Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Pengamatan

Jumlah Geliat (Menit)


Perlakuan Jumlah
5 10 15 2 25 30 35 4 45 50 55 60
0 0
Na-Cmc 1 3 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 8
Metamizole - 10 10 1 11 8 8 5 4 2 1 1 72
2
Asam 12 4 3 3 2 3 2 1 1 1 1 1 34
Mefenamat
Paracetamol 0 15 20 2 28 35 16 11 10 5 3 2 165
0
Morfin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4.1.2 Tabel volume pemberian oral dan intraperitonial
Perlakuan Berat Badan Volume Pemberian
(g) Peroral intraperitonial
Na- CMC 33 g 1 mL 1 mL
Metamizole 36 g 1 mL 1 mL
Asam 30 g 1 mL 1 mL
Mefenamat
Paracetamol 31 g 1 mL 1 mL
Morfin 36 g 1 mL 1 mL

4.1.3 Perhitungan Persentase Daya Analgetik

1. % Daya analgetik morfin = 100 -

= 100 - = 100%
2. % Daya analgesik asam mefenamat = 100 -

= 100 - = 95,75%

3. % Daya analgesik parasetamol = 100 -

= 100 - = 79,375%

4. % Daya analgesik metamizole = 100 -

= 100 - = 91%

4.2 Pembahasan
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,
persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Nyeri
itu sendiri sering di sembuhkan dengan obat-obat golongan analgesik. Analgesik
atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak
sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi,
sakit setelah melahirkan dan merupakan salah satu komponen obat yang kita
minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri (Nugroho, 2012).
Menurut Rudy Agung Nogroho (2018)Pada praktikum kali ini akan
dilakukan percobaan antipiretik pada hewan coba. Hewan coba yang akan
digunakan yaitu mencit (Mus musculus) Mencit banyak digunakan sebagai hewan
laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup relatif pendek,
jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani,
serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan mamalia lain,
seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Menurut Herni (2015)Hewan uji yang
digunakan adalah mencit putih jantan dengan alasan kondisi biologis mencit
jantan lebih stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisis
biologisnya dipengaruhi masa siklus etrus dan jenis kelamin jantan dipilih agar
respon inflamasi pada mencit tidak dipengaruhi oleh hormon esterogen dan
progesterone. Hal lain juga dikatakan Mencit putih jantan digunakan dengan
alasan kondisi biologisnya stabil bila dibandingkan mencit betina yang kondisi
biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus (Erna Cahyaningsih, 2017)
Menurut Desi Ari Santi (2013)Sebelum dilakukan percobaan ini mencit
dipuasakan selama 8 jam, dengan tujuan untuk mengosongkan lambung tikus
sehingga absorbsi obat dapat sempurna dan obat tidak berinteraksi dengan
makanan di lambung yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Hal yang sama
juga dikemukakan oleh Burhanudin, dkk (2014) Sebelum diberi perlakuan,
Mencit dipuasakan selama 6 – 8 jam dengan tujuan untuk mengosongkan
lambung, mencit sehingga absorpsi obat dapat sempurna dan obat tidak
berinteraksi dengan makanan di lambung yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
Menurut Koster dkk (2012)Pada praktikum kali ini hal yang pertama
dilakukan yaitu Pemberian obat pada mencit dengan masing masing sampel
diberikan obat Paracetamol, Metamizole, Ibu profen dan Asam mefenamat dimana
dari keempat obat ini di indikasikan sebagai analgesik. Keempat obat ini memiliki
indikasi yang sama, namun terdapat sedikit perbedaan pada mekanisme kerjanya.
Parasetamol ini menginhibisi sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat dan
perifer dengan memblok impuls nyeri. Obat ini bekerja dengan menghambat
biosintesis prostaglandin terutama di hipotalamus, sehingga obat ini sangat efektif
sebagai analgesik antipiretik. Selain itu parasetamol bekerja mengurangi produksi
prostaglandin dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase (COX).
Parasetamol merupakan obat yang aman bila digunakan dalam dosis terapi dan
tidak menimbulkan iritasi pada lambung. (Lacy, dkk., 2009 ; Rang et al, 2007)
Hal yang pertama dilakukan yaitu pembuatan Na CMC masing-masing
sampel obat ditambahkan dengan Na CMC sebanyak 10 mL. Menurut Rizal
Fauzan (2019), Larutan Na-CMC 0.5% digunakan sebagai pensuspensi bahan uji
yang akan diberikan secara oral kepada mencit. Hal lain juga hal ini juga
didukung Menurut Hamsidar (2014), Pemilihan NaCMC sebagai sebagai
pensuspensi karena kestabilannya dibandingkan dengan pensuspensi yang lain.
Di ambil Na CMC menggunakan jarum sonde sebanyak 1,0 mL dan di
masukan kedalam mulut, secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang
esophagus, kemudian cairan dimasukan. Jika terasa ada hambatan mungkin
melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum sonde di tarik dan dimasukan kembali
hingga tidak ada hambatan. Dimana menurut Stevani (2016) Cairan obat
diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan pada langit-
langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke
esofagus dan cairan obat dimasukkan.
Menurut Puente, et al., (2015)Pemberian asam asetat sebagai penginduksi
nyeri menyebabkan peradangan pada dinding rongga perut sehingga menimbulkan
respon geliat berupa kontraksi otot atau peregangan otot perut. Timbulnya respon
geliat akan muncul maksimal 5-20 menit setelah pemberian asam asetat dan
biasanya geliat akan berkurang 1 jam kemudian . Hal lain ini juga didukung
Menurut Khoerul Anwar, dkk (2019) Induksi asam asetat melalui intraperitoneal
menyebabkan respon nyeri (geliat) karena adanya rangsangan nosiseptif perifer
oleh prostaglandin. Asam asetat tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
substansi endogen berupa asam arakhidonat yang melalui jalur siklooksigenase
(COX) melepaskan prostaglandin yang berperan sebagai mediator inflamasi.
Geliat merupakan respon dari mencit yaitu ketika kaki belakang dari mencit
menjulur ke belakang dan bagian perut menempel pada alas atau lantai. Geliat
muncul karena respon dari rasa sakit yang dirasakan oleh mencit akibat pemberian
asetat. Pengamatan jumlah geliat ini dilakukan setiap 5 menit selama 60 menit.
Jumlah geliat yang ditunjukkan oleh kelompok mencit akan diamati dan
selanjutnya akan dianalisis (Boleng, 2020).
Menghitung persen daya analgesik. Salah satu metode pengujian daya efek
analgesik secara in-vivo pada golongan analgetika non narkotika, yaitu metode
rangsang kimia. Metode rangsang kimia ini menggunakan zat kimia yang
diinjeksikan pada heawan uji secara i.p (intraperitonial), sehingga akan
menimbulkan nyeri. Beberapa zat kimia yang biasanya digunakan antara lain
asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini cukup peka untuk pengujian senyawa
analgesik dengan daya analgesik lemah, selain itu metode ini sederhana.
Pemberian analgesik akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat dalam
jangka waktu tertentu akan berkurang. Daya analgesik dapat dievaluasi
menggunakan persamaan menurut Handerson dan Forsaith (Boleng, 2020).
Daya analgetik merupakan perbandingan antara jumlah geliat rata-rata
kelompok perlakuan dengan jumlah geliat rata-rata kelompok kontrol. Daya
analgetik untuk mengetahui besarnya kemampuan bahan uji tersebut dalam
mengurangi rasa nyeri kelompok kontrol. Dari daya analgetik dapat dijadikan
dasar untuk perhitungan efektifitas analgetik yang dibandingkan dengan
pembanding analgetik untuk mengetahui keefektifan bahan uji yang diduga
berfungsi sebagai analgetik (Turner, 1965; Kardoko dan Eleison, 1999; Pudjiastuti
dkk., 2000).
Kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah pada saat pemberian larutan
obat secara oral yang kurang tepat sehingga hasil geliat pada mencit tidak
seimbang dan perhitungan dosis yang kurang tepat sehingga obat yang diberikan
tidak bekerja dengan maximal.

DAPUS
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P.G., Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook, 18th edition, Lexi-Comp Inc., USA, pp. 25-26.
Boleng, R. A. A. 2020. PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN
METODE AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP EFEK ANALGESIK
PARASETAMOL PADA MENCIT PUTIH JANTAN.
Nugroho, W. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Nugroho, Rudy Agung. 2018. Mengenal mencit sebagai hewan laboratorium.
Faculty of Mathematics and Natural Sciences.
Tambahan dapus
Turner, C.D. dan J.T. Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Penerjemah:
Harsojo.. Surabaya: Airlangga University Press.
Pudjiastuti, B., Dzulkarnain, dan B. Nuratmi. 2000. Uji analgetik infus rimpang
lempuyang pahit (Zingiber amaricans BL.) pada mencit putih. Cermin Dunia
Kedokteran 129: 39-41.
Kardoko, H dan M. Eleison. 1999. Pemanfaatan ekstrak buah kemukus (Piper
cubeba L.F) sebagai analgetika. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM 6 (1):
9-11.

LAMPIRAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai