KELOMPOK 5
Adapun tujuan imunisasi tersebut dapat dibedakan menjadi tujuan dekat atau tuju
an akhir.Tujuan dekat imunisasi adalah untuk mencegah penyakit pada individu da
n reduksi kasus dan kejadian luar biasa. Sedangkan tujuan akhir imunisasi adalah
melindungi populasi, mereduksi dan mengeliminasi penyakit, bahkan jika mungkin
ditujukan untuk mengeradikasi penyakit.
JENIS IMUNISASI
1. Imunisasi pasif (passive immunization).
Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat
kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar.
Hasil Penelitian
Risiko penularan Hepatitis B perinatal tertinggi pada wanita dengan tingkat viraemia tinggi, penular
an terbesar terjadi kepada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan positif hepatitis B. Beberapa upaya
pencegahan transmisi vertikal dari ibu ke bayi antara lain:
1. Masa Pre-embryonic dan Assisted Reproductive Therapy:
a) Pasangan seropositif dan HBsAg seronegatif harus diberikan vaksin hepatitis B. Bila wanita dengan
HBsAg positif, maka neonatus harus menjalani protokol imunoprofilaksis yang terdiri dari imunoglobu
lin hepatitis B yang diikuti vaksinasi hepatitis B,
b) Seksio Sesar: beberapa penelitian kontradiktif mengenai efektifitas dari seksio sesaria elektif sebaga
i upaya untuk pencegahan transmisi vertikal hepatitis B. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa sek
sio sesaria elektif berhasil menurunkan transmisi hepatitis B setengah dari transimisi persalinan perv
aginam.
c) Imunoprofilaksis: beberapa antivirus yang dapat digunakan untuk pencegahan penularan hepatitis B
diantaranya lamivudin, telbivudin dan tenofovir.
2. Masa Laktasi Lamivudin dan Tenofovir sudah diterima sebagai pengobatan pencegahan transmisi
vertikal HIV dan dinyatakan aman digunakan saat menyusui. Namun, belum ada rekomendasi penggun
aan lamivudin dan tenofovir pada masa menyusui. Post Partum Flare: Ibu hamil yang mendapatkan ter
api antivirus selama kehamilan berisiko lebih tinggi mengalami post partum flare dan akan terjadi perbai
kan spontan, diperlukan Follow up ketat selama 6 bulan. Manajemen flare harus disesuaikan dengan p
anduan tatalaksana hepatitis B.
JURNAL 1
Pembahasan
Penularan Infeksi HBV Kelompok yang beresiko tinggi tertular HBV diantaranya:
1) Bayi dari ibu penderita hepatitis B,
2) bekerja dengan darah dan produk darah (kecelakaan jarum suntik),
3) pengguna jarum suntik tidak steril/bergantian (Penasun),
4) pengguna tato, tindik, pisau cukur, jarum perawatan wajah, menicure/pedicure tidaksteril,
5) pengguna sikat gigi bergantian dengan penderita.
6) pasangan homosex dan
7) sering berganti – ganti pasangan. Penularan HBV perinatal menghasilkan frekuensi infeksi kronis yang
tinggi, hingga 90% pada bayi yang lahir dari wanita dengan HBeAg-positif. Pemeriksaan Hepatitis B
pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic
Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang
ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B (Infodatin, 2017).
JURNAL 1
Kesimpulan
Pembahasan
Salah satu tujuan pengembangan vaksin adalah untuk memproteksi tentara yang
akan menjalankan misidi daerah endemis. Hasil uji klinis RTS,S fase 2a, 2b, dan 3
menunjukkan hasil yang positif dan menjanjikan untuk masa depan RTS,S. Namun
dalam waktu dekat, kemoprofilaksis dilihat lebih menjajikan sebagai pencegahan. Tuj
uan utama dari vaksin pada pelancong adalah proteksi level tinggi melawan infeksi.
Vaksin yang diberikan tentunya harus mempunyai efek tersebut 4-6 minggu sebelum
bepergian yaitu pada saat injeksi vaksin
Jurnal 2
RTS,S/AS01 adalah vaksin yang aman, imunogenik, dan merupakan vaksin pra-eritro
siter pertama yang menunjukkan proteksi yang signifikan terhadap infeksi alami Plasmodiu
m falciparum. RTS,S didesain untuk mencegah parasit menginfeksi, melakukan pematanga
n dan multiplikasi di hati, serta memasuki aliran darah dan menyerang eritrosit. Hasil perta
ma uji klinis fase 3 menunjukkan efikasi vaksin terhadap malaria berat pada kelompok usia
yang digabungkan, yaitu usia 5-17 bulan dan 6-12 minggu, sebesar 34,8%. Peninjauan terh
adap RTS,S terus dilakukan dan juga dikembangkan bagi para pelancong.
Jurnal 2
Kesimpulan
Pada penelitian ini, antibodi yang dipicu oleh pemaparan antigen vaksin sudah terdeteksi protektif
melalui uji HI mulai bulan pertama pascavaksinasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan peneliti terda
hulu bahwa pemaparan antigen ke dalam tubuh induk ayam akan menghasilkan antibodi spesifik terhadap
antigen yang disuntikkan. Ayam petelur yang diimunisasi dengan Streptococcus mutans, Salmonella enter
otidis, dan Escherichia coli menunjukkan serum dan ekstraksi kuning telur positif mengandung IgY terhada
p
bakteri tersebut dua minggu pascavaksinasi (Soejoedono et al., 2005).
Sebagai pertimbangan bahwa produksi antibodi IgY pada bangsa unggas dan reptil unggas dapat di
lakukan melalui teknik vaksinasi dengan cara menginjeksikan antigen dan adjuvant secara subkutan, intra
muskular, atau secara oral dalam interval waktu tertentu (Carlander, 2002; Hammond, 2007). eknik imunis
asi pada ayam yang dilakukan Camenisch et al., (1999) untuk memicu terbentuknya IgY anti human hypox
ia- inducible factor 1 (anti-HIF-1α) dalam kuning telur ayam adalah dengan menyuntikkan 80 μg antigen fu
si protein plasmid bakteri yang mengekspresikan HIF-1α dengan glutathione S-tranferase yang diresuspen
si dengan 500 μl PBS dan dicampur dengan 500 μl CFA pada otot dada. Booster dilakukan dua kali denga
n cara menyuntikkan 60 μg antigen yang dicampur dengan IFA pada minggu ke-2 dan 4. Peneliti lainnya m
erekomendasikan bahwa untuk produksi IgY pada ayam petelur dosis antigen yang akan digunakan adala
h 10 – 100 μg dalam emulsi FCA untuk memicu reaksi lokal pada jaringan subkutan atau intramuskular. Fr
ekuensi vaksinasi dilakukan dua sampai tiga kali booster dalam interval waktu 4 – 8 minggu sebelum masa
ayam bertelur (Schade et al., 1999).
JURNAL 3
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa vaksin ko
mersial (H5N1) bersifat protektif karena dapat memicu pembentuk
an respons humoral ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Carlander, D., 2002. Avian IgY antibody in vitro and in vivo. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the
Faculty of Medicine, Universitatis Upsaliensis, Upsala.
Erina, 2006. Kajian Epidemiologi Penyebaran Avian Influenza Pada Pasar Unggas Tradisional di Nanggroe Aceh Darussalam.
Laporan Hasil Penelitian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Karaca K., Swayne, D.E., Grosenbaugh, D., Bublot, M., Robles, A., Spackman, E., Nordgren, R., 2005. Immunogenicity of
Fowlpox Virus Expressing the Avian Influenza Virus H5 Gene (TROVAC AIV-H5) in Cats. Clin Diagn Lab Immunol. 12
(11): 1340–
1342.http://cvi.asm.org/cgi/reprint/12/11/13 40.pdf [26 Desember 2006]
Soejoedono, R.D., Wibawan, I.W.T., Hayati, Z., 2005. Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis: Produksi ” Yolk Immuno
globulin” (IgY) Anti Plaque dan Diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutans, Escherichia coli dan Salmo
nella enterotidis. Laporan Riset Unggulan Terpadu, Kementrian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta.
Schade, R., Henklein, P., Hlinak, A., 1999. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies: IgY. The Report And
Recommendations of ECVAM Workshop 21 1,2. Reprinted with Minor Amendments from ATLA. 24: 925 - 934.
TERIMAKASIH