Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEL MAKROFAG

Tugas Biologi Sel dan Molekuler


Dosen Pengampu :
Sri Nita, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh
DESI ARLINDIA
NIM. 04112628182004

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK


PASCA SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG

1
BAB I
PENDAHULUAN

Makrofag merupakan sel fagosit yang hampir ditemui pada setiap organ
diseluruh tubuh, terutama pada jaringan ikat longgar. Makrofag termasuk
mononuklear fagosit system, makrofag merupakan suatu system yang dulu disebut
dengan Retikulo Endotelial System (RES), ini merupakan istilah bersama untuk
selsel yang sangat fagositik yang tersebar luas diseluruh tubuh terutama pada
daerah yang kaya akan pembuluh darah (Efendi, 2011). Makrofag merupakan
salah satu sel yang berperan penting dalam respon imun, baik perperan fungsional
dalam fagositosis maupun perannya sebagai antigen presenting cells (APC)
(Robinovitch, 2012).
Makrofag sebagai efektor sistem imun berperan memusnahkan kuman atau
patogen yang akan merusak tubuh (Harijanto, 2010). Peningkatan aktifitas
makrofag, ditandai dengan perubahan bentuk, perubahan biokimiawi, serta
perubahan fungsi dari makrofag, merupakan salah satu parameter untuk menilai
peningkatan sistem imun (Ulya, 2012).
Fagositosis merupakan suatu proses atau cara untuk memakan bakteri atau
benda asing yang dilakukan dimana setelah benda asing atau bakteri melekat pada
permukaan makrofag maka makrofag membentuk sitoplasma dan melekuk
kedalam membungkus bakteri atau benda tersebut. Tonjolan sitoplasma yang
saling bertemu itu akan melebur menjadi satu sehingga benda asing atau bakteri
akan tertangkap didalam sebuah vakuol fagostik intra sel. Lisozom yang
merupakan suatu system pencerna intera sel dengan kemampuan memcah materi
yang berasal dari luar maupun dari dalam. Jadi lisozom akan menyatu dengan
vakuol dengan demikian akan memusnahkan bakteri atau benda asing (Efendi,
2011).
Proses fagositosis adalah sebagian dari respons imun non spesifik dan
yang pertama kali menerima paparan dari benda asing. Fagositosis juga berarti

2
dimana sel dalam tubuh melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen. Sel yang ikut serta dalam aktivitas tersebut juga dinamakan fagosit.
Semuanya merupakan tipe sel darah putih (leukosit) atau dihasilkan sel darah
putih.
Dari pendahuluan di atas sangat menarik untuk melihat dan menelaah
mekanisme sel dendritik dalam menghadapi paparan mikroorganisme pathogen.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk melihat peranan dendritik sel dalam
melawan infeksi. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Biologi Sel dan Molekuler di Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Palembang Program Study Ilmu Biomedik.

3
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal Makrofag


Makrofag bersama monosit merupakan anggota sistem fagosit
mononuklear (Mononuclear Phagocyte System/MPS), yaitu populasi sel berinti
tunggal yang mempunyai fungsi utama fagositosis (fagosit profesional), meskipun
juga berfungsi sebagai regulator dan sekresi (Turgeon, 1999).
Makrofag berasal dari sel induk nonlimpoid (myeloid progenitor) yang
menurunkan antara lain monoblas dalam sumsum tulang. Pembelahan satu
monoblas menghasilkan dua sel promonosit yang masing-masing membelah
mengjadi dua monosit. Promonosit akan mengalami pembelahan mitosis dua atau
tiga kali sekitar 2 - 2,5 hari. Produksi monosit ini dikontrol oleh sejumlah faktor
antara lain Interlekin -3 (IL-3) dan faktor pertumbuhan seperti GM-CSF
(Grnulacyte-Monocyte Colony Stimulating Factor). Proses perkembangan dari
monoblas menjadi monosit umumnya berlangsung dalam 6 hari. Monosit
dilepaskan ke sirkulasi darah dalam 12- 24 jan setelah prokursornya lengkap
mengalami pembelahan mitosis. Monosit diperkirakan memiliki waktu paruh
dalam sirkulasi sekitar 8,5 jam (Miller et al., 1991: Turgeon, 1999).
Monosit yang baru terbentuk berada dalam sumsum tulang kurang dari 24
jam sebelum akhirnya dilepas ke sirkulasi sebagai sel yang belum mengalami
maturasi atau diferensiasi sempurna untuk kemudian bermigrasi dari pembuluh
darah ke jaringan dan rongga-rongga serosa setelah 12 – 102 jam. Sekali
mencapai jaringan atau rongga serosa, monosit menjadi makrofag yang matang
dan berdiferensiasi lengkap di bawah pangaruh faktor-faktor pertumbuhan
hematopoetik. Masa hidup makrofag dapat mencapai beberapa bulan bahkan
tahun (Walker,1976: Turgeon,1999).
Promonosit, monosit dan makrofag imatur mampu untuk membelah, sel
yang mencapai tahap makrofag matur, kehilangan kemampuannya untuk

4
bereflikasi. Status metabolit fogosit mononuclear berada dalam berbagai
tingkatan, dengan lingkungan seluler dan aktivasi seperti fagositosis. Energi untuk
fagositosis oleh makrofag manusia terutama berasal dari glikolisis dan tidak
terlalu tergantung pada mekanisme aerob. Monosit dan makrofag meningkatkan
komsumsi oksigennya selama fagositosis. Oksigen ini digunakan untuk
memproduksi hydrogen peroksida (Turgeon, 1999).
Makrofag terdapat dalam berbagai organ dan jaringan penyambung, dan
bernama sesuai lokasi spesifiknya; seperti histiosit (dalam jaringan penyambung),
sel mikroglia (dalam SSP), sel “Kuffer” (dalam sinusoid vaskuler hepar),
makrofag alveolar (dalam paru), makrofag pleural dan peritoneal (dalam rongga
serosa), makrofag jaringan tetap (fixed tissue macrophage) dan makrofag bebas
dalam limpa, limfonodi, sumsum tulang, dan jaringan lain (Abbas et al., 2000;
Abbas et al., 2012).
Pada waktu peradangan, jumlah makrofag meningkat secara cepat karena
peningkatan kedatangan monosit dari darah, ditambah peningkatan pembelahan
makrofag dalam jaringan. Terkadang ditemukan fagosit besar berinti banyak yang
disebut sel datia (giant cell). Sel ini barasal dari fusi beberapa sel makrofag atau
dari pembelahan makrofag berulang tanpa diikuti sitokenesis (Parslow et al.,
2001).
Makrofag terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
Jenis Lokasi
makrofag alveolar Paru-paru
Histiosit Jaringan ikat
Sel Kupffer Hati
sel mesangial Nefron
Osteoklas Tulang
Makrofag pelapis sinus Limpa, kelenjar getah bening, kelenjar timus

2.2 Morfologi Makrofag


Makrofag memiliki ukuran, densitas, dan morfologi bervariasi. Ukuran sel
makrofag antara 10 – 30 µm, inti berbentuk seperti tapal kuda (Horseshor like)
seperti ginjal berukuran 6 – 12 µm dan terletak eksentrik. Makrofag memiliki tiga

5
lapis membran sel dengan banyak penonjolan dan invaginasi. Sitoplasmanya
mengandung sitoplasma dengan atau tanpa ribosom, mitokondria, serta vakuola
pinositik dan vakuola fogositik. Lisosom dalam jumlah banyak tersebar dalam
sitoplasma. Mikrotubuli terentang sepanjang sitoplasma hingga membran sel
(Territo dan Cline, 1976; Sears, 1997).

Gambar 2.1: Sel Makrofag dan reseftornya (Garland, 2008; Pinna, 2012)

Gambar 2.2: Struktur sel


Makrofag (Pinna, 2012)

2.3 Fungsi dan Peran Makrofag


Monosit dan makrofag memainkan peranan utama pada permulaan dan
pemeliharaan respons imun terhadap patogen dan respons inang terhadap tumor,
sebagian melalui sekresi beberapa produk poten dan sitokin makrofag. Monosit
dan makrofag jaringan menghasilkan sedikitnya dua kelompok protein mediator
inflamasi yaitu interleukin 1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor (TNF) (Giocomini
et al., 2001; Han et al., 2002).

6
Makrofag mempunyai peran yang penting dalam imunitas alamiah
maupun spesifik. Dalam imunitas spesifik, makrofag terlibat dalam ketiga fase
yaitu fase pengenalan (kognitif), aktivasi, serta efektor (Abbas et al.,2012).

a. Dalam Imunitas Alamiah


1) Makrofag memfagosit partikel asing seperti mikroba, makromolekul,
jaringan atau sel yang rusak, diikuti dengan degradasi dalam sel tersebut.
2) Makrofag memproduksi sitokin (G-CFS, GM-CSF) yang mengumpulkan sel
radang lain terutama neutrofil.
3) Makrofag berperan dalam biosintesa protein sistem komplemen ( C1, C2,
C3, C4, C5, Properdin, Faktor B, Faktor D, inaktivator C3b, akselerator
inaktivator C3b ).
b. Dalam Sistem Imun Spesifik.
1) Makrofag bertindak sebagai sel penyaji antigen protein (Antigen-Presenting
Cell/ APC) di permukaannya agar dikenal oleh limfosit T.
2) Makrofag diaktifkan oleh limfokin berperan efektor sebagai sel yang lebih
efisien dalam fungsi fagositosis, degradasi dan sitosidal.
3) Makrofag mempermudah eliminasi antigen yang terliputi oleh antibodi
spesifik dan fagositosis.
4) Makrofag memproduksi sitokin yang menginduksi proliferasi limfosit T dan
B (IL-1 dan IL-6).
5) Makrofag memproduksi TNF-α yang mampu membunuh sel tumor
langsung melalui efek toksik terhadap sel tumor atau tidak langsung dengan
mobilisasi respon hospes secara in vivo (Abbas et al., 2012; Parslow et al.,
2001).

Selain berperan untuk mengawali dan mengatur respons imun makrofag


juga mempunyai fungsi penting diluar sistem imun yaitu (Subowo, 1993) :
1) Penyembuhan luka, dan pengaturan koagulasi dan fibrinosis, pembersihan
jaringan rusak, sekresi kolagenase, angiogenesis, endotel, fibroblas, dan
resorbsi tulang.

7
2) Metabolisme lipid, yaitu pemindahan sisa khilomikron dan lipoprotein,
sekresi apolipoprotein.
3) Penyediaan granulosit dan eritrosit melalui sekresi CSF dan eritropoetin.

2.4 Aktivasi Makrofag


Makrofag yang teraktivasi (activated macroghages) memiliki morfologi
aktivitas metabolisme serta kapasitas fungsi yang berbeda dengan makrofag
normal atau istirahat (normal/resting/resident makrophage), yaitu :
a. Perubahan morfologi atau struktur
Bila dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron tanpak bahwa
makrofag yang teraktivasi lebih banyak mengandung granul lisosomal, terjadi
pembesaran ukuran sitoplasma, organel dan membran sel, lipatan membran
lebih banyak, interdigitasi yang rapat dari sel membran dan matriks
ekstraseluler, sehingga membantu penyebarannya dalam medium in vitro.
b. Perubahan sitokimia atau biokimia
Glikolisis, transport nutrien meningkat, reseptor C3b diaktifkan, ekspresi
MHC, reseptor Fc, dan reseptor non imun lain meningkat, dan produksi
radikal bebas NO/O2 meningkat.
c. Perubahan fungsi
Kecepatan migrasi (gerakan amuboid), fagositosis, pinositosis dan
kemampuan mikrobisidal meningkat, produksi kolagenase, aktivator
plasminogen, prostaglandin meningkat, dimana enzim-enzim ini
mengkonstribusi patogenesis inflamasi. Produksi sitokin dan komplemen juga
meningkat, serta memiliki aktivasi anti tumor (Territo dan Cline, 1976; Werb,
1982; Bouley et al., 2001; Schlesinger, 2003).
Aktivasi makrofag dapat terjadi melalui dua cara, yaitu melalui produk
limfosit T (limfokin) yang disebut aktivasi secara spesifik atau imunologik, atau
melalui senyawa lain yang bekerja langsung pada membran makrofag seperti
endotoksin, mitogen, atau imunomodulator, yang disebut aktivasi nonspesifik atau
non imunologik (Baratawidjaja, 2012; Abbas et al., 2000). Aktivasi dapat terjadi
dalam beberapa menit sampai 72 jam bahkan lebih (Rocklin, 1982; Puri et al.,

8
1992; Greenberg and Silverstein, 1993). Sitokin yang diproduksi sel T yaitu IFN-γ
merupakan mediator sentral dari aktivasi makrofag. IFN-γ bekerja sinergis dengan
TNF-α dalam mengaktivasi makrofag (Abbas et al., 2012).
Kisaran stimulasi yang dapat mengaktivasi makrofag sanga besar dan
melalui mekanisme yang beragam. Paparan terhadap sitokin seperti INF-γ dan IL-
2, kontak permukaan langsung (adhesi) dengan mikroorganisme atau partikel dan
molekul inert, LPS bakteri atau produk sisa-sisa jaringan, komponen-komponen
protein dari komplemen atau sistim koagulasi darah dapat menyebabkan aktivasi
makrofag (Parslow et al., 2001; Han et al., 2002).
Sekali aktivasi, maka makrofag teraktivasi secara nonspesifik. Aktivasi
makrofag oleh suatu antigen tidak hanya meningkatkan respons terhadap antigen
tersebut saja, tetapi juga terhadap antigen lain yang dijumpai makrofag dalam
tubuh. Namun dengan adanya perbedaan sifat populasi makrofag di jaringan atau
organ yang berbeda, bahkan dalam subpopulasi makrofag di suatu jaringan yang
sama, maka aktivasi makrofag tidak berakibat sama pada tiap makrofag dan
menjadi suatu fenomena yang kompleks (Dissel, 1987; Roitt et al., 2002).
Aktivasi makrofag tidak bersifat all in one. Beberapa makrofag meningkat
aktivitas mikrobisidalnya, tapi toksisitas terhadap tumor tidak meningkat. Bahkan
stimulasi oleh IFN-γ saja meningkatkan makrofag membunuh kuman intraseluler
Lagionella, namun sebaliknya jutru meningkatkan pertumbuhan M,tuberculosis
(Dissel, 1987; Roitt et al., 2002). Namun menurut Wing and Remington (1978)
dan Greenberg and silverstein (1993), secara umum fungsi makrofag ditingkatkan
khususnya fagositosis yang merupakan fungsi utamanya.

2.5 Reseptor untuk Fagositosis


Fagositosis (penelanan partikel berukuran lebih dari 4 µm) oleh makrofag
dapat terjadi melalui tiga reseptor permukaan, yaitu (Grennberg and Silverstein,
1993) :
a. Reseptor fraksi Fc dari imunoglobulin
Reseptor ini selalui dalam keadaan aktif, sehingga makrofag istirahat dapat
melalukan fogositosis partikel yang telah terliputi imunoglobulin spesifik.

9
b. Reseptor komplemen.
Reseptor ini tidak efektif pada makrofag istirahat, dan baru diaktifkan bila
ada aktivasi makrofag. Makrofag istirahat dapat mengikat partikel
teropsonisasi komplemen, tapi tidak mampu memfagositnya, sedangkan
makrofag teraktivasi dapat meningkat sekaligus memfagosit partikel
teropsonisasi komplemen.
c. Reseptor tak spesifik seperti reseptor mannose yang mengikat partikel yang
seperti lateks, agregat protein, dan hemosianin. Reseptor ini memungkinkan
makrofag memfagosit antigen kehadiran imunoglobulin ataupun komplemen.
Reseptor ini selalu keadaam aktif, namun fagositosis dengan cara ini berjalan
lambat dan kurang efisien pada sel istirahat. Pada makrofag tidak teraktivasi,
fagosistosis melalui reseptor ini meningkat (Greenberg dan Silverstein, 1993).

2.6 Reseptor pada Makrofag


Reseptor pada makrofag terutama molekul-molekul reseptor permukaan
makrofag seperti Toll Like Receptor (TLR) terutama TLR2, TLR4 dan TLR9
memiliki fungsi spesifik untuk berinteraksi dengan komponen M.tuberculosis.
Seperti TLR2 yang berinteraksi dengan LAM (Lipoarabinomanan) yang
merupakan komponen dinding sel M.tuberculosis yang virulen, TLR4 berikatan
dengan undifined heat labille cells associated factor, TLR9 berikatan dengan
DNA M.tuberculosis. TLR berperan dalam Immune Recognition terhadap
M.tuberculosis. Sebagian besar TLR akan berikatan dengan IRAK melalui TRAM
dan TRIF. Ekspresi TLRs yang mengalami mutasi akan menyebabkan
menurunnya produksi sitokin termasuk interleukin -12. Polimorfisme genetik atau
mutasi pada TLR yang relevan dapat berefek dari respon alami hospes terhadap
M.tubeberculosis. Reseptor TLR berperan utama pada imunitas alami di awal
infeksi, bekerjasama dengan reseptor lain pada permukaan makrofag seperti
CD14, Complemen Receptor (CR) terutama CR3 dan CR4, FCγR, Mannose
receptor, scavenge receptor yang mengikat determinan antigen mikroba sehingga
menimbulkan signal transduksi tertentu diikuti oleh faktor transkipsi tertentu

10
sehingga transkipsi molekul protein tertentu pula (Zabaleta et al., 1998; Portales
et al., 2002).

2.7 Mekanisme Fagositosis


Fagositosis berkaitan dengan fungsi utama dalam pertahanan tubuh, terdiri
dari tahap pengenalan, perlekatan, dan internalisasi (Langermans et al., 1994).
a. Pergerakan, Pengenalan dan Perlekatan
Sel dipandu ke tempat jejas oleh gradient konsentrasi substansi kemotaksis
yang disebabkan adanya trauma atau multiplikasi mikrobial. Tahap ini terjadi
melalui reseptor, baik reseptor imun maupun non imun. Reseptor imun
memungkinkan tahap ini lebih efektif, sedangkan reseptor non imun
memungkinkan perlekatan bila tidak ada antibodi spesifik atau komplemen, walau
berjalan secara lambat. Tahap ini tidak perlu energi, sehingga dapat terjadi pada
reseptor yang aktif maupun tidak aktif (Turgeon, 1999).
b. Internalisasi atau ingesti
Partikel yang melekat pada reseptor diliputi membran sel secara melingkar
yang disebut zipper mechanism, sehingga antigen menjadi berada dalam vakuol
berdinding membran sel (fagosom). Gerak membran dan sitoplasma yang
dikontrol oleh mikrofilamen dalam sitoplasma ini perlu energi, sehingga hanya
dapat dilakukan reseptor yang aktif. Faktor yang prinsip dalam menentukan
apakah fogositosis dapat terjadi atau tidak adalah dengan kondisi fisik alamiah
dari permukaan partikel asing dan sel fagositik (Turgeon, 1999).
Bakteri yang lebih hidrofobik dibandingkan sel fagosit. Faktor soluble
yang umum adalah komplemen yang merupakan protein plasma, berpasangan
dengan antibodi dan substansi seperti asetikolin yang meningkatkan proses
fagositosis melalui proses opsonisasi. Jika tegangan permukaan kondusif untuk
penelanan, membran sel fagosit invaginasi, sehingga terjadi suatu proses yang
mengarah pada pembentukan vakuola terisolasi, yaitu suatu fagosom yang berada
di dalam sel (Langermans et al., 1994).
c. Digesti

11
Proses ini memerlukan energi terutama yang berasal dari glikolisis
beranerobik. Vakuola terbentuk selama proses digesti dengan satu atau lebih
granula lisosomal yang mengandung berbagai enzim litik (Langermans et al.,
1994).
2.8 Daya Bunuh Intraseluler
Makrofag merupakan unit pertahanan seluler dalam melawan organisme
intraseluler, seperti M.tuberculosis. Mekanisme bagaimana monosit dan makrofag
membunuh bakteri, belum banyak diketahui. Pembunuhan mikrobial meningkat
dalam keadaan terdapat oksigen dan suatu agen yang menstimulasi pembentukan
hidrogen peroksida (Territo and Cline, 1976).
Energy depending respiratory burst berperan juga dalam proses
bakterisidal intraseluler. Respiratory bust menghasilkan komponen teroksidasi
melalui hexose-monophosphate shunt.komponen teroksidasi ini dihasilkan dari
reduksi oksigen persial yang penting dalam aktivasi bakterisidal. Pernggunaan
NADPH atau NADH sebagai donor elektron cukup untuk aktivasi suatu
membrane-bound oxidase memproduksi superoksida (O2-) dari oksigen. Hidrogen
peroksida (H2O2) diproduksi juga secara spontan dari superoksida atau dikatalisis
oleh superoksida dismutase.
2O2 + NADPH 2O2 + NADP- + H+
2O2- + 2H+ H2O2 + O2
Efek killing H2O2 dopotensiasi oleh pembentukan peroksida-halida. Reaksi ini
memerlukan enzim mieloperoksidase (Territo nd Cline, 1976; Turgeon, 1999).
Aksi mediated oxygen-dependent-myeloperoksidase system, hidrogen
peroksidase dan suatu oxizable cofaktor serve merupakan faktor utama pada
killing bakteri dalam vakuola. Oxygen-independent system yang lain seperti
perubahan pH intrafagosom, lisosom, laktoferin, dan aksi protein kationik
granular, juga berperan dalam proses bakterisidal (Territo and Cline, 1976; Leijh
et al., 1986; Turgeon, 1999).

12
BAB III
KESIMPULAN

1. Makrofag berasal dari sel induk nonlimpoid (myeloid progenitor) yang


menurunkan antara lain monoblas dalam sumsum tulang.
2. Makrofag memiliki ukuran, densitas, dan morfologi bervariasi. Ukuran sel
makrofag antara 10 – 30 µm, inti berbentuk seperti tapal kuda (Horseshor
like) seperti ginjal berukuran 6 – 12 µm dan terletak eksentrik.
3. Makrofag mempunyai peran yang penting dalam imunitas alamiah maupun
spesifik. Dalam imunitas spesifik, makrofag terlibat dalam ketiga fase yaitu
fase pengenalan (kognitif), aktivasi, serta efektor.
4. Makrofag yang teraktivasi (activated macroghages) memiliki morfologi
aktivitas metabolisme serta kapasitas fungsi yang berbeda dengan makrofag
normal atau istirahat (normal/resting/resident makrophage), yaitu : a)
perubahan morfologi atau struktur; b) perubahan sitokimia atau biokimia; c)
perubahan fungsi.
5. Reseptor pada makrofag terutama molekul-molekul reseptor permukaan
makrofag seperti Toll Like Receptor (TLR) terutama TLR2, TLR4 dan TLR9
memiliki fungsi spesifik untuk berinteraksi dengan komponen
M.tuberculosis.
6. Makrofag merupakan unit pertahanan seluler dalam melawan organisme
intraseluler, seperti M.tuberculosis. Mekanisme bagaimana monosit dan
makrofag membunuh bakteri, belum banyak diketahui. Pembunuhan
mikrobial meningkat dalam keadaan terdapat oksigen dan suatu agen yang
menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. Update 3rd Ed. Philadelphia: WB
Saunders Company, 2011.

Anderson WL. Immunology. Madison: Fence Creek Publishing, 1999.

Baratawidjaja, K. Imunologi Dasar. Ed. 8. Jakarta: Penerbit FKUI, 2009.

Cruse JM, Lewis RE. Atlas of Immunology. London: CRC Press, 2006.

Hoffman, GS. Inflammatory Diseases of Blood Vessels. New York: Marcel


Dekker, Inc., 2002.

Kamps, Hoffmann, Preiser. Immunology. 2006.

Rabson A, Roitt IM, Really Essential Immunology Second Edition. Oxford: 2005.

Schulman J. Nutritional Immunology. An Introduction. Diambil dari http://www.


Iglivig.com. diakses pada tanggal 28/01/2013.

Sompayrac L. How the Immune System Works. Ed.3. oxford: Blackwell


Publishing, 2008.

Stanley J. Essentials of Immunology and Seroloogy, Albany: Delmar Thomson


Learning, 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai