Anda di halaman 1dari 18

Klasifikasi Benang Berdasarkan Material Penyusunnya Serta Kegunaanya.

A. Absorble Suture Material


Absorble suture material adalah benang yang dapat diserap oleh tubuh bersamaan dengan
waktu kesembuhan luka terjadi. Benang catgut terbuat dari usus sapi atau domba.
Bersifat diserap oleh tubuh dalam jangka waktu 7-10 hari. Kegunaannya untuk
mengikat sumber perdarahan yang kecil, menjahit kulit pada daerah yang luas lukanya
kecil, dan daerah tubuh yang berkulit elastis seperti wajah atau perut (Fossum, 2013).
Keuntungan menggunakan benang cat gut dalam operasi adalah mudah diserap
tubuh,dapat digunakan untuk jahitan kontinyu karena cepat menutup luka dan dapat
digunakan untuk jahitan terputus kalau bekerja pada daerah terinfeksi. Selain itu
penggunaan dari jenis benang ini adalah tidak perlu dilakukan tindakan untuk mengambil
kembali benang dari tubuh (Fossum, 2013). Kekurangan penggunaan benang ini adalah
memberikan bekas luka jahitan yang terlihat, oleh sebab itu benang ini digunakan pada
bagian bawah kulit (Fossum,1997). Contohnya adalah Catgut, Polyglycolic acid
(misalnya dexon), Polyglactin (vicryl) (Sudisma,2006).
1. Catgut plain
Biasa disebut dengan benang type A. Fungsinya untuk menjahit jaringan
lunak seperti subkutan, otot, uterus, dan usus. Benang ini diserap tubuh 3-7 hari
(Sudisma,2006). Perlu diingat, dalam pemakaian benang catgut terutama
plain catgut, benang harus disimpulkan sebanyak tiga kali karena bila
disimpulkan hanya dua kali, jahitan akan terbuka kembali karena sifat benang
catgut yang dapat mengembang dan menjadi lunak (Fossum, 2013).
2. Catgut chromic
Benang catgut chromic hampir sama dengan benang catgut plain hanya
saja pada benang ini ditambahkan chrom sehingga benang menjadi lebih keras,
kuat dan penyerapan benang lebih lama. Penggunaan catgut chromic adalah
untuk menjahit luka yang tidak merapat sempurna dalam jangka waktu yang
lama atau untuk menjahit jaringan tubuh yang keras seperti tendon. Digunakan
juga untuk menjahit fascia, otot, atau ligasi pembuluh darah. Absorbsi
memerlukan waktu sampai 70 hari (Yasro,2018).
3. Milk chromic catgut
Disebut juga benang type B. Fungsinya adalah menjahit usus, uterus, dan vesica
urinaria. Benang ini diserap tubuh lebih lama dari type A yaitu 14 hari
(Sudisma,2006).
4. Medium chromic catgut
Disebut juga benang type C. Benang ini diserap tubuh 20 hari (Sudisma,2006).
5. Extra chromic catgut
Disebut juga benang type D. Benang ini diserap tubuh 40 hari (Sudisma,2006).
6. Vicryl
Digunakan untuk menjahit fascia, otot atau ligasi pembuluh darah.
Absorbsi memerlukan waktu sampai 70 hari (Yasro,2018). Monocryl merupakan
benang sintetis yang bersifat dapat diserap tubuh dan tidak menimbulkan reaksi
pada jaringan tubuh. Benang ini dipergunakan pada bedah mata, ortopedi, bedah
plastik, dan urologi (Fossum, 2013).
B. Non Absorble Suture Material
Benang non-absorbable adalah jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh enzim
maupun dihidrolisis oleh tubuh. Benang jenis non-absorbable dapat pula dibagi atas alami
dan sintetik. Benang non-absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah silk, linen, dan
cotton. Jenis benang non-absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah nylon,
polypropylene, braided polyester, dan polybutester. Jenis benang non-absorbable yang
paling sering digunakan dalam bidang kedokteran adalah silk dengan ukuran 4-0 dan 3-0.
Benang silk terbuat dari pintalan filamen protein alami oleh ulat sutra. Benang silk
mudah dipakai dan disimpul serta relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera
dibuka pada minggu pertama setelah dipasang karena memiliki potensi untuk
menyebabkan inflamasi dan infeksi akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan
akumulasi plak serta dapat menyebabkan bakteri masuk kedalam luka (Sudisma,2017).
Keuntungan menggunakan benang yang tidak diserap (non absorable) adalah
pembalutannya terjamin dan tidak akan berubah dalam beberapa hari, reaksi jaringan
yang ditimbulkan lebih ringan, simpulnya tidak mudah lepas, dan benang dapat dipotong
tepat pada simpulnya sehingga lebih sedikit benang ditinggalkan pada jaringan, dapat
memegang jaringan secara permanen (Fossum, 2013).Kekurangannya adalah benang
akan menjadi benda asing yang tertinggal di dalam tubuh dan kemungkinan akan menjadi
fistel (Fossum, 1997).
Benang yang berkapiler contohnya adalah benang adalah benang sutera. Kedua
benang ini biasanya menyerap cairan sehingga kondisi benang akan basah dan sedikit
menganggu kesembuhan luka. Sedangkan benang tidak berkapiler (non kapiler suture)
contohnya adalah nylon dan polypropilene (Sudisma,2006).
1. Ethilon
Paling sering digunakan untuk menutup luka dan menjahit kulit pada
pembedahan atau setelah trauma (Yasro,2018).
2. Prolene
Digunakan untuk menjahit syaraf, tendon atau pembuluh darah (Yasro,2018).
3. Silk dan Linen
Benang linen terbuat dari pemintalan serat kapas. Bersifat lembut, kuat,
mudah disimpul, reaksi tubuh minimum, namun tidak dapat diserap oleh
tubuh. Benang linen digunakan untuk menjahit organ dalam seperti usus, dan
dapat pula digunakan untuk menjahit kulit, terutama kulit wajah. Benang ini
sangat kuat, melekat erat pada jaringan dan dapat mengakibatkan reaksi jaringan
atau infeksi (Yasro,2018).
4. Benang seide atau sutera
Benang ini terbuat dari serabut-serabut sutera. Dipergunakan untuk
menjahit kulit, mengikat arteri dan sebagai jahitan kendali. Benang seide
tidak dapat diserap oleh tubuh, dan pada penggunaan luar, benang harus
dibuka kembali. Karena terbuat dari jalinan serabut-serabut sutera, penggunaan
benang ini harus sesteril mungkin, karena bila benang terkontaminasi oleh
kuman, kuman dapat terlindung dalam jalinan benang dan akan menginfeksi
jaringan yang dijahit (Fossum, 2013).
C. Benang Monofilamen
Yang termasuk ke dalam jenis benang monofilamen adalah catgut (plain catgut dan
chromic catgut, absorble), nylon (non absorble, tapi tahan lama), dan monocryl (absorble,
tahan lama lebih dari 4 minggu) (Fossum, 2013).
1). Keuntungan
 Benang monofilamen memiliki kelebihan seperti lebih kuat, dan struktur benang
memungkinkan kecilnya kemungkinan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
 Tidak memungkinkan terjadinya nodus infeksi
 Tidak menjadi tempat tumbuhnya mikroba
 Kelebihan dari jenis benang ini adalah permukaan benang rata dan halus (Yasro,2018).
2). Kekurangan:
 Kekurangannya benang harus disimpul beberapa kali, agar jahitan tidak terlepas.
 memerlukan penanganan simpul yang khusus karena relatif cukupkaku dan tidak sekuat
multifilament (Yasro,2018).

D. Benang Multi Filamen/Polyfilamen


Adapun contoh dari benang polifilamen antara lain adalah benang seide (non
absorble), dan benang linen. Benang catgut terbuat dari usus sapi atau domba.
Bersifat diserap oleh tubuh dalam jangka waktu 7-10 hari. Kegunaannya untuk
mengikat sumber perdarahan yang kecil, menjahit kulit pada daerah yang luas lukanya
kecil, dan daerah tubuh yang berkulit elastis seperti wajah atau perut (Fossum, 2013).

Gambar 1. penampang dari mikroskop elektron yang merupakan contoh dari beberapa benang
yang digunakan untuk penjahitan luka dalam tindakan bedah. (a)benang sutra; (b) Mersil; (c)
novafil; keluarga poliamida; (d) Nurolon; (e) Ethilon; (f) Dermalon (Sumber:
hhtp//www.google.com).
1). Kelebihan:
 Kelebihan benang polifilamen adalah tidak memerlukan simpul yang banyak untuk
merekatkan jaringan
 Benang lebih kuat dari monofilament
 Lembut dan teratur serta mudah digunakan
2). Kekurangan:
 Karena struktur benang yang berupa anyaman memungkinkan timbulnya resiko infeksi
pasca bedah
 Karena ada rongga maka dapat menjadi tempat menempelnya mikroba
 Dan sedikit tersendat pada saat melalui jaringan (Yasro,2018).

Tipe jarum operasi dan fungsi dalam setiap penjahitan luka.


Jarum bedah tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran jarum, pemilihan jarum
tergantung pada jenis jaringan yang akan dijahit (misalnya, penetrasi, kepadatan, elastisitas, dan
ketebalan), topografi luka (misalnya, dalam atau sempit), dan karakteristik jarum (yaitu, jenis
mata, panjang, dan diameter). Kekuatan jarum, daktilitas, dan ketajaman adalah faktor penting
dalam menentukan karakteristik penanganan dan penggunaan jarum. Ketajaman jarum
berhubungan dengan sudut titik dan rasio lancip jarum. Jarum yang paling tajam memiliki titik
panjang, tipis, dan meruncing dengan ujung tajam (Fossum, 1997).
Fossum (1997) mengatakan bahawa sebagian besar jarum bedah terbuat dari kawat
stainless steel karena kuat, bebas korosi, dan tidak mengandung bakteri. Tiga komponen dasar
dari jarum adalah ujung attachment (mis., Ujung swaged atau eyed), tubuh, dan titik. Tubuh
jarum juga terdiri dari berbagai bentuk jenis dan kedalaman jaringan serta ukuran luka
menentukan bentuk jarum yang tepat. Berikut beberapa jenis jarum bedah antara lain:
A. Jarum bundar
Jarum-jarum ini harus selalu digunakan kecuali bila resistensi terhadap jaringan
menuntut titik potong untuk penetrasi yang mudah.mereka tidak memotong jaringan dan
hanya menyebabkan trauma minimum. Jarum ini digunakan khususnya untuk selaput
tipis yang mudah sobek seperti peritoneum dan untuk dinding saluran pencernaan,
kandung kemih, selaput lendir dan lemak (Fossum, 2019).
1. Jarum melengkung
Jarum ini dimanipulasi dengan pemegang jarum. Kedalaman dan diameter
luka penting ketika memilih jarum melengkung yang paling tepat (Fossum,
2019).
2. Jarum lingkaran keempat terutama digunakan dalam prosedur mata.
3. Jarum lingkaran tiga per delapan (Fossum, 2019).
Jarum ini lebih mudah dimanipulasi karena membutuhkan lebih sedikit
pronasi dan supinasi pergelangan tangan. Jarum ini canggung untuk digunakan di
lokasi yang dalam atau tidak dapat diakses (Fossum, 2019).
4. Jarum setengah lingkaran atau lima per delapan
Jarum ini membutuhkan lebih banyak pronasi dan supinasi pergelangan
tangan, lebih mudah digunakan di lokasi terbatas (Fossum, 2019).
5. Jarum Mayo
Merupakan jarum setengah lingkaran yang sangat kuat dengan titik potong
dan mata persegi yang besar. Jarum ini merupakan yang paling memuaskan
untuk menembus jaringan keras dan terutama saat menjahit dalam-dalam dan
ketika dibutuhkan pengungkitan berlebihan (Fossum, 2019).

Gambar 2. (A) Komponen dasar jarum. (B) Jenis jarum bermata. (C) Bentuk dan ukuran
jarum. (D) Detail ujung jarum. (Sumber: Small Animal Surgery, 2019)
B. Jarum potong
Jarum ini digunakan khususnya untuk jaringan kuat yang tidak mudah rusak
seperti kulit, fasia dan tendon.
1. Jarum potong lurus
Jarum ini digunakan pada jaringan kuat yang tidak mudah rusak seperti
kulit, fasia dan tendon (Fossum, 2019).
2. Jarum potong, setengah melengkung
Ciri-ciri dari jarum ini yaitu satu setengah dari jarum lurus dan setengah
lainnya melengkung, sehingga titiknya terletak pada 45° dari garis mata jarum.
Jarum ini sangat berguna untuk menembus jaringan tebal dan keras seperti seperti
kulit hewan ternak (Fossum, 2019).
3. Jarum potong, setengah lingkaran
Jarum ini memungkinkan titik untuk memotong ke jaringan pada hampir
180° dari arah mata. Digunakan pada semua jaringan yang kuat di kedalaman
luka. jarum setengah lingkaran bertubuh bulat sangat populer untuk operasi
gastrointestinal (Fossum, 2019).

Gambar 3 Jarum potong. (a). jarum lururs, (b). jarum setengah melengkung, (c). jarum
melengkung
(Sumber: An Atlas Of Veterinary Surgery, 1995)

Macam-macam Simpul
Simpul merupakan bagian penting dalam tindakan bedah. Proses hemostasis, penyambungan
jaringan, jahitan akan bertahan jika dilakukan penyimpulan dengan teknik yang benar. Tiap
jaringan yang dijahit mempunyai karakter yang berbeda, untuk itulah diperlukan teknik
penyimpulan yang bertbeda pula. Ikatan bedah yang tepat diperlukan untuk keberhasilan
hemostasis dan penutupan luka. Kegagalan simpul bedah dapat menyebabkan perdarahan atau
luka luka, baik yang dapat menyebabkan morbiditas pasien yang signifikan. (Mann Fred et
all,2011)
Simpul terdiri dari setidaknya dua lemparan yang diletakkan di atas satu sama lain dan
dikencangkan. Dua lemparan sederhana berurutan menghasilkan simpul persegi, simpul slip,
atau simpul granny (Mann Fred et all,2011)

Prinsip-Prinsip Dalam Membuat Simpul


1. Kuat dan tidak mudah lepas
2. Sederhana
3. lkatan sekecil mungkin, ujung dipotong secukupnya
4. Tidak boleh ada gesekan antara sntaian benang yang akan melemahkan jahitan
5. Tidak boleh ada kerusakan materi jahitun (tidak boleh menjepit benang dengan instrumen
6. Tidak boleh terdapat tarikan yang berlebihan
7. Pertahankan tarikan pada satu ujung benang setelah ikatan pertama supaya lilitan tidak
longgar pada jahitan kontinu (Fossum, 2013).
Simpul
Gambar 4. Jenis simpul: (a) lemparan tunggal, (b) simpul persegi, (c) simpul ahli
bedah, (d) simpul kuadrat, dan (e) simpul granny (Mann Fred et all,2011)

Konfigurasi simpul yang paling diandalkan adalah superimposisi simpul kuadrat. Simpul ahli
bedah (gesekan) melibatkan jalannya bahan jahitan dua kali pada lemparan pertama. Karena
bahan jahitan tambahan, simpul ini tidak dapat dengan mudah dikencangkan dan hanya dapat
menahan sedikit ketegangan pada loop jahitan. Meskipun sering digunakan di daerah
ketegangan, umumnya tidak direkomendasikan untuk digunakan dengan bahan berlapis atau
monofilamen, dan harus dihindari kecuali jika ketegangan jaringan sedemikian rupa sehingga
penggunaan simpul persegi standar akan mengakibatkan aposisi jaringan yang buruk (Fossum,
2013).
Simpul Miller, simpul konstriktor, dan simpul ikatan dianggap paling andal bila digunakan
sebagai lemparan pertama untuk kapal ligasi. Ketiga konfigurasi ini memiliki pergantian utama,
yang merupakan bagian dari jahitan yang melewati bagian atas jahitan lain, seringkali tegak lurus
atau pada sudut ke bagian yang mendasarinya. Ketegangan dipertahankan dengan memberikan
kompresi pada putaran jahitan yang mendasarinya. (Fossum, 2013).

Ikatan Tangan
Ikatan tangan sangat berguna di daerah terbatas atau sulit dijangkau atau ketika jahitan
telah disiapkan sebelumnya, seperti pada penutupan torakotomi. Ikatan tangan umumnya
mengharuskan ujung jahitan dibiarkan lebih lama daripada untuk dasi instrumen, tetapi dapat
ditempatkan jauh lebih cepat dan lebih aman daripada ikatan instrumen. Teknik satu tangan atau
dua tangan dapat digunakan. Teknik dua tangan umumnya memungkinkan kontrol dan akurasi
yang lebih baik. Namun, teknik satu tangan lebih bermanfaat di area terbatas (Fossum, 2013).
Gambar 5 Ikatan Tangan. (Sumber: Fossum,1997)
. (A) Tempatkan ujung pemegang jarum di antara dua untaian jahitan. Lilitkan untaian terdekat Anda
(putih, atau ujung panjang) di sekitar tempat jarum untuk membentuk lingkaran dan pegang ujung ujung jahitan
yang jauh (hitam, atau pendek) di tempat jarum Anda. (B) Bawa ujung pendek ke arah Anda (melalui loop) dengan
membalikkan tangan Anda, dan kencangkan jahitan dengan lembut. (C) Untuk lemparan kedua, bungkus untaian
terjauh dari Anda (putih, atau panjang) di atas pemegang jarum untuk membentuk lingkaran, pegang ujung jahitan
terdekat Anda (hitam, atau ujung pendek), dan (D) tarik melalui loop, pas meletakkan simpul ke bawah untuk
mencegah pengetatan jahitan secara berlebihan. Jaga agar tangan Anda tetap rendah dan sejajar saat mengencangkan
jahitan untuk mencegah simpul jatuh. (Fossum, 2013).

Gambar 6. (Sumber: Fossum,1997)


Simpul persegi satu tangan (tangan kanan). (A) Refleksikan jahitan kanan (putih) di antara tiga jari tangan
kanan (sarung tangan putih) dan pegang di antara jari telunjuk dan ibu jari. (B) Pegang jahitan kiri (hitam) di tangan
kiri (sarung tangan gelap) dan letakkan di antara jari telunjuk dan jari kedua tangan kanan Anda. (C) Lenturkan
phalanx distal dari jari kedua tangan kanan Anda dan tarik untai kiri ke kanan untai kanan. Perpanjang ujung jari
kedua sehingga untaian putih ditarik dengan itu melalui loop. (D) Tarik untai kanan melalui loop dengan ujung jari
kedua dan ketiga tangan kanan Anda. (E) Silangkan tangan Anda dan berikan ketegangan yang merata pada kedua
helai. (F) Tempatkan jari telunjuk tangan kanan Anda di antara untai kanan (hitam) dan kiri (putih) sehingga untaian
tangan kiri membentuk lingkaran dengan kanan. Lenturkan phalanx distal jari telunjuk kanan Anda. Simpul persegi
satu tangan (tangan kanan). (G) Rentangkan phalanx distal jari telunjuk kanan Anda untuk menarik untai kanan
melalui loop. (H) Tarik untai kanan melalui loop dan (I) berikan tekanan genap untuk menyelesaikan simpul persegi.
(Modified from Knecht CD, Allen A, Williams DJ, et al. Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders; 1981.)

2.1 Macam-macam pola jahitan


Pola jahitan dapat diklasifikasikan sebagai terputus atau kontinu dengan cara mereka
menampilkan jaringan (mis. apposisional, everting, atau inverting) atau di mana jaringan-
jaringan yang biasanya digunakan (mis. subkutan atau subkutikuler). Jahitan apposisional (mis.,
jahitan sederhana terputus) mendekatkan jaringan; jahitan everting (mis., jahitan kontinu)
mengubah jaringan tepi luar, jauh dari pasien dan ke arah ahli bedah. Pembalikan jahitan (mis.,
Jahitan Lembert, Connell, dan Cushing), menuju lumen organ viskus berongga (Sudisma,2017).

Gambar 7. (Sumber Fossum,1997).

Penjahitan luka memiliki teknik yang beragam, seperti simple interrupted suture, simple
continuous suture, locking continuous suture, vertical mattress suture, horizontal mattress
suture, subcuticular suture, dan figure-of-eight suture (Fossum,1997).

Secara umum teknik penjahitan luka dibagi sebagai berikut:


1. Simple Interupted Suture/ jahitan sederhana terputus
Pola jahitan dasar ini digunakan untuk menutup luka dengan aman dengan:
akurasi aposisi jaringan. Dapat digunakan pada kulit, otot, organ, pembuluh darah, saraf,
atau fasia apabila tidak ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan
(). Pola jahitan terputus sederhana mudah untuk ditempatkan, memiliki kekuatan tarik
yang baik, dan kurang potensial untuk edema luka. Ini adalah pola aman yang
memungkinkan ahli bedah untuk membuat penyesuaian yang diperlukan untuk
menyelaraskan tepi luka saat menjahit.. Teknik penjahitan ini banyak di digunakan
karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit
atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan
saling menunjang satu dengan lain.
Keuntungan jahitan ini adalah mudah, kekuatan jahitan besar, kecil kemungkinan
menjerat sistem sirkulasi sehingga mengurangi edema, mudah untuk mengatur tepi-tepi
luka, bila benang putus hanya satu tempat yang terbuka dan bila terjadi infeksi luka
cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi.
Teknik pembuatan pola jahitan ini adalah dengan cara menempatkan jarum tegak
lurus dengan kulit dan lewati jarum, mengikuti lekukan jarum. Pegang kulit di sisi yang
berlawanan, balikkan ujungnya, dan tempatkan jarum tegak lurus dengan bagian dalam
kulit. Lewati jarum, mengikuti lekukan jarum. Jahitan harus berjarak sama dari tepi luka
di kedua sisi sayatan. Tarik jahitan melewati luka, sisakan ujung pendek yang panjangnya
kira-kira 1 inci untuk pembuatan simpul.

Gambar 8. (Sumber Fossum,1997).

2. Simple Continous Suture


Simple Continous adalah suatu serial jahitan yang dibuat dengan menggunakan
benang tanpa terputus antara jahitan sebelum dan sesudahnya. Untaian benang dapat
diikat pada setiap ujung jahitan. Prinsip pola Simple Continous yaitu berguna ketika
penutupan cepat diinginkan, terutama pada luka panjang yang tidak terlalu tegang dan
perkiraan tepi luka dapat diterima. Menguntungkan pada luka yang membutuhkan
penutupan yang lebih kedap udara atau kedap air. Cara ini dapat dilakukan dengan cepat,
kekuatan tegangan seluruh jahitan sepanjang luka hampir sama. Tarikan yang terlalu kuat
harus dihindari untuk mencegah putusnya jahitan yang akan merusak semua jahitan.
Biasanya digunakan diperitoneum atau fascia dinding abdomen. Untuk luka infeksi tidak
dianjurkan menggunakan teknik ini (Fossum,1997).
Kerugiannya, jika satu jahitan longgar maka akan berpengaruh terhadap jahitan
sebelum atau sesudahnya. Simple Continous juga disebut Jahitan jelujur yang
menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah
satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana,
sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik,
tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak
dipakai untuk menjahit kulit (Fossum,1997).
Pola jahitan ini dimulai dengan memegang kulit dan balikkan tepi luka.
Tempatkan jarum tegak lurus dengan kulit dan lewati jarum, mengikuti lekukan jarum.
Pegang kulit di sisi yang berlawanan, balikkan ujungnya, dan tempatkan jarum tegak
lurus dengan bagian dalam kulit. Lewati jarum, mengikuti lekukan jarum. Jahitan harus
berjarak sama dari tepi luka di kedua sisi sayatan. Tarik jahitan melewati luka, sisakan
ujung pendek yang panjangnya kira-kira 1 inci. Tempatkan needle holder di antara dua
helai jahitan. Bungkus ujung panjang jahitan di sekitar ujung needle holder satu kali.
Putar penahan jarum ke arah ujung jahitan yang pendek dan pegang ujung jahitan yang
pendek. Tarik untaian dengan tegangan yang sama dalam gerakan horizontal, geser ujung
panjang jahitan di atas ujung pemegang jarum ke sisi berlawanan dari luka. Tangan ahli
bedah akan saling bersilangan saat untaian ditarik; ujung jahitan pendek sekarang akan
berada di sisi berlawanan dari luka. Satukan tepi luka hanya sampai bersentuhan, berhati-
hatilah agar tepi kulit tidak terlipat. Selanjutnya, Untuk tempatkan needle holder di antara
dua helai jahitan dan bungkus ujung yang panjang sekali di sekitar ujung needle holder.
Putar penahan jarum ke arah ujung jahitan yang pendek dan pegang ujung jahitan. Tarik
ujung jahitan terpisah dengan tegangan yang sama dalam gerakan horizontal, geser ujung
panjang jahitan di atas ujung needle holder ke sisi berlawanan dari luka. Kegagalan untuk
mengubah arah untaian dengan setiap lemparan akan menghasilkan granny knot (Sebuah
simpul persegi dengan ujung-ujungnya menyilang ke arah yang salah dan karena itu
dapat terpeleset atau berserat). Lakukan yang sama hingga ujung luka lalu bagian akhir
jahitan dilakukan simpul.

Gambar 9. (Sumber Fossum,1997).

3. Running Locked Suture (Jelujur Terkunci)


Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch bisbol
karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk
menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan
terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat. Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini
hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan
dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya
(Fossum,1997).

4. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)


Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk
menyatukan jaringan dermis/kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka dengan
tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis
sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka.
Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja (Fossum,1997).

5. Mattress Suture (Mattress Vertikal dan Horisontal)


Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik
penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat
berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan
luka. Kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan silang. Risiko penggarisan silang lebih
besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka (Fossum,1997).

Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka
kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka
yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. Pola Mattress vertikal (Vertical
mattress suture) tidak seperti pada pola mattress horisontal, bagian yang terlihat pada jahitan
disisi insisi terlihat vertikal terhadap garis insisi tetap pada posisi parallel (Fossum,1997).

Indikasi utama penggunaan vertical matress suture adalah untuk mengangkat permukaan
pinggir luka, yaitu bila tepi luka tidak sama tinggi sehingga jika dengan jahitan simple
interrupted tepi luka (epitel dengan epitel) tidak bertemu (inversi). Vertical mattress suture
sering digunakan pada bagian tubuh yang memiliki kecenderungan untuk inverted. Beberapa
peneliti percaya bahwa penggunaan vertical mattress suture yang menyebabakan pinggir luka
mengalami eversi lebih baik dibandingkan teknik penjahitan luka yang lain. Vertical matres
berfungsi untuk menyamakan permukaan sayatan (Fossum,1997).

Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat. Teknik ini dipergunakan biasanya
pada luka yang memiliki jarak kedua permukaan pinggir luka yang cukup jauh, sehingga
regangan cukup kuat. Jahitan ini dipergunakan sebagai initial suture untuk mendekatkan dua
permukaan pinggir luka. Teknik suture ini juga cukup efektif dalam memegang permukaan kulit
luka yang rapuh seperti kulit di telapak tangan dan kaki. Teknik ini juga efektif untuk hemostasis
akibat perdarahan bawah kulit di tepi luka (misalnya di kulit kepala). Horizontal mattress suture
juga berguna untuk aproksimasi tanpa mengganggu sesuatu struktur yang berjalan sejajar dengan
luka sayatan, seperti pembuluh darah, nervus dan lain-lain.

Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum
pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan
bantalan pada luka dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak saat
edema pascaoperasi. Menempatkan atau mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan
simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini (Fossum,1997).

6. Continous Lambert’s suture (Lambert menerus)


Pola Lambert menerus (Continous Lambert’s suture). Ini merupakan pola jahitan inversi
yang digunakan pada rongga visera seperti usus. Jahitan dilakukan menembus serosa dan
muskuler dan selaput submuksoa tetapi tidak melalui membran mukosa (Fossum,1997).

Gambar 10. Continous Lambert’s suture (Sumber Sudisma,2017).

7. Halstead suture (Lambert terputus)


Pola Halstead (Halstead suture) merupakan pola jahitan Lembert terputus duakali
menggunakan benang tunggal yang dilakukan hal yang sama pada sisi lainnya dan diikat. Ini
merupakan pola yang berbeda dari pola mattress horisontal sederhana (Fossum,1997).

Gambar 11. Halstead suture (Sumber Sudisma,2017).

8. Crushing suture
Pola Crushing atau Gambee (Crushing suture) merupakan tipe jahitan yang spesial untuk
menutup saluran usus. Pola crushing lebih dipilih daripada pola inversi biasa ketika lumen dari
usus besar yang dijahit hanya menghasilkan sedikit penyambungan (Fossum,1997).

Gambar 12. Crushing suture(Sumber Sudisma,2017).

9. Cross-mattress suture
Pola Mattress silang (Cross-mattress suture) adalah bagian benang yang panjang dimasukkan
kebagian lapisan kulit lainnya secara diagonal yang membuat seperti huruf X (Fossum,1997).

Gambar 13. Cross-mattress suture (Sumber Sudisma,2017).


10. Corner Stitch
Variasi dari teknik horizontal mattress suture dan half-buried horizontal mattress suture, atau
disebut juga corner stitch. Teknik suture corner stitch dipergunakan untuk mendekatkan pinggir
luka yang membentuk sudut tanpa menghilangkan atau mengurangi suplai darah ke permukaan
kulit tersebut (Fossum,1997).

Gambar 14. Jahitan sudut (Sumber Sudisma,2017).

11. Jahitan pure-string


Merupakan jahitan tidak terputus pada sekeliling lumen atau area tertentu yang dikencangkan
seperti tali celana. Contohnya seperti pada apendektomi.

Gambar 15. Jahitan pure-string (Sumber Sudisma,2017)

12. Stapler
Selain jahitan dengan benang, aproksimasi tepi luka dapat juga dengan menggunakan stapler.
Aplikasinya dengan menggunakan alat seperti halnya stapler kertas. Keuntungannya adalah lebih
cepat, namun kerugiannya kadang-kadang tepi luka tidak sama tinggi dan inversi (Fossum,1997).

Gambar 16. Penggunaan stapler (Sumber Sudisma,2017).

13. Skin Tapes


Plester kulit (steril) dapat digunakan bila jaringan yang dipertemukan memiliki regangan
yang rendah. Biasanya digunakan setelah jahitan subkutikuler yang baik sehingga terjadi
aproksimasi antara epitel kedua tepi luka. Penggunaan plester ini lebih cepat, namun rawan
terjadi pergeseran (Fossum,1997).

Gambar 17. Penutupan akhir luka dengan plester (Sumber Sudisma,2017).

Anda mungkin juga menyukai