SEL MAKROFAG
Disusun Oleh
DESI ARLINDIA
NIM. 04112628182004
1
BAB I
PENDAHULUAN
Makrofag merupakan sel fagosit yang hampir ditemui pada setiap organ
diseluruh tubuh, terutama pada jaringan ikat longgar. Makrofag termasuk
mononuklear fagosit system, makrofag merupakan suatu system yang dulu disebut
dengan Retikulo Endotelial System (RES), ini merupakan istilah bersama untuk
selsel yang sangat fagositik yang tersebar luas diseluruh tubuh terutama pada
daerah yang kaya akan pembuluh darah (Efendi, 2011). Makrofag merupakan
salah satu sel yang berperan penting dalam respon imun, baik perperan fungsional
dalam fagositosis maupun perannya sebagai antigen presenting cells (APC)
(Robinovitch, 2012).
Makrofag sebagai efektor sistem imun berperan memusnahkan kuman atau
patogen yang akan merusak tubuh (Harijanto, 2010). Peningkatan aktifitas
makrofag, ditandai dengan perubahan bentuk, perubahan biokimiawi, serta
perubahan fungsi dari makrofag, merupakan salah satu parameter untuk menilai
peningkatan sistem imun (Ulya, 2012).
Fagositosis merupakan suatu proses atau cara untuk memakan bakteri atau
benda asing yang dilakukan dimana setelah benda asing atau bakteri melekat pada
permukaan makrofag maka makrofag membentuk sitoplasma dan melekuk
kedalam membungkus bakteri atau benda tersebut. Tonjolan sitoplasma yang
saling bertemu itu akan melebur menjadi satu sehingga benda asing atau bakteri
akan tertangkap didalam sebuah vakuol fagostik intra sel. Lisozom yang
merupakan suatu system pencerna intera sel dengan kemampuan memcah materi
yang berasal dari luar maupun dari dalam. Jadi lisozom akan menyatu dengan
vakuol dengan demikian akan memusnahkan bakteri atau benda asing (Efendi,
2011).
Proses fagositosis adalah sebagian dari respons imun non spesifik dan
yang pertama kali menerima paparan dari benda asing. Fagositosis juga berarti
2
dimana sel dalam tubuh melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen. Sel yang ikut serta dalam aktivitas tersebut juga dinamakan fagosit.
Semuanya merupakan tipe sel darah putih (leukosit) atau dihasilkan sel darah
putih.
Dari pendahuluan di atas sangat menarik untuk melihat dan menelaah
mekanisme sel dendritik dalam menghadapi paparan mikroorganisme pathogen.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk melihat peranan dendritik sel dalam
melawan infeksi. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Biologi Sel dan Molekuler di Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Palembang Program Study Ilmu Biomedik.
3
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
4
bereflikasi. Status metabolit fogosit mononuclear berada dalam berbagai
tingkatan, dengan lingkungan seluler dan aktivasi seperti fagositosis. Energi untuk
fagositosis oleh makrofag manusia terutama berasal dari glikolisis dan tidak
terlalu tergantung pada mekanisme aerob. Monosit dan makrofag meningkatkan
komsumsi oksigennya selama fagositosis. Oksigen ini digunakan untuk
memproduksi hydrogen peroksida (Turgeon, 1999).
Makrofag terdapat dalam berbagai organ dan jaringan penyambung, dan
bernama sesuai lokasi spesifiknya; seperti histiosit (dalam jaringan penyambung),
sel mikroglia (dalam SSP), sel “Kuffer” (dalam sinusoid vaskuler hepar),
makrofag alveolar (dalam paru), makrofag pleural dan peritoneal (dalam rongga
serosa), makrofag jaringan tetap (fixed tissue macrophage) dan makrofag bebas
dalam limpa, limfonodi, sumsum tulang, dan jaringan lain (Abbas et al., 2000;
Abbas et al., 2012).
Pada waktu peradangan, jumlah makrofag meningkat secara cepat karena
peningkatan kedatangan monosit dari darah, ditambah peningkatan pembelahan
makrofag dalam jaringan. Terkadang ditemukan fagosit besar berinti banyak yang
disebut sel datia (giant cell). Sel ini barasal dari fusi beberapa sel makrofag atau
dari pembelahan makrofag berulang tanpa diikuti sitokenesis (Parslow et al.,
2001).
Makrofag terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
Jenis Lokasi
makrofag alveolar Paru-paru
Histiosit Jaringan ikat
Sel Kupffer Hati
sel mesangial Nefron
Osteoklas Tulang
Makrofag pelapis sinus Limpa, kelenjar getah bening, kelenjar timus
5
lapis membran sel dengan banyak penonjolan dan invaginasi. Sitoplasmanya
mengandung sitoplasma dengan atau tanpa ribosom, mitokondria, serta vakuola
pinositik dan vakuola fogositik. Lisosom dalam jumlah banyak tersebar dalam
sitoplasma. Mikrotubuli terentang sepanjang sitoplasma hingga membran sel
(Territo dan Cline, 1976; Sears, 1997).
Gambar 2.1: Sel Makrofag dan reseftornya (Garland, 2008; Pinna, 2012)
6
Makrofag mempunyai peran yang penting dalam imunitas alamiah
maupun spesifik. Dalam imunitas spesifik, makrofag terlibat dalam ketiga fase
yaitu fase pengenalan (kognitif), aktivasi, serta efektor (Abbas et al.,2012).
7
2) Metabolisme lipid, yaitu pemindahan sisa khilomikron dan lipoprotein,
sekresi apolipoprotein.
3) Penyediaan granulosit dan eritrosit melalui sekresi CSF dan eritropoetin.
8
1992; Greenberg and Silverstein, 1993). Sitokin yang diproduksi sel T yaitu IFN-γ
merupakan mediator sentral dari aktivasi makrofag. IFN-γ bekerja sinergis dengan
TNF-α dalam mengaktivasi makrofag (Abbas et al., 2012).
Kisaran stimulasi yang dapat mengaktivasi makrofag sanga besar dan
melalui mekanisme yang beragam. Paparan terhadap sitokin seperti INF-γ dan IL-
2, kontak permukaan langsung (adhesi) dengan mikroorganisme atau partikel dan
molekul inert, LPS bakteri atau produk sisa-sisa jaringan, komponen-komponen
protein dari komplemen atau sistim koagulasi darah dapat menyebabkan aktivasi
makrofag (Parslow et al., 2001; Han et al., 2002).
Sekali aktivasi, maka makrofag teraktivasi secara nonspesifik. Aktivasi
makrofag oleh suatu antigen tidak hanya meningkatkan respons terhadap antigen
tersebut saja, tetapi juga terhadap antigen lain yang dijumpai makrofag dalam
tubuh. Namun dengan adanya perbedaan sifat populasi makrofag di jaringan atau
organ yang berbeda, bahkan dalam subpopulasi makrofag di suatu jaringan yang
sama, maka aktivasi makrofag tidak berakibat sama pada tiap makrofag dan
menjadi suatu fenomena yang kompleks (Dissel, 1987; Roitt et al., 2002).
Aktivasi makrofag tidak bersifat all in one. Beberapa makrofag meningkat
aktivitas mikrobisidalnya, tapi toksisitas terhadap tumor tidak meningkat. Bahkan
stimulasi oleh IFN-γ saja meningkatkan makrofag membunuh kuman intraseluler
Lagionella, namun sebaliknya jutru meningkatkan pertumbuhan M,tuberculosis
(Dissel, 1987; Roitt et al., 2002). Namun menurut Wing and Remington (1978)
dan Greenberg and silverstein (1993), secara umum fungsi makrofag ditingkatkan
khususnya fagositosis yang merupakan fungsi utamanya.
9
b. Reseptor komplemen.
Reseptor ini tidak efektif pada makrofag istirahat, dan baru diaktifkan bila
ada aktivasi makrofag. Makrofag istirahat dapat mengikat partikel
teropsonisasi komplemen, tapi tidak mampu memfagositnya, sedangkan
makrofag teraktivasi dapat meningkat sekaligus memfagosit partikel
teropsonisasi komplemen.
c. Reseptor tak spesifik seperti reseptor mannose yang mengikat partikel yang
seperti lateks, agregat protein, dan hemosianin. Reseptor ini memungkinkan
makrofag memfagosit antigen kehadiran imunoglobulin ataupun komplemen.
Reseptor ini selalu keadaam aktif, namun fagositosis dengan cara ini berjalan
lambat dan kurang efisien pada sel istirahat. Pada makrofag tidak teraktivasi,
fagosistosis melalui reseptor ini meningkat (Greenberg dan Silverstein, 1993).
10
sehingga transkipsi molekul protein tertentu pula (Zabaleta et al., 1998; Portales
et al., 2002).
11
Proses ini memerlukan energi terutama yang berasal dari glikolisis
beranerobik. Vakuola terbentuk selama proses digesti dengan satu atau lebih
granula lisosomal yang mengandung berbagai enzim litik (Langermans et al.,
1994).
2.8 Daya Bunuh Intraseluler
Makrofag merupakan unit pertahanan seluler dalam melawan organisme
intraseluler, seperti M.tuberculosis. Mekanisme bagaimana monosit dan makrofag
membunuh bakteri, belum banyak diketahui. Pembunuhan mikrobial meningkat
dalam keadaan terdapat oksigen dan suatu agen yang menstimulasi pembentukan
hidrogen peroksida (Territo and Cline, 1976).
Energy depending respiratory burst berperan juga dalam proses
bakterisidal intraseluler. Respiratory bust menghasilkan komponen teroksidasi
melalui hexose-monophosphate shunt.komponen teroksidasi ini dihasilkan dari
reduksi oksigen persial yang penting dalam aktivasi bakterisidal. Pernggunaan
NADPH atau NADH sebagai donor elektron cukup untuk aktivasi suatu
membrane-bound oxidase memproduksi superoksida (O2-) dari oksigen. Hidrogen
peroksida (H2O2) diproduksi juga secara spontan dari superoksida atau dikatalisis
oleh superoksida dismutase.
2O2 + NADPH 2O2 + NADP- + H+
2O2- + 2H+ H2O2 + O2
Efek killing H2O2 dopotensiasi oleh pembentukan peroksida-halida. Reaksi ini
memerlukan enzim mieloperoksidase (Territo nd Cline, 1976; Turgeon, 1999).
Aksi mediated oxygen-dependent-myeloperoksidase system, hidrogen
peroksidase dan suatu oxizable cofaktor serve merupakan faktor utama pada
killing bakteri dalam vakuola. Oxygen-independent system yang lain seperti
perubahan pH intrafagosom, lisosom, laktoferin, dan aksi protein kationik
granular, juga berperan dalam proses bakterisidal (Territo and Cline, 1976; Leijh
et al., 1986; Turgeon, 1999).
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. Update 3rd Ed. Philadelphia: WB
Saunders Company, 2011.
Cruse JM, Lewis RE. Atlas of Immunology. London: CRC Press, 2006.
Rabson A, Roitt IM, Really Essential Immunology Second Edition. Oxford: 2005.
14