Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

Disusun oleh :
Inez Faradila Azmy ( 19180001 )
Ika Nurdiyanti ( 19180003 )
Marwah Erwanda ( 19180004 )
Melani Maranressy ( 19180010 )
Cicilia Amalinda ( 19180013 )

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakokinetika adalah cabang ilmu dari farmakologi yang mempelajari tentang


perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalu organekskresi di tubuh
manusia. Umumnya sejumlah fase yg dilalui ketika obat masuk kedalam tubuh dan
melalui kontak dengan obat tubuh terbagi menjadi peroses aliran yg dimulai dari
penyerapan (absobsi), lalu tersebar keseluruh jaringan tubuh melalui darah (distribusi),
selanjutnya dimetabolisme dalam organ-organ tertentu terutama hati (biotranspormasi),
lalu sisa atau hasil metabolisme ini dikeluarkan dari tubuh dengan ekskresi (eliminasi).
Dalam praktik terapik obat harus dapat mrncapai tempat kerja yg diinginkan. Suatu obat
dilakukan spesifik bila kerjanya terbatas pada satu jenis reseptor, dan dilakukan selektif
jika menghasilkan hanya satu efek pasa dosis rendah dan efek lain baru timbul pada dosis
yg lebih tinggi (Priyanto, 2010).

Farmakokinetika juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari apa yg dilakukan


oleh tubuh terhadap obat. Aplikasi konsep farmakokinetika untuk menentukan besarnya
dosis dan interval pemberian obat untuk individu sehingga diperoleh terapi yangrasional
disebut sebagai farmakokinetika klinik. Aplikasi konsep farmakokinetika klinik ini sendiri
merupakan salah satu pendekatan yg harus dilakukan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya efek toksik, meminimalkan efek dengan obat, serta mengoptimalkan terapi.
Keberhasilan suatu terapi dengan obat sangat tergantung pada rancangan aturan dosis,
dimana aturan dosis ini didasarkan pada prameter-prameter farmakokinetika obat tersebut.
Penderita sebagai individu memiliki respon yg bervariasi terhadap suatu obat, karena
penderita satu dengan yg lain adalah alike, sehingga didalam praktek klinik perlu
mendapat perhatian mengingat perbedaan prameter farmakokinetika sering terjadi.
Pemanfaatan prinsip-prinsip farmakokinetika klinik merupakan suatu usaha yg ideal untuk
terapi kuantatif pada praktek farmasi klinik, dengan mengatur rejimen dosis untuk
memperoleh kadar yang cukup pada reseptor sehingga menghasilkan respon farmakologi
yg obtimal dengan efek merugikan yg minimal (Gunawan, Gan Sulistia, 2009).

B. Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui nasib obat di dalam tubuh melalui absobsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi.
BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

Setiap obat mengalami peroses absobsi, distibusi, metabolisme, dan ekskresi


dengan pola tertentu, sehingga nasib obat dalam tubuh dapat diikuti dengan melihat
kadarnya, dalam darah, urin, air liur, air susu, dan sebagainya (Priyanto, 2010).

a. Absorpsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi sistemik
(pembuluh darah). Kecepatan absorpsi ketentuan tergantung pada bentuk dan cara
pemberian serta sifat fisik kimia dari obat. Obat diabsorpsi tidak semua mencapai
sirkulasi sistemik, sebagian akan dimetabolisme oleh enzim dinding usus atau
mengalami metabolisme eliminasi lintas pertama. Obat yg mempunyai biovaliatitas
oral yg tidak begitu tinggi sehingga meskipun absorpsi secara oralnya mungkin
hampir sempurna. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan
pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ke tempat absorpsi
dapat mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat dipengaruhi beberapa faktor
seperti formulasi, stabilitas obat terhadap asam lambung dan enzim-enzim
pencernaan, motilitas saluran pencernaan, makanan dalam lambung, derajat
metabolisme lintas pertama, dan kelarutan dalam lemak.

b. Distribusi
Distribusi obat keseluruh tubuh terjadi saat obat mencapai sirkulasi, selanjutnya obat
harus masuk kejaringan tubuh untuk bekerja. Distribusi obat dibedakan atas dua fase
berdasarkan penyebarannya didalam tubuh. Disribusi fase pertama terjadi setelah
penyerapan yaitu organ yang fungsinya sangat baik misalnya jantung, hati, dan otak.
Selanjutnya distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakub jaringan yg
perfusinya tidak sebaik obat diatas misalnya otot, fisera, kulit, dan jaringan lemak.
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi
kedalam otak sedangkan obat yang tidak larut akan sulit menembus membran sel
sehingga distribusinya terbatas terutama dicairan ekstra sel. Distribusi juga dibatasi
oleh ikatan obat pada protein plasma hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan
mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afnitas terhadap perotein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.

c. Metabolisme
Metabolisme obat ialah peroses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh
dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini, molekul obat diubah menjadi lebih polar,
artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih
mudah diekskresi melalui ginjal. Pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga
biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Enzim yg berperan
dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel yakni
enzim mikrosom yg terdapat retikulum endoplasma halus dan enzim non mikrosom.
Kedua macam enzim metabolisme lain terutama dalam sel hati, tetapi juga terdapat di
sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran pencernaan dan plasma.

d. Eksresi
Eksresi obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ eksresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
di ekresikan lebih cepat dari pada obat larut lemak-lemak kecuali dalam eksresi
melalu paru. Ginjal merupakan organ eksresi yang terpenting eksresi disini
merupakan resultan dari tiga proses yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif ditubulus
proksimal, dan reabsobsi fasif ditubulus proksimal dan distal. Eksresi obat melalui
ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis diturunkan. Eksresi obat
juga terjadi melalu keringat, air liur, air mata, dan air susu.
BAB III

METODE

A. ALAT DAN BAHAN

Ø Alat :
1. Tabung reaksi dan rak tabung
2. Pipet tetes ukur S
3. Gelas ukur 5 ml
4. Beker glass
5. Timet/stopwatch
6. Spuit 1ml

Ø Bahan :
1. KI 0,3 gram dalam kapsul
2. Larutan KI 1%
3. Larutan NaNO2 10%
4. Larutan H2SO4 1N
5. Larutan amilum 1%

B. CARA KERJA

1. Sesaat sebelum minum obat (KI), probandus mengosongkan kandung kencing


dan mengumpulkan saliva. Kemudian diambil urin sebanyak 1 ml dan saliva
sebanyak 1 ml (sebagai control).
2. Sesudah itu, probandus minum obat (KI 0,3 gram) dengan air putih 200 ml
dan sampel urin diambil setiap 15 menit sedangkan sampe saliva diambil
setiap 5 menit sesudah minum obat. Pengambilan sampel dilakukan hingga
1,5 jam sesudah minum obat sesuai dengan interval waktu pengambilan
masing-masing.
3. Urin dan saliva control maupun sampel yang didapat percobaan ditetapkan
kadar yodiumnya secara kolirimetri semi kuantitatif.
4. Reaksi reaksi yang dikerjakan :
a. KI 1 ml + amilum (1 ml) → amati perubahan warna yang terjadi
(digunakan sebagai control negative)
b. KI 1% 1 ml + NaNO2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 1N (2-3 tetes) + amilum
1% (1 tetes) → amati perubahan warna yang terjadi (sebagai control
negatif)
c. Urin (1 ml) + NaNO2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 1N (2-3 tetes) + amilum 1%
(1 tetes) → amati perubahan warna yang terjadi.
d. Saliva (1 ml) + NaNO2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 1N (2-3 tetes) + amilum
1% (1 tetes) → amati perubahan warna yang terjadi.
Adanya I2 ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kebiruan.
5. Hasil pengamatan (semi kuantitatif) dinyatakan dengan tanda-tanda berikut
yang disesuaikan dengan hasilpengamatan pada perubahan warna yang terjadi:
a. Negaif (-)
b. Positif satu (+)
c. Positif dua (++)
d. Dan seterusnya.
6. Data-data semi kuantitatif kemudian ditabulasi dan dibuat kurva hubungan
antara waktu dan kadar obat dalam urin dan saliva.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada praktikum farmakokinetik yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai
berikut :

Waktu Kadar Yodium


Saliva Urin
0 - -
5’ -
10’ +
15’ ++ -
20’ -
25’ +
30’ ++ +
35’ ++++
40’ +++
45’ ++ ++
50’ ++
55’ +++
60’ +++ -
65’ ++++
70’ ++++
75’ -

Gravik Urin dan Saliva


4,5
4
3,5
3
interprestasi

2,5 urin
2
saliva
1,5
1
0,5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Keterangan :
0 berarti (-), 1 (+), 2 (++), 3 (+++), dan 4 (++++)
0 – 75 waktu pengambilan
B. Pembahasan

Pada praktikum ini, kita melihat obat dieksresikan melalui urin dan saliva
dimana urin dan saliva dikumpulkan pada jarak waktu tertentu.
Data pengamatan yang telah dilakukan yakni pengambilan urin dan saliva
hasil proses metabolisme obat KI dari probandus kelompok satu menunjukan hasil
bawah dari awal mulai pengambilan urin pada pukul 15:45 dan pada pukul 16:15 baru
menunjukan hasil positif satu (+) dan pada pukul 16:30 hasilnya positif dua (++),
pengambilan setiap 15 menit sekali dan mengandung KI. Sedangkan pengambilan
saliva yang dimulai pada pukul 15:45 juga dan pada waktu 15:55 baru menunjukan
hasil positif satu (+) dan sampai pada pukul 16:55 hasilnya positif empat (++++)
pengambilan dilakukan setiap 5 menit sekali.
Hasil ekskresi pada urin dan saliva berbeda dikarenakan proses ekskresi pada
urin yang lama karena melalui ginjal yang mana obat harus mengalami filtrasi
glomeruler, reabsorpsi, dan sekresi tubuler. Sedangkan pada saliva ekskresinya lebih
cepat karena obat langsung di absorpsi dari tempat pemberiaanya.
Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan
lambung, pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ke tempat absorpsi dapat
mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat dipengaruhi beberapa faktor seperti
formulasi, stabilitas obat terhadap asam lambung, dan enzim-enzim pencernaan,
motilitas saluran pencernaan, makanan dalam lambung, derajat metabolisme lintas
pertama, dan kelarutan dalam lemak.
BAB V

KESIMPULAN

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberiaannya umumnya
mengalami absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan terdapat
perbedaan hasil pada pengambilan urin dan saliva, hasilnya ada yang positif (mengandung
KI) dan juga ada yang negative (tidak mengandung KI). Hal ini disebabkan karena proses
absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat yg berbeda dengan pola tertentu.

Diperkirakan biovailabitas probandus kelompok satu berjalan dengan baik.


Biovailabitas adalah tingkat sejauh mana obat atau zat lain diserap dan beredar dalam tubuh.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Priyanto. 2010. Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan. Edisi 2.
Jakarta;LESKONFI

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bertran G. Katzung. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. 10 th ed. Jakarta; ECG

Anda mungkin juga menyukai