Anda di halaman 1dari 24

Infeksi Saluran Kemih ( ISK )

1. Definisi

Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih
(tractus urinarius) yang terdiri dari (atas ke bawah) ginjal, ureter, vesica urinaria
(kandung kemih), dan uretra. Dapat terjadi pada salah satu bagian di atas dan dapat
pula bersamaan misalnya terjadi infeksi pada kandung kemih dan uretra. 

Traktus urinarius

2. Terminologi

Infeksi saluran kemih (ISK) berkaitan dengan interaksi virulensi bakteri dan host. ISK
berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan urotelium, bakteri patogen
ini menginvasi sel urothelium dari saluran kemih. ISK merupakan infeksi akibat
terbentuknya koloni bakteri di saluran kemih. Saluran kemih yang bisa terinfeksi
antara lain urethra (urethritis), kandung kemih (cystitis), ureter (ureteritis), jaringan
ginjal (pyelonefritis).

ISK menunjukkan adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteriyang bermakna


di saluran kemih. Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria
bermakna tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik
(covert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK
dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik.

3. Etiologi

Lebih dari 90% pasien ISK akut di Amerika dengan struktur dan fungsi anatomi yang
normal disebabkan oleh Eschericia coli, 10-20% disebabkan oleh Staphylococcus
saphropiticus koagulase negatif, kurang dari 5% ISK disebabkan oleh bakteri lain
seperti Enterobacteriaceae atau Enterococcus. ISK dengan obstruksi anatomi atau
karena pemakaian kateter disebabkan oleh E.coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus
mirabilis, Enterococcus sp., Pseudomonas aeruginosa. ISK karena Candida albicans
jarang ditemukan, banyak ditemukan pada pasien dengan diabetes. S.saprophyticus
merupakan penyebab kedua terbanyak pada wanita muda dengan aktifitas seksual yang
aktif.

Tabel 1. Etiologi ISK (Rahn DD,2008)

Mikroorganisme Pasien rawat jalan Pasien rawat inap (%)


(%)

Eschericia coli 53-72 18-57


Staphylococcus 2-8 2-13
koagulase negatif
Klebsiella 6-12 6-15
Proteus 4-6 4-8
Morganella 3-4 5-6
Enterococcus 2-12 7-16
Staphylococcus 2 2-4
aureus
Staphylococcus 0-2 0-4
saprophyticus
Pseudomonas 0-4 1-11

Candida 3-8 2-26

Organisme penyebab infeksi tractus urinarius yang paling sering ditemukan adalah
Eschericia coli, (80% kasus). E.Coli merupakan penghuni normal dari kolon.
Organisme-organisme lain yang juda dapat menyebabkan infeksi saluran perkemihan
adalah : Golongan Proteus, Klebsiela, Pseudomonas, Enterokokus dan Staphylokokus.

1) ISK uncomplicated (simple)

ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik anatomi
maupun fungsionil normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih.
Penyebab kuman tersering (90%) adalah E.Coli

2)  ISK complicated

Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kuman penyebab sulit diberantas,
kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik, sering terjadi
bakteriemia, sepsis, dan syok. Penyebab kuman pada ISK complicated adalah
Pseudomonas, Proteus dan Klebsiela.

ISK complicated terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut :

 Kelainan abnormal saluran kemih, misalnya batu (pada usia lanjut


kemungkinan terjadinya batu, lebih besar dari pada usia muda). Refleks vesiko
urethral obstruksi paraplegi, atoni kandung kemih, kateter kandung kemih menetap,
serta prostatitis menahun.
 Kelainan faal ginjal, bail gagal ginjal akut (GGA) maunpun gagal ginjal
kronis (GGK).

Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Mikroorganisme yang


paling sering adalah bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau
mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun
demikian uretra bagian bawah terutama pada wnaita dapat dihuni oleh bakteri yang
jumlahnya makin kurang pada organ yang mendekati kandung kemih. Selain bakteri
aerob, ISK juga dapat disebabkan oleg virus, ragi dan jamur.

Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni


usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari Gram negatif ternyata E.Coli
menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiela, Enterobacter,
dan Pseudomonas.
Jenis kokus Gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococcus
dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih,
lelaki usia lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter.
Bila ditemukan Staphylococcus aureus dalam urin harus dicurigai adanya infeksi
hematogen melalui ginjal. Demikian juga Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi
saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid
dapat diisolasi Salmonella pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui
jalur hematogen ialah Brusella, Nokardia, Actinomyces dan Mycobacterium
tuberculosae.

Virus juga sering ditemukan pada urin tanpa ada gejala ISK akut. Adenovirus tipe 11
dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hematpragik. Sistitis hemoragik dapat juga
disebabkan oleh schistosoma hematobim yang termasuk golongan cacing pipih. Candida
merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan
kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan dengan antibiotik spektrum luas.
Candida yang paling sering ialah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.

4. Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri. Namun juga dapat disebabkan oleh
jamur dan virus. Mikroorganisme tersebut bisa menginfeksi saluran kemih karena
terjadinya pengosongan kandung kemih yang terhambat atau terganggu, dan iritasi
saluran kemih. Kondisi tersebut bisa terjadi karena hal-hal berikut ini:
a. Penyumbatan Saluran Kemih
Penyumbatan yang menghambat aliran urin sehingga memperlambat
mengosongkan kandung kemih dapat menyebabkan ISK. Hambatan dapat
disebabkan oleh pembesaran prostat, batu ginjal, dan tumor atau kanker.
b. Jenis kelamin
Wanita lebih rentan terkena Infeksi Saluran Kemih dibanding pria. Karena saluran
kencing uretra wanita lebih pendek.
c. Aktivitas Seksual
Tekanan pada saluran kemih selama berhubungan intim dapat memindahkan
bakteri dari saluran cerna (sekitar anus) ke kandung kemih. Biasanya tubuh dapat
menyingkirkan patogen ini dalam waktu 24 jam. Namun, jika jumlah bakteri
sangat banyak atau bakteri memiliki sifat tahan maka terjadilah Infeksi saluran
kemih. Inilah mekanisme penyebab Infeksi kandung kemih yang sering terjadi
pada pengantin baru, yang disebut sebagai honeymoon cystitis (Infeksi kandung
kemih saat bulan madu).
d. Kebiasaan cebok yang salah
Kebiasaan cebok dengan menyeka dari belakang ke depan setelah BAB atau BAK
dapat menyebabkan ISK. Karena gerakan ini dapat menyeret bakteri dari daerah
dubur menuju uretra (saluran kencing).
e. Spermisida
Spermisida dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kencing, karena dapat
menyebabkan iritasi kulit pada beberapa wanita. Hal ini meningkatkan risiko
bakteri masuk ke dalam kandung kemih.
f. Kondom
Kondom lateks dapat menyebabkan peningkatan gesekan selama hubungan suami
istri sehingga dapat mengiritasi kulit. Hal ini dapat meningkatkan risiko Infeksi
Saluran Kencing pada beberapa individu. Namun, kondom penting untuk
mengurangi penyebaran infeksi menular seksual.
g. Diabetes
Diabetes dapat membuat pasien lebih rentan terkena ISK.
h. Kurangnya Hormon Estrogen
Setelah menopause, hilangnya estrogen akan mengubah bakteri normal dalam
jalan lahir. Hal ini dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kemih.
i. Penggunaan Kateter
Penggunaan kateter (selang kencing) jangka panjang dapat meningkatkan risiko
ISK. Karena kateter akan membuat bakteri lebih mudah untuk masuk ke kandung
kemih.

5. Jenis Infeksi Saluran Kemih


a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. Pada perempuan, terdapat dua
jenis ISK bawah pada perempuan yaitu sistitis dan sindrom uretra akut. Sistitis
adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.
Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini
SUA disebabkan mikroorganisme anaerob. Pada pria, presentasi klinis ISK bawah
mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.

b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

1) Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim


ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.
2) Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering
diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa
faktor predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat
parenkim ginjal.

6. Faktor Risiko ISK oleh MDRO

Faktor risiko adalah hal-hal yang secara jelas mempermudah terjadinya suatu kejadian.
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya ISK oleh MDRO yaitu :

1) Usia

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria meningkat


dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Pada usia tua,
seseorang akan mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan memudahkan
timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami perubahan lapisan
vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya ISK. Pada
usia tua, seseorang mudah terpapar infeksi MDRO khususnya Methicillin-resistant
S. aureus (MRSA) karena beberapa faktor seperti penurunan status fungsional dan
frailty syndrome.

2) Diabetes Mellitus

Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi pada individu yang
diabetes daripada yang tidak. Hal itu dapat terjadi karena disfungsi vesica urinaria
sehingga memudahkan distensi vesica urinaria serta penurunan kontraktilitas
detrusor dan hal ini meningkatkan residu urin maka mudah terjadi infeksi. Faktor
lain yang dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih dari 20 tahun,
retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak fungsi fagosit dari
leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor diatas menjadi
penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien diabetes mellitus.

3) Kateter

Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau instrumentasi urin
lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri dapat memasuki vesica
urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether junction, the cathether-drainage
tubing junction, the drainage tubing-bag junction, dan pintu drainase pada kantung
urin. Pada kateterisasi dengan waktu singkat, bakteri yang paling banyak
ditemukan adalah E. coli. Bakteri lain yang ditemukan adalah P.aeruginosa, K.
pneumonia, Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada kateterisasi
jangka panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli, bakteri ini
menempel pada uroepitelium.

4) Antibiotik

Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat menimbulkan
resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang mendapat terapi antibiotik
dalam 90 hari sebelumnya. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional mengurangi
jumlah bakteri lactobacillus yang melindungi. Hal ini menimbulkan jumlah
pertumbuhan E. coli yang tinggi di vagina. Pada percobaan kepada kera,
pemberian antimikroba β-lactam meningkatkan kolonisasi E. coli, pemberian
trimethoprim dan nitrofurantoin tidak meningkatkan kolonisasi E. coli. E. coli
merupakan penyebab terbanyak ISK. Resistensi E. coli terhadap antibiotik
meningkat dengan cepat, terutama resistensi terhadap fluorokuinolon dan
cephalosporin generasi 3 dan 4.

5) Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)

National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan pada pasien ICU,


dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK merupakan infeksi terbanyak
pada pasien kritis di ICU. Disebutkan bahwa penyebabnya adalah penggunaan
antibiotik yang tinggi multipel pada satu pasien sehingga menimbulkan
peningkatan resistensi terhadap antimikroba. Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional akan menimbulkan resistensi melalui mekanisme antibiotic selective
pressure, antibiotik akan membunuh bakteri yang peka sehingga bakteri yang
resisten menjadi berkembang. Faktor lain yang menyebabkan tingginya resistensi
di ICU adalah penyakit serius yang diderita, penggunaan alat kesehatan invasif
dalam waktu lama, dan waktu tinggal di rumah sakit yang lama.

6) Perawatan kesehatan jangka panjang

Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka panjang adalah
infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK), khususnya infeksi oleh Extended
Spectrum Beta Lactamase Producers (ESBLs) yaitu E. coli. Kejadian resistensi
antimikroba pada pasien perawatan kesehatan jangka panjang tinggi dikarenakan
populasi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi dan kolonisasi. Penurunan
sistem imun, beberapa komorbiditas, dan penurunan fungsional pada pasien
perawatan jangka panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan
melemahkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Pasien perawatan kesehatan
jangka panjang sering menerima pengobatan empiris dengan antibiotik spektrum
luas, ini meningkatkan antibiotic selective pressure sehingga menimbulkan
resistensi.

7) Keganasan hematologi

Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut dan neutropenia


mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi. Bakteri yang menyebabkan infeksi
pada pasien neutropenia dan kanker bisa merupakan bakteri gram negatif (E. coli,
P. aeruginosa, Klebsiella) atau bakteri gram positif (S. Aureus dan Enterococcus).
Neutrofil memegang peranan penting sebagai agen pertahanan tubuh manusia
dalam melawan berbagai bakteri, oleh karena itu penurunan jumlah neutrofil yang
ekstrim menyebabkan peningkatan resistensi bakteri. Kemoterapi dosis tinggi,
neutropenia yang parah dan berkepanjangan, serta profilaksis fluorokuinolon dan
trimethoprim-sulfamethoxazole merupakan pemicu terjadinya infeksi pada pasien
keganasan hematologi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
8) Pasien hemodialisa

Pasien yang menjalani hemodialisa akan lebih rentan terpapar MDRO, maka
meningkatkan risiko terjadinya ISK oleh MDRO. Peningkatan kerentanan itu
disebabkan oleh dialisat yang terkontaminasi, transien bakteremia yang disebabkan
karena terdapat akses ke pembuluh darah yang menjadikannya sebagai port
d’entree bakteri MDRO, dan kelebihan Fe. Kateter dialisis melukai lapisan kulit
normal sehingga membentuk jalan masuk bakteri ke pembuluh darah. Keberadaan
benda asing dalam tubuh menimbulkan kekurangan imun lokal dengan jalan
pengaktifan fungsi fagosit dari sel polimorfonuklear. Hal ini akan menyebabkan
“exhausted neutrophils” yang menimbulkan penurunan aktivitas pembunuhan
bakteri secara nyata jika kemudian terinfeksi bakteri.

9) Ulkus diabetes mellitus (Ulkus DM)

Infeksi MDRO pada ulkus DM sangat lazim ditemukan, hal ini berhubungan
dengan kontrol level glukosa yang inadekuat. Bakteri gram negatif yang sering
ditemukan adalah Proteus dan bakteri gram positif yang sering ditemukan adalah
Staphylococcus. Penderita diabetes yang mengalami ulkus pada kaki sangat rentan
terhadap infeksi, dan akan menyebar secara cepat sehingga menimbulkan
kerusakan jaringan yang luar biasa. Durasi infeksi lebih dari satu bulan,
penggunaan antibiotik sebelumnya, dan ukuran ulkus lebih dari 4 cm 2 lebih
memungkinkan terkena MDRO.

7. Patogenesis

Patogenesis ISK sangat kompleks, menyangkut interaksi dari berbagai faktor baik dari
pihak pejamu (host) maupun virulensi kuman. Secara teoritis ISK dapat terjadi melalui
berbagai jalur, yaitu secara ascendens, hematogen, limfogen, dan perkontinuitatum.
Pada anak dan dewasa umumnya ISK terjadi melalui jalur ascendens yaitu dari daerah
perineum melalui orificium uretra ke vesika urinaria dan ginjal. Jalur hematogen
diduga berperan penting dalam patogenesis ISK pada neonatus. ISK pada neonatus
dapat juga terjadi secara ascendens, biasanya akibat tindakan instrumentasi tertentu
seperti pemasangan kateter vesika urinaria atau sistoskopi. Pada keadaan ini, ginjal
yang terinfeksi dapat menjadi sumber invasi bakteri patogen ke dalam peredaran darah
dan terjadi urosepsis.
Gambar. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1) kolonisasi
kuman di sekitar urin, (2) masuknya kuman melalui uretra ke vesika urinaria, (3)
penempelan kuman pada dinding vesika urinaria, (4) masuknya kuman melalui ureter
ke ginjal.

1) Faktor Pejamu (host )

Urin merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, namun demikian
tubuh mempunyai mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah
perkembangbiakan dan invasi bakteri ke dalam tubuh. Mekanisme ini secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi mekanisme fungsional, anatomis, dan
imunologis.

Pada keadaan anatomi yang normal, pengosongan vesika urinaria menjamin


pengeluaran urin dan mikroorganisme patogen yang mungkin berada dalam urin
secara efektif. Pengosongan buli-buli yang tidak sempurna akan menyebabkan
terbentuknya urin residu (sisa). Hal ini terjadi apabila terdapat refluks vesiko-
ureter atau obstruksi. Refluks vesiko-ureter,obstruksi, dan beberapa kelainan
uronefropati kongenital juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ISK.
Demikian pula kelainan fungsional saluran kemih seperti buli-buli neurogenik dan
nonneurogenik atau inkontinensia merupakan predisposisi terjadinya ISK.

Respon imunologis tubuh terhadap ISK dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
usia, lokasi infeksi, paparan sebelumnya terhadap bakteri patogen sejenis dan
virulensi bakteri yang menginfeksi. Respon inflamasi diaktifkan oleh mediator
kemotaktik yang dilepaskan pada saat bakteri patogen melekat ke dinding sel
uroepitel. Mediator ini akan menarik leukosit polimorfonuklear ke lokasi
terjadinya infeksi sehingga terjadi respon inflamasi lokal. Leukosit yang tertarik
ke lokasi infeksi disaluran kemih menyebabkan pyuria. Pyuria juga bisa terjadi
pada keadaan non infeksi. Keadaan non infeksi yang bisa menyebabkan pyuria
antara lain batu saluran kemih, tumor saluran kemih, reaksi obat dan bahan kimia
seperti cyclophosphamide. Pada infeksi Klamidiasis, tuberkulosis, brucellosis, dan
pada pasien yang sudah mendapatkan antibiotik, bisa nampak adanya pyuria pada
urin steril.
 Faktor predisposisi pencetus ISK
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran
kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah
terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk
pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses
klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
 Status imunologi pasien (host)
Vesica urinaria mempunyai mekanisme pertahanan melawan organisme asing.
Pengeluaran bakteria secara terus menerus dengan berkemih adalah mekanisme
untuk mengeluarkan bakteri yang telah mencapai pintu masuk. Fungsi fagosit dari
dinding saluran kemih memberi kesan sebagai pertahanan lain, seperti karakter
antibakteri urin sendiri. Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan
darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan
hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status sekretor (sekresi antigen
darah yang larut dalam air dan beberapa kelas imunoglobulin) sudah lama
diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B,
PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah
Lewis.
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih
normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-
sekretorik. Dibandingkan kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi
IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan
terhadap ISK rekuren.

2) Virulensi Bakteri

Bakteri patogen yang berhasil masuk ke saluran kemih harus mempunyai


kemampuan untuk berkembangbiak dalam urin dan mampu mengatasi derasnya
aliran urin saat miksi serta mekanisme pertahanan alamiah lainnya di saluran
kemih.17 Bakteri uropatogen adalah strain bakteri yang mempunyai faktor
virulensi spesifik untuk menimbulkan kolonisasi pada uroepitel.
Tahap awal terjadinya infeksi adalah terjadinya perlekatan bakteri pada sel epitel.
Kemampuan bakteri untuk melekat pada sel uroepitel merupakan faktor penting
terjadinya ISK. Tahap berikutnya baru terjadi penetrasi bakteri ke jaringan, proses
inflamasi dan kerusakan sel. E.coli mempunyai daya melekat pada uroepitel
karena adanya zat adhesin di membran luar bakteri, pada kapsul dan rambut (pili)
spesifik yang disebut fimbriae. Pili tipe I, mannose-sensitive berperan penting
pada pembentukan kolonisasi di kandung kemih. Pili tipe P, berperan pada
pembentukan koloni di ginjal. Pili ini dikode oleh gen pap (pyelonephritis-
associated pili). Ekspresi dari produksi pap menimbulkan respon stimuli berupa
temperatur dan konsentrasi glukosa.
Kerusakan pada ginjal juga dapat terjadi karena produksi polisakarida oleh
organisme yang mengakibatkan terhambatnya proses fagositosis. Hemolisin dapat
menyebabkan kerusakan jaringan secara langsung. Endotoxin dari organisme
gram negatif dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan parenkim ginjal.
 Peranan bakterial attachment of mucosa
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap
patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan
mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbria akan terikat pada P blood
group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.
Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.
 Peranan faktor virulensi lainnya
Kemampuan untuk melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri
tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini
dikenal beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P, dan S), non fimbrial
adhesion (DR haemaglutinin atau DFA component of DR blood group),
fimbrial adhesion (AFA-1 dan AFA-III), M-adhesions, G-adhesions dan curli
adhesions. Sifat patogenisitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin.
Dikenal beberapa toksin seperti α-haemolisin, CNF-1, dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin) . Hampir 95% α-haemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya
5% terikat pada gen plasmid. Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum
manusia dengan perantara beberapa faktor terutama aktivasi sistem
komplemen termasuk membrane attack complex (MAC). Menurut beberapa
peneliti uropatogenik mikroorganisme (MO) ditandai dengan ekspresi faktor
virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO : seperti resistensi serum,
sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul
mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor luar
seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen.
 Faktor virulensi variasi fase
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini
menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi diantara individu
dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda
dalam kandung kemih dan ginjal.

8. Kriteria ISK
9. Diagnosis ISK
Standart baku emas untuk mendiagnosis ISK adalah biakan/kultur urin serta adanya
tanda-tanda klinis yang muncul. Metode diagnosis selain standart baku emas yaitu
urinalisis. Penegakan diagnosis ISK harus dilakukan secara adekuat dan juga cepat
agar penanganannya bisa secepat mungkin sehingga terhindar dari komplikasi.
Diagnosis yang salah akan mengakibatkan pemberian perlakuan dan obat yang tidak
semestinya. Lebih dari itu, kegagalan diagnosis juga dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan ginjal yang progresif. Untuk itu setiap langkah dalam mendiagnosis harus
diperhatikan, mulai dari pengumpulan sampel sampai menginterpretasikannya.
1) Metode Pengumpulan Sampel (Kemih)
Sampel yang ideal didapatkan dari urin pancar tengah, yang segera ditampung
setelah orifisium urethra terbuka. Cara lain yaitu dengan urin tampung, namun
resiko kontaminasi cukup tinggi, cara ini banyak digunakan untuk bayi dan anak
kecil. Kateterisasi merupakan cara pengambilan sampel urin dengan risiko
kontaminasi minimal, namun perlu diingat risiko terjadinya infeksi dan efek
psikologis pada anak berusia diatas 1 tahun. Pada pasien yang dipasang kateter
menetap, dapat dilakukan sampling dengan aspirasi melalui selang kateter.
Aspirasi suprapubik merupakan cara terbaik untuk mendapatkan sampel urin tanpa
risiko kontaminasi.9 Aspirasi suprapubik ini dapat dilakukan pada bayi, sebab
hingga usia 1 tahun kandung kemih masih merupakan organ intraabdominal.
Namun terdapat risiko terjadi hematuria makroskopis transien sebanyak 2% serta
lebih banyak lagi risiko hematuria mikroskopis.
2) Diagnosis Laboratorium ISK
Untuk mendiagnosis ISK dapat memakai analisa urin rutin, pemeriksaan
mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin serta jumlah kuman/mL urin sebagai
protokol. Standart baku emas untuk penegakan diagnosis ISK adalah kultur urin.
3) Metode Kultur
Kultur urin merupakan tes yang penting karena selain dapat menunjukkan adanya
koloni infeksi, tes ini juga dapat mengidentifikasi mikroorganisme yang
menginfeksi pasien. Kriteria yang sering digunakan untuk menunjukkan adanya
bakteriuria adalah adanya bakteri ≥105CFU/mL, kriteria ini terlihat dari adanya
>100 koloni kuman di media kultur. Jumlah koloni <103 koloni/ml urin, maka
bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora
normal dari muara uretra. Perolehan jumlah koloni antara 103 – 105 koloni/ml
urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan
biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat mempengaruhi
jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan pemberian
antibiotika sebelumnya. Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang
tumbuh,bila >3 jenis bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin
yang diperiksa telah terkontaminasi. Ada beberapa metode semikuantitatif kultur
urin yaitu standart loop inoculum dan filter paper inoculum. Metode yang simpel
untuk digunakan adalah standart loop inoculum.
4) Metode Deteksi Bakteriuria dengan Mikroskopis Urin
Bakteriuria bisa dideteksi secara mikroskopis menggunakan pengecatan gram
tanpa sentrifugasi spesimen urin, pengecatan gram dengan sentrifugasi urin, atau
observasi langsung bakteri dalam spesimen urin. Pengecatan gram tanpa
sentrifugasi spesimen urin merupakan metode yang sederhana. Spesimen urin
diletakkan di atas object glass, dikeringkan, lalu diwarnai dengan cat gram,
kemudian diamati dibawah mikroskop. Preparat urin tanpa sentrifugasi
menunjukkan adanya bakteriuria signifikan bila menunjukkan adanya bakteri
>105CFU/ml. Adanya satu sel bakteri pada oil-immersion field spesimen urin
dengan pewarnaan gram dan tanpa sentrifugasi menunjukkan nilai 100.000
CFU/ml urin.
5) Metode Deteksi Pyuria dengan Mikroskopis Urin
Pyuria merupakan adanya pus (leukosit) pada urin. Pyuria dapat dideteksi dan
diukur secara mikroskopis dengan mengukur nilai ekskresi leukosit urin,
menghitung leukosit dengan hemositometer, menghitung leukosit di spesimen urin
dengan pengecatan gram, atau menghitung leukosit di spesimen yang
disentrifugasi. Tujuan tes mikroskopis urin ini untuk melihat leukosit, silinder
leukosit, dan elemen seluler lain yang bisa diamati secara langsung. Kelemahan
dari tes mikroskopis urin ini adalah leukosit cepat hancur di urin yang sudah tidak
segar. Metode mikroskopis yang paling akurat untuk menentukan pyuria adalah
dengan mengukur nilai ekskresi leukosit urin. Pasien dengan ISK simptomatis
memiliki nilai eksresi leukosit urin ≥400.000 leukosit/jam. Alternatif tes lain yang
simpel dan dengan harga terjangkau adalah dengan menghitung leukosit urin
menggunakan hemositometer. Perbandingan yang digunakan adalah bila
menghitung menggunakan hemositometer(bilik hitung Neubauer Improved)
didapatkan ≥10 leukosit/mm3 maka nilai ekskresi leukosit urin adalah ≥ 400.000
leukosit/jam. Metode mikroskopis urin yang sering digunakan untuk menilai
pyuria adalah menghitung jumlah leukosit di sedimen urin yang disentrifugasi.25
Spesimen urin dengan sentrifugasi menunjukkan pyuria jika terdapat >5
leukosit/hpf (high power field). Pada spesimen urin tanpa sentrifugasi, bila
didapatkan >10 leukosit/hpf (high power field) menunjukkan pyuria yang
bermakna.

10. Presentasi Klinis ISK

Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakukan
investigasi faktor predisposisi atau pencetus.

1) Pielonefritis Akut (PNA)


Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5°C), disertai menggigil dan
sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah
(sistitis).
2) ISK bawah (sistitis)
Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria,
stranguria.
3) Sindrom Uretra Akut (SUA)
Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada
perempuan usia antara 20-50 tahun. Presentasi klinis SUA hanya disuri dan sering
kencing, disertai cfu/ml urin <105 sering disebut sistitis abakterialis. SUA dibagi 3
kelompok pasien :
a) Pasien dengan piuria.
Biakan urin dapat diisolasi E. coli dengan dfu/ml urin 10 3-105. Sumber infeksi
berasal dari kelenjar peri uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini
memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti ampicillin.
b) Pasien lekosituri 10-50/ lapang pandang tinggi dan kultur urin steril.
Kultur khusus ditemukan Chlamydiatrachomatis atau bakteri anaerobik
c) Pasien tanpa piuri dan biakan urin steril

Gejala klinis ISK


Gejala klinis ISK dapat bervariasi dan tumpang tindih.
ISK bawah dapat berupa :
Nyeri atau rasa terbakar pada saat kencing
- Sering kencing
- Tidak dapat menahan kencing
- Rasa susah kencing
- Nyeri perut bagian bawah
- Demam
ISK atas dapat berupa :
- Demam 
- Muntah
- Nyeri kosto-vertebral yaitu nyeri di belakang atau samping sekitar pinggang
Gejala klinis pada anak
- Anak < 3 tahun : demam, muntah, gelisah
- Anak > 3 tahun : demam, nyeri perut, muntah, hilang nafsu makan, sering kencing,
nyeri pada saat kencing

Manifestasi Klinis

Infeksi bakteri ke gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa
gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria dan terdesak kencing
yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah pelvis juga ditemukan.
Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500
ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus,
nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder, prostatismus, nyeri
uretra, kolik ureter dan ginjal.

Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut:

 Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasnaya berupa rasa sakit atau rasa
panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak
enak di daerah suprapubik.
 Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang
 ISK yang bergejala, gejala pada masing-masing orang tidak sama. Gejalanya
antara lain:
 Sakit di perut bagian bawah, diatas tulang kemaluan
 Kencing sakit terutama pada akhir kencing
 Anyang-anyangan atau kencing tidak tuntas dan rasa masih ingin kencing lagi
walaupun bila dicoba untuk berkemih tidak ada air kemih yang keluar.
 Sering berkemih
 Jika infeksi sudah berlanjut, bisa demam

ISK yang tak bergejala terhitung lebih berbahaya, karena tanpa disadari, penyakit
tersebut akan menggerogoti terus-menerus. Jadi, orang yang bersnagkutan terinfeksi
tetapi dia tidak tahu dan biasanya malah menjadi kronis.

11. Penatalaksanaan

Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat yang
menyebabkan suasan urin alkali jika terdapat disuria berat dan diberikan antibiotik
yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk bakteri Gram-negatif dan obat tersebut harus
tinggi konsentrasinya dalam urin. Wanita dengan bakteriuria asimtomatik atau gelaja
ISK bagian bawah cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama 5 hari. Kemudian
dilakukan pemeriksaan urin porsi tengah seminggu kemudian, jika masih positif harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pada pria, kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih lebih besar, sehingga
sebaiknya diberikan terapi antibiotik selama 5 hari, bukan dosis tunggal dan diadakan
pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat 2 jenis ISK rekuren. Yang paling sering adalah
kuman baru pada setiap serangan, biasanya pada wanita dengan gejala sistitis akut
rekuren atau pasien dengan kelainan anatomi.

Pasien diminta banyak minum  agar sering berkemih dan dianjurkan untuk minum
antibiotik segera setelah berhubungan intim. Pada kasus sulit dapat diberikan
profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap malam, misalnya nitro furantoin,
trimetroprim dan sulfametoksazol, biasanya 3-6 bulan.

Jenis kedua adalah dimana infeksi terjadi persisten dengan kuman yang sama. Di luar
kemungkinan resistensi kuman ini biasanya merupakan tanda terdapat infeksi seperti
batu atau kista. Biasanya dibutuhkan antibiotik jangka panjang.

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal
terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:

 Terapi antibiotika dosis tunggal


 Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
 Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
 Terapi dosis rendah untuk supresi

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.


Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif
(mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan
dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium,
suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan
akibat infeksi.

Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:

 Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan


 Interansi obat
 Efek samping obat
 Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:

 Efek nefrotosik obat


 Efek toksisitas obat

12. Pemeriksaan Penunjang


1) Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2) Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
1. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
2. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
3. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien
mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat
bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau
abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

13. Komplikasi
1) Pielonefritis akut
2) Epttikemia
3) Infeksi ginjal
4) Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi
slauran kemih adalah :
 Wanita cenderung mudah tersrang dibandingkan dengan laki-laki
 Faktor-faktor postulasi dari tingkat yang tinggi terdiri dari urethra dekat
kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengan pria
 Abnormalitas struktural dan fungsional
 Mekanisme yang berhubungan termasuk statis urine yang merupakan medai
untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih
dan peningkatan tekanan hidrostatik

14. Pencegahan
Ada beberapa upaya yang dapat anda lakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih
ini, antara lain :

a. Munumlah banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih
sehari).
b. Segera buang air kecil sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual.
c. Jika membersihkan kotoran, bersihkan dari arah depan ke belakang, agar
kotoran dari dubur tidak masuk ke salam saluran kemih.
d. Periksa air seni secara rutin selama kehamilan. Dengan pemeriksaan tersebut
akan dpaat segera diketahui apakah anda terinfeksi atau tidak
e. Jangan terlalu lama menahan keinginan buang air kecil

Anda mungkin juga menyukai