Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

PENGUJIAN ANTIVTAS ANTIINFLAMASI

“Disusun untuk memenuhi laporan praktikum”

Disusun Oleh :

Kelompok 3 2D

Febby Pratama (31119158)

Nisa Julia Kasih (31119157)

Anisa Nurmalasari (31119164)

Sita Rahmawati (31119178)

Agi Suprayogi (31119197)

PRODI S1 FARMASI

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2021
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui pengujian aktivitas antiinflamasi
2. Mengetahui persentase radang dan persentase inhibisi radang
II. Dasar teori
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau
zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi
atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan
mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek, 2001 ; 404)
Ditinjau dari waktu terjadinya inflamasi dibagi menjadi dua yaitu
inflamasi aku dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah inflamasi yang
disebabkan oleh rangsangan yang berlangsung sesaat atau mendadak (akut).
Inflamasi ini ditandai dengan perubahan mikroskopik lokal yaitu dengan
adanya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor
(nyeri), dan functiolesia (gangguan fungsi) (Sander, 2010;14). Inflamasi
kronis ialah inflamasi yang disebabakan oleh luka yang berlangsung selama
beberapa minggu, bulan atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan
dari inflamasi akut. Tipe ini disebut inflamasi fibroblastic karena selalu
diikuti dengan terjadinya poliferasi fibroblast (jaringan ikat) (Sander,
2010;15).
Secara skematis dibedakan 4 fasa gejala-gejala inflamasi :
1. Eritema : vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan tertahannya
darah oleh perubahan permeabilitas pembuluh darah.
2. Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah dan
menyebabkan udem
3. Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan
yang disebabkan oleh penimbunan leukosit-leukosit di daerah inflamasi
4. Degenerasi jaringan : tidak terdapat sel-sel baru untuk pembentukan
pembuluh dan makin bertambahnya serat-serat kolagen yang tidak
berfungsi.
Masing-masing tahap di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor humoral
seperti histamin, serotonin, brakinin, dan prostaglandin. Suntikan subkutan
karagenan pada telapak kaki belakang tikus menyebabkan udem yang
dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi yangdiberikan sebelumnya.
Volume udem diuukur dengan alat plethysmometer dan dibandingkan
terhadap udem yang tidak diberikan obat. Aktivitas obat antiinflamasi
dinilai dari persentase proteksi yang diberikan terhadap pembentukan
udem.

Antiinflamasi adalah sebutan untuk agen atau obat yang bekerja


melawan atau menekan proses peradangan (Dorland, 2002;68).
Pengobatan inflamasi mencakup dua aspek, yang pertama adalah
meredakan nyeri yang sering kali menjadi gejala dan yang kedua adalah
upaya penghentian proses kerusakan jaringana. Pengurangan peradangan
atau respon inflamasi menggunakan obat golongan steroid dan
antiinflamasi non steroid (AINS) sebenarnya dapat meredakan reaksi
inflamasi dengn baik tetapi penggunaan dalam jangka waktu lama dapat
memberikan efek samping.penggunaan obat golongan steroid secara
sistemik sebagai antiinflamasi dalam jangka waktu yang lama justru
memberikan efek samping berupa penurunan sintesis glukokortiroid
endogen, menurunkan respon imun tubuh terhadap infeksi, osteoporosis,
moonface dan hipertensi. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid
(AINS) secara sistemik dalam jangka waktu yang lama juga dapat
memberikan efek samping berupa gangguan saluran pencernaan seperti
ulkus peptic, analgesic nephropathy, mengganggu fungsi platelet dan
menghambat induksi kehamilan (Goodman, 2003).
III. Alat dan Bahan
a) Alat
- Timbangan
- Jangka sorong
- Spuit 1 mL
- Plethysmometer
- Spidol
- Stopwatch
- Sonde oral
b) Bahan
- Karagenan 1% dalam air suling dibuat semalam sebelum percobaan
dimulai
- Larutan PGA 3%
- Natrium diklofenak 50 mg
- Aqua pro injeksi / NaCl fisiologis
- Bahan alam
c) Hewan uji
- Tikus putih, dengan bobot 100-200 gram yang dipuasakan selama
18 jam sebelum eksperimen dilakukan.

IV. Prosedur Kerja


1. Sebelum memulai percobaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan
ditimbang berat badannya, kemmudian diberikan tanda pengenal untuk
setiap tikus dalam kelompok.
2. Dengan bantuan spidol berikan tanda batas pada kaki belakang kiri
untuk setiap tikus agar pemasukan kaki kedalam air raksa setiap kali
selalu sama.
3. Pada setiap pendahuluan volume kaki tikus diukur dan dinyatakan
sebgai volume dasar untuk setiap tikus. Pada setiap kali pengukuran
supaya diperiksa tinggi cairan pada alat dan dicatat sebelum dan sesudah
pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa uang tertumpah.
Volume dan diameter awal (V0 dan D0) yaitu volume kaki sebelum
diberi obat dan diinduksi dengan larutan karagenan.
4. Masing-masing kelompok diberikan sediaan uji secara per oral satu jam
kemudian pada masing-masing kelompok perlakuan diinduksi secara
subplantar dengan 0,2 mL larutan karagenan 1% setelah 30 menit
dilakukan pengukuran dengan plethysmometer dan jangka sorong.
5. Catat volume dan diameter kaki tikus (Vt dan Dt) sebagai volume dan
diameter kaki setelah diberi obat dan diinduksi dengan larutan
karagenan. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam. 1 ½ jam, 2 jan, 3 jam,
dan 3 ½ jam. Catat perbedaan volume kaki untuk setiap jam pengukuran.
6. Hasil-hasil pengamatan supaya dimuat dalam table untuk setiap
kelompok. Table harus memuat persentase kenaikan volume kaki setiap
jam masning-masing tikus. Perhitungan persentase kenaikan volume
kaki dilakukan dengan membandingkan terhadap volume dasar sebelum
penyuntikan.
7. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan
bendingkan persentase yang diperoleh kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok control pada jam yang sama.
8. Perhitungan dilakukan untuk pengukuran-pengukuran setelah 1 jam, 2
jam, 3 jam setelah penyuntikan karagenan.
9. Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi
udem yang diinduksi pada telapak kaki hewan percobaan. Persentase
radang yang terjadi diukur dengan menggunakan rumus :
𝑉𝑡−𝑉0
% Radang = x 100%
𝑉0

Keterangan :
Vt = volume telapak kaki pada waktu t
V0 = volume telapak kaki pada waktu 0
Efek antiinflamasi di evaluasi berdasarkan rumus sebagai berikut :
𝐴−𝐵
% inhibisi radang = x 100%
𝐵

Keterangan :
A = persen radang rata-rata kelompok kontrol
B = persen radang rata-rata kelompok zat uji (Sebiantoro, 2010:3)
V. Perhitungan Dosis
Pembagian kelompok uji ketika praktikum :
1. Kelompok 1&6 (control negatif = PGA 1%)
2. Kelompok 2&7 (control positif = Na. diklofenak 50 mg)
3. Kelompok 3&8 (dosis uji 1 = Na. diklofenak 25 mg)
4. Kelompok 4&9 (dosis uji 2 = Na. diklofenak 75 mg)
5. Kelompok 5&10 (dosis uji 3 = Na. diklofenak 100 mg)

Penyelesaian

1. Control negatif
1 𝑔𝑟
PGA 1% =
100 𝑚𝐿

Jadi 1 gram PGA dilarutkan dalam 100 mL aquadest

2. Control positif (Na. diklofenak 50 mg)


- Konversi dosis
Dosis uji x faktor
50mg x 0,018 = 0,9 mg / 200gram BB tikus
- Pembuatan larutan stok (100mL)
100 𝑚𝐿
= = 50
2 𝑚𝐿

- Bobot Na. diklofenak


𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
= x BB tablet
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
0,9 𝑔𝑟
= x 125 mg
50 𝑚𝑔

= 2,07 mg

3. Dosis uji 1 (Na. diklofenak 25 mg)


- Konversi dosis
25 g x 0,018 = 0,45 mg / 200 gram BB tikus
- Pembuatan larutan stok (100 mL)
100 𝑚𝐿
= = 50 kali
2 𝑚𝐿

= 1,035 x 50 kali = 51,75 mg/100 mL


- Bobot Na. diklofenak
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
= x BB tablet
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
0,45 𝑔𝑟
= x 115 mg
50 𝑚𝑔

= 1,035 mg

4. Dosis uji 2 (Na. diklofenak 75 mg)


- Konversi dosis
75mg x 0,018 = 1,35 mg/200 gram BB tikus
- Pembuatan larutan stok
100 𝑚𝐿
= = 50 kali
2 𝑚𝐿

= 3,105 x 50 kali = 155,25 mg/100 mL


- Bobot Na. diklofenak
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
= x BB tablet
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1,35 𝑔𝑟
= x 115 mg
50 𝑚𝑔

= 3,105 mg

5. Dosis uji 3 (Na. diklofenak 100 mg)


- Konversi dosis
100mg x 0,018 = 1,8 mg/200 gram BB tikus
- Pembuatan larutan stok
100 𝑚𝐿
= = 50 kali
2 𝑚𝐿

= 1,035 x 50 kali = 51,75 mg/100 mL


- Bobot Na. diSSklofenak
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
= x BB tablet
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1,8 𝑔𝑟
= x 115 mg
50 𝑚𝑔

= 4,14 mg
VI. Data Hasil Pengamatan
 Uji Penentuan Konsentrasi Karagenan
Kelompok Volume Kaki Pada Jam Ke-
0 1 2 3 4 5 6
I 14.33 22.50 22.60 24.00 24.33 23.67 21.83
± 1.53 ± 1.50 ± 0.96 ± 1.00 ± 3.06 ± 2.52 ± 1.61
II 19.17 24.33 23.17 29.17 32.37 37.17 32.50
± 1.61 ± 4.04 ± 6.97 ± 8.10 ± ± ± 9.96
10.25 10.25

 Persentase rata-rata penghambatan udem pada setiap kelompok 30


menit sebelum induksi dengan 0.2 ml karagenan 1%

Kelompok Volume kaki pada jam ke - ± SD (%)


1 2 3 4 5 6
II 34,04 ± 48,69 ± 44,91 ± 27,41 ± 22,82 ± 16,97 ±
0,06 0,04 0,08 0,06 0,04 0,03
III 17,92 ± 20,17 ± 28,16 ± 29,12 ± 17,60 ± 8,23 ±
0,06 0,06 0,05 0,04 0,02 0,03

IV 13,13 ± 24,29 ± 19,02 ± 25,54 ± 13,60 ± 8,28 ±


0,04 0,11 0,07 0,12 0,04 0,03

V 24,58 ± 27,17 ± 31,21 ± 38,44 ± 22,50 ± 15,13 ±


0,08 0,08 0,05 0,07 0,06 0,06

VI 27,92 ± 35,01 ± 35,41 ± 44,03 ± 26,82 ± 14,16 ±


0,07 0,09 0,10 0,08 0,07 0,03

Keterangan :

I = Kontrol negatif larutan CMC 0,5%

II = Kontrol positif, natrium diklofenak dosis 27 mg/200gr BB

III = Kontrol pembanding, sitral dosis 40 mg/200gr BB

IV = Dosis I, minyak atsiri daun kemangi dosis 40 mg/200 gr BB


V = Dosis I, minyak atsiri daun kemangi dosis 80 mg/200 gr BB

VI = Dosis I, minyak atsiri daun kemangi dosis 160 mg/200 gr BB

VII. Pembahasan

Percobaan yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengetahui


aktivitas farmakologi Na Diklofenak pada tikus yang diinjeksi karagenan,
sebagai inisiator terjadinya inflamsi tersebut. Dosis yang diberikan pada
tikus tiap kelompok berbeda-beda. Untuk kelompoknkami menggunakan
dosis Na Diklofenak 25 mg.

Inflamasi atau Peradangan merupakan gangguan yang sering


dialami oleh manusia maupun hewan yang menimbulkan rasa sakit di
daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun pengobatan
untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupunmengendalikan rasa sakit
akibat pembeng-kakan. Dalam penelitian ini yangdigunakan untuk
mengiduksi inflamasi adalah karagenin karena ada beberapakeuntungan
yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan,
tidakmenimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap
obat antiinflamasi(Vogel, 2002).

Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari


sekitar 25.000 turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber
dan kondisi ekstraksi.Karagenin dikelompokkan menjadi 3 kelompok
utama yaitu kappa, iota, dan lambda karagenin. Karagenin lambda (λ
karagenin) adalah karagenin yang diisolasi dari ganggang Gigartina
pistillata atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air dingin (Chaplin,
2005). Karagenin dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karena tidak
bersifat antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik (Chakrabortyet
al.,2004).

Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara melihat


kemampuan Na diklofenak dalam mengurangi pembengkakan kaki hewan
percobaan akibat penyuntikan larutan karagenin 1%. Setelah disuntik
karagenin, tikus-tikus memperlihatkan adanya pembengkakan dan
kemerahan pada kaki serta tikus tidak dapat berjalan lincah seperti sebelum
injeksi. Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel
melalui pelepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat
terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan
beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6
jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam. Selain larutan
karagenin 1 % ada beberapa penyebab inflamasi lain. Diantaranya:

1. Mikroorganisme
2. Agen fisik seperti suhu yang ekstrem, cedera mekanis, sinar ultraviolet,
dan radiasi ion
3. Agen kimia misalnya asam dan basa kuat
4. Antigen yang menstimulasi respons imunologis.

Mekanisme Kerja Obat dalam praktikum ini didapatkan hasil bawha


dosis uji 1 yaitu berupa pemberian Na Diklofenak 25 mg didapatkan hasil
Na Diklofenak ini mempunyai aktivitas analgesik,antipiretik dan
antiinflamasi. Diklofenak mempunyai kemampuan melawan COX-2.

Mekanisme kerja farmakologi adalah menginhibisi sintesis


prostaglandin.Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin di dalam
jaringan tubuh dengan menginhibisi siklooksigenase sedikitnya 2 isoenzim,
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga tertuju ke
sebagai prostaglandin G/H sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah
diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari
prostaglandin di dalam jalur asam arakidonat. Walaupun mekanisme
pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi sebagai antiinflamasi, analgesik dan
antipiretikyang pada dasarnya menginhibisi isoenzim COX-2; menginhibisi
COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak dihendaki (drug’s unwanted)
pada mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS 2010,hal.2086).

Na Diklofenak Obat dalam Tubuh mengalami beberapa tahap yaitu :

1. Absorpsi
Diklofenak pemberian topikal terabsorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik, tetapi konsentrasi plasmanya sangat rendah jika dibandingkan
dengan pemberian oral.Pemberian 4 g Natrium diklofenak secara
topikal (gel 1%) 4x sehari pada satu lutut,konsentrasi mean peak plasma
sebanyak 15 ng/ml terjadi setelah 14 jam. Pada pemberian gel ke kedua
lutut dan kedua tangan 4x sehari (48 g gel sehari),konsentrasi mean peak
plasma sebanyak 53,8 ng/ml terjadi setelah 10 jam. Pemaparan sistemik
16 g atau 48 g sehari adalah sebanyak 6 atau 20% jikadibandingkan
dengan administrasi oral dosis 50 mg 3x sehari. Penggunaan heat
patchselama 15 menit sebelum pemakaian gel tidak berpengaruh
terhadap absorpsisistemik.

2. Distribusi (AHFS 2010, hal.2087)

Sediaan oral, diklofenak terdistribusi ke cairan sinovial. Mencapai


puncak 60-70% yang terdapat pada plasma. Namun, konsentrasi
diklofenak dan metabolitnya pada cairan sinovial melebihi konsentrasi
dalam plasma setelah 3-6 jam. Diklofenak terikat secara kuat dan
reversibel pada protein plasma, terutama albumin.Padakonsentrasi
plasma 0,15-105 mcg/ml, diklofenak terikat 99-99,8% pada
albumin.Diklofenak pemberian topikal tidak mengalami distribusi.

3. Metabolisme (AHFS 2010, hal.2087; GG Ed.11, hal.698)


Metabolisme diklofenak secara jelas belum diketahui, namun
dimetabolismesecara cepat di hati. Diklofenak mengalami hidroksilasi,
diikuti konjugasi denganasam glukoronat, amida taurin, asam sulfat dan
ligan biogenik lain. Konjugasi dariunchanged drug juga terjadi.
Hidroksilasi dari cincin aromatik diklorofenil menghasilkan 4′-
hidroksidiklofenak dan 3′-hidroksidiklofenak. Konjugasi denganasam
glukoronat dan taurin biasanya terjadi pada gugus karboksil dari cincin
fenil asetat dan konjugasi dengan asam sulfat terjadi pada gugus 4′
hidroksil dari cincinaromatik diklorofenil. 3′ dan/atau 4′-hidroksi
diklofenak dapat melalui 4′-0. Metilasimembentuk 3′-hidroksi-4′-
metoksi diklofenak.
4. Eliminasi (AHFS 2010, hal.2087 dan GG Ed.11, hal.698)
Diklofenak dieksresikan melalui urin dan feses dengan jumlah
minimal yangdieksresikan dalam bentuk tidak berubah (unchanged).
Eksresi melalui feses melaluieliminasi biliari. Konjugat dari diklofenak
yang tidak berubah dieksresikan melaluiempedu (bile), sementara
metabolit terhidroksilasi dieksresi melalui urin.

Selain Na Diklofenak ada obat-obat yang sudah terbukti dapat


digunakan sebagaisebagai antiinflamasi diantaranya : aspirin, diflunisal,
etodolax, fenilbutazon, tolmetin, peroksikam, ibuprofen, apazone.
Semakin tinggi dosis maka efek antiinflamasi juga semakin tinggi.

VIII. Kesimpulan

Dari pembahsan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa :

1. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka


jaringan yang disebebkan oleh trauma fisik, zat kimia yang dapat
merusak atau zat-zat mikrobiologik.
2. Karagenin berfungsi sebagai inflamator dan disuntikan secara
subplantar pada telapak kaki kiri bawah tikus untuk memperoleh efek
local yang cepat.
3. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenin pada hewan
percobaan adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya
volume kaki tikus setelah diukur dengan alat plestimometer
4. Obat antiinflamasi yang dipakai pada percobaan kali ini adalah Na
Diklofenak (NSAID)
5. Efek ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai % efektivitas, yang
berarti suatu sediaan yang diujikan mampu menghambat udem yang
terbentuk akibat induksi karagenin.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta

Universitas Indonesia, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Jakarta

M. J. Neal, 2005, At a Glace Farmakologi Medis, edisi v, Erlangga, Jakarta

Thomas B. Boulton & Colin E. Blogg, 1994, Anestesi edisi X, EGC, Jakarta

Mycek, M. J. 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta.

Hidayati, N. A., Listyawati, S dan Setyawan, A. D. 2005. Kandungan Kimia dan


Uji Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. Pada Tikus Putih
(RattusnovergicusL.) Jantan. Jurnal Bioteknologi.5.

Hasanah, Aliya Nur. Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas
Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal
Matematika dan Sains.16.(3).

Anda mungkin juga menyukai