Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

BENANG BEDAH

Oleh
1. dr.M. Ardianto Airlangga
2. dr.Mustika Dharma

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia kedokteran, seringkali kita mendengar istilah jahitan untuk menutup luka
yang menganga. Penjahitan yang dalam bahasa kedokteran disebut hecting, biasanya dilakukan
pada kulit atau jaringan tubuh lain yang robek. Untuk melakukan tindakan hecting diperlukan
dua alat, yaitu jarum dan benang yang dikenal dengan istilah catgut.
Saat ini, banyak jenis benang medis dapat digunakan untuk penutupan luka. Pada dekade
terahir banyak alternatif untuk bedah umum seperti skin stapler, bahan perekat jaringan atau
plaster telah dijabarkan dalam beberapa literature. Meskipun demikian, materi benang jahit
traditional tetap menjadi gold standar pada penutupan luka. Klasifikasi dari material benang
dapat dibagi dalam beberapa subdivisi. Pencapaian teknologi terahir berupa pelapisan antiseptik
khusus. Penggunaan pelapisan dengan material yang terdengar lebih lambat melawan reaksi
benda asing dan diperlakukan dengan karakter fisik khusus. 1
Beberapa material telah digunakan sebagai benang medis. Material ini termasuk logam
(emas, perak dan kawat tantalum), material dari tanaman (lenen dan kapas) dan hewan (rambut
kuda, otot, jaringan usus dan sutera). The United States Pharmacopeia (USP) membagi
karakteristik benang berdasarkan kemampuannya diserap oleh jaringan. Benang dibagi menjadi
yang dapat diserap (absorbable) dan yang tidak dapat diserap (nonabsorbable). Benang yang
dapat diserap kehilangan sebagian besar daya regangnya sebelum 60 hari setelah diimplan pada
jaringan tubuh. Benang yang dapat serap selanjutnya dibagi oleh USP menjadi benang alami dan
benang sintetik.1,2
Benang yang tidak dapat diserap digambarkan sebagai benang yang sebagian besar daya
regangnya betahan lebih dari 60 hari di dalam jaringan tubuh. Selanjutnya benang ini dibagi USP
menjadi beberapa class: Kelas I, benang yg terbuat dari sutera atau serat sintetis. Kelas II, benang
yang terbuat dari kapas atau linen atau serat linen atau serat pelapis (pelapisan ini ditujukan
untuk meningkatkan karakteristik penanganan atau menghambat degradasi). Kelas III, benang
yang dibuat dari monofilamen atau multifilamen kawat logam.2

Tujuan dari penjahitan dengan benang medis adalah memberikan regangan yang adekuat
pada luka terbuka tanpa dead space

tapi cukup untuk menghindari jaringan iskemik dan

nekrosis, mempertahankan hemostasis, Memberikan penyembuhan luka awal, Mengurangi nyeri


pasca operasi, memberikan bantuan untuk margin jaringan hingga jaringan luka membaik dan
menyokong jaringan luka lebih lama jika dibutuhkan, mencegah paparan tulang akibat
penyembuhan yang terhambat, dan memungkinkan posisi penyembuhan yang tepat.3
Dengan mengetahui jenis benang, kegunaan, tujuan pejahitan luka dan spesifikasi benang
diharapkan dapat membantu penyembuhan luka terbuka pada jaringan tertangani lebih baik.
1.2.

Tujuan Penulisan
Penulisan mini referat ini bertujuan untuk mengetahui sejarah, jenis, kriteria benang dan

pengunaannya dalam bidang kedokteran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Benang bedah adalah materi yang digunakan untuk ligasi pembuluh darah dan aproksimasi
jaringan.2
2.2 Sejarah
Sejak abad purbakala manusia telah melakukan pembedahan. Hal ini ditunjukan oleh
penemuan tengkorak neolitik yang memiliki bekas trepanasi. Pencatatan sejarah pertama
mengenai pembedahan dan materi yang digunakan ditemukan di peradaban Mesopotamia.
Ditulis oleh Susruta,yang berkebangsaan India, catatan ini mencakup penggunaan kepala
semut,serat tanaman,serat pohon, dan rambut manusia sebagai materi pengikat luka. Referensi
mengenai benang bedah sendiri pertama kali ditemukan di Mesir tercatat di dalam Edwin Smith
Papyrus. Dari referensi lain didapatkan bahwa benang tersebut terbuat dari robekan linen yang
dicampur dengan madu dan tepung.
Pada tahun 150 SM Galen seorang dokter dari Romawi menulis buku yang berjudul De
Methodo Medendi. Didalamnya tercatat penggunaan kain linen, sutra, dan catgut sejak jaman
dahulu sebagai bahan benang bedah. Catgut terbuat dari usus hewan herbivore yang dipuntir,
masih digunakan sampai saat ini.
Dari Timur Tengah seorang ilmuwan Islam bernama Ibnu Sena memberikan kontribusi
terhadap perkembangan benang bedah. Berdasarkan penelitiannya, dia menemukan bahwa bahan
tradisional seperti benang linen apabila digunakan pada keadaan infeksi berat rentan untuk
terdegradasi terlalu cepat. Untuk mencari bahan alternative dia mencoba menggunakan bulu
babi, dan berhasil menciptakan benang monofilament pertama.
Selama beberapa abad perdebatan mengenai penggunaan kauterisasi atau benang bedah
sebagai ligasi berlangsung. Pada abad ke 18 penemuan tentang pentingnya sifat bahan benang
yang dapat diserap tubuh memacu perkembangan penemuan material baru untuk benang
bedah.Dan sampai saat ini para ilmuwan dan produsen terus berusaha menciptakan suatu benang
bedah yang sempurna. 4

2.3 Benang Bedah Ideal


Untuk suatu benang bedah dapat disebut ideal beberapa literatur menyebutkan bahwa
benang tersebut harus memiliki karakteristik seperti mudah untuk digunakan, tidak merangsang
reaksi jaringan, tidak mudah lepas bila disimpul, memiliki kekuatan tegangan yang cukup, tahan
dari pertumbuhan bakteri dan mudah untuk disterilisasi, tidak memotong jaringan,
nonelectrolytic, noncapillary, nonallergenic, dan noncarcinogenic. Semua jenis benang bedah
merupakan bahan asing terhadap semua jenis luka dan mencegah penyembuhan luka sampai
batas tertentu. Oleh karena itu suatu benang bedah dapat dibilang ideal apabila dapat
mempertahankan kekuatan selama proses penyembuhan dan diserap sesegera mungkin
setelahnya dengan reaksi inflamasi yang minimal. Bagian penting sewaktu menentukan bahan
yang tepat adalah keseimbangan antara kekuatan yang diberikan terhadap jaringan selama proses
penyembuhan dan efek negatif dari bahan tersebut, yang dimaksudkan adalah inflamasi. Pada
tabel dibawah dapat dibandingkan benang yang dapat diserap yang tersedia saat ini dan laju
degradasinya.5,6

Tabel 3. Laju Serap dari Benang Absorbable 6

2.4 Klasifikasi Benang Bedah


Benang bedah dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik penyerapan, asal bahan, dan
struktur benang. Berdasarkan karakteristik penyerapan benang dapat dibagi lagi menjadi benang
bisa diserap (absorbable) dan benang tidak bisa diserap ( non absorbable). Absorpsi dapat terjadi
dengan bantuan enzim, seperti pada catgut, atau larut air, seperti pada polimer sintetis.
Karakteristik penyerapan dapat diukur menggunakan waktu penyerapan atau waktu paruh, yang
didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk kekuatan tegangan suatu material untuk
berkurang setengah dari nilai awalnya. Contoh benang yang dapat diabsorpsi antara lain plain
dan chromic catgut, polyglycolic acid, polyglactin 910, polyglyconate, polydioxanone.
Sedangkan untuk benang yang tidak dapat diabsorpsi adalah silk, nylon,polyester,prolene, dan
hexafluoropropylene. Berdasarkan asalnya benang juga terbagi menjadi alami dan sintetis.
Contoh benang yang terbuat dari bahan alami adalah sutra dan catgut, sedangkan yang dari
bahan sintetis adalah polyamide, polylefines, dan polyester. Berdasarkan strukturnya benang
terbagi lagi menjadi monofilament dan multifilament. Monofilament secara struktural terdiri dari
satu jenis bahan saja, sedangkan multifilament terdiri dari 2 atau lebih benang yang disatukan.
Selain jumlah benang monofilament dan multifilament dapat dibedakan juga berdasarkan
kapilaritasnya, yaitu kecepatan cairan berpindah dari ujung basah ke ujung kering 8, dimana
multifilament lebih tinggi tingkat kapilaritasnya,terkecuali untuk multifilament dengan lapisan
khusus.2,5,6,8
Sebagai tambahan setiap benang bedah memiliki standar ukuran besar yang sama. Besar
dimaksudkan sebagai diameter dari benang. Standar praktis adalah menggunakan benang dengan
diameter terkecil yang dapat menahan aproksimasi jaringan luka. Standar ini dimaksudkan untuk
meminimalisir luka sewaktu benang melewati jaringan. Hal ini juga memastikan bahwa massa
minimal dari benda asing yang ditinggal di tubuh. Besar benang dinyatakan secara numeric;
Semakin besar jumlah 0 pada benang, semakin kecil diameter dari benang. Sebagai contoh,
ukuran 5-0, atau 00000 lebih kecil diameternya dibandingkan dengan benang 4-0, atau 0000.
Semakin kecil diameter, maka semakin rendah juga kekuatan tegangannya.7
2.5 Jenis jenis Benang
2.5.1 Plain dan Chromic Catgut
Salah satu bahan benang bedah tertua adalah plain catgut. Catgut terdiri dari serat
collagen murni yang didapat dari submukosa hewan. Karena plain catgut adalah protein asing,
maka dapat menyebabkan respon inflamasi yg signifikan dari jaringan. Bahan ini terdegradasi
secara cepat oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh sel darah putih. Benang ini kehilangan
70% dari kekuatan tegangannya dalam 7 hari dan terserap sempurna dalam 70 hari. Plain gut
digunakan pada keadaan diperlukan kekuatan tegangan pada jaringan dalam waktu singkat.
Benang ini ideal untuk ligasi tuba pada tubektomi karena penyerapan yang cepat sehingga
memungkinkan ujung tuba yg diligasi nekrosis. Pada chromic catgut diberikan garam chromic
acid yang dapat menempel pada lokasi antigen di kolagen. Hal ini menyebabkan respon
inflamasi yang lebih rendah dan pertambahan waktu paruh pada benang.

Benang ini cocok digunakan pada jaringan yang tidak memerlukan kekuatan tegangan
secara jangka panjang. Contohnya pada jaringan serosa, visceral, dan vaginal. Benang ini
sebaiknya tidak digunakan pada kulit karena dapat menimbulkan jaringan parut dan dapat
menjadi nidus infeksi. Karena dapat didegradasi oleh enzim proteolitik yg dihasilkan oleh sel
inflamasi, benang ini kehilangan kekuatan lebih cepat pada jaringan yang terinfeksi. 2,5,6,7,8

Gambar 1. Plain catgut


2.5.2 Polyglicolic Acid dan Polyglactin 910
Pada era 70an , dua benang sintetis yang diserap tersedia Amerika Serikat. Benang ini
didisain untuk lebih kuat, lebih tahan lama, dan tidak sereaktif catgut. Kedua benang ini terbuat
dari polimer sintetis yang dijalin. Polyglicolic acid adalah copolymer dari asam glycolic,
sedangkan polyglactin 910 adalah copolymer dari asam laktit dan glycolic. Kedua benang ini
memiliki sifat biologis yang hampir sama. Degradasi terjadi secara hidrolisis pada kedua benang
ini sehingga respon inflamasi lebih rendah dan laju absorpsi yang konstan. Tidak ada
pengurangan yang esensial dari kekuatan tegangan pada 7 sampai 10 hari pertama penggunaan.
Sekitar 50 sampai 60 % dari kekuatan tegangan bertahan setelah 14 hari, 20 sampai 30 % Setelah
21 hari, dan hilang semua pada hari ke 28.
Kekuatan tegangan awal dari kedua benang ini jauh lebih kuat dibandingkan benang
catgut dengan ukuran yang sama, bahkan sama kuat dengan catgut dengan satu ukuran lebih
besar. Salah satu kelemahan dari kedua benang ini adalah lebih susah untuk digunakan

dibandingkan dengan catgut. Benang ini dapat digunakan dalam hampir segala situasi dimana
chromic catgut digunakan . Karena dapat mempertahankan kekuatan tegangan lebih lama
dibandingkan benang absorbable alami, kedua benang ini dapat digunakan juga pada penutupan
fascia pasien dengan resiko rendah dehiscense fascia.2,5,6,7
Saat ini telah tersedia benang polyglactin 910 yang dilapisi antibiotik (Triclosan).
Penggunaan benang ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada lokasi operasi (SSI).
Dari beberapa penelitian ditemukan ada manfaat yang signifikan dari penggunaan benang ini
dalam mengurangi kejadian SSI.9,10,11

Gambar 2. Polyglactin 910 (Vicryl)

Gambar 3. Polyglycolic Acid

2.5.3 Polyglyconate and Polydioxanone


Benang polyglycolic acid dan polyglactyn harus berbentuk multifilament terpilin karena
sifat dasarnya yang terlalu kaku untuk penggunaan pembedahan secara umum. Jenis baru dari
polimer memungkinkan produksi benang monofilament yang lebih lentur. Jenis benang ini
diwakilkan oleh polyglyconate (Maxon) dan polydioxanone (PDS). Walaupun terdapat sedikit
perbedaan antara kedua benang ini, sifat biologisnya cukup mirip untuk didiskusikan secara
bersamaan. Kekuatan tegangan awal dari benang monofilament ini setara dengan jenis benas
absorbable multifilament. Akan tetapi jenis benang ini memiliki laju absorpsi yang lebih lambat
dibandingkan dengan jenis multifilament. Sehingga, kekuatan tegangan dipertahankan dalam
jangka waktu yang lebih lama. Lebih dari 90% dari kekuatan tegangan awal bertahan sampai
akhir dari minggu pertama post operasi, 80% pada 2 minggu, 50% pada 4 minggu, dan 25% pada
6 minggu. Seperti pada benang sintetis lainnya, respon inflamasi minimal.
Suatu tambahan keunggulan adalah benang monofilament ini tidak memiliki celah yang
dapat menjadi nidus untuk infeksi bakteri, oleh karena itu inflamasi kronis jarang ditemukan
pada jenis benang ini. Sebagai perbandingan, pada eksperimen oleh Buckall benang

multifilament terpilin yang mengalami infeksi mengandung kuman sampai dengan 70 hari
setelah implantasi. Karena laju serapnya yang lambat, baik polyglyconate maupun
polydioxanone adalah pilihan yang sangat baik untuk penutupan fascial. Karena benang hanya
memiliki satu serat, diperlukan kewaspadaan agar serat tidak rusak oleh instrument, jarum, atau
material tajam lainnya. Kerusakan mungkin tidak mudah diketahui pada saat intra operatif, tapi
dapat terjadi gangguan post operatif. Hal ini terjadi terutama pada penggunaan teknik continuous
suture line.2,5,7

Gambar 4. Polyglyconate (Maxon)

Gambar 5. Polydioxanone (PDS)

2.5.4 Silk
Benang silk berasal dari species ulat sutra Bombyx mori dari family Bombycidae, dimana
larvanya akan menghasilkan sutra untuk membungkus kepompongnya. Benang ini terpilin dan
berlapiskan lapisan hitam. Lapisan dengan lilin atau silicon membantu mengurang friksitas
jaringan dan kapilaritas. Silk adalah bahan organic alami dan dapat merangsang respon inflamasi
berat.
Kualitas khusus dari silk adalah mudah untuk dipakai. Sayangnya, kekuatan tegangannya
sangat rendah dan memiliki kapilaritas tinggi, yang dapat meningkatkan resiko infeksi. Benang
ini memiliki waktu paruh 1 tahun. Karena sifatnya yang reaktif terhadap inflamasi, benang ini
jarang digunakan pada cutaneous. Akan tetapi, sering digunakan pada mukosa dan area
intertriginous karena bentuknya yang lunak dan lentur.5,6,7,8

Gambar 6. Silk
2.5.5 Nylon
Benang nylon tersedia dalam bentuk monofilament dan multifilament. Terdiri dari rantai
panjang polimer aliphatic dari nylon 6. Karena sifatnya yang elastic, benang ini digunakan untuk
penjahitan permukaan (epidermal,superficial). Benang nylon monofilament memiliki memori
(kemampuan untuk kembali ke asal setelah deformasi) yang sangat baik dan terkenal untuk
cenderung terlepas sewaktu disimpul. Benang nylon multifilament terpilin mengalami penurunan
memori dan rentan terhadap infeksi. In vivo, nylon kehilangan 15 20% dari kekuatan
tegangannya setiap tahun melalui hydrolisasi.5,6,7

Gambar 7. Nylon
2.5.6 Polypropylene (Prolene)
Polypropylene dikembangkan pada 1970 sebagai benang sintetis nonabsorbable pertama.
Benang merupakan benang monofilament. Prolene terbuat dari stereoisomer crystalline isotactic
dari polypropylene dengan beberapa ikatan tidak jenuh. Polypropylene memiliki kekuatan

tegangan yang lebih besar daripada nylon. Benang ini dapat melewati jaringan dengan mudah
dan memiliki respon inflamasi yang minimal. Dia tidak melekat kepada jaringan dan dapat
digunakan untuk jahitan intradermal. Benang ini memiliki plastisitas yang bagus dan ikut
berkembang ketika terjadi pembengkakan jaringan untuk mengakomodasi luka. Memori yang
tinggi, sekuritas simpul yang rendah, dan kekakuannya adalah beberapa kelemahan dari
prolene.5,6,7
Gambar 8. Polypropylene (Prolene)

2.5.7 Polyester
Benang polyester merupakan nonabsorbable sintetis multifilament terpilin yang terdiri
dari poluethylene terephthalate. Benang ini digunakan untuk implantasi prostetis, face lift,
operasi cardiovascular, dan cerclage. Berdasarkan sifat uniknya, seperti reaktivitas jaringan yang
minimal, kekuatan tegangan yang baik, mudah digunakan, dan tahan lama.5,6,7
Gambar 9. Polyester

2.5.8 Hexafluoropropylene
Merupakan suatu jenis baru benang monofilament yang terbuat dari polyviylidene
fluoride dan polyvinylidene fluoride-co-hexahexafluoropropylene. Karena sifatnya yang tidak
melekat pada jaringan, benang dapat dijadikan pilihan untuk jahitan yang akan dilepas. Seperti
polypropylene, benang ini tahan terhadap infeksi dan memberikan respon jaringan yang minimal.
Benang ini biasanya berwarna biru. Benang ini tidak diabsorpsi dan tidak melemah setelah
implantasi.5,6,7

Gambar 10. Hexafluoropropylene


2.5.9 Benang Gerigi
Pada tahun 1956, Dr. J. H. Alcamo mendapat paten AS untuk benang gerigi satu arah.
Pada tahun 2004 FDA mengeluarkan izin untuk bahan benang gerigi terhadap Quill Medical Inc.,
untuk benang polydioxanone gerigi dua arah Quill. Apakah benang gerigi satu arah atau dua arah
mana yang lebih baik belum diketahui. Benang gerigi tersedia dalam variasi monofilament
absorbable dan nonabsorbable. Secara spesifik, sediaan bahan benang gerigi satu arah dan dua
arah termasuk PDO, Polyglyconate, poliglecaprone25, glycomer 631, nylon dan polypropylene.
Karena bentuknya yang unik benang gerigi tidak memerlukan simpul untuk
mengencangkan jahitan, hal ini mengakibatkan penyebaran tekanan tegangan yang lebih merata
dan penyembuhan luka yang lebih baik pada benang ini dibandingkan dengan benang yang
menggunakan simpul.Saat ini sebagian besar benang gerigi digunakan dalam prosedur
laparascopy dan robotic.12

Gambar 11. Benang Gerigi dua arah

Gambar 12. Benang Gerigi satu arah dan metode penguncian

BAB III
KESIMPULAN
1. Benang bedah adalah materi yang digunakan untuk ligasi pembuluh darah dan
aproksimasi jaringan.
2. Dengan sejarah yang panjang, sampai saat ini masih ada kebutuhan untuk suatu benang
bedah yang ideal dan perkembangan teknologi memungkinkan munculnya benang benang
jenis baru di masa depan.
3. Benang bedah ideal memiliki karakteristik: mudah untuk digunakan, tidak merangsang
reaksi jaringan, tidak mudah lepas bila disimpul, memiliki kekuatan tegangan yang
cukup, tahan dari pertumbuhan bakteri dan mudah untuk disterilisasi, tidak memotong
jaringan, nonelectrolytic, noncapillary, nonallergenic, dan noncarcinogenic.
4. Benang bedah dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik penyerapan, asal bahan,
dan struktur benang, berdasarkan klasifikasinya ini dapat membantu pemilihan bahan
yang sesuai.
5. Terdapat berbagai macam benang bedah dengan karakteristik yang berbeda, dibutuhkan
pengetahuan yang mendalam dan kebijaksanaan klinis untuk dapat menggunakan benang
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.

Daftar Pustaka
1. Gabrielli F , Potenza C, Puddu P, Sera F, Masini C. Suture material and other factors
assosiated with tissue reactivity, infection, and wound dehiscence among plastic surgery
outpatients. Plast Reconstr Surg.2001 Jan; 107[1]: 38-45.
2. Rock J, John D. Thompson. Te Linde's operative gynecology. 10th ed. Philadelphia:
Lippincott-Raven; 2008.
3. Assali Eyad Abou, MD. Suture and surgery [internet].2006 [cited 21 October 2015].
Available from: http://www.iust.edu.sy/suture_and_surgery/
4. Mackenzie D. The History of Sutures. Medical History. 1973;17(02):158-168.
5. Kudur M, Pai S, Sripathi H, Prabhu S. Sutures and suturing techniques in skin closure.
Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009;75(4):425.
6. James A Greenberg R. Advances in Suture Material for Obstetric and Gynecologic
Surgery. Reviews in Obstetrics and Gynecology. 2009;2(3):146.Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2760901/
7.

L. Dunn D. wound closure manual [Internet]. 1st ed. Ethicon Inc; 2007 [cited 23 October
2015].

8. Gilstrap L, Cunningham F, VanDorsten J. Operative obstetrics. New York: McGraw-Hill,


Medical Pub. Division; 2002.
9. Rothenburger S, Spangler D, Bhende S, Burkley D. In Vitro Antimicrobial Evaluation of
Coated VICRYL* Plus Antibacterial Suture (Coated Polyglactin 910 with Triclosan)
using Zone of Inhibition Assays. Surgical Infections. 2002;3(s1):s79-s87.
10. Wang Z, Jiang C, Cao Y, Ding Y. Systematic review and meta-analysis of triclosancoated sutures for the prevention of surgical-site infection. British Journal of Surgery.
2013;100(4):465-473.
11. Edmiston C, Daoud F, Leaper D. Is there an evidence-based argument for embracing an
antimicrobial (triclosan)-coated suture technology to reduce the risk for surgical-site
infections?: A meta-analysis. Surgery. 2013;154(1):89-100.

12. Greenberg J. The Use of Barbed Sutures in Obstetrics and Gynecology. Reviews in
Obstetrics and Gynecology [Internet]. 2010 [cited 23 October 2015];3(3):82. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3046763/

Anda mungkin juga menyukai