PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
KENDARI
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1) Metode non-invasif
Metode tes napas urea dilakukan dengan meminum urea
karbon label-13 dan label-14. Karbon yang mengandung radiolabel
diubah menjadi karbondioksida dan ammonia oleh urease yang
dihasilkan oleh Helicobacter pylori. Tes napas urea bermanfaat
dalam mengidentifikasi infeksi aktif dengan sensitivitas 99% dan
spesifitas yang mencapai 98% (Ozbey, 2017). Pemeriksaan feses
juga baik dilakukan pada anak-anak atau bayi. Analisa antigen
Helicobacter pylori pada feses menggunakan antibodi monoklonal
dan poliklonal dengan tes ELISA memiliki sensitivitas 94% dan
spesifisitas 91,8% (Ozbey, 2017).
Tes serologi dengan menggunakan antigen Helicobacter
pylori dan antibody sekunder dapat digunakan untuk mendeteksi
IgG spesifik Helicobacter pylori. Namun hasil positif tidak dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi akut, meskipun tes serologi
tidak dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik dan terapi
penghambat asam. Sehingga tes serologi hanya memiliki
sensitivitas 85% dan spesifitas 79%.
2) Metode invasif
Endoskopi merupakan suatu metode untuk melakukan
biopsi pada mukosa gaster. Biopsi dilakukan pada kurvatura mayor
korpus gaster, kurvatura mayor antrum dan par angularis.
Pewarnaan Giemsa dapat digunakan untuk melakukan identiikasi
bakteri, penilaian inflamasi dan menunjukkan metaplasia.
Pewarnaan Warthin-Starry dan Diff-Quik dapat dilakukan dalam
mengidentifikasi Helicobacter pylori. Histologi telah dianggap oleh
beberapa kalangan sebagai gold standar untuk mendeteksi
Helicobacter pylori. Namun, histologi tidaklah sempurna untuk
dijadikan gold standar untuk mendeteksi Helicobacter pylori,
karena ketergantungannya terhadap beberapa hal termasuk lokasi,
jumlah, dan ukuran biopsi lambung, metode pewarnaan, dan
tingkat pengalaman ahli patologi yang memeriksa.
Keuntungan pemeriksaan histologi yang paling bermakna
dibandingkan dengan pemeriksaan lain adalah kemampuannya
untuk mengevaluasi perubahan patologis yang dihubungkan
dengan infeksi Helicobacter pylori seperti inflamasi, atrofi,
metaplasia intestinal, dan malignansi. Bahkan, beberapa ahli
berargumentasi bahwa gastritis kronis tipe B (gastritis antrum
diffuse non atrofik atau pangastritis atrofik) dapat dijadikan
penanda pengganti dari adanya suatu infeksi, ketika organismenya
tidak dapat teridentifikasi. Tentunya ketiadaan gastritis kronik
merupakan suatu prediktor potensial bahwa tidak ada infeksi
Helicobacter pylori (Nishikawa et al, 2018).
Tes Rapid Urease dapat dilakukan dengan memanfaatkan
urease Helicobacter pylori. Prinsip tes ini menggunakan sampel
mukosa gaster yang diletakkan pada strip. Apabila mengandung
urease maka urea akan diubah menjadi ammonia sehingga
meningkatkan pH pada tes. Tes rapid urease ini memiliki spesivitas
93% dan spesifitas 98%. Kultur bakteri Helicobacter pylori
merupakan metode sengan spesifitas tinggi dalam menegeakkan
diagnosis. Namun teknik kultur cukup sulit karena bakteri
Helicobacter pylori membutuhkan waktu 5-7 hari dalam
membentuk sebuah koloni padat. Teknik PCR merupakan teknik
deteksi bakteri h. pylori dengan sensivitas 100% dan spesifitas
100%. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, kontaminasi dari
endoskopi yang tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu
hasil negatif/positif palsu (Matsuo, Kido and Yamaoka, 2017).
2.1.5 Manifestasi Klinis Infeksi Helicobacter pylori
1. Template DNA
4. Larutan Buffer
1. Denaturasi
Denaturasi merupakan reaksi yang berlangsung dalam suhu
tinggi, yaitu 95°C hingga 97°C yang bertujuan untuk memutus
ikatan hidrogen DNA atau terdenaturasi dan DNA menjadi
berutas tunggal
2. Annealing
Pada tahap ini, primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. hidrogen akan terbentuk
antara primer degan urutan komplemen pada templat
3. Elongasi
Elongasi adalah proses perpanjangan rantai terjadi terjadi
pada suhu 72 0C karena merupakan suhu optimum Taq
polymerase. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3'nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan template oleh DNA polimerase
Dalam PCR ada beberapa metode salah satumya adalah
PCR RFLP (Retriction Fragment Lenght Polymorph), yaitu
Salah satu teknik dalam PCR yaiut analisis Fragmen yang
merupakan hasil amplifikasi PCR langsung digunakan dalam
reaksi digesti dengan menggunakan enzim restriksi. Daerah
DNA mitokondria hasil amplifikasi dengan PCR.
Multipleks PCR merupakan salah satu variasi dari teknik
PCR dengan beberapa primer yang digunakan bersama-sama
untuk amplifikasi pada beberapa daerah target (Jain 2007).
Multipleks PCR umum digunakan untuk analisis genotipe
yang memerlukan beberapa penciri secara simultan, deteksi
patogen, organisme rekayasa genetik (GMO) atau untuk
analisis mikrosatelit
PCR RAPD adalah penanda berbasis PCR dengan
menggunakan 10 basa primer acak. Teknik RAPD tidak
memerlukan pelacak DNA atau informasi mengenai sekuens
DNA yang dilacak. Prosedurnya sederhana dan mudah dalam
hal preparasi, dapat dilakukan secara maksimal untuk sampel
dalam jumlah banyak, jumlah DNA yang diperlukan relatif
sedikit (Lorenz, 2012).
BAB 3
METODE PENELITIAN
2. Kriteria Eksklusi:
a. Hasil pemeriksaan Helicobacteris Pylori yang sudah melebih 1 bulan
setelah pengambilan sampel.
b. Hasil pemeriksaannya dikonfirmasi negative false.
3.4 Prosedur Pemeriksaan PCR Konvensional
1. Alat
a. Tabung PCR 200 mikro liter (atau PCR tertentu menggunakan 500
mikro liter).
b. Pepetman 0.5 – 10 mikro liter dan 10-200 mikroliter) dengan tip-nya
c. Mesin PCR
2. Bahan
a. dNTPs mix: yang merupakan campuran masing masing 10 mM dATP,
dCTP, dGTP, dTTP.
b. MgCl2
c. PCR buffer II
d. Forward primer
e. Reverse primer
f. DNA template
g. Air steril
h. Es batu
i. Elektroforesis set
3. Tatacara
1. Ke dalam tabung PCR (0.2 ml PCR tube) dimasukkan reagent sbb:
(sebaiknya DNA dimasukkan pada langkah terakhir sebelum
penambahan aquades steril).
a. 5 µL dNTPs yang merupakan campuran masing-masing 10 mM
dATP, dCTP, dGTP, dTTP) (konsentrasi akhir 10 mM setiap
dNTP).
b. 3.5 µL MgCl2 (75 mM) - 5 µL PCR buffer II (10X PCR buffer)
c. 5µL forward primer 10 pmol
d. 5 µL reverse primer 10 pmol
e. 0.25 µL TaqPolymerase (2.5U)
f. 1 µL DNA template (10-100 ng/ µL)
g. Air steril (air bebas mineral (deionized water) lebih baik) sampai
volume akhir 50 µL
2. Lakukan amplifikasi dengan kondisi silkus PCR sebagai berikut:
a. Pre-denaturasi pada suhu 95 o C selama 3 min
b. Diikuti dengan 30 siklus:
Denaturasi selama 30 detik pada suhu 95 o C, Annealing selama 30
detik pada suhu 50 o C, Extension selama 2 menit pada suhu 72.
c. Perpanjangan tambahan pada akhir siklus selama 10 menit pada 72
oC
d. Setelah PCR, ambil sampel dari tabung sebanyak 5 µL dan lakukan
elektroforesis pada agarose 1 % untuk mengecek hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, K., Sari, R. And Apridamayanti, P. (2015). Optimasi Suhu Annealing
Proses Pcr Amplifikasi Gen Shv Bakteri Escherichia Coli Pasien Ulkus
Diabetik’, (10), Pp. 1–6.
Fitri, Farida Dan Eko. (2021). Perbandingan Metode PCR Konvensioanal Dengan
Metode PCR Portable Kit Untuk Mendeteksi WSSV Pada Udang
Vannamei