Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SESTERPENA

Oleh :

NAMA : NI MADE NARAYANI DWI LESTARI


NIM : P07134017028

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
Kata Pengantar

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga tugas yang berjudul “Makalah Sesterpen” dapat
diselesaikan sesuai harapan.
Tugas ini penulis susun dengan mengerahkan segala daya dan upaya yang ada,
termasuk bantuan dan bimbingan serta sumbang saran dari berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung.
Penulis menyadari tugas ini jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh
keterbatasan penulis dalam pengetahuan, kemampuan, mencari sumber dan pengalaman,
sehingga tulisan ini banyak kekurangan. Semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi para pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga tugas yang sederhana ini
bisa bermanfaat bagi kita semua.Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Denpasar, 9 Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................... iii
BAB I..............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................................1
1.2 TUJUAN........................................................................................................................................2
BAB II ............................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................3
2.1 DEFINISI METABOLIT SEKUNDER ............................................................................................3
2.2 SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA ................................................................................................3
2.3 KEBERADAAN DI ALAM ...............................................................................................................4
2.4 JENIS-JENIS ATAU PENGGOLONGAN .....................................................................................5
2.5 TURUNAN SENYAWA METABOLIT SKUNDER .......................................................................5
2.6 MANFAAT DAN MEKANISME KERJA........................................................................................6
2.7 SUMBER BAHAN DARI TUMBUHAN ATAU HEWAN .............................................................8
2.8 CARA ISOLASI ..............................................................................................................................10
2.9 UJI KUALITATIF .......................................................................................................................12
2.10 PENELITIAN TERKAIT DENGAN PEMANFAATAN METABOLIT SEKUNDER..........14
BAB III.........................................................................................................................................................16
RANCANGAN PENELITIAN ...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 ikatan rangkap pada sesterpen ..........................................................................................3


Gambar 2. 2 struktur kimia sesterpen siklik ............................................................................................4
Gambar 2. 3 struktur Kimia senyawa sesterpen linier ...........................................................................5
Gambar 2. 4 struktur kimia senyawa sesterpen siklik pada hipospongida .........................................5
Gambar 2. 5 struktur sesterpen siklik pada salah satu spesies spons ...............................................6
Gambar 2. 6 struktur sesterpen siklik yang diisolasi dari beberapa jenis spons ...............................6
Gambar 2. 7 struktur kimia sesterpena siklik yang ditemukan pada Phyllospongia,
Fasciospongia Australia .............................................................................................................................9
Gambar 2. 8 spons jenis Phyllospongia...................................................................................................9
Gambar 2. 9 struktur kimia sesterpen linier pada Ircinia spinilosa ......................................................9
Gambar 2. 10 struktur kimia senyawa sesterpen irsinin-1 dan irsinin-2 ...........................................10
Gambar 2. 11 struktur senyawa sesterpen pada Cydonia vulgaris Pers ..........................................10
Gambar 2. 12 contoh uji kualitatif klasik skrining fitokimia ..................................................................13
Gambar 2. 13 alat HPLC untuk uji kualitatif ..........................................................................................13
Gambar 2. 14 alat AAS untuk uji kualitatif ............................................................................................13
Gambar 2. 15 alat Spektrofotometer UV-Vis untuk uji kualitatif .........................................................14
Gambar 2. 16 alat Spektrofotometer IR untuk uji kualitatif .................................................................14

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan kecenderungan perubahan pola penyakit seperti adanya resistensi kuman
penyakit pada obat tertentu, maka usaha penemuan obat-obat baru terus dilakukan dan saat ini
penelitian cenderung dikembangkan ke laut karena sebagian besar sumber daya alamnya belum
dieksploitasi secara maksimal. Sumber daya hayati laut terdiri dari tumbuhan misalnya alga serta
hewan misalnya ikan, moluska, karang lunak, spons, ekinodermata, askidin dan tunikata. Bukan
hanya biota laut, biota darat juga banyak memiliki senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat-obatan baik yang bersumber dari hewan ataupun tanaman.

Beberapa jenis hewan tertentu merupakan sumber vitamin, protein dan mineral, selain itu ada
juga beberapa jenis hewan yang mensintesis dan menyimpan senyawa toksin yang biasa disebut
marintoksin pada bagian tubuhnya atau dikeluarkan ke lingkungan hidupnya. Senyawa tersebut
merupakan metabolit sekunder yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, untuk
mempertahankan hidup dan menghindari gangguan dari organisme lain di lingkungan hidupnya,
dan aktivitas farmakologiknya maka senyawa tersebut memiliki prospek untuk diisolasi dan
dimanfaatkan dalam bidang pengobatan.

Obat-obatan alami merupakan hasil metabolit sekunder dari organisme hidup yang
memiliki senyawa kimia khas. Senyawa hasil metabolit sekunder di organisme-organisme hidup
tadi merupakan unsur yang dipakai sebagai alat penangkal terhadap serangan penyakit dan
mempertahankan hidup organisme tadi. Senyawa metabolit sekunder ini lalu dikumpulkan,
diproses, dan dijadikan formula obat baru. Beberapa senyawa metabolit sekunder bio-organisme
telah menjadi obat terkenal, seperti aspirin, morfin, digitalis, penisilin, dan taxol.

Sesterpen merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dapat dijumpai pada biota
laut dan darat dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan seperti sebagai antimikroba,
antikanker dan lain sebgainya. Sebenarnya sesterpen merupakan salah satu turunan dari terpen
namun pemanfaatannya masih sangat jarang karena ketersediaannya di alam juga terbilang
cukup langka/sulit ditemukan.

Dari beberapa penelitian ditemukan beberapa spesies spons mengandung senyawa


metabolit sekunder antimikroba dengan menggunakan pelarut kloroform (non polar), tetapi dari
beberapa jenis yang lain tidak terdapat aktivitas. Spons yang dilaporkan memiliki zat bioaktif
antara lain sesterpen dari Hyatella intestinalis, metil steroid dari Agelas flabellformis, Hipospongia
comunis, Spongia officinalis, Ircinia variabilis, spongia gracilis masing-masing mengandung
sesterpen, terpenoid, variabilin dan ketosteroid dari Erylus lendenfeldi dan Dyctionella insica,
peptida pendek dan siklo peptida dari Theonella sp. dan Microscleroderma sp. yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan. Namun
sejauh ini belum ada data penelitian yang mengeksplorasi kelompok senyawa protein dari spons

1
sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia maupun hewan. Selain pada spesies spons,
sesterpen juga dapat ditemukan pada biota darat yang juga belum banyak diketahui.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Untuk mengetahui definisi metabolit sekunder sesterpen
1.2.2 Untuk mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia sesterpen
1.2.3 Untuk mengetahui keberadaan senyawa sesterpen di alam
1.2.4 Untuk mengetahui jenis-jenis atau penggolongan sesterpen
1.2.5 Untuk mengetahui turunan senyawa metabolit sekunder sesterpen
1.2.6 Untuk mengetahui manfaat dan mekanisme kerja senyawa sesterpen
1.2.7 Untuk mengetahui sumber sesterpen pada bahan dari tumbuhan atau hewan
1.2.8 Untuk mengetahui cara isolasi senyawa sesterpen
1.2.9 Untuk mengetahui uji kualitatif atau kuantitatif senyawa sesterpen

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI METABOLIT SEKUNDER

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan,
perkembangan, atau reproduksi makhluk hidup. Namun, senyawa ini biasa digunakan untuk
perkembangbiakan dan pertahanan tanaman karena umumnya senyawa metabolit sekunder
bersifat racun bagi hewan, diantaranya adalah senyawa alkaloid, fenol, saponin dan terpenoid
(Kusbiantoro,2018). Pada setiap tanaman biasanya mengandung berbagai senyawa metabolit
sekunder dengan konsentrasi yang berbeda tentunya.

Terpenoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang banyak terkandung
di berbagai jenis tumbuhan. Terpenoid memiliki beberapa turunan seperti monoterpen, diterpen,
triterpen, seskuiterpen, sesterpen, dan lain-lain. Sesterpen adalah kelompok terpen yang
mengandung 25 atom karbon (25-C), tersusun dari 5 isopren yang pada umumnya terbentuk
melalui mekanisme kaidah isopren interaksi kepala-ke-ekor. Ada dua tipe sesterpen yang banyak
ditemukan pada bunga karang yaitu kelompok sesterpen linier dan sesterpen siklik (tetra dan
penta siklik) (Usman,Hanapi,2014).

2.2 SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA

2.2.1 SIFAT KIMIA

Menurut Hanapi Usman (2014), sesterpen dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu
sesterpen linier dan sesterpen siklik. Sehingga dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa sifat
kimia dari senyawa sesterpen ini merupakan senyawa tidak jenuh karena rantainya siklik dan
memiliki ikatan rangkap.

Gambar 2. 1 ikatan rangkap pada sesterpen

3
Gambar 2. 2 struktur kimia sesterpen siklik

2.2.2 SIFAT FISIKA

Menurut penelitian Andi Ilham L. mengenai isolasi senyawa bioaktif sesterpen pada spons
yang dilakukan oleh Razak dan Ridhay (2004) digunakan pelarut non-polar seperti kloroform
sehingga secara teoritis sesterpen memiliki sifat fisika yaitu larut pada pelarut non-polar. Menurut
Hanapi Usman (2014) sesterpen yang memiliki struktur molekul yang lebih rumit dan membentuk
struktur siklik merupakan turunan dari Didehidrofasikulatin melalui siklisasi biasanya tersedia
dalam bentuk kristal sehingga sifat fisika dari senyawa ini juga adalah tersedia dalam bentuk
kristal, namun menurut penilitian Andi Ilham L. disebutkan bahwa senyawa sesterpen ini
didapatkan dalam bentuk cairan sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk dari senyawa dalam
ketersediaannya di alam tidak menentu tergantung pada struktur kimianya. Senyawa sesterpen
siklik biasanya ditemukan dalam bentuk kristal sedangkan senyawa sesterpen yang lainnya
seperti sesterpen linier tersedia dalam bentuk cairan.

2.3 KEBERADAAN DI ALAM

Tanaman memiliki dua jenis senyawa metabolit, yaitu metabolit primer dan sekunder.
Metabolit primer digunakan tanaman untuk pertumbuhan, sedangkan metabolit sekunder tidak
berperan secara langsung untuk pertumbuhan tanaman. Metabolit sekunder diproduksi tanaman
dalam jumlah tertentu pada kondisi tercekam (Kusbiantoro,2018). Ketersediaan senyawa
metabolit sekunder dalam tumbuhan atau hewan di alam memiliki variasi bentuk. Misalnya
diterpen dan triterpen yang tersedia pada alam dalam bentuk kristal putih, atau minyak atsiri yang
ditemukan dalam bentuk liquid yang mudah menguap.

Sesterpen yang merupakan turunan dari terpen memiliki bentuk yang berbeda beda
tergantung pada struktur dari senyawanya, mengingat sesterpen dapat digolongkan menjadi 2
macam yaitu sesterpen linier dan sesterpen siklik (Usman,Hanapi,2014). Menurut sumber yang
sama, seperti penjelasan sebelumnya senyawa sesterpen siklik dimana memiliki struktur molekul
yang lebih rumit dan membentuk struktur siklik merupakan turunan dari Didehidrofasikulatin
melalui siklisasi biasanya tersedia dalam bentuk kristal di alam yaitu pada spons dengan spesies
Fasciospongia Australia, sedangkan sesterpen yang diisolasi pada spons spesies yang lain dalam
jenis sesterpen linier ditemukan dalam bentuk cairan. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan struktur kimianya, karena perbedaan struktur kimia mempengaruhi sifat fisika dan
kimia suatu senyawa.
4
2.4 JENIS-JENIS ATAU PENGGOLONGAN

Berdasarkan struktur kimianya, senyawa sesterpen dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
sesterpen linier dan sesterpen siklik. Sesterpen siklik menunjukkan kerangka molekul yang
mencirikan jalur biogenetik asam mevalonat melalui geranilfarnesil membentuk siklisasi yang
lazim sebagaimana pula yang terjadi pada pembentukan triterpen. Beberapa sesterpen siklik
telah dilaporkan ditemukan pada spons umumnya berbentuk tetrasiklik. Sedangkan sesterpen
linier biasanya ditemukan pada bunga karang dengan isomer yang tidak dapat dipisah.

Gambar 2. 3 struktur Kimia senyawa sesterpen linier

Gambar 2. 4 struktur kimia senyawa sesterpen siklik pada hipospongida

2.5 TURUNAN SENYAWA METABOLIT SKUNDER

Terpenoid adalah turunan molekul terpen yang mengandung atom lain selain atom karbon
dan hidrogen, biasanya mengandung atom oksigen dalam bentuk gugus hidroksil, karbonil,
karboksilat dan telah ditemukan pula terpenoid halogen, terutama yang memiliki gugus klor dan
brom. Kelompok senyawa terpen dikenal sebagai metabolit sekunder, dihasilkan oleh organisme
melalui jalur biogenetik asam mevalonat.

Banyak diantara kelompok senyawa terpenoid memiliki prospek untuk dikembangkan


sebagai bahan obat baru. Kerangka utama terpen disusun oleh satuan isopren yang
terkondensasi melalui interaksi kepala-ke ekor yang dikenal sebagai kaidah isopren. Berdasarkan
jumlah isomer penyusunnya terpenoid dikelompokkan atas; monoterpen, sekuiterpen, diterpen,
sesterpen dan triterpen tersusun berturut-turut atas dua, tiga, empat, lima dan enam isopren, serta
politerpen yang memiliki lebih banyak isopren.

5
Sesterpen merupakan turunan terpen yang tidak memiliki turunan lagi, melainkan dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sesterpen siklik dan sesterpen linier yang masing-masingnya
dapat ditemukan pada bunga karang atau spongia dengan berbagai spesies.

Gambar 2. 5 struktur sesterpen siklik pada salah satu spesies spons

Gambar 2. 6 struktur sesterpen siklik yang diisolasi dari beberapa jenis spons

2.6 MANFAAT DAN MEKANISME KERJA

2.6.1 MANFAAT METABOLIT SEKUNDER

Metabolit sekunder memang bukan senyawa utama yang dihasilkan tumbuhan dan
hewan, namun senyawa-senyawa ini memiliki aktivitas yang sangat bermanfaat, misalnya dalam
dunia farmakologi. Banyak dilakukan screening fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit
sekunder apasaja yang terkandung dalam suatu tumbuhan ataupun hewan yang kemudian akan
dikembangkan menjadi obat dalam (obat oral) ataupun obat luar seperti salep, krim, dan lain-lain.

Berbagai senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan dan hewan
memiliki manfaat yang berbeda-beda, misalnya flavonoid sebagai antioksidan, tannin sebagai
antibakteri, dan masih banyak lagi. Sesterpen merupakan salah satu senyawa turunan dari terpen.
Secara umum, terpen dan beberapa turunannya seperti diterpen dan triterpen memiliki aktivitas
sebagai antibakteri dan antikarsinoma (kanker).

Sebagai turunan yang lain dari terpen, sesterpen seharusnya memiliki aktivitas tersebut
pula. Menurut Hanapi Usman (2014), senyawa sesterpen yang diisolasi dari bunga karang dan
beberapa jenis spons dapat dimanfaatkan sebagai anti kanker pada usus (kolon) dan payudara,
serta melawan leukemia kronis.

6
2.6.2 MEKANISME KERJA METABOLIT SEKUNDER

a. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan
bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Bakteri merupakan
mikroorganisme yang berbahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit
serta dapat merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk kedalam antimikroba yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Secara umum, aktivititas menghambat pertumbuhan bakteri oleh antibakteri dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu bakteriosidal dan bakteriostatik. Bakteriosidal merupakan aktivitas
menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara membunuh sel-sel bakteri sehingga jika
dilakukan inkubasi lebih lama, bakteri yang sudah dihambat tidak akan tumbuh lagi pada zona
hambat sehingga sifatnya tidak sementara. Sedangkan bakteriostatik merupakan kemampuan
antibakteri yang hanya menghambat pertumbuhan sementara sehingga saat dilakukan inkubasi
lebih lama, sel-sel bakteri akan tumbuh lagi pada zona hambat.

Masing-masing metabolit sekunder yang dapat bertindak sebagai antibakteri memiliki


mekanisme kerjanya untuk menghambat pertumbuhan bakteri. ada yang menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu fungsi dinding sel bakteri seperti flavonoid, tannin
mengikat protein bakteri yang digunakan bakteri untuk berkembang biak, alkaloid menghancurkan
komponen dinding sel bakteri (Kholidha, Andi Noor, 2016), dan lain-lain.

Sesterpen sendiri yang merupakan turunan dari terpen memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan terpen sebagai antibakteri yaitu menghambat pertumbuhan bakteri dengan
melibatkan pemecahan membran oleh komponen-komponen lipofilik. Selain itu, menurut Leon et
al. (2010) pada jurnal penelitian Mercy Ngajow, senyawa fenolik dan terpenoid memiliki target
utama yaitu membrane sitoplasma yang mengacu pada sifat alamnya yang hidrofobik. Ini
didukung oleh sifat fisika yang dibuktikan pada penelitian Razak dan Ridhay (2004) yang dimuat
dalam jurnal penelitian Andi Ilham L yaitu sesterpen memang senyawa yang larut pada pelarut
non-polar sehingga bersifat hidrofobik.

b. Antikanker Pada Kolon Manusia

Menurut Hanapi Usman (2014), sesterpen dapat bertindak sebagai antikanker pada kolon
manusia karena menunjukkan sifat sitotoksitas melawan adenokarsinoma kolon manusia. Sito
berarti sel, dan toksik berarti racun sehingga sitotoksitas dapat diartikan suatu aktivitas yang dapat
menjadi racun bagi sel, sehingga sifat ini akan melawan adenokarsinoma atau sel-sel kanker itu
sendiri.

Meskipun aktivitas ini dapat bermanfaat dalam mengobati atau mencegah kanker, sifat ini
memiliki kekurangan yaitu dapat mempengaruhi sel-sel sehat disekitarnya juga seperti
menyebabkan kerusakan sel (nekrosis), penghentian pertumbuhan sel aktif, kematian sel, hingga
pada akhirnya kerusakan jaringan karena jaringan tersusun dari sel-sel. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat juga dikatakan bahwa sesterpen dalam fungsinya melawan sel kanker memiliki
cara kerja dan efek yang mirip dengan pengobatan kemoterapi sehingga perlu dilakukan

7
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan sesterpen sebagai bahan obat kemoterapi karena
bagaimanapun juga, herbal atau zat zat kimia alami memiliki efek yang lebih ringan terhadap
tubuh pasien.

c. Antikanker Payudara

Selain sebagai antikanker pada usus (kolon), sesterpen juga memiliki aktivitas antikanker
terhadap payudara (Usman,Hanapi,2014). Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari sesterpen
yaitu dengan menekan sintesis hormone penyebab kanker payudara. Hormone pada wanita yang
mempengaruhi sel kanker payudara adalah estrogren dan progesterone. Ketika hormone tersebut
mengalami peningkatan, akan menyebabkan terjadinya mutasi sel saat pembelahan meningkat
dan akan merangsang pertumbuhan sel-sel kanker. Namun, dalam penggunaannya sebagai obat,
perlu diperhatikan juga gaya hidup dari pasien itu sendiri. Misalnya seperti jangan mengkonsumsi
obat kontrasepsi yang dapat meningkatkan hormone tersebut terlalu berlebihan sehingga aktivitas
antikanker dari obat dapat bekerja secara optimal.

d. 2.6.2.4 Antikanker Darah (Leukimia kronis)

Leukemia atau sering dikenal dengan kanker darah juga disebabkan karena
berkembangnya sel-sel kanker dalam tubuh. Sesterpen yang disebutkan juga memiliki aktivitas
antikanker darah (leukemia) (Usman,Hanapi,2014) dikarenakan sifat sitotoksitas atau racun
terhadap sel kanker sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel itu sendiri sama seperti pada
aktivitas antikanker usus.

2.7 SUMBER BAHAN DARI TUMBUHAN ATAU HEWAN

Sesterpen merupakan salah satu turunan dari terpen yang keberadaannya di alam bisa
dikatakan tidak terlalu melimpah. Berdasarkan penelitian dari Andi Ilham L. dan menurut Hanapi
Usman (2014) senyawa turunan terpen ini dapat ditemukan pada beberapa spesies spons atau
bunga karang dengan struktur kimia yang berbeda-beda. Berikut adalah sumber bahan dari
hewan yang terdapat senyawa sesterpen sehingga dapat dimanfaatkan atau dilakukan uji lebih
lanjut.

2.7.1 Spons (Bunga Karang)

Porifera atau Spons adalah organisme multiseluler, yang mempunyai banyak pori
sehingga air dapat melewatinya. Tubuh mereka terdiri dari mesohil yang diapit dua lapisan tipis
sel. Spons memiliki sel yang tak terspesialisasi (tdk memiliki tugas khusus) dan dapat berubah
menjadi tipe sel lain serta dapat berpindah antara lapisan sel utama dan mesohil. Spons tidak
memiliki sistem saraf, pencernaan maupun sistem peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar
mengandalkan aliran air melalui pori-pori tubuh mereka untuk mendapatkan makanan dan
oksigen dan untuk membuang limbah.

Dalam pemanfaatnnya di dunia farmakologi masih sangat jarang bahkan belum ada
sehingga para ahli belakangan ini mulai melirik untuk melakukan penelitian mengenai kandungan
senyawa metabolit sekunder dari spons sehingga dapat dimanfaatkan dalam dunia farmakologi.
Menurut Usman Hanapi (2014), spesies spon yang berbeda memiliki kandungan senyawa
sesterpen dengan struktur yang berbeda serta jenis atau penggolongan yang berbeda. Beberapa
8
spesies spons yang ditemukan mengandung sesterpen adalah Phyllospongia, Fasciospongia
Australia (dalam bentuk kristal), dan berdasarkan penelitian Andi Ilham L. yang didasarkan pada
penelitian Razak dan Ridhay (2004) beberapa spesies spons yang digunakan penelitian dan
positif kandungan senyawa sesterpenanya adalah 3 spesies Barang Lompo Selatan dan 1
spesies Barang Lompo Utara. Berdasarkan penelitian tersebut sesterpen pada spons ditemui
pada protein spons dengan jenis sesterpen siklik. Berikut adalah gambar struktur yang ditemui
pada beberapa spesies di atas.

Gambar 2. 7 struktur kimia sesterpena siklik yang ditemukan pada Phyllospongia,


Fasciospongia Australia

Gambar 2. 8 spons jenis Phyllospongia

Selain sesterpen siklik, pada spons spesies lain seperti Ircinia spinilosa ditemukan
sesterpen linier dengan struktur kimia sebagai berikut.

Gambar 2. 9 struktur kimia sesterpen linier pada Ircinia spinilosa

9
Senyawa isomerik difuranosesterpena, irsinin-1 dan irsinin-2 dari Irciniaoros merupakan
dua isomer yang tidak dapat dipisahkan.

Gambar 2. 10 struktur kimia senyawa sesterpen irsinin-1 dan irsinin-2

2.7.2 Tumbuhan (Buah Pers) dan Jamur

Selain dari hewan spons, menurut penelitian Nunziatina De Tommasi and Francesco De
Simone (1995), senyawa sesterpen berhasil diisolasi dari ekstrak klorofom-methanol Cydonia
vulgaris Pers. (Rosaceae) terbukti mengandung empat ester sesterterpene baru, yaitu 24,25-O
diacetylvulgaroside, 25-O-acetylvulgaroside, 24-O-acetyl-25-O-cinnamoylvulgaroside, dan 25 -O-
cinnamoylvulgaroside. Penjelasan struktur senyawa ini dilakukan dengan menggunakan
eksperimen dan FABMS homonuklear dan heteronuklear.

Gambar 2. 11 struktur senyawa sesterpen pada Cydonia vulgaris Pers

Selain pada tumbuhan dan hewan, senyawa sesterpen dapat diisolasi pada jamur.
Berdasarkan penelitian Ancheng C. Huang, dkk. (2017) baru baru ini senyawa sesterpen
ditemukan pada jamur pendahulu geranylfarnesyl diphosphate (GFPP, 1) dari dimetil alil
diphosphate (DMAPP) dan isopentenyl diphosphate (IPP), yang kemudian cyclized oleh domain
TPS yang membentuk beragam perancah.

2.8 CARA ISOLASI

Pada suatu bahan alam mengandung berbagai macam zat. Keragaman dari jenis dan
jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan sangat banyak. Masalah utama dari
penelitian di bidang fitokimia ini ialah untuk menyusun data yang ada mengenai setiap golongan
senyawa khusus. Untuk menganalisa suatu zat pada bahan alam diperlukan metode pemisahan,
pemurnian dan identifikasi. Metode pemisahan zat dari bahan alam yang akan digunakan
dilakukan dengan metode ekstraksi dan isolasi. Metode ekstraksi dan isolasi yang digunakan
bergantung pada tekstur dan kandungan air dari bahan tumbuhan yang akan diekstraksi.

10
Berdasarkan jurnal penelitian mengenai isolasi senyawa sesterpen pada protein spons
atau bunga karang dari Andi Ilham L. dan Asri Salehi (2014), dengan menggunakan sampel spons
spesies di Barang Lompo, berikut adalah cara isolasi dari senyawa sesterpen pada spons atau
bunga karang.

2.8.1 Pengambilan dan Persiapan Sampel Spons

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andi Ilham L yang didasarkan dengan penelitian
Razak dan Ridhay (2004), sampel spons disampling dari 2 titik yaitu 3 spesies di Barang Lompo
Bagian Selatan (BLS 02, BLS 06, dan BLS 07), dan 1 spesies di Barang Lompo bagian Utara
timur laut (BLR 01). Sampel spons diambil dari habitatnya pada kedalaman kurang dari 5-15
meter dari atas permukaan laut dengan temperatur 29o C.

2.8.2 Bahan dan Metode


Bahan yang digunakan adalah beberapa spesies spons, biakan murni bakteri
Echerichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, dan Vibrio cholerae, Aquades,
Medium MHA (Muller Hinton Agar), pelarut non-polar (klorofom/methanol), pelarun n-
heksana, ampisilin 30 ppm, kapas, dan aluminium foil.
2.8.3 Ekstraksi dan Isolasi Protein Bioaktif Spons

Metode pemisahan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan atau
memurnikan suatu senyawa atau sekelompok senyawa yang mempunyai susunan kimia yang
berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala laboratorium maupun skala industri. Metode
pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran,
sering disebut sebagai pemurnian dan juga untuk mengetahui keberadaan suatu zat dalam suatu
sampel (analisis laboratorium).

Berdasarkan tahap proses pemisahan, metode pemisahan dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu metode pemisahan sederhana dan metode pemisahan kompleks. Metode
pemisahan sederhana adalah metode yang menggunakan cara satu tahap. Proses ini terbatas
untuk memisahkan campuran atau larutan yang relatif sederhana. Untuk metode pemisahan
kompleks memerlukan beberapa tahapan kerja, diantaranya penambahan bahan tertentu,
pengaturan proses mekanik alat, dan reaksi-reaksi kimia yang diperlukan. Metode ini biasanya
menggabungkan dua atau lebih metode sederhana. Sedangkan ekstraksi merupakan metode
pemisahan dengan melarutkan bahan campuran dalam pelarut yang sesuai. Dasar metode
pemisahan ini adalah kelarutan bahan dalam pelarut tertentu. Beberapa macam ekstraksi adalah
ekstraksi dengan menggunakan pelarut, ekstraksi destilasi uap dan destilasi dengan cara lain.

Menurut Andi Ilham L., proses ekstraksi dan isolasi senyawa sesterpen pada protein spons
yang dilakukan oleh Razak dan Ridhay (2004) menggunakan pelarut non-polar yaitu klorofom.
Spons dipotong kecil-kecil/dirajang halus kemudian dilakukan teknik maserasi dengan pelarut
klorofom atau methanol selama kurang lebih 5 hari. Ini bertujuan untuk mengeluarkan zat aktif
yaitu sesterpen dari spons. Digunakan pelarun non-polar seperti klorofom karena sesterpen
merupakan senyawa yang larut pada pelarut non-polar. Sedangkan penggunaan methanol
diperbolehkan karena methanol merupakan pelarut universal yang secara umum dapat
melarutkan senyawa polar atau non-polar. Setelah proses maserasi, dilanjutkan dengan proses

11
penyaringan untuk memisahkan endapan kasar dengan pelarutnya, kemudian ekstrak yang
didapat dipekatkan dengan proses evaporasi.

Setelah mendapatkan ekstrak kental, dilanjutkan dengan proses fraksinasi yang bertujuan
untuk memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses fraksinasi menggunakan
aquadest dan pelarut dengan perbandingan 1:2, dimana jumlah aquadest yang digunakan adalah
sama banyak dengan ekstrak kental. Penarikan senyawa non-polar digunakan pelarut n-heksana
karena n-heksana tidak memiliki gugus yang kaya elektron dan terdiri dari rantai karbon alifatik
yang cukup panjang sehingga bersifat non polar. Dari proses fraksinasi tersebut diperoleh
senyawa sesterpen (non-polar) yang murni. Pada beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh
Razak dan Ridhay (2004), proses pemisahan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya
dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Setelah proses tersebut dapat dilanjutkan dengan uji
kualitatif dan uji kuantitatif serta proses uji aktivitas senyawa bioaktif.

Menurut penelitian yang lain yaitu dari Nunziatina De Tommasi and Francesco De Simone
(1995), cara isolasi yang dilakukan terhadap senyawa sesterpen dalam Cydonia vulgaris Pers
dilakukan dengan cara tanaman yang dikeringkan dengan udara (300 g) dihilangkan lemaknya
dengan petroleum eter dan berturut-turut diekstraksi dengan CHCl3 dan CHCl3-MeOH (9:1),
menghasilkan masing-masing 7,0; 14,0; dan 8,0 g ekstrak. Ekstrak CHCl3-MeOH (9:1) (4 g)
dikromatografi pada kolom Sephadex LH-20 (100 × 5 cm). Kolom dielusi dengan MeOH, dan fraksi
(masing-masing 8 mL) diperiksa oleh TLC [pelat gel Si, CHCl3-MeOH-H2O (40: 9: 1 dan 7: 3: 0,3)].
Fraksi gabungan 18-25 (800 mg) yang mengandung campuran sesterterpenoid kasar selanjutnya
dimurnikan dengan kolom gel Si (60 g) menggunakan CHCl3 dengan peningkatan volume MeOH
sebagai pelarut elusi (masing-masing 10 mL). Fraksi 120-126 (1200 mg), 140-150 (50 mg), dan
154-162 (60 mg) yang mengandung ester sesterterpene diserahkan ke HPLC pada kolom C-18
μ-Bondapak (laju aliran 30 cm × 7,8 mm id 2,5 mL / menit) untuk memberikan 1 (26 mg) dan 2 (8
mg) dari fraksi 120-126 (MeOH-H2O, 75:25), 1 (6 mg) dan 3 (20 mg) dari fraksi 140-150 ( MeOH-
H2O, 8: 2), dan 4 (10 mg) dari fraksi 154162 (MeOH-H2O, 8: 2).

2.9 UJI KUALITATIF


Uji kualitatif adalah suatu uji yang bertujuan untuk menyelidiki dan mengetahui kandungan
senyawa-senyawa yang terdapat dalam suatu sampel uji. Analisa kualitatif ini dilakukan dengan
menggunakan teknik-teknik pengujian standard di dalam laboraturium. Adapun beberapa teknik
analisis kualitatif diantaranya adalah klasik dan modern.

2.9.1 Uji Kualitatif Cara Klasik

Dalam metode pengujian klasik yang paling penting yaitu analisa warna atau reaksi warna.
Terjadinya perubahan warna ini timbul dari hasil reaksi antara kandungan sampel dengan reagen
yang digunakan. Cara ini dapat digunakan untuk senyawa anorganik baik itu kation, anion,
ataupun juga untuk senyawa organik seperti teknik skrining fitokimia dalam pemilihan metabolit
sekunder tumbuhan. Metode analisa kualitatif lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui
kandungan zat ialah uji warna nyala.

12
Gambar 2. 12 contoh uji kualitatif klasik skrining fitokimia

2.9.2 Uji Kualitatif Cara Modern

Uji Kualitatif cara modern merupakan uji yang dilakukan dengan menggunakan bantuan
instrument analisa di laboratorium. Instrumen analisa yang di kenal saat ini dapat melakukan
beragam analisa kualitatif tergantung dari spesifikasi instrumen. Misalnya Spektrofotometer UV-
Vis untuk senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor, AAS untuk logam-logam, HPLC
untuk senyawa-senyawa organik, Spektrofotometer IR untuk analisa gugus fungsi senyawa
organik, dan masih banyak yang lainnya.

Gambar 2. 13 alat HPLC untuk uji kualitatif

Gambar 2. 14 alat AAS untuk uji kualitatif

13
Gambar 2. 15 alat Spektrofotometer UV-Vis untuk uji kualitatif

Gambar 2. 16 alat Spektrofotometer IR untuk uji kualitatif

Untuk uji kualitatif pada senyawa sesterpen yang merupakan turunan dari terpen dapat
dilakukan dengan cara klasik yaitu skrining fitokimia. Hal ini dikarenakan senyawa sesterpen
merupakan senyawa organik yang diperoleh dari simplisia nabati atau dikenal dengan bahan alam
(herbal). Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa sesterpen merupakan turunan dari
terpen sehingga memiliki reaksi warna yang hampir sama pada uji fitokimia. Hal ini diperkuat oleh
uji screening fitokimia pada senyawa triterpen yang juga merupakan turunan dari terpen
menghasilkan warna yang hampir sama yaitu merah jingga jika positif. Hal tersebut di atas berarti
uji screening fitokimia senyawa sesterpen dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan uji
fitokimia senyawa terpen sebagai berikut :

1. Ambil sebanyak 1 mL ekstrak sampel


2. Tambahkan 2 mL klorofom
3. Tambahkan 10 tetes anhididra asetat
4. Tambahkan 3 tetes asam sulfat pekat
5. Amati perubahan warna, jika positif akan terjadi perubahan warna menjadi merah, biru,
dan hijau yang merupakan hasil reaksi dengan pelarut kloroform dan reagen yang
digunakan.

2.10 PENELITIAN TERKAIT DENGAN PEMANFAATAN METABOLIT SEKUNDER


2.10.1 Pada jurnal penelitian yang berjudul : ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN
BIOAKTIF DARI BEBERAPA JENIS SPONS SEBAGAI AGENT ANTIMIKROBA. Ditulis
oleh Andi Ilham Latundra dan Ahnyar Ahmad. Melakukan penelitian tentang senyawa
sesterpen dan senyawa bioaktif spons dengan cara modifikasi berhasil mengisolasi
senyawa bioaktif dari protein spons pada 4 spesies di Barang Lompo Selatan dan Utara
yang digunakan sebagai agent antimikroba. Ekstraksi dan isolasi digunakan metode
14
modifikasi dari penelitian Razak dan Ridhay (2004) sebelumnya yang menggunakan
pelarut klorofom (non-polar). Hasil dari penelitian ini adalah didapatkan senyawa bioaktif
keempat spesies spons yang memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi terhadap bakteri
enterobakteriaceae seperti E.coli, Salmonella Typhi, Vibrio Cholerae, dan bakteri flora
normal pada kulit yaitu Staphylococcus Aureus.
2.10.2 Pada jurnal penelitian berjudul : New Tetracyclic Sesterterpenes from Cydonia vulgaris.
Ditulis oleh Nunziatina De Tommasi dan Francesco De Simone. Melakukan penelitian
tentang isolasi senyawa sesterpen pada Cydonia vulgaris Pers. Teknik isolasi yang
digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut klorofom-methanol (9:1) Ekstrak CHCl3-MeOH
(9:1) (4 g) dikromatografi pada kolom Sephadex LH-20 (100 × 5 cm). Kolom dielusi dengan
MeOH, dan fraksi (masing-masing 8 mL) diperiksa oleh TLC [pelat gel Si, CHCl3-MeOH-
H2O (40: 9: 1 dan 7: 3: 0,3)]. Fraksi gabungan 18-25 (800 mg) yang mengandung
campuran sesterterpenoid kasar selanjutnya dimurnikan dengan kolom gel Si (60 g)
menggunakan CHCl3 dengan peningkatan volume MeOH sebagai pelarut elusi (masing-
masing 10 mL). Hasil yang didapatkan adalah senyawa sesterpen tetrasiklik dari ekstrak
tersebut.
2.10.3 Pada Laporan Hibah Buku Ajar yang ditulis oleh Hanapi Usman yang berjudul : Kimia
Organik Bahan Alam Laut dimuat materi mengenai jenis, struktur, manfaat, mekanisme
kerja, serta sumber dari alam laut dari senyawa sesterpen.
2.10.4 Pada penelitian yang berjudul : Isolation And Characterization Of Some Kind Bioactive
Proteins Sponge As Antibacterial Agent. Ditulis oleh Asri Salehi, Rauf Patong, Ahyar
Ahmad. Melakukan penelitian tentang isolasi senyawa sesterpen bioaktif pada protein
spons sebagai agent antibacterial. Metode isolasi yang digunakan adalah Schroder and
Ely (seperti modifikasi yang dilakukan Andi Ilham Latundra sebelumnya). Hasil yang
diperoleh adalah senyawa bioaktif pada protein spons yang memiliki aktivitas antibakteri
yang tinggi terhadap bakteri E.coli, Salmonella Typhi, Vibrio Cholerae, dan
Staphylococcus Aureus sebagai flora normal di permukaan kulit.
2.10.5 Pada penelitian yang berjudul : Unearthing a sesterterpene biosynthetic repertoire in the
Brassicaceae through genome mining reveals convergent evolution. Ditulis oleh Ancheng
C. Huang, dkk. Melakukan penelitian mengenai sintesis senyawa turunan terpen pada
beberapa spesies jamur. Hasil yang diperoleh adalah ditemukan senyawa sesterpen dan
di terpen yang dihasilkan oleh jamur.

15
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dengan luas 75 % berupa lautan, memiliki kekayaan
yang melimpah sumber daya hayati, antara lain ditemukan berbagai jenis spons. Beberapa jenis
diantaranya dilaporkan memiliki senyawa bioaktif sesterpen yang dapat digunakan dalam bidang
farmasi sebagai antimikroba dan antikanker. Seiring dengan kecenderungan perubahan pola
penyakit seperti adanya resistensi kuman penyakit pada obat tertentu, maka usaha penemuan
obat-obat baru terus dilakukan dan saat ini penelitian cenderung dikembangkan ke laut karena
sebagian besar sumber daya alamnya belum dieksploitasi secara maksimal. Sumber daya hayati
laut terdiri dari tumbuhan misalnya alga serta hewan misalnya ikan, moluska, karang lunak, spons,
ekinodermata, askidin dan tunikata. Padahal, jika di teliti lebih dalam banyak juga biota darat yang
memiliki potensi antimikroba dan antikanker karena kandungan sesterpen yang merupakan
turunan dari terpen tersebut.

Maka dari itu, rancangan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah “Potensi Beberapa
Spesies Jamur Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Shigella”

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya kandungan sesterpen pada
beberapa spesies jamur yang berbeda mengingat penelitian keberadaan sesterpen pada jamur
belum mandalam dan masih sangat sedikit, kemudian memanfaatkannya sebagai antimikroba
dan antikanker. Secara teoritis sesterpen yang merupakan turunan dari terpen memiliki
mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghancurkan
membrane sel bakteri. selain itu sebagai anti kanker dengan cara menghambat hormone
penyebab kanker dan memiliki sifat sitotoksin yang dapat membunuh sel-sel kanker.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kusbiantoro,2018,’Pemanfaatan kandungan metabolit sekunder pada tanaman kunyit


dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat’, Jurnal Kultivasi Vol. 17 no.
1 halaman 544-549.
2. Usman,Hanapi,2014, KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM LAUT, Universitas
Hasanuddin.
3. Andi Ilham Latundra, Ahyar Ahmad,2012, ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN
BIOAKTIF DARI BEBERAPA JENIS SPONS SEBAGAI AGENT
ANTIMIKROBA,dilihat 28 Desember 2018
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1645/Ilham%20paper%20J
ember%20semnas%202012.pdf.
4. Andi Noor Kholidha, I Putu Wira Putra Suherman, Hartati, 2016, ‘Uji Aktivitas Ekstrak
Etanol Daun Dadap Serep (Erythrina lithosperma Miq) sebagai Antibakteri terhadap
Bakteri Salmonella typhi’, Volume 4 Nomor 1 halaman 281-290.
5. Mercy Ngajow, Jemmy Abidjulu , Vanda S. Kamu,2013,’ Pengaruh Antibakteri
Ekstrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus secara In vitro’, JURNAL MIPA UNSRAT 2 no. 2 halaman 128-132.
6. Razak, A.R. dan Ridhay, A. 2004, Penapisan senyawa antimikroba dari beberapa
jenis bunga karang (Porifera) secara kromatografi lapis tipis.
7. Nunziatina De Tommasi, Francesco De Simone, 1995, ‘New Tetracyclic
Sesterterpenes from Cydonia vulgaris’, volume 59 halaman 267-270.
8. Ancheng C. Huang, dkk., 2017, ‘Unearthing a sesterterpene biosynthetic repertoire in
the Brassicaceae through genome mining reveals convergent evolution’, volume 114
no. 29 halaman ISSN 0027-8424.
9. Asri Salehi, Rauf Patong, Ahyar Ahmad, 2014, ‘Isolation And Characterization Of
Some Kind Bioactive Proteins Sponge As Antibacterial Agent’, volume 3 halaman
233-236.

17

Anda mungkin juga menyukai