Anda di halaman 1dari 34

REVIEW JURNAL KESEHATAN

PETANDA SEROLOGI PADA PENYAKIT INFEKSI


DAN PENYAKIT BUKAN INFEKSI
OLEH KELOMPOK 7

MUHAMMAD ASWATUL FATHANAH (PO714203171034)


RADIATUL ADAWIYAH (PO714203171034)
WERE MAGFIRA (PO714203171041)
SAHARIAH (PO714203202022)
PENGERTIAN
Dalam Medis penyakit
menular atau penyakit
• Adalah penyakit yang disebabkan
oleh mikroba patogen,dan bersifat infeksi adalah adalah
sebuah penyakit yang
PENYAKIT sangat dinamis,secara umum proses
terjadinya penyakit melibatkan 3
faktor yang saling berinteraksi yaitu
disebabkan oleh sebuah
agen biologi Seperti
INFEKSI faktor penyebab penyakit
(agen),faktor manusia/pejamu(Host) virus,bakteri dan
dan faktor lingkungan. parasit,Bukan disebabkan
faktor fisik seperti,luka bakar
dan keracunan.

• Berarti penyakit yang


PENYAKIT disebabkan bukan
NON karena infeksi/Infasi
Micro Organisme.
INFEKSI
PETANDA SEROLOGI PADA PENYAKIT
INFEKSI DAN PENYAKIT BUKAN INFEKSI

1 2 3

Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3


Aspek Laboratorium Pada Sistem Pakar Untuk
Diagnosis dan Tata
Infeksi Virus Hepatitis C Mendiagnosis
Laksana Penyakit Celiac
Penyakit infeksi
Menggunakan
Forward Chaining
1
Aspek Laboratorium Pada
Infeksi Virus Hepatitis C
Tentang Penulis
Bagian Patologi Klinik,Fakultas
Kedokteran,Universitas Kristen Volume 3
Maranatha

Penuis Pekerjaan Tahun Volume Tanggal

2003 3 Juli 2003


Dani Brataatmadja
ABSTRAK
Infeksi virus hepatitis C (HCV) merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia karena 90% hepatitis pasca transfusi disebabkan
oleh HCV. Tingkat prevalensi infeksi HCV pada banyak orang negara di
dunia berkisar antara 0,4 hingga 1,0%. Di Indonesia berkisar 0,5
sampai 3,4%. Delapan puluh lima persen dari kasus hepatitis C akan
menjadi kasus hepatitis C kronis dimana 20% akan akhirnya
berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoseluler.
Baru-baru ini tes laboratorium untuk memantau perkembangan
penyakit telah dilakukan yang dikembangkan: uji enzimatik alanin-amino
transferase. Tes anti HCV yang digunakan dalam tes skrining donor
darah telah berhasil menurunkan kadar HCV insidensi infeksi HCV
menjadi 50-80%. Tes RNA HCV dan genotipe HCV hanya
direkomendasikan sebelum terapi.
TUJUAN
● Untuk mengetahui tentang Aspek Laboratorium Pada Infeksi Virus Hepatitis C
PENDAHULUAN
Hepatitis C merupakan penyakit Virus hepatitis C merupakan virus
yang penting karena bertanggung RNA beruntai tunggal termasuk
jawab atas sekitar 90% hepatitis famili Flaviviridae. Genom HCV
pasca transfusi dan diduga 3% ditemukan pada tahun 1989 oleh
populasi dunia telah terinfeksi virus Choo dkk. Karena struktur genom
hepatitis C yang mempunyai masa HCV yang sangat heterogen dan
inkubasi sekitar 7 minggu (2-26 mudah mengadakan mutasi maka
minggu). Hepatitis C kronis menjadi mudah terjadi variasi perjalanan
penyebab utama dari Sirosis hati klinik infeksi HCV, respon terapi anti
dan Karsinoma hepatoseluler. virus yang kurang baik dan sulitnya
Hepatitis C Virus (HCV) diidentifikasi pembuatan vaksin. Keberhasilan
pertama kali pada tahun l998 dan terapi anti virus terhadap infeksi
merupakan penyebab utama dari HCV lebih rendah dibandingkan
hepatitis non- A, non- B. dengan terapi hepatitis virus B dan
angka relapsnya lebih tinggi.
Peranan laboratorium

untuk mencegah penularan penyakit, menegakkan


diagnosis, memantau perjalanan penyakit, memonitor
respon pengobatan dan memperkirakan prognosis.
Pemeriksaan Laboratorium Pada Infeksi Hepatitis C Virus

1 2 3 4

Pemeriksaan
Pemeriksaan Tes Konfirmasi Penentuan Genotipe
Penyaring
Biokimia HCV
(Screening Test)
PEMERIKSAAN BIOKIMIA
TES KONFIRMASI
Dilakukan Pemeriksaan HCV RNA. Pemeriksaan ini
Pada pemeriksaan darah terlihat adanya peningkatan
dilakukan dengan metode biologi molekuler seperti
bilirubin, alkali fosfatase dan transaminase. Serum
PCR dan branched-DNA (b-DNA). PCR merupakan
transaminase terutama Serum Alanine Amino
metode pemeriksaan berdasarkan amplifikasi target
Transferase (ALT = SGPT) terjadi kenaikan yang
RNA atau DNA. Dalam hal ini sejumlah kecil
bervariasi, kemudian menurun diatas nilai normal
RNA/DNA virus diperbanyak terlebih dahulu sebelum
atau terus meningkat berfluktuasi, kadangkadang
dideteksi, sehingga metode ini sangat sensitif.
naik dan kadang-kadang turun tidak menentu.

PEMERIKSAAN PENYARING/SKRINING PENENTUAN GENOTIPE HCV

Pemeriksaan Antibody spesifik yaitu Anti HCV Penentuan Genotipe HCV. Berdasarkan homologi
urutan nukleotidanya, HCV diklasifikasikan kedalam
bisa dilakukan dengan cara RIA (Radio
genotipe-genotipe-nya. Penentuan genotipe HCV
Immuno Assay) atau EIA (= ELISA/Enzyme dilakukan dengan hibridisasi dot blot dengan
Linked Immuno Assay). Antibodi terhadap menggunakan pelacak yang spesifik menurut
HCV yang dinilai adalah Immunoglobulin anti Simmonds dkk. ( Suwandhi, 1999).
HCV.
Petanda Serologis Infeksi Hepatitis Virus C
•Dengan masa inkubasi sekitar 7 minggu (2–26 minggu)
gejala hepatitis C akut pada umumnya ringan dan hanya
sekitar 20 % yang ikterus dengan disertai gejala lain seperti
malaise, nausea, nyeri perut kanan atas diikuti urin berwarna
tua dll., sehingga diagnosis klinis hepatitis C akut jarang dan
Hepatitis C Akut sulit dibuat tanpa pemeriksaan serologis
•Petanda pertama dari infeksi virus hepatitis C yaitu HCV
RNA yang dapat dideteksi dengan PCR 1–2 minggu
sesudah terpapar dan kadarnya terus meningkat.

•Hepatitis C kronis dengan ALT serum yang normal. Terjadi


pada sekitar 25% kasus dimana ALT serum normal
sedangkan HCV RNA terdeteksi.
•Hepatitis C Kronis dengan ALT Serum yang meningkat :
Pada 75% pasien hepatitis C termasuk golongan ini dan
Hepatitis C Kronis keadaan ini ada 2 macam yaitu :
•A. Hepatitis C Kronis ringan (mild) dan
•B. Hepatitis C kronis sedang sampai berat (moderate to
severe).
KESIMPULAN
Hepatitis C Virus pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1989. Cloning
dari genom virus menghasilkan antigen
rekombinan untuk pembuatan tes
serologik. Berbagai pemeriksaan dapat
dilakukan selain pemeriksaan ALT (
SGPT) yaitu Anti HCV untuk tes
penyaring dan HCV RNA kualitatif
sebagai tes konfirmasi. HCV - RNA
kuantitatif dan Genotipe HCV hanya
direkomendasikan sebelum terapi
interferon.
DAFTAR PUSTAKA

Brataadmadja Dani,2003.Aspek Laboratorium Pada


Infeksi Virus Hepatitis C.Fakultas
Kedokteran,Universitas Kristen Maranatha
2
Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Celiac
Tentang Penulis
Departemen Ilmu Penyakit
dalam,Fakultas Kedokteran Universitas Volume 4
Indonesia

Penuis Pekerjaan Tahun Volume Tanggal

Harini Oktadiana , 2017 3 September 2017


Murdani Abdullah
,Kaka Renaldi,Nury
Dyah
ABSTRAK

Penyakit celiac merupakan penyakit enteropati proksimal terkait sistem


imun yang bersifat reversibel, terjadi karena interaksi antara diet yang
mengandung gluten dengan sistem imun di usus. Penyakit celiac memiliki
manifestasi klinis yang beragam dan dapat terjadi pada usia berapapun.
Jumlah penderita baru yang didiagnosis penyakit celiac meningkat karena
meningkatnya kesadaran dan berkembangnya alat diagnosis yang lebih
baik. Standar diagnosis penyakit celiac adalah berdasarkan uji serologi
positif dan pemeriksaan histopatologi dari biopsi duodenum. Tata laksana
penyakit celiac dengan diet bebas gluten akan memperbaiki gejala, kualitas
kehidupan, mengurangi risiko keganasan dan komplikasi lainnya. Strategi
pengobatan penyakit celiac dengan terapi non diet saat ini masih terus
dikembangkan.
1 2

Sumber Primer Yaitu


TUJUAN METODE Text Book dan Jurnal

Untuk mengetahui mengenai Survey Deskriptif Pencarian Data


konsep patofisiologi terbaru,
diagnosis, dan tata laksana
Sumber Sekunder yaitu
penyakit celiac.
Artikel Kesehatan
PENDAHULUAN

Manifestasi klinis penyakit celiac meliputi


Penyakit celiac merupakan penyakit
gejala saluran cerna, gejala di luar
enteropati proksimal terkait sistem imun
saluran cerna, atau tanpa gejala. Gejala
yang bersifat reversibel. Penyakit ini
klasik yang berhubungan dengan saluran
terjadi karena interaksi antara diet yang
cerna di antaranya yaitu diare, steatorea,
mengandung gluten dengan sistem imun
dan penurunan berat badan karena
di usus. Prevalensi penyakit celiac di
malabsorbsi. Sekitar 50% pasien
dunia terutama di negara barat
penyakit celiac menunjukkan gejala di
diperkirakan sekitar 0,5-1%.2,3 Namun
luar saluran cerna atau gejala atipikal
demikian, penyakit ini jarang ditemukan
seperti anemia, osteoporosis, dermatitis
di negara dengan konsumi gluten
herpetiformis, gejala neurologi, dan
rendah, seperti Indonesia, Korea,
hipoplasia enamel gigi.
Filipina, dan pulau-pulau kecil di Pasifik.
PENDAHULUAN

Pada penyakit celiac yang menunjukkan gejala, terapi dengan diet bebas
gluten akan memperbaiki gejala secara signifikan, serta memperbaiki
abnormalitas biokimia dan kualitas kehidupan. Pengobatan jangka panjang akan
mengurangi risiko keganasan dan komplikasi lainnya. Pada penyakit celiac tanpa
gejala, mempertahankan diet bebas gluten merupakan hal yang penting.
Beberapa studi menganjurkan bahwa pasien yang terdeteksi menderita penyakit
celiac saat skrining dan asimptomatik dapat memperbaiki kualitas kehidupannya
dalam jangka panjang dengan diet bebas gluten. Sedangkan, pada pasien
penyakit celiac yang dalam jangka panjang tidak diterapi, diketahui
meningkatkan risiko komplikasi keganasan dan mortalitas
HASIL PENELITIAN
Terdapat beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis penyakit celiac. Selama
dilakukan pemeriksaan tersebut, pasien harus
menjalani diet yang mengandung gluten.
Beberapa uji serologi dapat
digunakan sebagai uji awal pada pasien
dengan kecurigaan penyakit celiac. Karena
sensitivitas dan spesifisitasnya yang rendah,
pemeriksaan antibodi antigliadin tidak lagi
direkomendasikan sebagai uji awal. Sementara
itu, uji endomysial antibody (EMA) yang
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi Dan harganya lebih mahal.
Kapsul
Endoskopi

Metode

Biopsi Usus Tes


Halus dan
Histopatologi Genetik
1. Kapsul Endoskopi
Kapsul endoskopi merupakan metode alternatif untuk evaluasi penyakit celiac
dan identifikasi komplikasi. Penanda penyakit celiac menjadi lebih akurat dengan
menggunakan kapsul endoskopi jika dibandingkan dengan endoskopi konvensional.
Kapsul endoskopi juga mampu untuk mengenali distribusi acak dari kerusakan dan
penyebaran longitudinal ke mukosa.

2. Biopsi Usus Halus dan Histopatologi


Kombinasi abnormalitas vilus yang terlihat dari biopsi usus halus dengan uji serologi
yang positif merupakan kriteria standar diagnosis untuk penyakit celiac.

3. Tes Genetik
Pemeriksaan genotip HLA berguna pada pasien dengan kecurigaan menderita
penyakit celiac tetapi gagal respons dengan diet bebas gluten. Hasil uji yang negatif
mengindikasikan bahwa pasien tersebut tidak menderita penyakit celiac.
KESIMPULAN
Penyakit celiac merupakan penyakit autoimun
yang unik. Meskipun ditandai dengan
karakteristik yang khas, mayoritas pasien masih
sering tidak terdiagnosis. Dalam dekade
terakhir, terjadi peningkatan pemahaman
mengenai manifestasi penyakit celiac yang
dapat muncul dalam setiap tahap kehidupan
dan memiliki distribusi geografi yang beragam.
Tantangan ke depan dalam pelaksanaan penyakit
celiac meliputi pengurangan hambatan
pengobatan, yaitu dengan menyediakan akses
yang mudah untuk makanan yang bebas gluten
dengan harga yang murah. Tantangan lainnya
yaitu pengembangan pendekatan non-diet untuk
meningkatkan efektivitas pengobatan. Sementara
itu, pencegahan penyakit melalui modifikasi faktor
risiko saat anak-anak dan penyembuhan melalui
induksi imunotoleransi terhadap gluten merupakan
tujuan jangka panjang
DAFTAR PUSTAKA

Oktadiana Harini,Abdullah Murdani,Renaldi


Kakak,2017.Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Celiac,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3
● SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS PENYAKIT INFEKSI
MENGGUNAKAN FORWARD CHAINING
Tentang Penulis
Jurusan Informatika,Fakultas Volume 4
MIPA,Universitas Sebelas Maret

Penuis Pekerjaan Tahun Volume Tanggal

Ahmad Aniq Noor 2017 3 Juni 2017


Mutsaqof, Wiharto
S.T M.Kom, Esti
Suryani S.Si
M.Kom
ABSTRAK
Penyakit infeksi merupakan salah
satu masalah kesehatan yang Metode yang digunakan sebagai
paling utama di negara-negara mesin inferensi adalah Forward
berkembang termasuk Indonesia. chaining. Metode ini mempunyai
Penyakit infeksi merupakan konsep logika yang sama dengan
penyakit menular yang mudah dokter pada saat mendiagnosis
menyerang anak, karena anak pasien karena berbasis if-then.
belum mempunyai sistem imun Forward chaining merupakan
yang baik. Oleh karena itu, metode yang mempunyai strategi
diperlukan adanya sistem yang pencarian yang memulai proses
dapat membantu tenaga medis non pencarian dari sekumpulan data
dokter untuk mendiagnosis penyakit atau fakta, dari data-data tersebut
infeksi agar penanganan penyakit menghasilkan suatu kesimpulan
infeksi lebih cepat teratasi.
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit diare, demam tifoid, demam
berdarah, infeksi saluran pernapasan atas (influenza, radang amandel, radang
tenggorokan), radang paru-paru, dan demam yang belum diketahui penyebabnya
(observasi febris) merupakan penyakit infeksi yang termasuk ke dalam 10 penyakit
terbanyak rumah sakit di Indonesia. Sedangkan penyakit lainnya antara lain : dispepsi
(gangguan tidak nyaman pada perut), hipertensi (darah tinggi), penyakit apendiks (usus
buntu) dan gastritis (nyeri lambung) [4]. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi harus
cepat didiagnosis dan ditangani agar tidak semakin parah. Namun demikian jumlah
dokter spesialis di Indonesia belum mencukupi.
Metode forward chaining cocok untuk diagnosa penyakit, karena mampu
mengenali jenis penyakit berdasarkan gejala yang dipenuhi [15]. Forward chaining
merupakan mesin inferensi yang melakukan pencarian dari suatu masalah kepada
solusinya, di mana forward chaining merupakan inferensi data- drive, inferensi dimulai
dari informasi yang tersedia dan baru konklusi
• dapat menghasilkan sistem
pakar menggunakan metode
forward chaining dalam
TUJUAN mendiagnosis penyakit
infeksi.

• diharapkan dapat membantu


tenaga medis non dokter
untuk memudahkan
MANFAAT mendiagnosis penyakit infeksi
sedini mungkin.
METODE PENELITIAN
Representasi
Pengetahuan
1. Tabel Keputusan
Akuisisi
Studi Literatur 2. Pohon Pengujian
Pengetahuan
Keputusan
3. Analisis Forward
Chaining

Pembahasan sistem pakar untuk mendeteksi penyakit


infeksi ini melalui beberapa tahapan. Dimulai dari
akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan,
implementasi dan pengujian sistem.
KESIMPULAN Hasil yang didapat dari akuisisi pengetahuan adalah
dengan menggunakan penyakit infeksi yang termasuk
● bahwa dengan melakukan tahap dalam 10 penyakit terbesar yang ada di rumah sakit di
akuisisi pengetahuan dan Indonesia. Setelah akuisisi pengetahuan dilakukan, lalu
representasi pengetahuan sistem direpresentasikan kemudian diimplementasikan ke
pakar ini berhasil diimplementasikan. sebuah sistem pakar pengujian dilakukan terhadap 50
Metode forward chaining digunakan pasien. Terdapat 6 kegagalan pendeteksian dari 50
sebagai mesin inferensi di mana pengujian yang dilakukan. Nilai akurasi dihitung dengan
mesin inferensi berfungsi sebagai membandingkan nilai keberhasilan dalam pendeteksian
otak dari sistem pakar. sistem dengan jumlah pasien pengujian. Nilai akurasi
yang didapat sebesar 88%.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Aniq Noor Mutsaqof,dkk,2017.Sistem Pakar Untuk


Mendiagnosis Penyakit Infeksi Menggunakan
Forward Chaining. Jurusan Informatika, Fakultas
MIPA,Universitas Sebelas Maret.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai