Anda di halaman 1dari 24

FILSAFAT KEKUASAAN DAN POLITIK

DALAM ORGANISASI

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Heri Setiyo Nugroho, M.AP
Dr. Pahlawan, M.A

Di Buat Oleh Kelompok 10 :


1. Nyoman Widiya Widana (20226013071)
2. Intan Nurfitri Usman (20226013072)
3. Lisnawati (20226013067)
4. Jamila (20226013089)

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG


TAHUN AJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat karun

ia rahmat-Nya,penulis berhasil menyelesaikan makalah dengan judul :

FILSAFAT KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI, Makalah ini disus

un untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Perkembangan Teori manaje

men Pendidikan. Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan berbagai

sumber dan ada juga yang ditulis berdasarkan pemikiran, analisa dan pendapat

penulis yang mana ke depannya mungkin tidak sempurna dan perlu koreksi lebih

lanjut. Apabila dalam penyusunan makalah ini banyak terjadi kesalahan dan keku

rangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Selanjutnya, dengan sena

ng hati penulis akan menerima saran dan kritik untuk perbaikan kerja penulis pa

da masa yang akan datang. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi yang

membutuhkan dan memerlukannya dalam memenuhi tujuannya.

Palembang, Juni 2023


Penulis,

Team kelompok 10
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalahan ………………………………………… 4
1.3. Tujuan ................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A Kepemimpinan, kekuasaan dan politik ................................ 6
B Filsafat Kekuasaan dan Politik ............................................ 7
C Kekuasaan dan Politik ………………………........................ 10
D Sumber kekuasaan ............................................................. 13
E Politik Organisasi ……………………………………………... 19
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan …………………………………………………... 23
2. Saran ………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 24

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekuasaan merupakan salah satu tema pembahasan penting dalam kajia

n perilaku organisasi. Melalui kekuasaan sebuah perilaku bisa dibentuk apakah s

ecara kultural maupun secara paksaan. Orang yang memiliki kekuasaan disebut

sebagai penguasa, dalam sebuah organisasi dinamakan sebagai pemimpin oran

g yang memiliki otoritas sekaligus tanggung jawab terhadap organisasi. Dalam ko

ntek perilaku organisasi, dalam studi kekuasaan sangat erat dengan tindakan-tin

dakan politis, dimana setiap individu dan kelompok. memiliki kepentingan terhada

p kekuasaan. Dengan sebuah kekua- saan maka sebuah program atau kebijakan

dapat dibuat dan dijalankan sesuai dengan narasi seorang penguasa akan dibaw

a kemana organisasi. Dalam bahasan ini akan dibahas bagaimana organisasi se

bagai kumpulan individu akan terjadi tindakan-tin- dakan yang bernuansa politik,

oleh sebab itu diperlukan sebuah strategi bagaimana perilaku politis individu dan

kelompok tidak merusak produktivitas organisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kepemimpinan,kekuasaan dan politik dalam organisa

si?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan filsafat kekuasaan dan politik dala

m organisasi?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari kepemimpinan, kekuasaan dan politik

2. Mengetahui tentang konsep filsafat kekuasaan dan politik

3. Mengetahui sejarah perkembangan filsafat kekuasaan dan politik

4. Mengetahui sumber kekuasaan

5. Mengetahui perkembangan politik organisasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan, Kekuasaan dan Politik

Dalam ilmu politik, konsep kekuasaan merupakan yang paling banyak dib

ahas, bahkan kekuasaan itu sendiri sering diidentikkkan dengan politik (Budiardjo,

2010; 59). Budiardjo mengurai penjela- san kekuasaan dengan penjelasan bebe

rapa ilmuan, sebagai berikut. Weber, sebuh kekuasaan merupakan tindakan ingi

n mewujudkan keinginan walupun dalam praktiknya terdapat sebuah penentan- g

an. Laswell mengatakan dengan kekuasaan maka perilaku anggota dapat ditetap

kan. Sementara Goodwin beragumen bahwa melalui kekuasaan maka akan dapa

t memaksa anggota mau atau tidak untuk melakukan tindakan.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan sen

i menggerakkan orang lain untuk mewujudkan tujuan organisasi. Namun demikia

n terdapat perdebatan dalam ilmu manajemen bahwa seorang manajer bukanlah

seorang pemi- mpin. Seorang pemimpin dapat muncul secara informal walau ia ti

dak diangkat di dalam struktur. Sering dimaknai, persoalan kepemimpinan tidak t

erlepas dari kekuasaan, sehingga dalam setiap organisasi akan menjadikan pers

oalan ini menjadi berbagai penyebab maju atau mundurnya organisasi. Dalam m

eraih kekuasaan untuk menjalankan kepemi- mpinan di organisasi maka diperluk

an sebuah strategi dan taktik, yang kemudian dikenal dengan politik. Oleh Robert

Dahl dikatakan bahwa politik sebagai usaha A yang berkuasa atas B sehingga da

pat memaksa B melakukan apa yang mungkin dikehendakinya sendiri (Ivancevic

h, 2006; 77-78).

B. Filsafat Kekuasaan dan Politik


Kekuasaan merupakan konsep yang sukar didefinisikan, karena definsiny

a berubah tergantung keadaan. Beberapa bentuk kekua- saan bersifat sangat fisi

k dan dinyatakan langsung, sementara yang lainnya tidak langsung atau tersemb

unyi. Terkadang kekuasaan berpengaruh bukan karena digunakan, tapi pihak lain

mengantisi- pasi penggunaannya. (Winters, 2011; 17). Pada perkembangan filsaf

at kekuasaan dan politik di dunia Barat banyak memunculkan pemikir politik. Mis

alnya filsuf dari Italia, Nicollo Machiavelli yang konsep pemikirannya mengenai ke

kuasaan dan politik banyak memengaruhi dunia.

Machiaveli banyak menyarankan kepada para penguasa mengenai kekua

saan dan politik dalam bukunya Il Principe dan Prince. Begitu besarnya pengaruh

filsafat Machiavelli dalam perpolitikan dunia, sehingga para pemimpin yang otorit

er, culas, dan licik sering disebut sosok pemimpin Machiavelis. Sebutan ini berma

kna negatif, sesuai yang disarankan Machiavelli mengenai pemimpin bisa melaku

kan apa saja demi kekuasaan.

Machiavelli menjelaskan bahwa kekuasaan dan moralitas merupakan dua

hal yang terpisah. Moral hanya merupakan strategi kekuasaan dan demi memper

tahankan legitimasi kekuasaan. Kekuasaan merupakan praktik berbagai upaya y

ang dilakukan penguasa untuk melanggengkan kekuasaan (Tambunan, 2014). Pr

insip utama Machiavelli bahwa hal terpenting dari tindak tanduk seorang pemimpi

n adalah lakukan apa saja untuk merebut, memperluas, dan mempertahankan ke

kuasaan.

Selanjutnya filsuf asal Prancis Michel Foucault banyak menyumbangkan

pemikiran dalam filsafat kekuasaan, terutama relasi antara kekuasaan dengan pe

ngetahuan. Foucault menjelaskan bahwa kekuasaan dapat menentukan dan me


netapkan pengetahuan dan tipe-tipe diskursus, serta menentukan benar dan sala

h (Hamid, 2011). Foucault melihat kekuasaan sebagai wacana, dimana penguas

a harus mampu memaksa untuk mengetahui dan menggunakan wacana, maka w

acana tersebut menerapkan kekuasaan. Maka seorang penguasa harus mempro

duksi wacana yang mengarahkan apa yang dipikirkan oleh sub ordinem (Jones,

2010).

Foucault melihat kekuasaan dengan menekankan pada wacana sebagai

alat kekuasaan. Kekuasaan atau sebuah kelompok dominan didirikan melalui wa

cana, dan kekuasaan memiliki pengaruh. Melalui wacana, kekuasaan bisa meme

ngaruhi pemikiran masyarakat dalam sebuah upaya melestarikan sebuah kekuas

aan. Wacana yang disebarkan sebuah kekuasaan akan membangun sebuah keti

dakadilan dan ketidaksetaraan bagi Foucault kekuasaan hanya bisa dipertahank

an dengan penguasaan wacana yang bersifat revolution from above, seorang pe

nguasa harus mampu menghegemoni, dan mendominasi publik.

Selanjutnya kekuasaan mempunyai hubungan dekat dengan pengetahua

n, karena kekuasaan menghasilkan pengetahuan. Maka dengan pengetahuan ter

sebut penguasa bisa membentuk sebuah dominasi rezim yang berdasarkan pen

getahuan. Mengacu pada konsep diskursus Foucault, menurut Sarra Mills, selain

kekuasaan, pengetahuan, seksualitas, subjektifitas, dan kegilaan, Foucault meng

gunakan konsep diskursus untuk mengacu domain umum pasif (passive revolutio

n), revolusi dari atas (revolution from above), pemanfaatan institusi untuk mencipt

akan perubahan struktur dalam upaya membentuk blok historis baru

Foucault menyebutnya sebagai serious speech act, dimana setiap wacan

a yang disampaikan kepada publik sesungguhnya telah dirancang sedemikian ru


pa oleh kelompok ahli untuk kepentingan penguasa. Sehingga publik akan mengi

kuti apa yang diberikan oleh penguasa Foucault menjelaskan konsep kekuasaan

nya dalam buku Discipline and Punish. Buku yang ditulis Foucault pada tahun 19

76 ini memperlihatkan bagaimana zaman klasik maupun modern telah menampa

kkan penjara sebagai tampilan kedaulatan negara memonopoli kekerasan atas r

akyatnya untuk memonopoli kekuasaan dengan perpecahan dan pembagian kep

entingan diantara kelas (giddens, 2010).

Kekuasaan berkaita dengan konflik. Bagi Marx umat manusia yang berad

a dalam lingkungan-lingkungan yang didominasi harus mengobarkan perjuangan

dan menciptakan konflik dengan penguasa yang mendominasi. Pada saat sistem

kekuasaan diktator proletariat berdiri maka kelas pekerja menguasai segala bent

uk sumber daya dan membuat kelompok borjuis dan kapitalis harus patuh dalam

sistem yang mereka bangun, atau bisa dikatakan tidak ada lagi kelas, selain kela

s pekerja yang berkuasa.

Giddens menyebut kekuasaan sebagai Dialektika Kontrol dalam sistem s

osial, yang menyatakan bahwa para aktor sosial mengetahui, dan harus mengeta

hui, banyak perihal situasi atau lingkungan tindakan mereka, dapat dihubungkan

dengan dominasi dan kekuasaan (Giddens, 2010; 275). Giddens coba menjelask

annya dengan konsep birokrasinya Max Weber bahwa dalam birokrasi terjadi "pe

ngerucutan” menuju puncak sedemikian rupa, sehingga terjadi kemajuan birokrati

sasi sedikit banyak berarti penurunan progresif dalam hal otonomi tindakan bagi

orang-orang yang menduduki eselon lebih rendah.

C. Kekuasaan dan Politik


Mendikusikan kekuasaan tidak bisa terlepas dari kata politik. Karena mela

lui politik lah kekuasaan bisa direbut (diperoleh), diperluas, dan dipertahankan. S

etiap proses kekuasaan tersebut selalu melakukan proses ataupun strategi-strate

gi politik agar orang yang ingin dipengaruhi dapat mengikuti kehendak penguasa.

Seseorang yang memiliki kekuasaan penuh sekalipun atau seorang diktator, teta

p harus melakukan rumusan dan strategi politik.

Kata "politik" sering dimaknai bahkan sudah menjadi citra publik merupak

an sebuah kata yang tendensi negatif. Bahkan di Amerika muncul sebuah ungka

pan "politik adalah kata yang paling kotor." Politik mengesankan kepada tindaka

n-tindakan yang tidak bermoral dan bahkan mengabaikan manusia serta rasa ke

manusiaan. Sebenarnya ketika dimaknai otentisitas politik sebagaimana yang dik

atakan seorang filsuf Jerman, Hannah Arendt bahwa politik itu semestinya mamp

u membuat orang berempati, memahami orang lain, dan sanggup keluar dari kep

entingan pribadi atau kelompoknya untuk merasakan dan merespon apa yang dii

nginkan orang di luar dari dirinya. Jadi, tidak ada yang salah dengan kata politik

dan setiap aktivitas politik, jika itu dimaknai untuk kebaikan bersama dalam sebu

ah organisasi. Bahkan dengan aktivitas politik semestinya, individu ataupun kelo

mpok dapat memperlihatkan kepedulian dan empati kepada individu atau kelomp

ok di luar dirinya.

Kamus Webster mendefinisikan politik "the art or science concerned with

guiding or influencing policy with winning and holding control (and) competition b

etween competing interest groups or individuals for power and leadership" (Webs

ter, 1985). Politik merupakan seni atau ilmu yang mempelajari dan memengaruhi

dengan memenangkan dan mengendalikan persaingan antara individu atau kelo

mpok kepentingan untuk kekuasaan dan kepemimpinan politik. Hubungan antara


politik dan kekuasaan adalah bahwa aktivitas politik merupakan upaya untuk mer

ebut kekuasaan. Jika dimaknai dalam organisasi, bahwa politik organisasi adalah

upaya individu dan kelompok kepentingan untuk memperjuangkan kepentingan

masing-masing dengan berusaha merebut pengaruh melalui kekuasaan yang par

a aktor miliki.

Kekuasaan adalah kapasitas untuk merubah sikap dan perilaku orang lain

dalam bentuk yang diinginkan (Greenberg, 1995; 402). Steven McShane dalam b

uku Organizational Behavior menggambarkan kekuasaan sebagai kemampuan s

eseorang atau kelompok orang untuk memengaruhi orang dan kelompok lain (Ra

wes, 2014). Dalam teori perilaku organisasi dipandu oleh rasional, alasan rasiona

l untuk tujuan kepentingan organisasi lebih lanjut. Dalam praktiknya perilaku orga

nisasi dimotivasi dan dipandu oleh politik organisasi sebagai individu dan kelomp

ok yang berusaha untuk memiliki jalan. Sebuah filsafat kekuasaan yang sangat te

rkenal dikemukakan oleh Machiavelli, ia menganjurkan bahwa seorang penguasa

tidak boleh lemah, ramah, namun sebaliknya ia harus licik, dan otoriter, bahkan

menghalalkan cara apa saja untuk merebut, mempertah- ankan, dan memperlua

s kekuasaan. Dalam filsafat politik dikenal dengan Politik Machiavelis.

Kekuasaan juga dapat digambarkan dengan gagasan Weber tentang pen

gerucutan melalui birokrasi, sehingga dapat ditemukan dominasi kekuasaan. Kek

uasaan yaitu merupakan pengendalian terhadap sebuah situasi sosial (Giddens,

2010; 275). Kekuasaan mengacu pada kemampuan mempengaruhi perilaku oran

g lain dari satu individu. Jika individu ingin melakukan sesuatu di sebuah organis

asi, maka kekuasaan adalah cara yang dapat membantu mewujudkannya (Robbi

ns, 2003; 150). Dalam meraih kekuasaan, maka diperlukan sebuah tindakan polit

ik dengan beragam strategi yang dijalankan untuk menduduki sebuah pucuk kep
emimpinan politik. Kata politik sering dimaknai negatif, namun tidak dapat dihinda

ri pada dasarnya manusia memiliki naluri berkuasa, maka cara politik merupakan

jalan yang ditempuh, misal- nya dengan partai politik secara legal formal, bahkan

dalam level di organisasi dengan sikap dan tindakan-tindakan poltitis, maka politi

k bukanlah identik dengan tindakan yang kotor, terlebih lagi tujuan merebut keku

asaan adalah untuk memperjuangkan kese- jahteraan publik. Politik merupakan il

mu dan seni yang memandu untuk mempengaruhi orang agar dapat merumuska

n kebijakan dan mengendalikan organisasi. Dalam sebuah kompetisi politik akan

terjadi pertarungan antara berbagai kelompok kepentingan yang berkepentingan

untuk merebut kekuasaan (Webster, 1985).

Oleh sebab itu antara kekuasaan dan politik merupakan dua kata dan tind

akan yang tidak dapat dipisahkan, melainkan merupakan satu kesatuan. Kekuas

aan diraih sebagai upaya untuk mengubah perilaku orang dalam sebuah organis

asi, sesuai dengan yang diing- inkan (Greenberg, 1995; 402). Kata kuncinya adal

ah dengan kekua- saan maka dapat mengendalikan perilaku dan tindakan (Rawe

s, 2014). Dalam kajian perilaku organisasi tindakan politik dilakukan oleh individu

dan kelompok yang berupaya mewujudkan keingi- nan, nilai, ideologi dan berbag

ai kepentingan mereka (Pierce, 1989; 545-546). Hanya dengan kekuasaan seseo

rang dapat mewujudkan kehendaknya (Tilaar, 2009; 136). Kekuasaan dapat dilih

at ketika individu mempunyai wewenang untuk menilai, menghargai dalam organi

sasi, maka dapat dikatakan dia memiliki kekuasaan. Di sisi lain pemilik kekuasaa

n juga mampu memberikan sanksi atau hukuman kepada anggotanya. Kekuasaa

n dan politik berperan penting dalam bisnis, dari mengatur bagaimana keputusan

dibuat hingga bagaimana atasan berinteraksi dengan satu sama lain. Dalam bisni

s apakah itu hal besar atau hal kecil, pengaruh kekuasaan bergantung pada apa
kah atasan menggunakan positif atau negatif kekuasaan untuk memengaruhi ora

ng lain di tempat kerja. Politik berpengaruh langsung terhadap yang memiliki kek

uasaan dan membatasi apakah keseluruhan budaya di tempat kerja mendukung

produktivitas (Zeiger, 2014).

Kekuasaan yang positif dalam organisasi mampu mendorong produktivita

s. Misalnya dengan memberikan anggota kekuasaan untuk mengambil keputusa

n, penghargaan kepada anggota terhadap kinerjanya. Kekuasaan positif akan m

emberikan kepercayaan diri dan motivasi kepada anggota untuk bekerja lebih bai

k. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun komunikasi yang baik dan mengh

argai anggotanya. Ketika seorang pemimpin tidak memiliki penghargaan kepada

anggotanya maka ini merupakan kekuasaan yang negatif (Zeiger, 2014). Oleh ka

rena itu organisasi harus membangun kekuasaan dan politik yang positif di organ

isasi agar dapat mendorong produktifitas. Iklim kolaborasi dan sistem perintah ya

ng jelas akan memperkecil peluang konflik organisasi.

D. Sumber Kekuasaan

Dalam kondisi, dan mengapa seseorang bisa mempunyai kekuasaan? Ke

kuasaan dapat bersumber dari kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan(Budiardj

o, 2010; 62). Orang yang memiliki kekayaan dapat menguasai banyak orang, ba

hkan dalam fenomena politik di Indonesia, kekuasaan politik dikuasai oleh orang-

orang kaya atau orang kaya yang mengendalikan politik melalui orang lain denga

n kekayaan yang dimilikinya. Masuknya orang kaya ke dalam politik, salah satu t

ujuannya adalah untuk mempertahankan dan menambah kekayaannya. Sedangk

an kekuasaan melalui kepercayaan misalnya adalah kekuasaan yang dimiliki ole

h ulama, publik memahami predikat ulama adalah orang yang paham agama, se
hingga mempercayai apa saja yang dikatakan dan diperintahnya. Kemudian, kek

uasaan yang diperoleh karena kedudukan, karena adanya jabtan yang individu d

uduki, misalnya sebagai Bupati dan sebagainya.

Kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memak

sakan kehendak atas pihak lain, dan sebagai suatu fenomena yang memiliki berb

agai bentuk. Kekuasaan memiliki beberapa sumber, yaitu di samping dimiliki oleh

orang yang memiliki kewenangan resmi dan kekuatan fisik (senjata) maupun eko

nomi (Trihastuti, 1998; 4). Kejujuran moral yang tinggi dan pengetahuan dapat pu

la menjadi sumber timbulnya kekuasaan. Kekuasaan cenderung membuat orang

yang memilikinya selalu ingin mempertahankan bahkan memperluasnya. Setiap

orang menginginkan posisi atas atau posisi tertinggi di sebuah organisasi dimana

tempatnya mengaktualisasikan diri. Motif berada pada level atas ini tidak hanya b

ermotif ekonomi, tetapi juga kepada motif akan kekuasaan itu sendiri (Rawes, 20

14). Jennifer M. George membagi dua jenis kekuasaan, yaitu kekuasaan individu

al formal dan kekuasaan individual informal. Kekuasaan individual formal adalah

kekuasaan dalam sebuah organisasi hirarkis yang diperoleh individu dalam organ

isasi.

Mereka menerima tanggung jawab formal untuk menjalankan tugas-tugas

nya. Sementara organisasi memberikan otoritas formal untuk memanfaatkan ora

ng dan sumber daya organisasi agar dapat sukses menjalankan kewajiban (Raw

es, 2014). Sementara kekuasaan individual informal merupakan kekuasaan dari

karakteristik personal seperti personaliti, keahlian, dan kapabilitas. Kekuasaan In

dividual formal bersumber dari hal sebagai beikut: Legitimasi kekuasaan. Kekuas

aan untuk mengendalikan dan menggunakan sumber daya organisasi untuk men

capai tujuan organisasi; (Reward power). Kekuasaan diberikan berdasarkan pro


mosi, penghargaan, proyek-proyek penting; (Coercive power). Kekuasaan yang d

iberikan untuk memberi sanksi; Kekuasaan Informasi. Kekuasaan yang diperoleh

dari keleluasaan mengakses dan mengendalikan informasi (George, 2003). Seda

ngkan Kekuasaan Individual Informal bersumberkan dari: Kekuasaan ahli. Kekua

saan yang bersumberkan dari kekuataan dan kemampuan dari keahlian yang di

miliki individu; Referent power. Kekuasaan yang diperoleh berdasarkan pengaruh

di kelompok karena disukai, dihargai, dan dihormati.; Kekuasaan kharismatik. Ke

kuasaan berdasarkan personalitas, penampilan fisik, dan kecakapan individu yan

g membuat orang mempercayainya (George, 2003).

Sementara French dan Raven merumuskan sumber kekuasaan sebagai b

erikut:

1) Kekuasaan personal. Kemampuan pemimpin untuk mengembangkan pengik

ut dari kekuatan personalitas mereka.

2) Kekuasaan ahli. Kemampuan untuk mengendalikan perlaku orang lain karen

a memiliki pengetahuan, pengalaman, yang tidak dimiliki orang lain, namun d

ibutuhkan.

3) Kekuasaan legitimasi. Pengesahan otoritas hak.

4) Kekuasaan penghargaan. Posisi dimana seorang manajer dapat menggunak

an penghargaan intrinsik dan ekstrinsik untuk mengendalikan orang lain.


5) Kekuasaan Koersif. Posisi dimana manaier dapat memberikan hak atau me

mberikan hak atau memberikan hukuman untuk mengendalikan orang lain

(Dominica r. Lorbes, 2007).

Berikutnya, sumber kekuatan meliputi:

1. Bersumber pada kedudukan. Kekuatan legal yang diperoleh karena ditunjuk

dan diperkuat dengan peraturan resmi, misalnya Presiden, Panglima TNI, Bu

pati, dan lain sebagainya.

2. Bersumber pada kepribadian. Sebuah kekuasaan yang diperoleh karena kep

ribadian individu, misalnya pintar bergaul, keterampilan negosiasi, kestiakaw

anan, dan kaharisma, yang semua ini dapat menjadi modal bagi individu me

ndapatkan kekuasaan.

3. Bersumber pada politik, yaitu: a) kekuatan kendali atau proses pembuatan k

eputusan, misalnya keputusan seorang presiden yang dapat mengambil kebi

jakan karena mendapatkan kekuasaan secara konstitusional; b) kekuatan ko

alisi, sebuah kekuasaan yang diperoleh dengan cara berkoalisi dengan berb

agai kelompok, misalnya seorang gubernur yang memenangkan sebuah pert

arungan politik di pemilihan kepala daerah; c) kekuatan partisipasi, sebuah s

umber kekuatan yang persumber dari politik karena pihak yang berkuasa da

pat mengatur siapa saja yang dapat berpartisipasi dalam organisasi yang se

dang di pimpinnya. Misalnya, ketika Presiden Joko Widodo menang dalam P

emilihan Presiden 2020 bertarung melawan Prabowo Subianto, namun Joko

wi melibatkan Prabowo dalam kabinetnya sebagai Menkopolkam; d) kekuata

n institusionalisasi, misalnya adanya pemerintahan desa.


French dan Raven (1959) menjelaskan bahwa sumber kekuasaan, yaitu:

1) Kekuatan resmi, yaitu kekuatan yang membuat individu atau anggota organi

sasi harus patuh karena penguasa memiliki hak untuk membuat peraturan.

2) Kekuatan koersif, yaitu kekuasaan yang dapat memaksa anggota organisasi

untuk patuh dan terhindar dari hukuman.

3) Kekuatan ganjaran, yaitu kekuatan yang membuat orang patuh karena adan

ya penghargaan, imbalan yang diberikan peihak berkuasa.

4) Kekuatan keahlian, yaitu kekuatan yang membuat anggota organisasi patuh

karena percaya bahwa pihak lain memiliki pengetahuan khusus tentang cara

melakukan sesuatu.

5) Kekuatan rujukan, yaitu kekuatan yang membuat orang lain patuh karena pih

ak yang dikuasai memuja pihak penguasa ( Malik, 54-44 ; 2017)

Winters (2011; 17-24) menjelaskan terdapat sumber kekuasaan, yaitu: kekuasaa

n berdasarkan hak politik, kekuasaan jabatan resmi dalam pemerintahan atau or

ganisasi, kekuasaan pemaksaan (koersif), kekuasaan mobilisasi.

1. Kekuasaan hak politik formal. Hak politik formal yaitu sumber daya kekuasaa

n yang bisa diakses oleh individu, dimana orang memiliki hak politik dipilih da

n memilih. Tentunya konsep ini berlaku di negara atau organisasi yang demo

kratis.

2. Jabatan resmi. Jabatan di pemerintahan, organisasi, dan perusahaan merup

akan sumber daya kekuasaan yang memiliki pengaruh dramatis pada profil k

ekuasaan segelintir individu. Dalam kekuasaan ini, orang yang memiliki keku
asaan akan hilang pengaruhnya ketika tidak memegang jabatan lagi. Jabata

n formal ini diperoleh bisa melalui jenjang karir, dan bisa hilang melalui pensi

un, pemecatan, kekalahan pemilu, pencopotan dan pembatasan masa jabat

an.

3. Kekuasaan pemaksaan. Kekuasaan pemaksaan juga menjadi kajian Weber

mengenai peran dan lokasi sosial pemaksaan dan kekerasan sebagai ciri kh

as negara modern, dimana negara dapat memonopoli individu secara sah, m

isalnya melucuti senjata yang dimiliki individu, dalam bahasa Winters, sebua

h oligarki melegitimasi dan mengelola kekerasan dan pemaksaan melalui le

mbaga resmi.

4. Kekuasaan mobilisasi. Kekuasaan mobilisasi merujuk pada kapasitas individ

u untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain, kemampuan memimpi

n orang, meyakinkan pengikut, menciptakan jejaring, menghidupkan gerakan,

memancing tanggapan, dan menginspirasi orang untuk bertindak. Sumber k

ekuasaan jenis ini tidak terpaku pada sumber kekayaan, jabatan, hak politik,

memiliki senjata, namun karena ia memiliki kharisma individu, status, kebera

nian, kata- kata, dan gagasan yang dapat memobilisasi orang.

Jenis-jenis psikologis kekuasaan sebagai berikut:

1) Kekuasaan yang memaksa (coercive power). Kekuasaan yang digunakan un

tuk memaksa bawahan dengan memberi hukuman bagi yang tidak berpresta

si.
2) Kekuasaan imbalan (reward power). Kekuasaan yang memainkan pengaruh

nya dengan tawaran imbalan, sehingga diharapkan akan lebih membuat ang

gota organisasi bergerak.

3) Kekuasaan jabatan (legitimate power). Sebuah kekuasaan yang memiliki legi

timasi seperti undang-undang, sehingga bawahan harus mematuhi perintahn

ya

4) Kekuasaan ahli (expert power). Kekuasaan yang diperoleh karena keahlian y

ang ia punyai, sehingga orang harus mengikutinya.

5) Kekuasaan acuan (referent power). kekuasaan yang diperoleh karena keban

ggaan orang yang diberi perintah.

6) Kekuasaan pribadi (personality power). Kekuasaan yang diperoleh karena ke

kaguman dari individu kepada kharisma seseorang (Schein, 2004)

E. Politik Organisasi

Dalam sebuah sistem politik dan kajian ilmu politik terdapat empat variabe

l yang menjadi pembahasan, sebagai berikut:

1) Kekuasaan. Sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan, antara lain m

embagi sumber-sumber di antara kelompok- kelompok dalam masyarakat.

2) Kepentingan. Tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok

politik.

3) Kebijaksanaan. Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasa

nya dalam bentuk perundang-undangan.


4) Budaya politik. Orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik (Budia

rdjo, 59;2010)

Ketika individu berusaha menginginkan individu lain untuk melakukan ses

uatu yang diinginkan, individu tersebut sedang mencari sebuah pengaruh kepada

orang lain. Kapasitas untuk mewujudkan pengaruh kepada orang lain maka hal t

ersebut disebut kekuasaan. Penggunaan tidak resmi kekuasaan untuk memperlu

as atau melindungi kepentingan seseorang hal ini disebut sebagai politik organis

asi (George, 2003; 406). Politik organisasi adalah aktivitas dimana manajer terlib

at untuk meningkatkan kekuasaan. tujuan, dan kepentingan individu maupun org

anisasi. Politik organisasi "unauthorized uses of power that enhance or protect on

e's own or one's group's personal interest" (Greenberg, 1995).

Manajer dalam semua level selalu terlibat dalam perilaku politik untuk me

ndapatkan promosi atau untuk memengaruhi pengambilan keputusan organisasi

berdasarkan keinginan (Jones dan George 2003). 1) Perilaku disengaja yang dir

ancang untuk memperkuat atau melindungi pengaruh seseorang dan kepentinga

nnya. 2) Dalam terma kepentingan diri, manajemen pengaruh untuk melindungi a

khir tidak disanksi oleh organisasi. 3) Sebagai sebuah fungsi yang dibutuhkan, se

ni dan kreatifitas dibutuhkan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan.

4) Tidak secara otomatis baik atau buruk politik organisasi juga melayani fungsi-f

ungsi penting seperti mengatasi ketidakmampuan personal, mengambil dengan

merubah, dan penggantian untuk otoritas formal (Jones dan George, 2003). Bag

aimana seorang aktor organisasi memeroleh kekuasaan? Penelitian menunjukka

n bahwa individu yang memeroleh kekuasaan dikarenakan faktor sebagai berikut:

kompetensi personal, jaringan kerja sosial, karakter fisik, motivasi individu yang

butuh kekuasaan.
Selanjutnya Dominica menjelaskan beberapa taktik dalam memeroleh kek

uasaan sebagai berikut: Perubahan sosial, Aliansi, Otoritas tinggi, Pelayanan sel

ektif, Kekuasaan simbol, Permainan kekuasaan, dan Jaringan kerja (Jones dan

George, 2003). Muh. Irfan Islamy. Perilaku Kekuasaan Pemimpin Lokal: Suatu K

ajian tentang Perilaku Kekuasaan Kontinum dan Interface Kepala Desa dalam M

enangani Isu Pembangunan Desa. Kesimpulan penelitian bahwa Kepala Desa se

bagai aktor kekuasaan telah menampilkan pola perilaku kekuasaan yang khas. Li

ngkungan keluarga, masyarakat dan daerah di mana aktor dilahirkan telah berma

nfaat bagi pengembangan kepemimpinan. Aktor telah mendayagunakan pola peri

laku kekuasaan kontinum dan interface-nya yaitu pemanfaatan berbagai variasi p

erilaku yang saling berkaitan dan berhadapan serta berkelanjutan sesuai dengan

konteks ruang dan waktu. Kepribadian seorang aktor pemimpin dibentuk berdasa

r karakter yang diwarisi orang tua dan hasil merespon tugas-tugas dan lingkunga

n kerja yang menjadi sumber perilaku kekuasaan. Pola perilaku kekuasaan yang

berbasis organisasi atau posisi dan pribadi yang dilaksanakan atau dipakai secar

a kontinum dan interface sangat fungsional bagi penanganan kasus-kasus pemb

angunan desa.

A.V. Simpson, dkk. Compassion, Power and Organization. Dalam Journal

of Political Power, 2013. Vol. 6, No. 3,385-404. Routledge. Dalam artikel ini, pene

liti menganalisa pentingnya perasaan sebagai sebuah emosi dalam hubunganny

a ke beragam manifestasi kekuasaan dalam konteks organisasi. Peneliti mengkrit

ik teori-teori perasaan yang menganggap bahwa perasaan dalam konteks keorga

nisasian dimotivasi oleh penghargaan. Peneliti menggunakan "Sirkuit Kekuasaa

n" untuk menyediakan sebuah triple focus: interpersonal, organisasional, dan ma

syarakat menggunakan kekuasaan bersama dengan model koersif, instrumental


dan normatif kekuasaan organisasional. Temuan penelitian bahwa framework ini

dikonstruksi dengan hal yang overlapping. Kontribusi unik artikel ini yaitu menyed

iakan konsep perasaan organisasi dengan berbagai bentuk kekuasaan yang dibe

ntuk oleh organisasi (Simpson, 2013; 385-404).

Gerald R. Ferris, dkk. Political Skill in Organisations. Dalam Journal of Managem

ent. June 2007, Vol. 33 no.3 290-320. Keahlian politik merupakan sebuah konstr

uksi yang diperkenalkan lebih dari dua dekade lalu sebagai kompetensi untuk me

njadi organisasi efektif. Kecakapan politik meliputi kognisi, sikap, perilaku, multile

vel, meta teori yang mengajukan bagaimana kecakapan politik bekerja untuk ber

dampak bagi organisasi (Ferris, 2007).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekuasaan dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk menjalankan visi misi dan p

rogramnya. Supremasi sebuah kekuasaan di organisasi, tergantung bagaimana

personal mendapatkan posisi yang melekat di sebuah kekuasaan. Politik organis

asi dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan dan ke

pentingannya di organisasi. Politik organisasi dapat dilakukan oleh setiap elemen

organisasi, mulai dari anggota sampai pimpinan. Misi utama aktivitas politik orga

nisasi adalah untuk memperjuangkan kepentingan individu atau kelompok.

3.2 Saran
Makalah sederhana ini yang berjudul “FILSAFAT KEKUASAAN DAN POLITIK DA

LAM ORGANISASI dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan dalam

mata kuliah Filsafat dan Perkembangan Teori manajemen Pendidikan bagi civitas

akademika Program Pasca Sarjana Universitas PGRI Palembang.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wendy Sepmandy Hutahaean, SE. M.Th, diaksed 2 Juni 2023, https://jdih.s
itubondokab.go.id/barang/buku/Filsafat%20dan%20Teori%20Kepemimpinan%
20(Dr.%20Wendy%20Sepmady%20Hutahaean,%20S.E.,%20M.Th.)%20(z-lib.
org).pdf

Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organis
asi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Fridiyantoyanto,ttps://www.academia.edu/13258485/
politik_kekuasaan_pendidikan, diaksed pada 2 Juni 2023

Anda mungkin juga menyukai