Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Hari : Jumat, 12 November 2021

Higiene dan Keamanan Dosen : Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1, APVet
Produk Hewan Drh Heryudianto Vibowo, Msi
Asisten: Leonita Firdaus, A.Md

PEMERIKSAAN DAGING
Pertemuan 11
Kelas P2

Kelompok 3
Disusun Oleh :
Kharina Listia Suranta J0315201012
Kanzumi Adha J0315201029
Muhammad Haqqi Affandi J0315201042
Rahayu Azzahra J0315201022
Suci Nurul Anisa J0315202101

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
IPB UNIVERSITY
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan daging sapi dan daging ayam yang semakin
meningkat menuntut adanya produksi lebih agar menjangkau banyak konsumen di
berbagai daerah. Hal ini menyebabkan produsen daging sapi dan daging ayam harus
memperhatikan kualitas daging yang siap dipasarkan sehingga daging menjadi
aman, sehat, utuh, dan halal saat dikonsumsi. Daging mengandung zat gizi yang
tinggi terutama proteinnya dengan komposisi asam amino yang seimbang dan
bermanfaat bagi tubuh manusia. Daging merupakan sumber gizi bagi manusia, dan
juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun
daya simpannya.
Daging yang merupakan suatu bahan pangan asal hewan akan mudah
terkontaminasi oleh mikroba berbahaya. Daging secara normal memiliki pH asam.
pH yang asam dalam daging akan mempermudah tumbuhnya mikroba yang dapat
merusak kualitas daging (Winarno, 2004). Penurunan kualitas daging secara fisik
dan kimiawi dapat diketahui dari beberapa metode pengujian kualitas daging yang
diantaranya adalah uji organoleptik (warna, bau, konsistensi), pH, pengujian susut
masak, dan awal pembusukan (eber dan postma) (Soeparno dkk, 199).

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami uji organoleptik


dan mikrobiologi pada daging ayam dan daging sapi segar.
BAB II
METODE

2.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu pipet steril, wadah, cawan petri,
timbangan, erlenmeyer, tabung reaksi, kertas lakmus, stomacher, pemanas,
sampel daging sapi, sampel daging ayam, larutan BPW 0,1%, Larutan PCA,
filtrate, malachite green, H2O2 3%, reagen eber, air, aquades, dan HgO.

2.2. Prosedur
2.2.1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan dengan indikasi
penilaian didasarkan pada proses pengindraan. Penginderaan diartikan sebagai
suatu proses fisio-psikologis, yang diartikan sebagai kesadaran atau
pengenalan alat indra yang atau tidak suka, mereka juga mengungkapkan
tingkat kesukaannya. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat
digunakan untuk mengetahui perbedaan. Tingkat kesukaan disebut juga skala
hedonik. Skor kesukaan diberikan dari mulai nilai 1 (sangat tidak suka), 2
(tidak suka), 3 (agak suka), 4 (suka) dan 5 (sangat suka) dengan parameter yang
diuji meliputi warna, aroma dan rasa.
2.2.2. Uji Mikrobiologi
Dalam cemaran mikrobiologi terdapat 4 cemaran menurut SNI
3932:2008 meliputi Total plate count, Salmonella sp, coliform dan Escherichia
coli.
Uji Total plate count (TPC) (SNI 2897, 2008). Siapkan daging yang
akan di uji tingkat cemaran total plate count, timbang daging seberat 100 gram,
kemudian masukan kedalam wadah steril dan tambahkan 225 ml larutan BPW
0,1 % steril. Selanjutnya homogenkan keduanya menggunakan stomacher
selama 1 menit sampai 2 menit, ini merupakan larutan pengencer 10^-1.
Pindahkan suspensi tersebut dengan pipet steril kedalam larutan 9 ml BPW
untuk mendapatkan larutan 10^-2. Kemudian buatlah larutan 10^-3, 10^-4 dan
10^-5 dengan cara yang sama.
Selanjutnya masukan 1 ml suspensi dari setiap pengencer kedalam
cawan petri secara duplo, tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang
sudah didinginkan hingga temperature 45°C ± 1°C pada masing-masing cawan
yang sudah terisi suspensi supaya larutan contoh dan media PCA tercampur
seluruhnya. Kemudian lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang
atau sampai membentuk angka delapan dan diam kan sampai menjadi padat,
selanjutnya inkubasikan pada temperatur 34 °C sampai dengan 36 °C selama 24
jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
Kandungan Total plate count (TPC) dalam daging dilihat dengan menghitung
jumlah koloni dengan memilih cawan yang berisi 25 sampai 250 koloni.
Uji Coliform (SNI 2897, 2008). Pada prinsip nya uji ini terdiri dari uji
presumtif (penduga) dan uji konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan
media cair didalam tabung reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung
positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam
tabung Durham.
Uji penduga Siapkan daging yang akan di uji tingkat cemaran coliform,
timbang daging seberat 100 gram, kemudian masukan kedalam wadah steril dan
tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril. Selanjutnya dihomogenkan
keduanya menggunakan stomacher selama 1 menit sampai 2 menit, ini
merupakan larutan pengencer 10^-1. Pindahkan suspensi tersebut dengan pipet
steril kedalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan larutan 10-2. Kemudian
buatlah larutan 10-3 dengan cara yang sama, pipet masing-masing 1 ml dari
setiap pengencer kedalam 3 seri tabung LSTB yang berisi tabung durham.
Kemudian inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai 48 jam,
perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham dan hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Uji peneguhan, pengujian selalu disertai dengan kontrol positif,
kemudian pindahkan biakan positif dengan menggunakan jarum inokulasi dari
setiap tabung LSTB kedalam tabung BGLBB yang berisi tabung durham,
selanjutnya inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai 48 jam.
perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham dan hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Uji Salmonella sp. Setiap pengujian selalu disertai dengan
menggunakan kontrol positif. Pra- pengayaan, timbang daging seberat 100
gram, kemudian masukan kedalam wadah steril dan tambahkan 225 ml larutan
LB ke dalam kantong steril. Selanjutnya homogenkan keduanya menggunakan
stomacher selama 1 menit sampai 2 menit, ini merupakan larutan pengencer
10^-1. Pindahkan suspensi kedalam Erlenmeyer atau wadah steril, kemudian
inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam.
Pengayaan dengan mengaduk berlahan pra-pengayakan kemudian ambil
dan pindahkan masing-masing 1 ml ke dalam media 10 ml TTB, sedangkan
untuk media RV pindahkan 0,1 ml ke dalam 10 ml RV. Contoh dengan cemaran
Salmonella Sp Tinggi (high microbial load) dengan menginkubasikan media
RV pada temperatur 42 °C ± 0,2 °C selama 24 jam, sedangkan untuk media
TTB di inkubasi pada temperatur 43 °C ± 0,2 selama 24 jam. Contoh dengan
cemaran Salmonella Sp Rendah (low microbial load) dengan menginkubasikan
media RV pada temperatur 42 °C ± 0,2 °C selama 24 jam, sedangkan untuk
media TTB di inkubasi pada temperatur 35 °C ± 0,2 selama 24 jam.
Uji Escherichia Coli (SNI 2897, 2008). Pada prinsip nya pengujian ini
dilakukan dengan uji pendugaan dan uji peneguhan. Uji pendugaan, timbang
daging seberat 100 gram, kemudian masukan kedalam wadah steril dan
tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril. Selanjutnya homogenkan
keduanya menggunakan stomacher selama 1 menit sampai 2 menit, ini
merupakan larutan pengencer 10^-1. Pengujian ini menggunakan seri 3 tabung,
uji isolasi-identifikasi dan uji biokimia. Pindahkan suspensi tersebut dengan
pipet steril kedalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan larutan 10-2.
Kemudian buatlah larutan 10-3 dengan cara yang sama, pipet masing-masing 1
ml dari setiap pengencer kedalam 3 seri tabung LSTB yang berisi tabung
durham. Kemudian inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai
48 jam, perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham dan hasil
uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Uji peneguhan, pengujian disertai dengan kontrol positif, dipindahkan
biakan positif dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung LSTB
kedalam tabung ECB yang berisi tabung durham. Inkubasikan ECB pada
temperatur 45,5 °C selama 24 jam ± 2 jam, jika hasilnya negatif maka
inkubasikan kembali selama 48 jam ± 2 jam. Perhatikan adanya gas yang
terbentuk di dalam tabung durham dan hasil uji dinyatakan positif apabila
terbentuk gas.
Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah. Sampel daging diekstrak
dengan menggunakan stomacher, kemudian masukkan kedalam 14 ml aquades
dalam Erlenmeyer, diamkan selama 15 menit. Ekstrak daging disaring,
kemudian diambil 0,7 ml filtrate dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Kedalam tabung reaksi diteteskan 1 tetes malachite green dan 1 tetes H202 3%,
diamkan selama 20 menit dalam suhu kamar dan amati hasilnya. Reaksi positif
warna hijau yang terbentuk menunjukkan pengeluaran darah tidak sempurna,
dan reaksi negatif apabila terbentuk warna biru bening yang berarti pengeluaran
darah sempurna pada saat penyembelihan.
2.2.3. Uji Kebusukan
Uji Eber. Prinsip pengujian ini adalah gas NH3 yang dihasilkan pada
awal proses pembusukan daging akan bereaksi dengan reagen eber membentuk
senyawa NH4CL yang terlihat seperti awan putih. Potong sampel daging
sebesar kacang tanah. Tusukkan daging tersebut pada lidi dari sumbat tabung.
Tuangkan reagen eber kedalam tabung reaksi (kira kira tidak akan membasahi
daging di lidi jika dimasukkan kedalam tabung reaksi). Amati segera reaksi
yang terjadi disekitar daging (Prawesthirini dkk, 2009).
Uji Postma. Sebelum NH3 keluar dari daging sebagai gas bebas di
dalam daging berikatan dengan bermacam macam zat antara lain asam laktat.
Dalam reaksi ini MgO dipakai sebagai pembebas NH3 dari ikatannya. Sesudah
itu baru NH3 dapat dibuktikan. Buat air daging dari sampel daging sapi maupun
daging ayam. Dengan cara tambahkan 1 gram sampel pada 10 ml air dan
diamkan selama 10 menit di suhu kamar. Lalu campurkan 100 mg HgO dan
panaskan diatas pemanas 50°C diletakkan di cawan petri yang permukaan
dalam dan luar tutup telah direkatkan kertas lakmus (Prawesthirini dkk, 2009).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Penangan Sampel Daging Uji Organoleptik


3.1.1 Tekstur dan keempukan
Tekstur daging merupakan penentu kualitas daging sapi segar.
Komponen utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat dan
lemak yang berhubungan dengan otot (Aberle et al., 2001). Faktor yang
mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor antemortem
seperti genetik termasuk bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen,
jenis kelamin dan stres. Faktor post mortem yang diantaranya meliputi
metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk faktor
lama dan temperatur penyimpanan dan metode pengolahan, termasuk
metode pemasakan dan penambahan bahan empuk (Soeparno, 2005).
Tekstur (keempukan) daging akan menurun seiring dengan
meningkatnya umur hewan, jaringan ikat pada otot hewan muda banyak
mengandung retikuli dan memiliki ikatan silang yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan hewan tua (Epley, 2008). Bila ternak semakin tua,
akan terjadi perubahan struktur jaringan ikat, sehingga cenderung menjadi
keras dan daya tahan terhadap sobekan akan meningkat. Tingkat
kedewasaan ternak erat hubungannya dengan keempukan (Ransaleleh,
1998).
3.1.2 Warna Daging
Warna daging adalah kesan total yang terlihat oleh mata dan
dipengaruhi oleh kondisi–kondisi ketika memandang (Muchtadi dan
Sugiono, 1992). Warna daging berpengaruh terhadap penerimaan daging
oleh konsumen karena identik dengan kualitas dan citarasa. Warna daging
yang diukur terdiri dari tiga parameter, yaitu: kecerahan , kemerahan dan
kekuningan. Faktor – faktor yang mempengaruhi warna daging seperti
pakan, spesies, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot),
pH, oksigen dan konsentrasi pigmen daging mioglobin. (Sumarlin. 2010).
Warna daging sapi adalah warna merah cerah, karena dianggap
daging tersebut adalah daging yang berkualitas jika dibandingkan dengan
daging yang berwarna merah tua. Daging sapi yang baik harus berwarna
merah segar, mengkilat, tidak pucat, seratnya halus, tidak berbau asam,
tidak busuk, apabila dipanggang terasa lekat pada tangan dan masih terasa
kebasahannya serta lemaknya berwarna kuning (Lawrie, 2003).
Warna daging yang sangat gelap akan mempunyai pH tinggi dan
daging yang cerah akan mempunyai pH yang rendah (Fletcher, 1995).
Kecerahan daging dapat juga dipengaruhi oleh adanya lemak marbling,
semakin tinggi lemak marbling akan semakin rendah kecerahan warnanya
(Sunaryo, 1985). Warna daging kekuningan disebabkan rendahnya
kandungan pigmen mioglobin dan hemoglobin dalam daging. Selain itu,
kandungan lemak marbling pada daging juga mempengaruhi kekuningan
daging yang disimpan, karena adanya kandungan betakaroten. Nilai
kekuningan warna daging cenderung meningkat dengan bertambahnya
waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan semakin rendahnya kandungan
pigmen mioglobin sehingga berpengaruh terhadap menurunnya nilai
kemerahan warna daging.
3.1.3 Rasa
Rasa dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Daging
berkualitas akan mempunyai rasa yang khas. Rasa daging bisa juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, suhu, cara penyimpanan,
peralatan yang digunakan, dan kemasan yang digunakan.
3.1.4 Aroma
Bau daging disebabkan oleh fraksi yang mudah menguap dimana
pada jaringan otot yang masih hidup mengandung adenosin-5-trifosfat
yang dikonfersi setelah penyembelihan menjadi inosin 5-monofosfat. .
Ciri-ciri bau daging yang baik secara spesifik yaitu tidak ada bau
menyengat, tidak berbau amis, dan tidak berbau busuk. Bau daging bisa
juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, suhu, cara penyimpanan,
peralatan yang digunakan, dan kemasan yang digunakan
3.2. Uji Organoleptik Daging
Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana. Penilaian
organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan
makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil
penelitian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum disebut organoleptik
atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan sensorik pada
organ indera.
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pengecapan, dan peraba. Daging dapat dikatakan segar apabila
memenuhi kriteria pemeriksaan uji organoleptik baik penampilan, warna, tekstur
dan konsistensinya yang masih memenuhi kriteria daging segar. Kriteria yang
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging yang layak konsumsi
yaitu Keempukan, Warna, Rasa, dan aroma daging.
Daging sapi akan memiliki warna merah pucat, merah keungu- keungu
unguan atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna chery bila daging tersebut
kena oksigen, Serabut daging halus tapi tidak mudah hancur dan sedikit berlemak.
Memiliki konsistensi liat, jika saat dicubit dicubit seratnya terlepas maka daging
sudah tidak baik, Lemak berwarna kekuning-kuningan, memiliki bau dan rasa
aromatis.
Daging ayam akan memiliki warna daging umumnya putih pucat
kekuningan. Memiliki serat daging halus, konsistensi yang kurang padat, dan
diantara serat daging tidak terdapat lemak. Selain itu memiliki warna lemak ke
kuning-kuningan dengan konsistensi lunak dan memiliki bau agak amis sampai
tidak berbau.
Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua
usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan
semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi
akan memiliki konsistensi kenyal. Warna daging bervariasi bervariasi tergantung
tergantung dari jenis hewan secara genetik genetik dan usia. Rasa dan aroma
dipengaruhi dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Daging berkualitas
berkualitas baik akan mempunyai rasa dan aroma yang khas.

3.3. Penanganan Sampel Daging Untuk Uji Mikrobiologi


Pemeriksaan mikrobiologi daging dan produk unggas bertujuan untuk
memperoleh informasi. Pengumpulan informasi ini dapat mengikuti format analisis
kualitatif atau kuantitatif. Format yang diikuti disebut rencana pengambilan sampel.
Banyak mikroorganisme hadir dalam jumlah yang sangat rendah dan membutuhkan
satu atau lebih langkah pengayaan. Jika cedera sel diantisipasi, pengayaan
nonselektif sering digunakan untuk menyadarkan sel, diikuti oleh pengayaan yang
lebih selektif.
Daging berasal dari RPH/RPU dengan pengawasan dokter hewan (lulus
pemeriksaan,yang ditandai dengan cap) RPH/RPU memiliki Nomor Kontrol
Veteriner (NKV) Suhu penyimpanan daging segar +2˚C sampai +4˚C jeroan +2˚C
sampai +3˚C. Suhu harus secara berkala dan rutin dipantau. Peralatan yang
digunakan untuk daging terjaga sanitasinya dan memenuhi persyaratan: bahan kuat,
terbuat dari bahan yang tidak toksik dan tidak mencemari daging, tidak mudah
berkarat, serta mudah dibersihkan dan disanitasi Pisau stainless steel meja atau alas
potong tidak terbuat dari kayu. Air yang digunakan untuk bahan baku, untuk
mencuci/membilas permukaan yang kontak dengan daging/makanan, dan untuk
pembuatan es harus memenuhi persyaratan air bersih/minum Kemasan yang
digunakan harus bersih, higienis, tidak terbuat dari bahan yang dapat mencemari
daging Pisahkan daging segar dengan jeroan Pisahkan daging segar (mentah)
dengan bahan makanan. Jangan menyimpan daging segar di bagian atas dari bahan
makanan lain di dalam refrigerator Lokasi, bangunan (disain, tata letak, syarat
bahan bangunan) memenuhi persyaratan (peraturan perundangan, higiene dan
sanitasi) serta senantiasa terjaga kondisi fisik, higiene dan sanitasinya.
Penanganan daging untuk sampel mungkin perlu disaring dengan berbagai cara,
tergantung pada jenis produk, untuk menghindari penyumbatan. Untuk sampel
daging babi giling, unggas, dan produk daging sapi, keluarkan pengayaan utama
dalam jumlah yang cukup, misalnya Buffered Peptone Water (BPW) (SNI
1992)untuk unggas, setelah dimasukkan ke dalam kantong perut steril dari kantong
filter ke wadah yang sesuai. Pencacahan dapat dimulai segera atau didinginkan
untuk memfasilitasi alur kerja. selama produksi, penyimpanan dan
transportasi/distribusi, daging harus disimpan pada suhu dingin (< +5˚C, +2˚C -
+4˚C) untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
daging.

3.4. Uji Mikrobiologi


Kualitas mikrobiologi daging segar dapat dilihat dari kandungan beberapa
jenis mikroba patogen dan dapat menyebabkan umur simpan menjadi lebih
singkat.Pertumbuhan serta aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor suhu
penyimpanan, waktu, tersedianya oksigen dan kadar air daging. Pengujian
pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk mendeteksi adanya mikroorganisme
yang terdapat pada suatu produk pangan.
Standar metode pengujian cemaran mikroba ini meliputi Total Plate Count
(TPC), Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella spp.,
Campylobacter spp. dan Listeria monocytogenes dalam daging, telur dan susu, serta
hasil olahannya. Menurut BSN (2009) Batas maksimum cemaran mikroba
Escherichia coli dalam daging ayam segar dan daging segar yaitu 1 x 10 koloni/g,
ALT (30°C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g, koliform dan Staphylococcus aureus 1 x 102
koloni/g, Salmonella sp. dan Campylobacter sp negatif/25g.
Selain itu personal hygiene merupakan suatu tahapan dasar yang harus
dilaksanakan untuk menjamin produksi pangan yang aman. Personal hygiene
mengacu pada kebersihan tubuh perseorangan dan merupakan hal yang berperan
penting dalam proses sanitasi pangan. Menurut Komariah et al. (1996) semua hal
yang kontak langsung dengan daging seperti meja, peralatan, penjual dan
lingkungan dapat menjadi sumber kontaminasi. Tingginya tingkat kontaminasi
tempat, peralatan dan higienis personal dapat menjadi sumber kontaminasi silang
yang mempengaruhi kualitas produk akhir.

3.5 Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah


Uji Malachite Green bertujuan untuk mengetahui pengeluaran darah secara
sempurna atau tidak. pada hewan saat disembelih. dan pengeluaran darah yang tidak
sempurna akan diketahui, karena H202 3% yang mereduksi Malachite Green
dengan pengeluaran darahnya akan dijumpai banyak Hb dalam daging. Dengan
O2 dari H202 dalam reaksi, maka yang terjadi Hb tidak akan mengoksidasi warna
larutan. Sebaliknya jika tidak ada Hb, maka O2 akan mengoksidasi Malachite Green
menjadi warna biru. Pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging
cepat membusuk (Lawrie,1995).
Malachite Green(MG) berkompetisi dengan hemoglobin untuk
meningkatkan oksigen, karena Hb mempunyai afinitas lebih tinggi dari MG maka
Hb akan mengikat oksigen lebih dulu. Kesempurnaan pengeluaran darah
dipengaruhi oleh penanganan sebelum dan sesudah hewan disembelih. Penanganan
sebelum disembelih seperti proses pemingsanan yang tidak tepat, penyembelihan
tanpa pemingsanan yang menyebabkan hewan stress, memar dan mengalami
pendarahan di bawah kulit dan daging serta perlakuan yang kasar. Sedangkan
penanganan setelah pemotongan seperti hewan tidak digantung setelah pemotongan
(Ferasyi et al., 2006).
Ketidaksempurnaan pengeluran darah menyebabkan hemoglobin berada di
dalam daging dan mempercepat terjadinya proses pembusukan atau penurunan
kualitas daging. Maka untuk mengetahui adanya hemoglobin dapat diberi Malachite
Green dan H2O pada sampel daging. Jika terdapat Hb di dalam daging maka Hb
akan berikatan dengan O2 dari H2O sehingga Malachite Green tidak dioksidasi
sehingga tetap berwarna hijau (Lawrie,1995).

3.6 Uji Kebusukan


Prinsip pengujian ini adalah gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses
pembusukan daging akan bereaksi dengan reagen eber membentuk senyawa
NH4CL yang terlihat seperti awan putih.
Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan dengan uji eber. Jika terjadi
pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan pengeluaran asap di dinding tabung,
dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan
terbentuk NH4Cl (gas). Pada sampel daging sapi maupun daging ayam yang
diperiksa pada penelitian ini bervariasi, dengan hasil negatif dan hasil positif. Faktor
yang menimbulkan hasil tersebut pada penelitian ini adalah sampel daging yang uji
mulai terdapat awal dari proses pembusukan karena kondisi lingkungan pasar, yang
menyebabkan cemaran terdapat pada daging. Menurut Aberle et al., 2001 bahwa
waktu dehidrasi daging atau pengeluaran darah daging yang belum berlangsung
sempurna juga semakin meningkatkan laju awal pembusukan

3.7 Hasil Setiap Uji

a. Sampel Daging Ayam b. Sampel Daging Sapi

3.7.1. Uji Organoleptik


Hasil uji organoleptik pada daging ayam segar yaitu warna daging
putih pucat,kulit berwarna putih,tekstur kenyal,bau khas, serat daging
halus,konsitensi kurang padat dan diantara serat daging tidak terdapat
lemak.
Hasil uji organoleptik pada daging sapi yaitu warna daging merah
segar, merah atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna chery bila
daging tersebut kena oksigen,tekstur empuk, serabut daging halus tapi tidak
mudah hancur dan sedikit berlemak,memiliki lemak, bau dan rasa aromatis.

3.7.2. Uji Mikrobiologi


Cemaran mikroba Total Plate Count, Escherichia Coli dan Coliform
pada daging yang diperoleh diatas ambang batas maksimum menurut SNI
3932:2008. Tidak ditemukan (negatif) untuk cemaran Salmonella. SNI
3932:2008. Batas maksimum cemaran mikrobiologi pada daging sapi
terhadap kontaminasi Total Plate Count, Escherichia Coli, Coliform dan
Salmonella secara berturut-turut adalah 1x106 CPU/g, 1x101CPU/g,
1x102CPU/g dan negatif. Kontaminasi bakteri pada penyembelihan hewan
dapat terjadi. Hal tersebut kemungkinan terjadi dimulai dari proses
pemotongan sampai dengan dihasilkannya daging. Perlakuan ternak
sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang
terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain
hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan
meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak
yang masa istirahatnya cukup lama.

3.7.3. Uji Kesempurnaan Pengeluaran Dara


Uji Malachite Green bertujuan untuk mengetahui pengeluaran darah
secara sempurna atau tidak. Pada hewan saat disembelih dan pengeluaran
darah yang tidak sempurna akan diketahui, karena H202 3% yang mereduksi
Malachite Green dengan pengeluaran darahnya akan dijumpai banyak Hb
dalam daging. Dengan O2 dari H202 dalam reaksi, maka yang terjadi Hb
tidak akan mengoksidasi warna larutan. Sebaliknya jika tidak ada Hb, maka
O2 akan mengoksidasi Malachite Green menjadi warna biru. Pengeluaran
darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging cepat membusuk
(Lawrie,1995).

3.7.4. Uji Kebusukan


Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan dengan uji eber. Jika
terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan pengeluaran asap di
dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat
(HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas). Pada sampel daging sapi
maupun daging ayam yang diperiksa pada penelitian ini bervariasi, dengan
hasil negatif dan hasil positif. Faktor yang menimbulkan hasil tersebut pada
penelitian ini adalah sampel daging yang uji mulai terdapat awal dari proses
pembusukan karena kondisi lingkungan pasar, yang menyebabkan cemaran
terdapat pada daging. Menurut Abarele et al., 2001 bahwa waktu dehidrasi
daging atau pengeluaran darah daging yang belum berlangsung sempurna
juga semakin meningkatkan laju awal pembusukan.
Hasil pemeriksaan dari keseluruhan sampel pada penelitian ini
menunjukkan bahwa uji postma bervariasi, hal ini berarti sampel daging
ayam maupun daging sapi yang berasal dari pasar telah terjadi awal proses
pembusukan. Perubahan yang terjadi pada kertas lakmus tersebut terjadi
karena gas NH3 semakin terakumulasi dalam cawan petri dan mereaksikan
perubahan warna pada kertas lakmus (Lawrie, 2003).
BAB IV
SIMPULAN

Daging dapat dikatakan segar apabila memenuhi kriteria pemeriksaan uji


organoleptik baik penampilan, warna, tekstur dan konsistensinya yang masih
memenuhi kriteria daging segar. Daging sapi akan memiliki warna merah pucat,
merah keungu- keungu unguan atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna
chery bila daging tersebut kena oksigen. Air yang digunakan untuk bahan baku,
untuk mencuci/membilas permukaan yang kontak dengan daging/makanan, dan
untuk pembuatan es harus memenuhi persyaratan air bersih/minum Kemasan yang
digunakan harus bersih, higienis, tidak terbuat dari bahan yang dapat mencemari
daging Pisahkan daging segar dengan jeroan Pisahkan daging segar dengan bahan
makanan. Ketidaksempurnaan pengeluran darah menyebabkan hemoglobin berada
di dalam daging dan mempercepat terjadinya proses pembusukan atau penurunan
kualitas daging. Maka untuk mengetahui adanya hemoglobin dapat diberi Malachite
Green dan H2O pada sampel daging. Jika terdapat Hb di dalam daging maka Hb
akan berikatan dengan O2 dari H2O sehingga Malachite Green tidak dioksidasi
sehingga tetap berwarna hijau . Faktor yang menimbulkan hasil tersebut pada
penelitian ini adalah sampel daging yang uji mulai terdapat awal dari proses
pembusukan karena kondisi lingkungan pasar, yang menyebabkan cemaran terdapat
pada daging. Menurut Aberle et al., 2001 bahwa waktu dehidrasi daging atau
pengeluaran darah daging yang belum berlangsung sempurna juga semakin
meningkatkan laju awal pembusukan
DAFTAR PUSTAKA

Abarele, E.D. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge dan R.A Merkel. 2001.
Principles of Meat Sscience. W.H. Freeman and Co. San Fransisco
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dalam Pangan. SNI 7388:2009. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba
dalam Daging, Telur dan Susu serta Hasil Olahannya. SNI 2897:2008.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Mutu karkas dan daging ayam. SNI
3924:2009. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Block, S. S. (ed.). 1984. Disinfection, Sterilization and Preservation, 3rd Edition.


Lea & Febiger, Philadelphia, PA.

Charles P. Lattuada dan BP Dey. 1998. Persiapan Sampel Daging, Unggas dan
PasteurisasiProduk Terlur. Amerika Serikat

Departemen Pertanian Amerika Serikat. 2015. Analisis Kuantitatif Bakteri pada


Makanan Sebagai Indikator Sanitasi. Amerika Serikat

Hajrawati, H., Fadliah, M., Wahyuni, W., & Arief, I. I. (2016). Kualitas Fisik,
Mikrobiologis, dan Organoleptik Daging Ayam Broiler pada Pasar
Tradisional di Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 4(3), 386-389.

Komariah, H. Nuraini, R.R.A. Maheswari. 1996. Uji mikrobiologis terhadap


daging dan susu segar yang beredar dipasaran. Media Peternakan (20).
Bogor.

Lukman, D.W. et al. 2009. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

Prawesthirini, S. H.P. Siswanto. A.T.S. Estoepangestie. M.H. Effendi. N. Harijani.


G.C. de vries. Budiarto. E.K. Sabdoningrum. 2009. Analisa
Kualits Susu, Daging dan Telur cetakan kelima. Universitas Airlangga.
Surabaya.

Sanjaya Winny. 2018. Higiene Daging. Progam Diploma-kurnas Institut Pertanian


Bogor. Bogor

Soekarto, Soekarto, S. 2002. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan


Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Soeparno. Indratiningsih, S. dan Rahastuti. 1998. Dasar Teknologi Hasil Ternak.
Jurusan Teknologi hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Uniersitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Winarno, F.G 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Greamedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai