukan daging. Pembusukan daging dapat diakibatkan oleh pertumbuhan
dan aktifitas mikroorganisme pada daging tersebut. Aktifitas metabolism bakteri mengakibatkan
terbentuknya amonia (NH3), terbentuknya amonia ini akan menyebabkan daging memproduksi
bau yang tidak sedap (busuk). Pertumbuhan mikroba pada makanan ditandai dengan mucnulnya
bau busuk dan perubahan rasa.Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen tetapi juga
oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan aroma yang khas serta perbandingan
berbagai komponen. Aroma suatu produk banyak menentukan kelezatan produk tersebut. Aroma
atau bau baru dapat dikenali bila berbentuk uap. aroma daging segar tidak berbau masam/busuk,
tetapi beraroma khas daging segar. Aroma daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur
daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Aroma daging dari hewan
yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan
memiliki aroma yang lebih kuat daripada hewan betina (Susanti et al, 2017).

Konsistensi dan tekstur daging


Hasil pemeriksaan konsistensi daging sapi, babi, dan ayam dari Pasar Sanglah memiliki
konsistensi yang liat, sedangkan pada sampel daging ikan memiliki konsistensi yang lembek.
Sampel daging sapi, babi, ayam dan ikan dari Pasar Badung memiliki konsistensi liat. Daging
yang baik mempunyai konsistensi kenyal dan elastis bila ditekan, kalau dipegang terasa basah
meskipun tidak sampai membasahi tangan si pemegang (Susanto, 2014). Konsistensi daging
ditentukan oleh banyak sedikitnya jaringan ikat kolagen, jaringan ikat retikulin, dan jaringan ikat
elastin dan banyak sedikitnya jaringan ikat sangat mempengaruhi kualitas daging yang
menyusun otot tersebut (Swacita et al., 2017). Daging yang segar akan terasa kenyal, sedangkan
daging yang mulai mengalami pembusukan akan terasa berair. Hasil pemeriksaan tekstur sampel
daging sapi, babi dan ayam yang berasal dari Pasar Sanglah memiliki tekstur halus, sedangkan
sampel daging ikan memiliki tekstur yang sedikit kasar. Seluruh Sampel daging dari Pasar
Badung memiliki tekstur halus. Daging yang segar dan sedikit mengandung jaringan ikat
memiliki tekstur yang halus, sedangkan semakin banyak jaringan ikat pada daging tersebut akan
membuat teksturnya menjadi lebih kasar (Swacita et al., 2017). Faktor yang mempengaruhi
tekstur daging digolongkan menjadi faktor antemortem seperti genetik dan termasuk bangsa,
spesies dan fisiologi, faktor umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor postmortem
antara lain meliputi metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama
dan temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan dan
penambahan bahan pengempuk. Waktu istrahat juga juga mempengaruhi kualitas daging, standar
waktu istrahat yang dibutuhkan sapi sekitar 12-24 jam (Ferguson et al., 2007).

Gambar 1. Jenis-jenis daging


Sumber: Dokumentasi pribadi

Penilaian Kualitas Daging Segar (Objektif)


pH daging
Pada pemeriksaan objektif dengan mengukur pH daging dar dua pasar tradisional di Bali
dengan menggunakan kertas pH, didapatkan hasil dari rentang 5,5-6. Daging dari Pasar Phula
Kerti Sanglah didapatkan hasil pH daging sapi, daging babi, dan daging ayam 5,5 sedangkan
daging ikan didapatkan pH 6. Untuk Daging dari Pasar badung didapatkan hasil pH daging sapi,
daging babi, dan daging ikan 5,5 sedangkan daging ayam didapatkan pH 6. Menurut Lukman
(2010), nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai dibawah 5,3. Hal ini disebabkan oleh
enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif bekerja. Bouton, et al., (1971)
menyatakan bahwa daging dengan nilai pH tinggi lebih empuk daripada daging dengan pH
rendah. Menurut Lawrie (2003), penurunan pH otot pada ternak bervariasi, hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
antara lain adalah spesies, tipe, otot, glikogen otot, dan viabilitas di antara ternak, sedangkan
faktor ekstrinsik antara lain adalah temperature lingkungan, perlakuan adanya bahan tambahan
sebelum pemotongan dan stress sebelum pemotongan. Perbedaan nilai pH ini juga disebabkan
kandungan glikogen dari setiap jenis daging sehingga kecepatan glikolisisnya berbeda. Nilai pH
daging akan ditentukan oleh jumlah laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis
anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan atau takut pada
hewan sebelum dipotong (Buckle et al., 1987).
pH daging yang tinggi akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme juga semakin tinggi.
Keadaan lingkungan di pasar tradisional mempunyai dampak pada nilai pH daging. Lingkungan
yang tidak bersih akan membuat pH tidak mengalami penurunan yang normal. Lingkungan yang
buruk dapat dilihat dari keadaan tempat berjualan yang kotor, becek, saluran pembuangan yang
tidak berfungsi dengan baik Keadaan ini akan membuat lingkungan sekitar tempat penjualan
menjadi lembab dan akan berkontaminasi dengan daging yang dijual karena akan tumbuh bakteri
dan mikroba lebih banyak. Dengan bertumbuhnya mikroorganisme yang lebih cepat, akan
mendegradasi kandungan protein pada daging. Pada keadaan yang lembab tersebut akan
membuat kandungan air pada daging tetap tinggi dan mempercepat proses pembusukan oleh
mikroba dan menurunkan kualitas daging. Menurut Lawrie (1995) bahwa pH akhir daging yang
dicapai merupakan petunjuk untuk mengetahui mutu daging yang baik. Daging yang mempunyai
pH antara 5,5-5,7 (pH Normal) memberikan warna merah cerah. Berdasarkan standar SNI nilai
pH daging yang normal berkisar antara 5,4-5,8. Maka berdasar hasil pemeriksaan pH daging ikan
dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan daging ayam dari Pasar Badung tidak dalam keadaan normal.

Gambar 2. Penetapan nilai pH menggunakan kertas pH


Sumber: Dokumentasi pribadi

Daya Ikat Air (Water Holding Capacity) daging


Uji kualitas daging terhadap Daya Ikat Air (Water Holding Capacity) yang didapatkan
dari Pasar Phula Kherti Sanglah untuk daging sapi adalah 91,6%, daging babi 84,9%, daging
ayam 76,0%, dan daging ikan 69,5%. Sedangkan Uji kualitas daging terhadap Daya Ikat Air
(Water Holding Capacity) yang didapatkan dari Pasar Badung didapatkan hasil untuk daging sapi
88,5%, daging babi 87,3%, daging ayam 84,2%, dan daging ikan 82,5%. Berdasarkan data
tersebut daya ikat air dari dua pasar tradisional tersebut cukup tinggi dan bervariasi, hal ini
berbeda dengan pendapat Soeparno (2005), bahwa kisaran normal daya ikat air antara 20%
sampai 60%. Perbedaan daya ikat air ini antara lain disebabkan oleh perbedaan jumlah asam
laktat yang dihasilkan, sehingga pH diantara dan di dalam otot berbeda.
Menurut Jamhari (2000), terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan variasi pada
daya ikat air oleh daging, diantaranya: faktor pH, faktor perlakuan maturasi, pemasakan atau
pemanasan. Faktor biologik seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin, dan umur ternak.
Demikian pula faktor pakan, transportasi, suhu, kelembapan, penyimpanan, preservasi,
kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuskuler. Semakin pH mendekati
nilai isoelektrik daging maka daya ikat air daging akan semakin rendah, sebaliknya semakin jauh
nilai pH dari titik isoelektrik maka semakin tinggi daya ikat air daging tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Lawrie (1995), bahwa penurunan pH menyebabkan denaturasi protein
daging, maka akan terjadi penurunan kelarutan protein yang menyebabkan daya ikat air
berkurang. Nilai pH daging yang tetap tinggi serta mengalami penurunan pH yang lambat dan
tidak lengkap akan membuat daya ikat air meningkat. Penurunan pH yang lambat tersebut
mengahasilkan daging dark firm and dry (DFD). Daging DFD ditandai dengan daging yang
berwarna gelap (dark), kompak (Firm), dan kering (dry), Lukman (2010).

Gambar 3. Hasil uji kadar air daging


Sumber: Dokumentasi pribadi

Kadar air daging


Uji objektif kadar air yang didapatkan dari Pasar Phula Kherti Sanglah untuk daging sapi
adalah 77,0%, daging babi 74,9%, daging ayam 78,2%, dan daging ikan 70,0%. Sedangkan Uji
objektif kadar air yang didapatkan dari Pasar Badung untuk daging sapi adalah 76,3%, daging
babi 76,8%, daging ayam 79,6%, dan daging ikan 74,7%. Seperti halnya pH dan WHC, kadar air
daging sapi yang berasal dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan Pasar Badung juga sangat
bervariasi. Kadar air tertinggi (79,6%) terdapat pada daging ayam yang berasal dari Pasar
Badung. Sedangkan yang terendah (70,0%) berasal dari daging ikan asal Pasar Phula Kerti
Sanglah. Kadar air dapat disebabkan diantaranya adalah jenis hewan, metode pemotongan, berat
sampel, jenis garis lintang dan kandungan lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurwanto et
al., (2003) yaitu faktor yang mempengaruhi susut masak antara lain nilai pH, panjang sarkomer
serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel,
penampang melintang daging, pemanasan, bangsa terkait dengan lemak daging, umur, dan
konsumsi energi dalam pakan. Dampak dari kadar air yang terlalu tinggi pada daging merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan pada daging. Air yang terkandung dalam bahan
pangan merupakan media yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas
mikroorganisme pada daging (Amertaningtyas, 2012).
Menurut Winarno dan Fardiaz (1980) dalam Sitompul et al., (2015), kadar air dalam
daging berkisar antara 60% sampai 70%. Sedangkan menurut Lawrie (2003), kadar air dalam
daging segar tercatat memiliki rata-rata 75%, untuk batas normal antara 65 -80% dan apabila
daging mempunyai kadar air yang tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah, maka daging
tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Hasil pemeriksaan pada uji kadar air daging
menunjukkan bahwa kadar air berkisar antara 70,0%-79,6%, yang artinya kadar air ini tergolong
normal.

Pertumbuhan Bakteri (ALTB)


Perhitungan jumlah mikroba pada daging dilakukan dengan metode tuang menggunakan
media NA (Nutrient Agar). Perhitungan cemaran bakteri yang didapatkan dari Pasar Phula Kerti
Sanglah untuk daging sapi adalah 483 x 103 CFU/g, daging babi 581 x x 103 CFU/g, daging
ayam 512 x 103 CFU/g, dan daging ikan 1.365 x 10 3 CFU/g. Sedangkan cemaran bakteri yang
didapatkan dari Pasar Badung untuk daging sapi adalah 520 x 10 3 CFU/g, daging babi 396 x 103
CFU/g, daging ayam x 103 CFU/g, dan daging ikan 962 x 10 3 CFU/g. Berdasarkan ketentuan
yang telah ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) persyaratan cemaran bakteri untuk
daging yang beredar di Indonesia adalah angka lempeng total bakteri (ALTB), 1x106 (CFU/g)
(SNI 7388, 2009). Jadi berdasarkan hasil pemerisaan, daging yang tidak layak dikonsumsi adalah
daging ikan yang berasal dari Pasar Phula Kerti Sanglah. Hal ini dapat terjadi karena
kontaminasi yang tinggi dari bakteri pada daging ikan berhubungan erat dengan rendahnya
kesadaran akan kebersihan sanitasi dan higienis dalam proses penyajian dan penanganan
terhadap daging. Proses penyajian daging ikan di pasar juga kurang memperhatikan aspek
sanitasi dan higiene, karena daging yang dipersiapkan untuk dijual oleh pedagang tidak ditutup
dan disimpan dalam suhu kamar (tidak pada suhu dingin), dan akibat dari suhu penyimpanan ini
akan berdampak pada perkembangan bakteri secara cepat (Suardana dan Swacita, 2009).
Selain itu Kontaminasi juga disebabkan oleh peralatan pada saat pemotongan ataupun
kontaminasi silang tangan penyembelih dengan daging yang dipotong, dan juga dapat terjadi
melalui lantai tempat pemotongan. Daging yang diletakkan di lantai setelah penyembelihan juga
dapat terkontaminasi dengan mikroba yang ada di lingkungan lantai (Rananda, 2016; Jacob et
al., 2018). Kuntoro (2013) dan Gaznur (2017), juga menyatakan, bahwa faktor lain pendukung
terjadinya kontaminasi mikroba pada daging adalah faktor pengepakan, pengiriman dan
penyimpanan serta pengolahan daging sebelum dikonsumsi.

Penilaian kualitas olahan daging (subjektif)


Warna
Hasil pemeriksaan subjektif pada bakso dan sosi sapi, babi, ayam dan ikan dari segi
warna bervariasi. Pada bakso sapi memiliki warna abu-abu, bakso babi, bakso ayam dan bakso
ikan berwarna putih. Sedangkan pada warna sosis didapat bahwa sosis sapi berwarna merah
kecoklatan, sosis babi berwarna coklat kehitaman, sosis ayam berwarna putih kekuningan, dan
sosis ikan berwarna putih.
Warna bakso daging sapi yang sebagian besar berwarna abu-abu bisa disebabkan oleh
proses pemasakan. Hal ini sejalan dengan pandangan Firahmi et al.,(2015) warna produk bakso
diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi kandungan
mioglobin daging maka warna daging semakin merah. Daging akan berubah warna dari merah
menjadi abu-abu kecoklatan atau abu-abu tua selama pemasakan karena terjadi proses oksidasi.
Sedangkan warna bakso babi, ayam dan ikan yang putih dapat disebababkan karena adanya
penambahan bahan tepung. Menurut Astuti, (2019) warna putih pada bakso babi, ayam dan ikan
dapat disebabkan oleh penambahan putih telur, semakin banyak penambahan putih telur akan
menghasilkan warna bakso daging yang semakin putih.
Pada pemeriksaan warna sosis sapi dan babi memiliki warna merah kecoklatan dan coklat
kehitaman, hal ini dapat disebabkan oleh bahan utama dari sosis itu sendiri dan beberapa bumbu-
bumbu. Hal ini sesuai dengan pandangan Apriantini et al., (2021), bahwa sosis sangat
dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, dimana mioglobin ini dapat teroksidasi pada
suhu 80-85°C sehingga menyebabkan sosis teroksidasi dan berwarna merah coklat. Sedangkan
warna sosis ayam yang putih keabuan dan sosis ikan yang putih biasanya karena sosis dicampur
dengan tepung tapioka, akan tetapi warna putih pada sosis ikan juga dapat disebabkan karena
pemilihan ikan yang memiliki daging berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anggraini et al., (2016), bahwa warna produk olahan daging seperti sosis sangat dipengaruhi
oleh bahan utama/daging, bahan pengisi, bahan pengikat, suhu, dan waktu pemasakan.

Aroma
Hasil uji subjektif aroma atau bau terhadap produk olahan daging baik itu bakso dan sosis
menunjukkan aroma khas daging sesuai dengan bahan utama penyusun produk tersebut. Hal ini
sama dengan pendapat Astuti, (2019), bahwa aroma produk olahan daging yang normal akan
sesuai dengan bahan dasar yang digunakan dalam membuat produk tersebut seperti apabila yang
digunakan dalam pembuatan sosis dan bakso adalah daging ayam maka aroma produk tersebut
khas daging ayam begitu juga dengan daging yang lainnya.

Konsistensi dan tekstur


Hasil pemeriksaan konsistensi dan tekstur produk olahan baik bakso maupun sosis adalah
normal. Pada konsistensi kenyal berhubungan dengan daya mengikat air dari daging yang tinggi
dimana kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami
perlakuan dari luar seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan dan pengolahan. Selain itu
juga, kekenyalan pada produk olahan daging erat kaitannya dengan ditambahkan garam dapur
yang dapat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air dari protein (Zurriyati, 2011). Pada
tekstur hasil yang didapat bervariasi, dimana bakso sapi, bakso ikan, dan sosis sapi memiliki
tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan bakso dan sosis dari daging yang lainnya. Tekstur
kasar ini bisa disebabkan karena dalam proses penggilingan daging belum halus sepenuhnya.
Secara umum berdasarkan uji subjektif pada bakso dan sosis menjukkan hasil yang normal, hal
ini menandakan produk olahan tersebut layak untuk dikonsumsi.

Penilaian kualitas olahan daging (objektif)


Pada uji objektif produk olahan bakso dan sosis yaitu pemeriksaan pH tiap bakso dan
sosis yang berasal dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan Pasar Badung mendapatkan hasil yang
bervariasi. pH bakso sapi, bakso babi, bakso ayam dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan bakso
babi, serta bakso ikan dari Pasar badung adalah 6, sedangkan pH bakso ikan dari Pasar Phula
Kerti Sanglah dan bakso sapi serta bakso ayam dari Pasar badung adalah 5. Hasil menunjukkan
pH paling kecil dari bakso adalah 5 dan yang paling tinggi 6. Selanjut pH sosis sapi, dan sosi
ikan dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan sosis sapi, sosis ayam, dan sosis ikan dari Pasar badung
adalah 6, sedangkan pH sosis babi dan sosis ayam dari Pasar Phula Kerti Sanglah dan sois babi
dari Pasar badung adalah 5,5. Hasil menunjukkan pH paling kecil dari sosis adalah 5,5 dan yang
paling ting gi 6. Menurut Surdana dan Swacita, (2009), pH suatu makanan yang berada dibawah
4,5 mudah ditumbuhi jamur sedangkan pH yang tinggi mendekati netral mudah ditumbuhi
bakteri. Hal ini mendakan bahwa pH suatu makanan baik harus berada diatas 4,5 dan dibawah 7.
Hasil pH dapat dipengaruhi oleh daging dan bahan tambahan, contohnya adalah tepung.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suwarno et al., (2015), bahwa perubahan pH pada produk olahan
daging dipengaruhi oleh nilai pH bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan olahan,
pencampuran bahan-bahan yang kemudian membuat titik keseimbangan hidrogen yang baru
pada produk olahan. Berdasarkan pemeriksaan, maka semua produk masih layak dikonsumsi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji subjektif dan objektif terhadap kualitas daging dan produk olahan
daging yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa daging dan produk olahan daging-daging
yang didapatkan dari Pasar Badung masih aman dikonsumsi. Sedangkan untuk daging ikan yang
didapatkan dari Pasar Phula Kerti Sanglah tidak aman untuk dikonsumsi karena memiliki
cemaran mikroba yang melewati batas maksimal.

SARAN

Perlu dilakukan pengecekan berkala oleh pemerintah atau pengawas bahan pangan
setempat untuk mengevaluasi daging-daging yang aman dan tidak aman dikonsumsi. Selain itu
dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang tata cara melaksanakan sanitasi dan hygiene
dengan baik untuk menghindari adanya kontaminasi bakteri yang berlebih sehingga
mempercepat pembusukan pada daging dan produk olahan daging, menyebabkan tidak aman
dikonsumsi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan dan seluruh staf
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dalam memberikan bimbingan, fasilitas, dan
dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas D. 2012. Kualitas Daging Sapi Segar di Pasar Tradisional Kecamatan


Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 7(1): 42-47.
Anggraini DR, Tejasari T, Praptiningsih Y. 2016. Karakteristik Fisik, Nilai Gizi dan Mutu
Sensori Sosis Lele Dumbo dengan Variasi Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi. Jurnal
Agroteknologi. 10(1) : 25-35.
Apriantini A, Afriadi D, Febriyani N, dan Arief II. 2021. Fisikokimia, Mikrobiologi dan
Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Tepung Biji Durian. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Perternakan. 9(2) : 79-88
Astuti RM. 2019. Kualitas Bakso Daging Ayam Hasil Pemanfaatan Putih Telur Limbah Praktek
Mata Kuliah Pastry dan Bakery sebagai Bahan Pengenyal Alami Ditinjau dari Aspek
Inderawi. Teknoboga: Jurnal Teknologi Busana dan Boga. 7(1) : 53-60.
Bouton, P.E., P.V. Harris, dan W.R. Shorthose. 1971. Effect of ultimate pH upon the waterholding
capacity and tenderness of mutton. Journal Food Science. 36:435-439.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wotton. 1987. Food Technology. International
Development Program of Australian Universities and College. Departement of Education
and Culture, Directorate General of Higher Education.
Ferguson DM, Shaw FD, Stark JL. 2007. Effect of reduced lairage duration on beef quality. Aus
J Exp Agric. 47: 770-773.
Fikri, Faisal, Iwan Sahrial Hamid, and Muhammad Thohawi Elziyad Purnama. 2017. Uji
organoleptis, pH, uji eber dan cemaran bakteri pada karkas yang diisolasi dari kios di
Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner 1.1 : 23-27.
Firahmi N, Dharmawati S, dan Aldrin M. 2015. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso yang Dibuat
dari Daging Sapi dengan Lama Pelayuan Berbeda. AI-Ulum: Jurnal Sains dan Teknologi.
1(1), 23-27.
Gaznur Z.M., Nuraini H., Priyanto R. 2017. Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higiene di
Rumah Potong Hewan Kategori II. Jurnal Veteriner. 18(1): 107-115.
Ismanto, A., and Basuki R. 2017. Pemanfaatan ekstrak buah nanas dan ekstrak buah pepaya
sebagai bahan pengempuk daging ayam parent stock afkir. Jurnal Peternakan
Sriwijaya 6.2.
Jacob J. M., Hau E.E.R., Rumlaklak Y.Y. 2018. Gambaran Angka Lempeng Total Bakteri
(ALTB) pada Daging Sapi yang Diambil di Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Kupang.
Partner. 23(1): 483-487.
Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan organoleptik daging sapi selama penyimpanan beku.
Buletin Peternakan Vol. 24 (1). 2000.
Kuntoro B., Maheswari R.R.A., Nuraini H. 2013. Mutu Fisik dan Mikrobiologi Daging Sapi Asal
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 10(1): 1-8.
Kurniawan, NP. Septinova, D. Adhianto, K. 2014. Kualitas Fisik Daging Sapi Dari Tempat
Pemotongan Hewan di Bandar Lampung. Department of Animal Husbandry, Faculty of
Agriculture Lampung University. Lampung.
Lawrie RA 2003. Ilmu Daging. Edisi 5. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press. Jakarta.
Lukman D. W., 2010. Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat Vateriner. Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Nurwanto, Septianingrum, Surhatayi. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Pareira PMCC, Vicente AFRB. 2013. Meat Nutritional Composition and Nutritive Role in The
Human Diet. Meat Sci., 93:586-592.
Prasetyo H, Padaga MC, Sawitri ME. 2013. Kajian kualitas fisiko kimia daging sapi di pasar
Kota Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 8(2): 1-8.
Rananda R.M., Djamal A, Julizar. 2016. Identifikasi Bakteri Escherichia coli O157:H7 dalam
Daging Sapi yang Berasal Dari Rumah Potong Hewan Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan
Andalas 5(3): 614-617.
Sitompul M, Siswosubroto E, Rumondor D, Tamasoleng M, dan Sakul S. 2015. Penilaian Kadar
Air, pH dan Koloni Bakteri Pada Produk Daging Babi Merah di Kota Manado. Zootec,
35(1), 117-130.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Daging Teknologi. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suardana IW. Swacita IBN. Agustina KK. Suada IK. Sukada IM. Rudyanto MD. 2020. Food
Hygiene. Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Susanti, Irma, Enny Hawani Loebis, and Shilvi Meilidayani. 2017. Modifikasi Flakes Sarapan
Pagi Berbasis Mocaf dan Tepung Jagung. Indonesian Journal of Industrial
Research 34.1: 44-52.
Susanto E. 2014. Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar. Jurnal Ternak. 5(1): 15-20.
Swacita IBN, Suada IK. 2017. Kualitas Daging Sapi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran
Ditinjau dari Uji pH dan Daya Ikat Air. Buletin Veteriner Udayana. (1): 16-21.
Wibisono FJ. 2011. Pengujian Kualitas Daging Sapi dan Daging Ayam di Pasar Dukuh Kupang
Barat Kota Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
TUGAS VIDEO KESMAVET

Nama-nama mahasiswa Koas Kelompok 21L:

No Nama NIM

1 Kevin Dominika 2209611014

2 Meiliani Herna Suprihatin 2209611032

3 Kresensia Cyntia Dosom 2209611055

4 I Gede Galyes Pranadinata 2209611061

Link Video
https://drive.google.com/file/d/19WbZVZ4b8ynTe2LMpERa3mf3-OTp8MYr/view?
usp=drivesdk

Anda mungkin juga menyukai