Anda di halaman 1dari 27

IMUNOPROFILAKTIF

KELOMPOK 5

1. EKA AULIA RASUL : PO714203171012


2. LINDA INDRIANI : PO714203171020
3. ALMA MAULIDA KAHAR :
PO714203171005
4. KARTINA : PO714203202013
5. SYAMSIR : PO714203202027
ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts
POKOK PEMBAHASAN
PENGERTIAN IMUNOPROFILAKTIF

Imunoprofilaktik merupakan bentuk pencegahan penyakit melalui mekanisme


peningkatan derajat imunitas melalui suatu proses imunisasi atau vaksinasi. Imunisas
i sendiri dapat diperoleh secara alami atau buatan, dalam kondisi pasif maupun aktif.
Kedua macam imunisasi tersebut berbeda dalam beberapa aspek berdasarkan cara
memperolehnya, sifat resistensi yang dihasilkan,cepat - lambatnya kemunculan antib
odi maupun katabolismenya.
TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseor
ang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populas
i) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia seperti penyakit cacar.

Sedangkan tujuaan dilakukannya imunisasi adalah untuk mencegah timbulnya gej


ala penyakit pada seseorang atau kelompok apabila terpapar suatu agen penyakit
atau bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang
dapat menimbulkan cacat atau kematian.

Adapun tujuan imunisasi tersebut dapat dibedakan menjadi tujuan dekat atau tuju
an akhir.Tujuan dekat imunisasi adalah untuk mencegah penyakit pada individu da
n reduksi kasus dan kejadian luar biasa. Sedangkan tujuan akhir imunisasi adalah
melindungi populasi, mereduksi dan mengeliminasi penyakit, bahkan jika mungkin
ditujukan untuk mengeradikasi penyakit.
JENIS IMUNISASI
1. Imunisasi pasif (passive immunization).

Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat
kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar.

a. Imunisasi pasif alamiah.


Adalah antibody yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang mer
upakan
orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.
b. Imunisasi pasif buatan.
Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk menceg
ah penyakit
tertentu.
JENIS IMUNISASI

2.  Imunisasi aktif (active immunization).


Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubu
h yang secara aktif membentuk zat anti bodi.
a.  Imunisasi aktif alamiah.
Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari
suatu penyakit.

b.  Imunisasi aktif buatan.


Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk m
endapatkan perlindungan dari suatu penyakit.
REVIEW
JURNAL
JURNAL 1
JURNAL 1

Judul : Pencegahan Transmisi Virus Hepatitis B Pada


Masa Perinatal
Penulis : Aditya Bustami, Anita
Tanggal : Oktober 2019
Tujuan : Untuk mengetahui tentang penularan virus
hepatitis B masa perinatal
Metode Penelitian: Studi ini merupakan suatu tinjauan literatur
(Literature review) yang membahas tentang penular
an virus hepatitis B masa perinatal. Sumber diperol
eh dari literatur meliputi sumber buku, jurnal maupu
n, sumber dari kementerian kesehatan.
JURNAL 1

Hasil Penelitian
Risiko penularan Hepatitis B perinatal tertinggi pada wanita dengan tingkat viraemia tinggi, penular
an terbesar terjadi kepada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan positif hepatitis B. Beberapa upaya
pencegahan transmisi vertikal dari ibu ke bayi antara lain:
1. Masa Pre-embryonic dan Assisted Reproductive Therapy:
a) Pasangan seropositif dan HBsAg seronegatif harus diberikan vaksin hepatitis B. Bila wanita dengan
HBsAg positif, maka neonatus harus menjalani protokol imunoprofilaksis yang terdiri dari imunoglobu
lin hepatitis B yang diikuti vaksinasi hepatitis B,
b) Seksio Sesar: beberapa penelitian kontradiktif mengenai efektifitas dari seksio sesaria elektif sebaga
i upaya untuk pencegahan transmisi vertikal hepatitis B. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa sek
sio sesaria elektif berhasil menurunkan transmisi hepatitis B setengah dari transimisi persalinan perv
aginam.
c) Imunoprofilaksis: beberapa antivirus yang dapat digunakan untuk pencegahan penularan hepatitis B
diantaranya lamivudin, telbivudin dan tenofovir.
2. Masa Laktasi Lamivudin dan Tenofovir sudah diterima sebagai pengobatan pencegahan transmisi
vertikal HIV dan dinyatakan aman digunakan saat menyusui. Namun, belum ada rekomendasi penggun
aan lamivudin dan tenofovir pada masa menyusui. Post Partum Flare: Ibu hamil yang mendapatkan ter
api antivirus selama kehamilan berisiko lebih tinggi mengalami post partum flare dan akan terjadi perbai
kan spontan, diperlukan Follow up ketat selama 6 bulan. Manajemen flare harus disesuaikan dengan p
anduan tatalaksana hepatitis B.
JURNAL 1

Pembahasan

Penularan Infeksi HBV Kelompok yang beresiko tinggi tertular HBV diantaranya:
1) Bayi dari ibu penderita hepatitis B,
2) bekerja dengan darah dan produk darah (kecelakaan jarum suntik),
3) pengguna jarum suntik tidak steril/bergantian (Penasun),
4) pengguna tato, tindik, pisau cukur, jarum perawatan wajah, menicure/pedicure tidaksteril,
5) pengguna sikat gigi bergantian dengan penderita.
6) pasangan homosex dan
7) sering berganti – ganti pasangan. Penularan HBV perinatal menghasilkan frekuensi infeksi kronis yang
tinggi, hingga 90% pada bayi yang lahir dari wanita dengan HBeAg-positif. Pemeriksaan Hepatitis B
pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic
Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang
ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B (Infodatin, 2017).
JURNAL 1

Kesimpulan

hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menja


di fibrosis (jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis dis
ebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi virus, zat beracun
(misalnya alkohol, obat-obatan tertentu), dan penyakit autoimu
n. Risiko penularan Hepatitis B perinatal tertinggi pada wanita d
engan tingkat viraemia tinggi, penularan terbesar terjadi kepad
a bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan positif hepatitis B.
JURNAL 2
JURNAL 2
Judul : Potensi Vaksin Plasmodium Falciparum
Fase Pra-Eritrositer Rts,S Sebagai Imunoprofilaksis Pada
Pelancong
Penulis : Parera, M., dan Tiala, M.E.
Tanggal : November 2011
Tujuan : Untuk mengetahui tentang Potensi Vaksin Plasmodium
Falciparum Fase Pra-Eritrositer Rts,S Sebagai Imunoprofilaksis
Pada Pelancong
Metode Penelitian : Penyusunan tulisan ini menggunakan metode deskriptif. Data diper
oleh dari berbagai kepustakaan berupa text book, jurnal maupun
artikel kesehatan. Untuk memudahkan analisis dan sintesis data
maka dibuat suatu alur yaitu pemilihan latar belakang dilanjtkan
dengan pencarian data. Pencarian data dibagi menjadi dua yaitu
sumber primer dan sekunder. Sumber primer yaitu text book dan jurn
al.Sumber sekunder yaitu artikel kesehatan. Dari data yang diperole
h kemudian dirangkum dalam pembahasan lalu dilakukan analisis da
n sintesis. Yang terakhir, dilakukan penarikan kesimpulan berdasark
an pembahasan yang dilakukan.
Jurnal 2

Pembahasan

Salah satu tujuan pengembangan vaksin adalah untuk memproteksi tentara yang
akan menjalankan misidi daerah endemis. Hasil uji klinis RTS,S fase 2a, 2b, dan 3
menunjukkan hasil yang positif dan menjanjikan untuk masa depan RTS,S. Namun
dalam waktu dekat, kemoprofilaksis dilihat lebih menjajikan sebagai pencegahan. Tuj
uan utama dari vaksin pada pelancong adalah proteksi level tinggi melawan infeksi.
Vaksin yang diberikan tentunya harus mempunyai efek tersebut 4-6 minggu sebelum
bepergian yaitu pada saat injeksi vaksin
Jurnal 2

Penggunaan vaksin RTS,S pada pelancong


sebagai imunoprofilaksis untuk menggantikan
kemoprofilaksis dinilai belum bisa dilakukan dalam
waktu dekat. Efikasi RTS,S dari hasil uji klinis yang telah
dilakukan dengan rata-rata 50% belum cukup tinggi
untuk diaplikasikan pada pelancong. Tingkat proteksi
vaksin pada pelancong harus mencapai angka minimum
60%. RTS,S generasi pertama menjanjikan dan
memberikan proteksi pada populasi di daerah endemik.
Populasi non-imun yang akan mendapatkan manfaat
dari generasi pertama vaksin malaria ini adalah
pelancong jangka panjang atau tentara yang berada di
Jurnal 2

daerah endemis. Hasil terakhir uji klinis fase 3 akan


keluar pada tahun 2014. Efikasi RTS,S akan ditinjau lagi,
termasuk juga jika terjadi kematian dan malaria berat.
Sekarang ini, vaksin pra-eritrositer RTS,S dilihat bukan
merupakan satu-satunya strategi dalam pengeliminasian
lokal parasit pada daerah hiperendemis, RTS,S lebih
berkemampuan memproteksi pada efikasi yang tinggi
dan daerah yang mempunyai risiko malaria lebih
rendah.
JURNAL 2
Hasil Penelitian

RTS,S/AS01 adalah vaksin yang aman, imunogenik, dan merupakan vaksin pra-eritro
siter pertama yang menunjukkan proteksi yang signifikan terhadap infeksi alami Plasmodiu
m falciparum. RTS,S didesain untuk mencegah parasit menginfeksi, melakukan pematanga
n dan multiplikasi di hati, serta memasuki aliran darah dan menyerang eritrosit. Hasil perta
ma uji klinis fase 3 menunjukkan efikasi vaksin terhadap malaria berat pada kelompok usia
yang digabungkan, yaitu usia 5-17 bulan dan 6-12 minggu, sebesar 34,8%. Peninjauan terh
adap RTS,S terus dilakukan dan juga dikembangkan bagi para pelancong.
Jurnal 2

Kesimpulan

RTS,S/AS01 adalah vaksin yang aman,


imunogenik, dan merupakan vaksin pra-eritrositer
pertama yang menunjukkan proteksi yang signifikan
terhadap infeksi alami Plasmodium falciparum. RTS,S
didesain untuk mencegah parasit menginfeksi,
melakukan pematangan dan multiplikasi di hati, serta
memasuki aliran darah dan menyerang eritrosit. Hasil
pertama uji klinis fase 3 menunjukkan efikasi vaksin
terhadap malaria berat pada kelompok usia yang
digabungkan, yaitu usia 5-17 bulan dan 6-12 minggu,
sebesar 34,8%. Peninjauan terhadap RTS,S terus
dilakukan dan juga dikembangkan bagi para pelancong
JURNAL 3
JURNAL 3
Judul : Peningkatan Titer Antibodi Terhadap Avian Influenza Dalam Serum
Ayam Petelur yang Divaksin Dengan Vaksin Komersial.
Penulis : 1.Ummu Balqis
2. Muhammad Hambal
3. Mulyadi
4. Samadi
5. Darmawi
Tanggal : April 2011
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi peningkatan titer
antibodi terhadap Avian Influenza di dalam serum ayam petelur yan
g divaksin dengan vaksin komersial. Hipotesis yang ingin dibuktika
n adalah ayam petelur yang diimunisasi dengan vaksin komersial
(H5N1) akan terpicu respons humoralnya sehingga akan menghasil
kan antibodi anti-Avian Influenza yang dapat memberi proteksi kep
ada
ayam petelur. Ruang lingkup dan batas-batas riset ini diarahkan ke
pada kajian terhadap efikasi vaksin Avian Influenza berdasarkan ter
bentuknya antibodi di dalam serum sebelum vaksinasi (pravaksinas
i)
JURNAL 3
Metode penelitian

Uji Hemaglutination Inhibition (HI test)


Masing-masing sumur microplate U bottom nomor 1 – 12 diisi dengan 25 μl suspensi
virus standar (4 HAU). Sebanyak 25 μl serum yang akan diuji ditambahkan dan dihomogen
kan di dalam sumur nomor 1. Sebanyak 25 μl campuran virus standar dan serum pada sum
ur nomor 1 dipindahkan dan dihomogenkan ke dalam sumur nomor 2. Hal yang sama dilak
ukan pada sumur nomor 3 sampai 12. Microplate dikocok dengan cara digoyang-goyangka
n,
dan diinkubasi pada temperatur ruangan selama 15 menit. Sebanyak 25 μl suspensi sel
darah merah 0,5% ditambahkan ke dalam seluruh sumur, microplate digoyang-goyangkan,
dan diinkubasi kembali selama 30 menit. Hasil dibaca jika eritrosit pada sumur kontrol telah
mengendap (Karaca et al., 2005; Hoffmann et al., 2005). Apabila titer antibodi menunjukkan
positif meningkat mencapai 24, maka ayam tersebut digolongkan sebagai ayam yang memil
iki proteksi terhadap Avian Influenza (OIE, 2000).
JURNAL 3
Hasil penelitian
Titer antibodi ayam arab pada 20 ekor (100 %) sampel termasuk kategori tidak protek
tif (< 24) sebelum divaksinasi. Antibodi ayam arab yang menunjukkan kategori titer protektif
(> 24) pada satu, dua, dan tiga bulan pascavaksinasi berturut-turut adalah 16 ekor (80 %), 1
9 ekor (95 %), dan 15 ekor (75%). Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2005) bahwa h
asil interpretasi terhadap Avian Influenza dinyatakan protektif apabila 70 % atau lebih samp
el serum yang diuji HI menunjukkan nilai titer HI > 1 : 16 (2 4) [9]. Hasil uji HI serum ayam da
lam periode waktu tiga bulan pascavaksinasi dengan vaksin komersial (H5N1).
Pembentukan antibodi meningkat terhadap Avian Influenza di dalam serum ayam arab yan
g
divaksinasi. Rataan titer antibodi pada pravaksinasi dan pada satu, dua, dan tiga bulan pas
cavaksinasi berturut-turut adalah 20,35, 25,15, 25,56, dan 24,70. Hal ini menunjukkan bahwa vaksi
nasi menyebabkan kenaikan titer antibodi yang melampaui standar minimum titer antibodi p
rotektif terhadap AI yaitu 24. Rataan kenaikan antibodi pada perlakuan pra- dan pascavaksi
nasi.
Persentase antibodi ayam arab yang protektif terhadap AI pascavaksinasi tergolong ti
nggi pada tiap bulan pemeriksaan. Ayam arab yang digunakan pada penelitian ini, sebelum
vaksinasi tidak memiliki proteksi terhadap serangan AI (0 %). Capaian persentase antibodi
protektif pada masing-masing bulan ke-1, ke-2, dan ke-3 berturut-turut adalah 80%, 95 %,
dan 75%. Pengaruh vaksinasi terhadap peningkatan jumlah ayam arab yang memiliki titer a
ntibodi protektif terhadap AI.
JURNAL 3
Pembahasan

Pada penelitian ini, antibodi yang dipicu oleh pemaparan antigen vaksin sudah terdeteksi protektif
melalui uji HI mulai bulan pertama pascavaksinasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan peneliti terda
hulu bahwa pemaparan antigen ke dalam tubuh induk ayam akan menghasilkan antibodi spesifik terhadap
antigen yang disuntikkan. Ayam petelur yang diimunisasi dengan Streptococcus mutans, Salmonella enter
otidis, dan Escherichia coli menunjukkan serum dan ekstraksi kuning telur positif mengandung IgY terhada
p
bakteri tersebut dua minggu pascavaksinasi (Soejoedono et al., 2005).
Sebagai pertimbangan bahwa produksi antibodi IgY pada bangsa unggas dan reptil unggas dapat di
lakukan melalui teknik vaksinasi dengan cara menginjeksikan antigen dan adjuvant secara subkutan, intra
muskular, atau secara oral dalam interval waktu tertentu (Carlander, 2002; Hammond, 2007). eknik imunis
asi pada ayam yang dilakukan Camenisch et al., (1999) untuk memicu terbentuknya IgY anti human hypox
ia- inducible factor 1 (anti-HIF-1α) dalam kuning telur ayam adalah dengan menyuntikkan 80 μg antigen fu
si protein plasmid bakteri yang mengekspresikan HIF-1α dengan glutathione S-tranferase yang diresuspen
si dengan 500 μl PBS dan dicampur dengan 500 μl CFA pada otot dada. Booster dilakukan dua kali denga
n cara menyuntikkan 60 μg antigen yang dicampur dengan IFA pada minggu ke-2 dan 4. Peneliti lainnya m
erekomendasikan bahwa untuk produksi IgY pada ayam petelur dosis antigen yang akan digunakan adala
h 10 – 100 μg dalam emulsi FCA untuk memicu reaksi lokal pada jaringan subkutan atau intramuskular. Fr
ekuensi vaksinasi dilakukan dua sampai tiga kali booster dalam interval waktu 4 – 8 minggu sebelum masa
ayam bertelur (Schade et al., 1999).
JURNAL 3

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa vaksin ko
mersial (H5N1) bersifat protektif karena dapat memicu pembentuk
an respons humoral ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Carlander, D., 2002. Avian IgY antibody in vitro and in vivo. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the
Faculty of Medicine, Universitatis Upsaliensis, Upsala.

Erina, 2006. Kajian Epidemiologi Penyebaran Avian Influenza Pada Pasar Unggas Tradisional di Nanggroe Aceh Darussalam.
Laporan Hasil Penelitian, Departemen Pertanian, Jakarta.
 
Karaca K., Swayne, D.E., Grosenbaugh, D., Bublot, M., Robles, A., Spackman, E., Nordgren, R., 2005. Immunogenicity of
Fowlpox Virus Expressing the Avian Influenza Virus H5 Gene (TROVAC AIV-H5) in Cats. Clin Diagn Lab Immunol. 12
(11): 1340–
1342.http://cvi.asm.org/cgi/reprint/12/11/13 40.pdf [26 Desember 2006]

Soejoedono, R.D., Wibawan, I.W.T., Hayati, Z., 2005. Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis: Produksi ” Yolk Immuno
globulin” (IgY) Anti Plaque dan Diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutans, Escherichia coli dan Salmo
nella enterotidis. Laporan Riset Unggulan Terpadu, Kementrian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta.

Schade, R., Henklein, P., Hlinak, A., 1999. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies: IgY. The Report And
Recommendations of ECVAM Workshop 21 1,2. Reprinted with Minor Amendments from ATLA. 24: 925 - 934.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai