Disusun oleh :
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan kami kesempatan,
kelancaran, dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad
SAW. yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di Yaumul Kiamah nanti. Aamiin.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas kerja sama dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan disusunnya makalah ini akan
memberikan manfaat bagi kita semua. Demikian, semoga makalah ini dapat
menambah wawasan kita semua. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................11
B. Saran ...........................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan cara yang diperlukan oleh setiap insan untuk
berinteraksi dengan yang lainnya untuk keperluan yang masing-masing
butuhkan. Komunikasi menjadi aktivitas yang hampir setiap orang terlibat dan
saling melibatkan. Pentingnya komunikasi dengan manusia adalah suatu hal
yang tidak bisa dipungkiri manusia, begitu juga halnya dengan organisasi.
Tidak hanya pengetahuan dasar tentang komunikasi, pengetahuan dasar tentang
organisasi sebagai suatu lingkungan tertentu yang berstruktur, berkarakteristik,
serta memiliki fungsi tertentu adalah suatu hal yang mendukung kelancaran
komunikasi organisasi.
Organisasi memiliki tujuan tertentu dan memiliki sifat untuk selalu
dapat memenuhi tujuannya tersebut. Usaha yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah dengan melakukan kekuasaan. Karena pada dasarnya,
organisasi mempunyai sifat berusaha untuk memenuhi beberapa jenjang
keteraturan tertentu sehingga dapat bertahan dan mencapai tujuannya. Usaha
yang dilakukan meliputi suatu keteraturan yang dirundingkan, tetapi pengaturan
manusia lah yang melibatkan kekuasaan. Individu yang bergabung dengan
organisasi ini adalah dengan menggunakan kekuasaan.
Dalam organisasi juga dibutuhkan sebuah pemberdayaan yang lahir dari
sebuah kekuasan. Pemberdayaan adalah memberikan kesempatan pada para
anggota organisasi yang memungkinkan dalam menggunakan kemampuannya
dan semakin meningkatkan keaktifan dalam anggota organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kekuasaan Menurut Ahli
2. Konsep Kekuasaan Dan Organisasi
3. Dinamika Komunikasi Organisasi
4. Komunikasi Dan Proses Pemberian Kekuasaan
5. Komunikasi Dan Pelaksanaan Kekuasaan
6. Pengertian Pemberdayaan (Empowerment)
7. Syarat-Syarat Pemberdayaan
1
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Kekuasaan Menurut Ahli
2. Mengetahui Konsep Kekuasaan Dan Organisasi
3. Mengetahui Dinamika Komunikasi Organisasi
4. Mengetahui Komunikasi Dan Proses Pemberian Kekuasaan
5. Mengetahui Komunikasi Dan Pelaksanaan Kekuasaan
6. Pengertian Pemberdayaan (Empowerment)
7. Syarat-Syarat Pemberdayaan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
www.academia.edu/43468839/KEKUASAAN_DAN_PEMBERDAYAAN_DALAM_ORGANIS
ASI (Diakses pada tanggal 13 Noverber 2020, pukul 16.31)
3
1. Kekuasaan Penghargaan atau Balas Jasa (Reward Power)
Kekuasaan ini adalah kekuasaan yang menggunakan balas jasa atau
reward untuk memengaruhi seseorang agar bersedia melakukan sesuatu
sesuai keinginannya.
Balas jasa atau reward dapat berupa gaji, upah, bonus, promosi,
pujian, pengakuan ataupun penempatan tugas yang lebih menarik, namun
melalui kekuasaan balas jasa ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat
menunda pemberian reward (balas jasa) tersebut sebagai hukumannya jika
bawahannya tidak melakukan apa yang telah diperintahkan.
2. Kekuasaan Koersif atau Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan paksaan atau coercive power ini lebih cenderung ke
penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang agar
bersedia melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Kekuasaan
paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari kekuasaan balas jasa
(reward power).
Contoh ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika tidak
mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti pemberian surat
peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan pemberhentian
kerja (PHK).
3. Kekuasaan Rujukan (referent power)
Kekuasaan rujukan atau referent power ini merupakan kekuasaan
yang diperoleh atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan
kepribadian dari seorang pemimpin. Contohnya Gandhi yang memimpin
jutaan orang karena kepribadian dan karismatiknya.
4. Kekuasaan Legitimasi atau Sah (Legitimate Power)
Kekuasaan sah atau legitimate power ini berasal dari posisi resmi
yang dijabat oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi
ataupun pemerintahan. Kekuasaan sah adalah kekuasaan yang diperoleh
dari konsekuensi hirarki dalam organisasi.
4
5. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan keahlian atau expert power ini muncul karena adanya
keahlian ataupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang
yang memiliki pengalaman dan keahlian tertentu memiliki kekuasaan ahli
dalam suatu organisasi meskipun orang tersebut bukanlah manajer ataupun
pemimpin.
Individu-individu yang memiliki keterampilan atau keahlian
tersebut biasanya dipercayai oleh manajernya untuk membimbing
karyawan lainnya dengan benar.2
2
https://blog.ub.ac.id/fgreisye/2013/03/02/komunikasi-organisasi-kekuasaan-dan-
pemberdayaan-dalam-organisasi/ (Diakses pada tanggal 13 November 2020, pukul 16.26)
5
lalu digunakan melalui alternatif yang disediakan dan cara alternatif
tersebut diberikan.
6
E. Komunikasi dan Pelaksanaan Kekuasaan
Komunikasi dalam suatu organisasi harus mencerminkan penggunaan
kekuasaan yang bijaksana. Boulding (1989), bahwa mempertahankan
kekuasaan mungkin bergantung pada pengetahuan kapan untuk menggunakan
kekuasaan itu, kekuasaan yang dilaksanakan secara bijaksana terkadang sama
sekali tidak digunakan, contoh seorang manajer mendelegasikan otoritas
kepada bawahannya untuk melakukan suatu tugas, komunikasi harus
mendukung, yaitu setidaknya manajer memberikan sebuah memo, atau
merincikan tugas apa yang harus dilaksanakan atau dikerjakan.
Komunikasi dengan menempatkan posisi orang lain lebih rendah adalah
suatu wujud pelaksanaan kekuasan, ini mengisyaratkan suatu hubungan yang
memaksakan dominasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukannya dan
bahkan tidak diketahui dan disadari oleh orang tersebut.
Banyak isu gender (bahasa, bahasa seksual) yang merupakan isu dari
pada kekuasaan, sesuatu yang tampak tidak salahnya bagi seseorang, dapat saja
dipandang sebagai penindasan oleh orang lain.
Contohnya seperti istilah freshman dapat saja menimbulkan suatu
pertentangan, itu dikarenakan kata tersebut khusus untuk seorang pria sehingga
mengabaikan keberadaan kaum wanita meskipun begitu, sebenarnya istilah ini
sudah dulu ada dan tidak menyangkut jenis kelamin lagi.
Dalam komunikasi yang penting adalah “penciptaan pesan”, Bahasa,
tidak saja sekedar masalah kecermatan politis, tetapi masalah persamaan pesan
lebih penting daripada gagasan kecermatan politis atau strategi.
3
Ridwan Nurdin, “Pemberdayaan, Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi: Sebuah Analisis
Konseptual”, Jurnal Manajemen dan Inovasi Vol. 9. No. 1, 2018, hlm. 61.
7
ekonomi) misalnya, memberdayakan atau memberi keupayaan kepada wanita
atau golongan minoritas. Kini penggunaannya telah diperluaskan dalam bidang
pengurusan organisasi yang lebih mikro sifatnya.
Menurut Conger dan Kanungo (1988) pula pemberdayaan merupakan
satu konstruk psikologi yang lebih memfokus kepada tanggapan pekerja itu
sendiri mengenai pengalamannya diberdayakan atau dimampukan dalam suatu
organisasi. Tanggapan ini akan mempengaruhi empat dimensi kognisi
(kesadaran) yaitu : makna (meaning), kompetensi (competence), penentuan diri
(self determination) dan impak (impact). Makna, atau kebermaknaan ialah nilai
kerja atau tujuan yang dinilai mengikut ideal atau kriteria individu yang
melibatkan pandangan intrinsik individu terhadap tugas yang diberikan.
Kompetensi ialah keyakinan individu terhadap keupayaannya melaksanakan
aktivitas dengan menggunakan kemahiran yang ada. Penentuan diri merujuk
kepada sejauh mana individu mempunyai pilihan dalam memulakan atau
melaksanakan tindakan. Dan impak ialah sejauh mana seorang individu boleh
mempengaruhi hasil strategik, administrasi dan pengoperasian di tempat kerja.4
Pemberdayaan merupakan hubungan interpersonal yang mendorong
mutual trust (saling percaya) antara pekerja dan majikan (Khan, 1997). Untuk
satu hal, pemberdayaan memerlukan tindakan sungguh-sungguh dari pihak
pengurus untuk menyerahkan kekuasaan kepada pekerja dalam menentukan
cara terbaik melaksanakan, mengawal sarana produksi dan menilai hasilnya.
Dengan kata lain adalah otonomi (Wilberforce, 2000). Dalam hal ini,
pemberdayaan dapat ditinjau melalui dua sudut pandang (Setyawan dan
Mulyadi, 1999), yaitu:
1. Dari sudut pandang Pengurus (majikan) Pemberdayaan merupakan proses
pemberian kuasa kepada pekerja untuk memampukan diri di dalam
merencanakan dan mengendalikan pelaksanaan (implementasi) rencana
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Dari sudut pandang pekerja Pemberdayaan merupakan proses untuk
meningkatkan keandalan dirinya agar dipercaya oleh majikan dalam
4
Ibid, hlm. 62
8
merencanakan dan mengendalikan implementasi rencana pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya.5
G. Syarat-Syarat Pemberdayaan
Terdapat sejumlah keadaan yang dipersyaratkan untuk memberdayakan
pekerja (Soetomo, 1999), yaitu:
1. Partisipasi, dalam arti pemberdayaan adalah keinginan dari seluruh pekerja
apa pun jabatannya untuk selalu memperbaiki proses kerja dan hubungan
antara rekan. Masalah yang berkaitan dengan partisipasi di perusahaan
biasanya berkaitan dengan kualitas dan kedudukan (performance)
organisasi, sehingga perlu dilakukan latihan bagi segala lapisan pekerja.
2. Inovasi, merupakan inti pemberdayaan karena pekerja memiliki kekuasaan
untuk mencoba berbagai ide yang dapat diputuskan sendiri.
3. Peluang mengakses semua informasi yang diperlukan.
4. Adanya akuntabilitas yang memungkinkan setiap pekerja memiliki perasaan
bertanggung jawap kepada majikan atas segala hasil yang telah
diperolehnya.6
Dalam penerapannya agar kondisi tersebut di atas dapat berlangsung
dengan baik maka dalam proses pemberdayaan mesti lah memperhatikan
beberapa hal (Mildawani, 1999), yaitu:
a. Partisipasi, mengandung pengertian keterlibatan semua pihak yang
terkait. Partisipasi yang dimaksudkan di sini adalah partisipasi dari para
pengurus atau penyelia dan pekerja dalam setiap aktivitas organisasi
untuk mencapai tujuan bersama. Partisipasi ini juga bermakna bahwa
semua pihak terlibat secara aktif dalam kegiatan pengambilan
keputusan.
b. Komunikasi, menjelaskan bahwa perlu adanya interaksi dua arah yang
terbuka antara kedua belah pihak, atasan (pemberi otoritas) maupun
bawahan (penerima wewenang).
5
Ibid, hlm. 63.
6
Ibid, hlm. 65.
9
c. Kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud di sini adalah lebih pada
trust yang dibangun berdasarkan unsur keterbukaan. Dalam proses
pemberdayaan akan sulit mendapat hasil yang optimal, bila pemberi
otoritas tidak mempunyai kepercayaan terhadap penerima kekuasaan.
Percaya berarti pemberian mandat yang luas kepada penerima tugas
untuk melakukan tugasnya secara sendiri, tanpa pengawasan atau
kawalan yang berlebihan.
d. Kemandirian. Dalam kemandirian, alur penyelesaian masalah dan tugas
akan semakin mudah ditempuh karena kemandirian mengartikan
adanya kemampuan menyelesaikan permasalahan tanpa kawalan yang
ketat.
e. Pertanggungjawaban. Pertanggungjawapan yang dimaksud lebih
merujuk kepada suatu bentuk bagaimana para pekerja
mempertanggungjawapkan hasil pekerjaan atau tugas yang selama ini
telah diberikan kepada seseorang akan mendorong seseorang untuk
bekerja lebih maksimal.
f. Keterbukaan. Unsur keterbukaan merupakan salah satu aspek yang
mutlak diperlukan bagi terselenggaranya proses pemberdayaan.
Konsekuensi rasional dari keterbukaan di antaranya adalah usaha untuk
menempatkan orang yang tepat pada bidangnya.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan dipandang sebagai kemampuan perorangan atau kelompok
untuk mempengaruhi, memberi perintah, dan mengendalikan hasil-hasil
organisasi. Tiga jenis kekuasaan dalam mempertahankan organisasi (Boulding)
yaitu:
1. Kekuasaan Destruktif
2. Kekuasaan Produktif
3. Kekuasaan Integratif
a. Kekuasaan Penghargaan
b. Kekuasaan Koersif
c. Kekuasaan Rujukan
d. Kekuasaan Legitimasi
e. Kekuasaan Keahlian
Conger dan Kanungo mengatakan bahwa konsep pemberian kekuasaan
atau pemberdayaan memiliki beberapa dimensi:
1) Aspek Rasional
2) Aspek Motivasional
Pemberdayaan merupakan satu konstruk psikologi yang lebih
memfokus kepada tanggapan pekerja itu sendiri mengenai pengalamannya
diberdayakan atau dimampukan dalam suatu organisasi. Tanggapan ini akan
mempengaruhi empat dimensi kognisi (kesadaran) yaitu : makna (meaning),
kompetensi (competence), penentuan diri (self determination) dan impak
(impact).
a) Partisipasi
b) Inovasi
c) Peluang mengakses semua informasi yang diperlukan
11
d) Adanya akuntabilitas
(1) Partisipasi
(2) Komunikasi
(3) Kepercayaan
(4) Kemandirian
(5) Pertanggungjawaban
(6) Keterbukaan
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.
12
DAFTAR PUSTAKA
www.academia.edu/43468839/KEKUASAAN_DAN_PEMBERDAYAAN_DAL
AM_ORGANISASI (Diakses pada tanggal 13 Noverber 2020, pukul 16.31).
13