KOASISTENSI BAKTERIOLOGI
“CAMPYLOBACTERIOSIS”
OLEH :
PENDAHULUAN
Bahan pangan asal temak susu, daging, dan telur merupakan sumber protein yang
kebutuban setiap tahunnya meningkat. Saat ini tuntutan masyarakat terhadap kualitas bahan
pangan yang dikonsumsi juga semakin meningkat. Bahan pangan asal ternak yang banyak
mengandung protein merupakan bahan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi oleh
cemaran mikroba baik yang bersifat patogen maupun nonpatogen. Kontaminasi oleh mikroba
pada bahan pangan menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan. Usaha meningkatkan
kualitas dan keamanan pangan terutama produk peternakan seperti susu, daging, dan telur periu
dilakukan untuk mengurangi kejadian faadbarne disease. Salah satu usaha meningkatkan kualitas
dan keamanan pangan adalah dengan melakukan uji keberadaan mikroba patogen seperti
Campylabaeter spp. pada bahan pangan asal temak (Andriani et al., 2013).
Campylobacter spp. merupakan salah satu bakteri patogen penyebab emerging foodborne
zoonoses, selain bakteri Salmonella spp. dan Escherichia coli O157 (Trevejo et al., 2005).
Bakteria ini menyebabkan penyakit yang disebut dengan campylobacteriosis (Angeliya dan
Kurdiwa, 2013). Saat ini genus Campylobacter terdiri dari 17 spesies, adapun spesies lain yang
mampu menyebabkan penyakit pada manusia antara lain C. fetus, C. jejuni, C. coli, C. sputorum,
C. concisus, C. curvus dan C. rectus (Debruyne et al., 2008), di mana C. jejuni dan C. coli
merupakan spesies yang penting dan paling banyak dilaporkan menginfeksi manusia dan hewan
(Andriani et al., 2013; Blaser dan Engberg, 2008; Lastovica dan Allos, 2008). Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan Jan et al. (2001) dan Lan et al. (2003), dari semua jenis Campylobacter, C.
jejuni diduga 80-90% sebagai penyebab utama infeksi Campylobacteriosis. Kejadian infeksi
Campylabacter sp. pada hewan sangat bervariasi, meskipun infeksi yang terjadi pada petemakan
ayam memegang peranan penting dalam penyebaran atau kontaminasi C. Jejuni. Hasil studi
kasus pada manusia melaporkan bahwa sumber utama infeksi disebabkan karena mengonsumsi
daging ayam, daging sapi, dan susu yang terkontaminasi (Andriani et al., 2013). Berdasarkan
2. Media apa saja yang digunakan dalam teknik diagnosa Campylobacteri sp.?
3. Apa saja uji biokimia yang digunakan dalam teknik diagnosa Campylobacteri
sp.?
1.3 Tujuan
sp.
Campylobacteri sp.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
Hampir semua jenis Campylobacter sp. tergolong katalase positif yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia maupun hewan ternak (Tjampakasari dan Kusmaryeni, 2021). Taksonomi
genus Campylobacter saat ini yaitu dari Family: Campylobacteriaceae, yang mencakup tiga
genus berbeda: Campylobacter, Arcobacter dan Helicobacter (Fitzgerald dan Nachamkin, dalam
Facciolà et al., 2017). Genus Campylobacter mencakup 22 spesies, adapun semua jenis
(Jan et al., 2001; Lan et al., 2003; Fitzgerald dan Nachamkin, dalam Facciolà et al., 2017).
Genus ini mempunyai spesies yang menyebabkan infeksi genital dan usus penting pada hewan,
serta spesies saprofit (Carter dan Cole, 1990). Semua spesies ini biasanya mengkolonisasi
peralatan yang berbeda dari hewan domestik atau liar dan dapat ditemukan di banyak makanan
yang berasal dari hewan (Man, 2011). Genus Campylobacter terdiri dari mikroorganisme gram
negatif, tidak membentuk spora dan dengan ukuran yang bervariasi, dengan panjang antara 0,5
dan 5 µm dan lebar antara 0,2 hingga 0,9 µm (Vandamme et al., 2005). Sebagian motil dan
dicirikan oleh gerakan spiral yang disebabkan oleh flagel kutub yang ada di salah satu atau kedua
ujung sel. Satu-satunya pengecualian adalah Campylobacter gracilis, yang tidak bergerak, dan
Campylobacter showae yang memiliki banyak flagela (Debruyne et al. 2008, dalam Facciolà et
al., 2017).
DNA sekitar 1,6-1,7 Mbps dan kaya akan adenin dan timin; Rasio GC sekitar 30% Owen
dan Leaper, 1981). Dari sudut pandang metabolisme, bakteri ini merupakan mikro-aerofilik yang
oleh karena itu bertahan dan tumbuh paling baik di lingkungan yang ditandai dengan tekanan
oksigen yang rendah (5% O2, 10% CO2, dan 85% N2) (Fitzgerald dan Nachamkin, dalam
Facciolà et al., 2017; Garénaux et al., 2008). Semua spesies, kecuali C. gracilis, mensintesis
enzim oksidase. Spesies Campylobacter mampu tumbuh pada pH antara 6,5 dan 7,5 dan pada
suhu antara 37° dan 42°C. Untuk alasan ini, oleh beberapa penulis, didefinisikan sebagai
termofilik namun menurut Levin (2007), mengusulkan bahwa mikroorganisme ini lebih tepat
disebut sebagai termotoleran dimana bakteri ini tidak menunjukkan termofilik nyata, karena
tidak dapat tumbuh pada suhu yang sama dengan atau di atas 55°C. Mereka juga tidak dapat
tumbuh pada suhu di bawah 30°C, karena tidak adanya gen yang mengkode heat-shock-protein
yang berperan dalam adaptasi terhadap suhu rendah (Facciolà et al., 2017).
Campylobacter Fetus
bahwa C. fetus dibagi menjadi 2 subspesies, C. fetus subsp. venerealis dan C. fetus subsp. fetus.
Organisme sebelumnya ditemukan di kulit khatan sapi jantan pembawa dan saluran genital sapi
yang terinfeksi dan merupakan penyebab penting infertilitas menular dan aborsi sporadis.
Untuk memungkinkan isolasi agen penyebab, semen, cairan preputial, isi perut fetus, atau
cairan mukus serviks harus mencapai laboratorium di bawah pendingin dalam waktu 5 jam
setelah pengumpulan.
Campylobacter jejuni
Campylobacter jejuni menyerang berbagai jenis hewan diantaranya kucing, anjing, sapi,
kambing, ferret, mink, unggas, hewan laboratorium dan manusia. Pada karkas ayam,
Campylobacter dapat bertahan hidup namun tidak mampu bereplikasi. C. jejuni dapat bertahan
hidup 2-4 minggu dalam kondisi lembab dan kondisi sedikit oksigen dengan suhu 4°C. Bakteri
ini juga bisa bertahan 2-5 bulan pada suhu -20°C tetapi hanya beberapa hari pada suhu kamar.
dan penyimpanan berkepanjangan akan merusak sel dan menghambat pemulihan untuk tingkat
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 1996, CDC melaporkan sebanyak 46% kasus campylobacteriosis (Altekruse
et al., 1999). Kejadian campylobacteriosis di Denmark pada 2003 mencapai 66 per 100.000. Di
Belgia, infeksi microorganisme patogen Campylobacter sp. merupakan penyebab utama penyakit
yang ditularkan melalui makanan jumlah kasus sekitar 65 per 100.000 manusia (Andriani et al.,
2012). Menurut Vandeplas et al. (2008), penyakit diare yang disebabkan oleh infeksi
Campylobacter spp. dapat menimbulkan dampak yang penting dalam bidang sosial ekonomi.
Penularan Campylobacter spp. secara vertikal pada ayam di peternakan ayam petelur,
sangat jarang terjadi atau bahkan tidak mungkin terjadi. Hasil penelitian Sahin (2003)
menunjukkan bahwa pada peternakan ayam petelur dan hatchery tidak ditemukan keberadaan
Campylobacter spp., karena C. jejuni tidak dapat melewati eggshell. Infeksi pada ayam petelur
menunjukkan keberadaan bakteri C. jejuni pada feses tapi negatif pada telur yang dihasilkan
(Shane et al.,1986; Sahin et al., 2003). Sumber utama infeksi pada manusia disebabkan karena
mengkonsumsi daging ayam, daging sapi dan susu yang telah terkontaminasi (Yogasundram et
al., 1989). Daging ayam dan daging sapi dapat berperan sebagai reservoir C. jejuni sedangkan C.
Campylobacter jejuni pada ayam terdapat di dalam sel epitelia dan sel monokulear dari
lamina propria yang dapat menyebabkan jejenum dan ileum rusak parah. Pada umumnya
Campylobacter pada unggas (ayam, kalkun) menyebabkan gejala subklinis, ditandai dengan
turunnya produksi telur secara drastis, kurus, kering, layu (shriveled), pial bersisik (scaly combs),
tidak berdaya dan menyendiri (Neil et al., 1984; Lam et al., 1992). Pada pemeriksaan
histopatologis ditemukan perdarahan dan daerah-daerah nekrotik dalam jaringan hati, ascites dan
hydropericardium, ginjal pucat dan membesar (Welkos, 1984). Campylobacter jejuni tidak
menyebabkan penyakit klinis pada hewan dewasa kecuali untuk kasus-kasus sporadis abortus di
ruminansia dan kasus yang sangat jarang terjadi hepatitis di burung unta (OIE, 2008). Andriani et
al. (2013), juga mengatakan infeksi Campylabaeter sp. juga dapat menyebabkan enteritis dan
2.4 Patogenesis
beberapa faktor virulensi C. jejuni berperan penting dalam proses infeksi, diantaranya
kemampuan motilitas, kemotaksis dan produksi toksin. Kemampuan motilitas memiliki peran
yang sangat penting dalam virulensi karena diperlukan untuk menembus lapisan dinding usus.
Ketika kemampuan motilitas bakteri hilang, maka infeksi yang terjadi juga hilang (James &
Chad, 2020). C. jejuni mampu memproduksi beberapa toksin, utamanya enterotoksin dan
sitotoksin akan tetapi peran toksin tersebut dalam menimbulkan penyakit belum dapat dipahami
(Masniari et al., 2005). Sedangkan menurut Doyle et al. (2007), Toksin yang dihasilkan oleh C.
jejuni adalah Cytolethal Distending Toksin (CDT). CDT termasuk ke dalam tipe eksotoksin,
yaitu toksin yang diproduksi di dalam sel bakteri sebagai bagian dari proses pertumbuhan dan
metabolisme serta disekresikan oleh bakteri tersebut ke dalam media tempat bakteri tersebut
tumbuh (Zhang, 2008). CDT yang dihasilkan oleh C. jejuni menyebabkan tidak aktifnya CDC2
atau Cdk1 sehingga tidak dapat berikatan dengan CycA dan tidak dapat membentuk kompleks
Cdk1- CycA akibatnya siklus sel terhenti di fase G2. Oleh karena itu terjadi kematian sel dan
kerusakan sel pada bagian sel epitel di mukosa usus. Kerusakan mukosa usus ini menyebabkan
2.5 Diagnosa
C. Fetus
Semen, cairan preputial, isi perut fetus, atau cairan mukus serviks harus mencapai
disimpan dalam coolbox. Hari berikutnya (dalam waktu 36 jam setelah pengumpulan) kira-kira 1
Sampel Karkas
Sampel karkas ayam dimasukkan kedalam plastik steril yang telah disiapkan untuk
ayam ditimbang, dimasukkan kedalam plastik steril dan ditambahkan 10 ml nutrient broth dan
Media yang digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni yaitu Campylobacter
Agar Base, Nutrien Broth, darah domba lisis 5%, 1 vial Preston Campylobacter Growth
Supplement dan 1 vial Preston Campylobacter Selective Supplement yang sebelumnya dilarutkan
Media dibuat dengan cara melarutkan 18,5 gr Campylobacter Agar Base kedalam 475 ml
aquadest (Preston campylobacter selective agar) dan 12,5 gr Nutrient Broth No. 2 kedalam 475
ml aqudest (Preston campylobacter selective broth). Untuk membantu proses pelarutan media,
dilakukan pemanasan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Setelah media larut dalam
aquadest, kemudian dilakukan proses sterilisasi media menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC
selama 15 menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril untuk media agar dan botol
kecil steril yang tertutup untuk media broth. Proses plating dapat dilakukan setelah suhu media
turun mencapai suhu ± 50ºC dengan sebelumnya ditambahkan dengan 5% darah domba lisis, 1
vial Preston Campylobacter Growth Supplement dan 1 vial Preston Campylobacter Selective
Karkas ayam yang telah dihaluskan kemudian diambil cairannya sebanyak 2-3 ml dan
disuspensikan kedalam botol berisi 5 ml Preston Campylobacter selektif broth. Setelah itu,
dilakukan inkubasi pada suhu 42ºC selama 48 jam dibawah kondisi mikroaerofilik. Kondisi
mikroaerofilik dapat dicapai dengan menggunakan bantuan gas generating kits. Dari cairan hasil
inkubasi kemudian dilakukan penggoresan pada media Preston Campylobacter selektif agar.
Penggoresan dilakukan dengan teknik gores kuadran. Teknik gores kuadran bertujuan untuk
mendapatkan koloni Campylobacter jejuni yang terpisah, sehingga memberi kemudahan saat
proses identifikasi. Setelah itu, media yang sudah digores diinkubasi pada temperatur 42ºC
Media selektif dari Preston ini diperkaya oleh penyubur dan antibiotik sebagai suplemen
dan cycloheximide. Adanya antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain
seperti Bacillus sp. dan Proteus sp. sehingga memudahkan untuk isolasi Campylobacter jejuni.
Selain itu didalam media ini juga ditambahkan darah domba lisis, penambahan darah lisis ini
bertujuan untuk menetralisasi produk racun yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh
cahaya maupun udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa
peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi
kimia yang dikatalisis oleh cahaya (Bolton dan Robertson, 1982). Darah lisis yang mengandung
ion Fe dapat meningkatkan sifat aerotolerant Campylobacter jejuni (Stern dan Kazmi, 1989).
Gambaran karakteristik koloni bakteri yang tumbuh pada media spesifik ini terlihat berwarna
putih keabu-abuan, cembung, mengkilat, halus, berbentuk bulat dan non hemolitik (Gambar 1).
Gambar 1. Koloni Campylobacter jejuni pada media spesifik Preston Campylobacter Agar
(Marsani, 2015).
1. Pewarnaan Gram
Pewarnaan bakteri dilakukan untuk membantu pengamatan terhadap morfologi bakteri
yang ada pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Pewarnaan dilakukan dengan teknik
pewarnaan gram menggunakan crystal violet, lugols iodine, iodine acetone, dan safranin. Pada
pengecatan Gram Campylobacter sp. berbentuk spiral atau melengkung dan termasuk gram
Dari hasil pengamatan dibawah mikroskop, terlihat morfologi bakteri berbentuk batang
melengkung atau spiral, seperti huruf S dan termasuk bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif
kehilangan crystal violet ketika dicuci dengan iodine acetone dan ketika diberi larutan pemucat
safranin, sel akan menyerap zat pewarna ini sehingga sel tampak bewarna merah, sedangkan
bakteri gram positif mempertahankan zat pewarna ungu kristal sehingga sel berwarna ungu tua.
Terjadi perbedaan warna sel ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi
Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Pada uji katalase,
sebanyak 1-2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni dipindahkan kedalam gelas
preparat. Kemudian kedalam gelas preparat diteteskan larutan H2O2 tepat diatas koloni. Setelah
diteteskan larutan H2O2, koloni yang positif Campylobacter jejuni akan kelihatan muncul
gelembung gas (O2) yang menunjukkan bakteri positif terhadap uji katalase.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan strip oxidase dengan cara mengambil koloni yang
diduga Campylobacter jejuni kemudian diusapkan pada strip oxidase. Jika bekas usapan pada
strip berubah menjadi ungu, maka kultur positif uji oxidase. Campylobacter jejuni positif pada
uji oxidase.
Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2 pada koloni yang diduga Campylobacter
jejuni dan hasil yang ditunjukkan, terbentuk gelembung gas saat ditetsi H 2O2. Hal ini karena
Campylobacter jejuni merupakan bakteri katalase positif, artinya bakteri ini mampu
memproduksi enzim katalase yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas
oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan superoksida biasanya dihasilkan oleh beberapa
bakteri dari reaksi reduksi senyawa oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi
Campylobacter jejuni (Khoiruddin, 2008). Pada uji oksidase koloni yang dicurigai kemudian
diusap pada strip oxidase dan menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna
menjadi ungu pada bekas usapan di strip oksidase. Campylobacter jejuni positif pada uji katalase
dan oksidase (BSN, 2008). Hampir semua jenis Campylobacter sp. yang tergolong katalase
positif dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun pada hewan ternak (BAM, 2001).
3. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Glukosa, Sulfur Indol Motility (SIM), dan
Urease.
Inokulasikan pada media TSIA dari kultur broth dengan cara menusuk kebagian tegak
dan menggoreskan pada bagian yang miring. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 5 hari
dalam kondisi mikroaerofilik. Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring
Biakan bakteri diambil menggunakan jarum ose secara aseptis. Bakteri ditumbuhkan
pada medium glukosa yang ada dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup dengan kapas
kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 4 hari dalam kondisi mikroaerofilik.
Campylobacter spp. tidak menggunakan glukosa atau gula lainnya, ditandai dengan tidak adanya
Medium SIM ditusuk dengan jarum ose yang telah dicelupkan kedalam kultur isolate
Campylobacter jejuni, kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam dan diamati tipe
pertumbuhan yang terjadi sepanjang garis tususkan. Mikroba yang motil akan tumbuh secara
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Hasil positif menunjukkan perubahan warna media
Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring berwarna merah (basa)
dengan tidak memproduksi H2S. Pada uji glukosa, Campylobacter jejuni tidak dapat
memfermentasi karbohidrat sehingga memperlihatkan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya
perubahan media pada tabung, sedangakan pada uji urease menunjukkan hasil negatif dengan
tidak terjadinya perubahan warna pada media dan pada uji SIM memperlihatkan hasil sulfur
negatif, indol negatif dan motilitas positif. Campylobacter jejuni umumnya motil dan 20 %
Campylobacter jejuni adalah tidak motil. Sel yang sudah tua dan cedera (injured) akan
Penelitian Andriani et al. (2013), Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi
kontaminasi Campylobacter sp. termofilik, terutama C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam asal
pasar tradisional dan swalayan. Sampel karkas ayam dalam suspensi media Nut Broth No 2 yang
telah diinkubasikan diambil sebanyak 1 ml, kemudian disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm
pada suhu 4°C selama 10 menit. Pelet yang diperoleh ditambah 1 ml akuades dan disentrifus
kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama seperti sebelumnya (Alexandrino et al., 2004).
Selanjutnya dilakukan purifikasi DNA dalam akuades seperti cara di atas. Primer yang
digunakan tercantum seperti pada Tabel 1. adalah untuk mengidentifikasi gen hippuricase
Amplifikasi DNA dilakukan pada mesin PCR dengan 35 cycle pada suhu initial
denaturation 95°C selama 6 menit, denaturation 95°C selama 30 detik, annealing 59°C selama
30 detik, extension 72°C selama 30 detik dan final extension 72°C selama 7 menit. Produk PCR
kemudian diperiksa dengan electrophoresis gel agarose. Agarose gel (Invitrogen, New Zealand)
1% dengan 1 x TBE/Tris Boric EDTA (Invitrogen, New Zealand) ditambah 5µl ethidium
bromide (Sigma, Germany). Dilanjutkan dengan electrophoresis pada tegangan 150 volt selama
30 menit.
Gambar 5. Produk PCR menggunakan primer HipO dan GlyA yang diseparasi dalam agarose
1% dari dari sampel (sumur 1-17) yang diuji. Sebagai kontrol positif digunakan isolat ATCC C.
jejuni (323 bp) pada sumur 19 dan ATCC C. coli (126 bp) pada sumur 18. M adalah marker
DNA (Andriani et al., 2013).
Gambar 1 memperlihatkan bahwa sampel pada sumur 1 sampai 17 yang diuji secara PCR
menggunakan primer HipO menunjukkan hasil positif untuk spesies C. jejuni pada sumur 5, 6,
12, dan 14, sedangkan primer GlyA menunjukkan hasil positif untuk C. coli pada sumur 2-4, 9,
Untuk mengurangi jumlah kontaminasi dari bahan pangan asal hewan, perlu dilakukan
upaya untuk menekan jumlah Campylobacter jejuni pada bahan pangan asal hewan sesuai
dengan SNI (2009) dimana untuk susu segar syarat minimal adanya Campylobacter adalah
negatif/25ml, daging ayam segar, beku dan cincang minimal negatif/25 mg, dan daging segar,
beku dan cincang minimal negatif/25mg. Hal ini dapat dilakukan dengan manajemen kesehatan
ternak yang baik di peternakan, rumah pemotongan, dan penanganan pengolahan bahan pangan
peternakan ayam dapat mengurangi resiko terkontaminasinya karkas ayam. Studi epidemiologis
mengindikasikan bahwa penerapan higiene yang ketat dapat mengurangi jumlah mikroba
Dalam penelitian Marsani (2015), tidak ditemukan isolat Campylobacter jejuni yang
Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. Namun meski demikian pengawasan terhadap
penggunaan antibiotik tersebut tetap perlu dilakukan, karena pemberian antibiotik yang tidak
tepat dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan mengubah flora normal
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran