Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh

cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan,

mengurangi atau mengurung ( sekuestrasi ) baik pencedera maupun

jarigan yang cedera itu. Apa bila jaringan dalam tubuh mengalami cedera

misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada

jaringan tersebut akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnakan agen

yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih

luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera

diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru, rangkaian reaksi ini disebut

radang. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlidungan tubuh

untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada

tempat cedera dan mempersiapkan keadaa untuk perbaikan jaringan

misalnya antingen, virus, bakteri, protozoa. Gejala proses terjadinya

inflamasi sudah dikenal ialah, eritema (kemerahan), edemu

(pembengkakan) , kolor (panas), dolor ( nyeri ), fungtion laesa ( hilangnya

fungsi ). ( Katzung, 2001 )

Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut,

respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal

terhadap cedera jaringan, pada umumnya di dahului oleh pembentukan


respon imun yang merupakan suatu reaksi yang terjadi bila sejumlah sel

yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon

organisme yang asing dan substansi antigenic yang terlepas selama

respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi kronis melibatkan

keluarnya sejumlah mediator yag tidak menonjol dalam respon akut.

Inflamasi kronis dapat menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan

tulang rawan yang dapat menyebabkan ketidak mampuan serta terjadi

perubahan-perubahan sistemik yang bisa memperpendek umur.

(Katzung, 2001)

NSAID berkhasiat analgetik, antipiretik, serta antiradang dan sering

kali digunakan untuk menghalau gejala rema, seperti artrosis, dan

spondylosis. Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pikulan,

benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada

memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah

pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup

tinggi. Selanjutnya, NSAID juga digunakan untuk kolik saluran empedu

dan kemih serta keluahan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe).

NSAID juga berguna untuk nyeri kanker akibat metastase tulang. Yang

banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping

relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, diklofenak. ( Tjay dan K.

Rahardja, 2002 )
Banyak kasus peradangan yang terjadi memacu para ahli farmasi

untuk memformulasikan suatu obat anti inflamasi yang kerjanya dapat

meringankan atau mengurangu gejala peradangan pada jaringan yang

terluka. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana cara kerja atau

efek obat-obat anti inflamasi tersebut pada manusia, maka perlu

dilakukan suatu uju pra-klinik terhadap hewan coba, untuk membuktikan

apakah obat anti inflamasi yang digunakan benar-benar efektif dalam

mengurangi peradngan yang terjadi.

B. Maksud Praktikum

 Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat

memahami prinsip kerja dari obat antiinflamasi

 Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat

mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi

C. Tujuan Praktikum

 Untuk mempelajari daya antiinflamasi obat dengan metode radang

buatan

 Untuk mengetahui mekanisme karagen dalam menimbulkan

inflamasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang

disebabkan bukan karena mikroorganisme ( non infeksi ). Gejala

inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak,

nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator dilepaskan antara lain

histamine, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF. Obat-obat

antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan

atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas 2 golongan yaitu

golongan anti inflamasi non steroid ( AINS ) dan anti inflamasi steroid (

AIS ). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga

memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas

kronis bagi tubuh. ( Katzung, 1992 )


BAB II

METODE KERJA

A. Alat Yang Digunakan

 Pletismometer

 Spoit injeksi 1 ml

 Timbangan

 Labu ukur

 Stopwatch

 Spull 1 ml

 Spidol

 Plester

B. Bahan Yang Digunakan

 Larutan tilosa 1%

 Dipenydramin

 Metal prednisolon

C. Cara Kerja

1. Penyimpanan hewan coba

 Dipilih hewan coba yang sehat ( tidak cacat dan tidak sakit )

berjenis kelamin jantan

 Mencit dipuasakan 8 jam


 Ditimbang berat mencit dan dibagi dalam beberapa

kelompok berdasarkan jenis obat yang akan diberikan

 Diberi tanda mencit dan dicatat berat badannya

2. Penyiapan Bahan Penginduksi

Ada pun pembuatan karagen 1% antara lain

 Disiapkan alat dan bahan

 Dipisahkan kuning telur dan putih telur dan dimasukkan

kedalam labu ukur

 Dipipet sebanyak 1 ml putih telur dan dimasukkan kedalam

labu ukur

 Ditambahkan aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml

 Dikocok ad homogen dan dimasukkan kedalam wadah

3. Perlakuan Hewan Coba

 Disiapkan alat dan bahan

 Hewan coba mencit dipuasakan dan didiamkan selama 15

menit ditimbang kemudian dikelompokkan

 Hewan coba dibagi menjadi 3 kelompok, 1 kolompok terdiri

dari 3 mencit dan diberi tanda nomor 1-3 setiap

kelompoknya

 Diambil hewan coba sesuai kelompok dengan cara

memegang bagian belakang mencit dan menarik perlahan


ekor mencit, lalu diberi tanda pada kedua kaki

menggunakan spidol hinggah diatas lutut

 Masing-masing mencit diberi lautan tilosa 1%, dipenydramin

dan metil prednisolon sesuai kelompok masing-masing

a) Kelompok 1 ( tilosa 1% )

- Mencit I BB 230 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit II BB 180 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit III BB 166 gr sebanyak 0,5 ml

b) Kelomok 2 ( injeksi Diphenydramin 0,5 ml )

- Mencit I BB 153 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit II BB 200 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit III BB 180 gr sebanyak 0,5 ml

c) Kelompok 3 ( metal prednisolon )

- Mencit I BB 200 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit II BB 210 gr sebanyak 0,5 ml

- Mencit III BB 175 gr sebanyak 0,5 ml

 Ditunggu 30 menit untuk diabsorbsi obat oleh mencit

 Setelah itu diberi larutan steril karagen 1% dalam tilosa 1%

sebanyak 0,1 ml melalui intraperitional, lalu hitung

pergerakan air raksa dan ukur pembasaran volume terjadi,

selanjutnya akukan hal yang sama pada kelompok lain


 Terakhir mati dan catat ukuran pembesaran volume terjadi.

D. Perhitungan Dosis

1. Diphenydramin

- Dosis konversi tikus = 1 x 0,018

= 0,018 ml

- Volume pemberian = 0,018 ml / 1 x BB/200

= 0,018 ml X BB/200

 Untuk pemberin mencit

- Mencit 1 ( 153 gr ) = 0,018 x 153 / 200

= 0,014 ml ~> 0,1 ml

- Mencit 2 ( 200 gr ) = 0,018 x 200 / 200

= 0,018 ml ~> 0,2 ml

- Mencit 3 ( 180 gr ) = 0,018 x 180 / 200

= 0,0162 ml ~> 0,02 ml

2. Meril prednisolon

- Dosis konversi mencit = 125 x 0,018

= 2,25 mg

- Volume pemberian = 2,25 / 125 x BB / 200

= 0,018 ML X BB / 200

 Untuk pemberian pada tikus

- Mencit 1 ( 200 gr ) = 0,018 x 200 / 200


= 0,018 mg ~> 0,02 mg

- Mencit 2 ( 210 gr ) = 0,018 x 210 /200

= 0,0189 mg ~> 0,02 mg

3. Larutan Tilosa 1% b/v = 1/100 = 0,01 ml


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

1. Ukuran kaki

NO Nama Kelompok Hewan 1 Hewan 2 hewan 3


1 kelompok kontrol ( Tilosa 1% ) 5 cm 4 cm 5 cm
2 kelompok Dipenydramin 3 cm 4 cm 3 cm
3 kelompok Metil Prednisolon 2 cm 2,5 cm 2,7 cm

2. Ukuran berat badan

Menggunakan 9 ekor tikus yang dibagi kedalam 3 kelompok

NO Nama Kelompok Hewan 1 Hewan 2 hewan 3


1 kelompok kontrol ( Tilosa 1% ) 153 gr 200 gr 180 gr
2 kelompok Dipenydramin 200 gr 210 gr 175 gr
3 kelompok Metil Prednisolon 230 gr 180 gr 165 gr

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mekanisme terjadinya inflamasi adalah apabila jaringan dalam

tubuh mengalami cedera misalnya karena terbakar, teriris, atau

karena infeksi kuman, maka pada jarigan tersebut akan terjadi

rangkaian reaksi yang memusnakan agen yang membahayakan

jaringan atau mencegah agen menyebar lebih luas.

2. Obat antiinflamasi yang digunakan pada percobaan ini adalah

methyl prednisolon yang bekerja dengan cara mencegah atau

menghentikan produksi zat-zat tertentu dalam tubuh yang bisa

menyebabkan peradangan, nyeri, atau pembengkakan. Kandungan

steroid dalam obat ini akan menekan zat-zat yang dihasilkan

sistem kekebalan tubuh saat melawan organisme asing.

3. Inflamasi terjadi karena reaksi antara antigen dengan antibody

yang dapat merangsang pelepasan mediator radang sehingga

terjadi vasodilatasi pembuluh kapiler dan migrasi fagosit kedaerah

radang, yang mengakibatkan hyperemia dan udem pada daerah

terjadinya inflamasi.

B. Saran

Perhatikan saat proses praktikum berlangsung agar hasil sesuai

dengan apa yang tersampaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Abrams, 2005. Respon Tubuh Terhadap Cedera, EGC, Jakarta

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta, Depkes RI

Dirjen POM, 2014, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta, Depkes RI

Foye, W.O., 1996. Kimia Medicinal, Jilid II edisi ke dua, 1463-1464,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Katzung, B . G, 2001. Farmakolodi Dasar Dan Klinik : Reseptor-

reseptor Obat Dan Farmakodinamik, Penerbit buku

Kedokteran EGC

Kee, Evelyn R, Hayes, 1994. Farmakologi, EGC. Jakarta

Tjay, Tan Hoan Dan K. Rahardja, 2007. Obat-obat Penting, PT

Gramedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai