Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PARADIGMA


ADMINISTRASI PUBLIK

NAMA : ATIK YULI YANTI

NIM : 21210004

DOSEN PENGASUH : Dr. SUANDI, S.Pd,M.Si

MATA KULIAH : TEORI ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI PALEMBANG

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah Swt. Atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wasalammu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah. ......................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dan Sejarah Paradigma Administrasi Publik .......................3

1. Old Public Administration........................................................................3

2.Teori Neoklasik Administrasi Publik /New Public Administration...........8

3. New publik management ........................................................................12

4. New Public Service.................................................................................15

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Administrasi publik ialah salah satu dari ilmu sosial yang mengkaji
sistem pengelolaan negara yang mengaitkan dengan kebijakan, organisasi,
manajemen, dan pelayanan. Administrasi publik selalu berhubungan dengan
Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif.
Jika ditinjau secara tata bahasa, administrasi publik mempunyai dua kata
penyusun, yaitu administrasi dan publik. Dengan demikian, administrasi bisa
diartikan sebagai suatu kegiatan atau kerja sama sekelompok orang yang
bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan kata publik
diartikan sebagai negara dan warga negara atau masyarakat
Dengan begitu, administrasi publik bisa kita artikan sebagai sebuah
proses menjalankan keputusan atau kebijakan untuk kepentingan negara, warga
negara, atau masyarakat. Perlu kita ketahui bersama bahwa administrasi publik
seperti halnya dengan administrasi lainnya yang dilakukan dengan tujuan untuk
kepentingan umum.
Paradigma administrasi publik adalah berbagai perubahan,
perkembangan, serta sudut pandang dari model dan teori dari administrasi
publik itu sendiri. Paradigma yang muncul merupakan sudut pandang ahli
tentang peranan dan tantangan Administrasi Publik dalam menjawab masalah
yang muncul.

1.2 Rumusan Masalah


• Apa yang dimaksud administrasi publik dan paradigma administrasi
publik?
• Bagaimana Sejarah dan perkembangan paradigma administrasi publik ?

1.3 Tujuan Penulisan


• Untuk mengetahui apa itu paradigma administrasi publik

1
• Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan dalam
administrasi publik.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dan sejarah paradigma administrasi publik


Perkembangan suatu disiplin ilmu dapat ditelusuri dari perubahan
paradigmanya. Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-
metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan sesuatu masalah, yang dianut oleh
suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu (Kuhn, 1970). Apabila suatu
cara pandang tertentu mendapat tantangan dari luar dan mengalami krisis atau
anomalies, maka kepercayaan dan wibawa dari cara pandang tersebut menjadi
luntur atau berkurang. Orang mulai mencari cara pandang yang lebih sesuai,
atau dengan kata lain muncul suatu paradigma baru.
Administrasi public merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis dan
telah mengalami perubahan dan pembaharuan dari waktu ke waktu sesuai
dengan tantangan yang dihadapi. Paradigma yang muncul merupakan sudut
pandang ahli tentang perananan dan tantangan Administrasi Publik dalam
menjawab masalah yang muncul. Walaupun selalu muncul perdebatan dalam
sebuah paradigma akan tetapi secara umum para ahli memulai ada empat
perkembangan paradigma administrasi public. Dalam beberapa literature
Administrasi Publik dari dalam maupun luar negeri secara umum terdapat
empat paradigma yang berkembang dalam Administrasi public³ yaitu Old
Public Administration (OPA), New Public Administration (NPA), New Public
Management (NPM), New Public Services (NPS).

1. Old Public Administration

Paradigma administrasi public dimulai dengan Old Publik


Administration atau administrasi publik lama. Paradigma Administrasi
Negara Lama dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara
Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan paradigma yang
berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara. Tokoh
paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu

3
administrasi negara Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of
Administration” (1887) serta FW. Taylor dengan bukunya “Principles
of Scientific Management”.

Dalam bukunya “The Study of Administration”. Wilson


berpendapat bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif
adalah rendahnya kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan
birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan
administrasi pemerintahan dengan jalan meningkatkan profesionalisme
manajemen administrasi negara. Untuk itu, diperlukan ilmu yang
diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak
aparatur publik yang profesional dan non-partisan. Karena itu, tema
dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral
dari politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip
manajemen ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik.
Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi.
Administrasi negara merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail
dan terperinci, karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang
politik menjadi bidangnya politisi.

Ide yang berkembang pada tahun 1900 an memperkuat


paradigma dikotomi politik dan administrasi, seperti karya Frank
Goodnow “Politic and Administration”. Karya fenomenal lainnya
adalah tulisan Frederick W. Taylor “Principles of Scientific
Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen ilmiah yang
mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector
swasta-Time and Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara
terbaik untuk melaksanakan tugas tertentu. Manajemen ilmiah
dimaksudkan untuk meningkatkan output dengan menemukan metode
produksi yang paling cepat, efisien, dan paling tidak melelahkan Jika
ada cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas di sector industri,
tentunya ada juga cara sama untuk organisasi public. Wilson
berpendapat pada hakikatnya bidang administrasi adalah bidang bisnis,

4
sehingga metode yang berhasil di dunia bisnis dapat juga diterapkan
untuk manajemen sektor publik.

Termasuk dalam kelompok pelopor teori klasik adalah Frederik


W. Taylor meskipun latar belakang pendidikan dan pekerjaannya adalah
di bidang teknik, ia dikenal sebagai “bapak manajemen ilmiah”.
Pemikirannya yang cemerlang mampu mengembangkan suatu cara
terbaik untuk metode kerja yang baru, menciptakan standar kerja,
menemukan orang yang tepat untuk suatu jenis pekerjaan tertentu
melalui proses seleksi dan menyediakan peralatan dan perlengkapan
kerja yang terbaik bagi pekerja. Pelopor teori klasik lainnya adalah
Henry Fayol dan Gulick dan Urwick dengan konsep POSDCORE yang
merupakan gambaran kegiatan utama dari para eksekutif di dalam
organisasi yang meliputi planing, organizing, staffing, directing,
coordinating, reporting, dan budgeting yang melahirkan beberapa
konsekuensi terhadap teori administrasi, seperti dikotomi antara politik
dan administrasi sebagai bagian yang sentral dari proses administrasi.

Menurut beberapa literature, Max Weber adalah tokoh


administrasi negara klasik yang mengemukakan teorinya mengenai
birokrasi, namun terdapat perbedaan pandangan dalam hal ini. Terdapat
kritik terhadap konsep Max Weber, pertama dalam hubungan antara
masyarakat dan negara, implementasi birokrasi ditandai dengan
intensitas per-UL-an dan kompleksitas peraturan, kedua, struktur
birokrasi dalam hubungannya dengan masyarakat sering kali dikritisi
sebagai penyebab menjamunya meja-meja pelayanan sekaligus menjadi
penyebab jauhnya birokrasi dari rakyat Peningkatan intensitas dianggap
memiliki resiko dimana pada akhirnya akan menyebabkan intervensi
negara yang akan menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat dan
pada akhirnya menyebabkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi
sangat mahal.

Dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu administrasi


publik, anomalies ini pernah terjadi beberapa kali, dan terlihat pada

5
pergantian cara pandang yang lama dengan yang baru, sebagaimana
diungkapkan oleh Nicholas Henry (1995: 21-49). Nicholas Henry
mengungkapkan bahwa standar suatu disiplin ilmu, seperti yang
dikemukakan oleh Robert T. Golembiewski, mencakup fokus dan lokus.
Fokus mempersoalkan what of the field atau metode dasar yang
digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu persoalan. Sedang lokus mencakup where of the
field atau medan atau tempat dimana metode tersebut digunakan atau
diterapkan. Berdasarkan dua kategori disiplin tersebut, Henry
mengungkapkan bahwa telah Terjadi lima paradigma dalam
administrasi negara, seperti diuraikan berikut ini:

Paradigma 1 (1900-1926) dikenal sebagai paradigma Dikotomi


Politik dan Administrasi. Tokoh-tokoh dari paradigma tersebut adalah
Frank J.Goodnow dan Leonard D.White. Goodnow dalam tulisannya
yang berjudul "Politics and Administration" pada tahun 1900
mengungkapkan bahwa politik harus memusatkan perhatiannya pada
kebijakan atau ekspresi dari kehendak rakyat, sedang administrasi
memberi perhatiannya pada pelaksanaan atau implementasi dari
kebijakan atau kehendak tersebut. Pemisahan antara politik dan
administrasi dimanifestasikan oleh pemisahan antara badan legislatif
yang bertugas mengekspresi kehendak rakyat, dengan badan eksekutif
yang bertugas mengimplementasikan kehendak tersebut. Badan
yudikatif dalam hal ini berfungsi membantu badan legislatif dalam
menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan. Implikasi dari
paradigma tersebut adalah bahwa administrasi harus dilihat sebagai
suatu yang bebas nilai, dan diarahkan untuk mencapai nilai efisiensi dan
ekonomi dari government bureaucracy. Sayangnya, dalam paradigma
ini hanya ditekankan aspek "lokus" saja yaitu govemment bureaucracy,
tetapi fokus atau metode apa yang harus dikembang- kan dalam
administrasi publik kurang dibahas secara jelas dan terperinci.

Administrasi negara mulai mendapat legitimasi akademis pada


tahun 1920-an dengan adanya alasan dari Leonald White dengan

6
bukunya Introduction to the Study Public Administration yang antara
lain berisi; politik seharusnya tidak mengganggu administrasi.

Paradigma 2 (1927-1937) disebut sebagai paradigma Prinsip-


prinsip Administrasi negara, bahwa terdapat perkembangan baru dalam
administrasi negara dan mencapai puncak reputasinya. Sekitar tahun
1930 an administrasi negara banyak mendapat masukan dari bidang lain
seperti Industrial dan pemerintahan. Bahwa administrasi negara dapat
menempati semua tatanan kehidupan. Tokoh-tokoh terkenal dari
paradigma ini adalah Willoughby, Gullick & Urwick, yang sangat
dipengaruhi oleh tokoh-tokoh manajemen klasik seperti Fayol dan
Taylor. Mereka memperkenalkan prinsip-prinsip administrasi sebagai
fokus administrasi publik. Prinsip-prinsip tersebut dituangkan dalam
apa yang disebut sebagai POSDCORB (Planing, Organizaing, Staffing,
Directing, Coordinating, Reporting dan Budgeting) adalah suatu istilah
yang mencakup suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
penyusunan staf, koordinasi, pelaporan, dan penganggaran, yang
menurut mereka dapat diterapkan dimana saja, atau bersifat universal.
Sedang lokus dari administrasi publik tidak pernah diungkapkan secara
jelas karena mereka beranggapan bahwa prinsip-prinsip tersebut dapat
berlaku dimana saja termasuk di organisasi pemerintah. Dengan
demikian, dalam paradigma ini, fokus lebih ditekankan dari pada
lokusnya.

Pada tahun 1937 merupakan puncak akhir paradigma kedua.


Pada tahun-tahun berikutnya merupakan tantangan bagi administrasi
publik karena banyak konsep yang berusaha mengkritik konsep
administrasi publik yang dianggap ortodoks (Suharyanto, Hadriyanus,
2005).

Dalam administrasi model klasik, tugas kunci dari pemerintahan


adalah menyampaikan sejumlah pelayanan publik seperti membangun
dengan lebih baik, sekolah, rumah, saluran pembuangan serta
menyediakan kesejahteraan yang dapat diserahkan kepada aparat

7
pemerintah dan politisi. Administrasi publik menunjukkan dominasinya
sebagai pemain utama, namun adanya sumber pembiayaan dari hasil
pungutan pajak masyarakat menjadikan penyelenggaraan administrasi
publik menjadi tidak efisien dan menjadi salah satu kritik teori klasik
administrasi publik

2. Teori Neoklasik Administrasi Publik / New Public Administration

Setelah konsep POSDCORB, pada tahun 1938 terbit buku


karangan Herbert Simon,Administrative Behavior yang berisi jika
menginginkan administrasi negara bekerja dengan keharmonisan
stimulasi intelektual maka hendaknya. Tokoh lain adalah Fritz
Morstein-Marx(Elements of Public Administration) yang
menerangkan bahwa administrasi dan politik bisa dikotomi. Fritz
menunjukkan adanya kesadaran baru mengenai administrasi yang
‘value free’ itu sebenarnya adalah value yang berat condongnya ke
politik (Suharyanto, Hadriyanus, 2005).

Paradigma 3 (1950-1970) adalah paradigma Administrasi


Negara sebagai Ilmu Politik. Morstein-Marx seorang editor buku
"Elements of Public Administration" di tahun 1946 mempertanyakan
pemisahan politik dan administrasi sebagai suatu yang tidak mungkin
atau tidak realistis, sementara Herbert Simon mengarahkan kritikannya
terhadap ketidak-konsistenan prinsip administrasi, dan menilai bahwa
prinsip-prinsip tersebut tidak berlaku universal. Dalam konteks ini,
administrasi negara bukannya value free atau dapat berlaku dimana saja,
tapi justru selalu dipengaruhi nilai-nilai tertentu. Disini terjadi
pertentangan antara anggapan mengenai value-free administration di
satu pihak dengan anggapan akan value-laden politics di lain pihak.
Dalam praktik ternyata anggapan kedua yang berlaku, karena itu John
Gaus secara tegas mengatakan bahwa teori administrasi publik
sebenarnya juga teori politik Akibatnya muncul paradigma baru yang
menganggap administrasi publik sebagai ilmu politik dimana lokusnya

8
adalah birokrasi pemerintahan, sedang fokusnya menjadi kabur karena
prinsip-prinsip administrasi publik mengandung banyak kelemahan.
Sayangnya, mereka yang mengajukan kritikan terhadap prinsip-prinsip
administrasi tidak memberi jalan keluar tentang fokus yang dapat
digunakan dalam administrasi publik. Perlu diketahui bahwa pada masa
tersebut administrasi publik mengalami krisis identitas karena ilmu
politik dianggap disiplin yang sangat dominan dalam dunia administrasi
publik.

Paradigma 4 (1956-1970) adalah Administrasi Publik sebagai


Ilmu Administrasi. Dalam paradigma ini prinsip-prinsip manajemen
yang pernah populer sebelumnya, dikembangkan secara ilmiah dan
mendalam. Perilaku organisasi, analisis manajemen, penerapan
teknologi modern seperti metode kuantitatif, analisis sistem, riset
operasi dsb., merupakan fokus dari paradigma ini. Dua arah
perkembangan terjadi dalam paradigma ini, yaitu yang berorientasi
kepada perkembangan ilmu administrasi murni yang didukung oleh
disiplin psikologi sosial, dan yang berorientasi pada kebijakan publik.
Semua fokus yang dikembangkan disini diasumsikan dapat diterapkan
tidak hanya dalam dunia bisnis tetapi juga dalam dunia administrasi
publik. Karena itu, lokusnya menjadi tidak jelas.

Paradigma 5 (1970- sekarang) merupakan paradigma terakhir


yang disebut sebagai Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik.
Paradigma tersebut telah memiliki fokus dan lokus yang jelas. Fokus
administrasi publik dalam paradigma ini adalah teori organisasi, teori
manajemen, dan kebijakan publik; sedangkan lokusnya adalah masalah-
masalah dan kepentingan- kepentingan publik. Selain pendapat
Nicholas Henry, juga terdapat pendapat Gerald E. Caiden (1982), yang
merinci ada beberapa aliran dalam administrasi publik yaitu aliran
proses administratif, aliran empiris, aliran perilaku manusia, aliran
analisis birokrasi, aliran sistem sosial, aliran pengambilan keputusan,
aliran matematik, dan aliran integratif. Caiden membagi aliran-aliran ini
atas dua kelompok yaitu aliran proses administrasi, yang meliputi aliran

9
empiris, pengambilan keputusan, matematik, dan yang lainnya
tergolong dalam aliran sistem administrasi yang holistik (Caiden, 1982:
212-222).

Aliran proses administratif mengandalkan POSDCORB dalam


menyukseskan administrasi publik; aliran empiris mengandalkan
berbagi kasus atau praktik administrasi publik yang dapat digunakan
sebagai pegangan dalam menyukseskan administrasi publik dan tidak
semata-mat hanya mengandalkan teori dan generalisasi yang telah
dihasilkan aliran perilaku manusia lebih memusatkan perhatian pada
komunikasi, konflik motivasi, kepemimpinan, status dan interaksi
sosial, karena unsur-unsur in akan menyukseskan pencapaian tujuan;
aliran analisis birokrasi memusatkan perhatiannya pada aplikasi prinsip-
prinsip birokrasi ala Weber, yang dianggap unggul karena didasarkan
atas aturan yang rasional yang mengatur struktur dan proses menurut
pengetahuan teknis dan efisiensi yang tinggi; aliran sistem sosial melihat
organisasi sebagai suatu sistem sosial yang bersifat terbuka dan tertutup,
dan dalam pengembangannya diperluas menjadi pemahaman terhadap
hubungan antara administrasi publik dengan masyarakat, aliran
pengambilan keputusan memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip dan
teknik-teknik pengambilan keputusan dalam organisasi agar tidak keliru
dalam pembuatan keputusan; aliran matematik memanfaatkan model
matematika dan statistika sehingga para administrator tidak lagi
menggantungkan diri pada cara-cara lama atau tradisional; dan aliran
integratif mencoba melaku- kan konsolidasi berbagai aliran diatas dalam
praktik administrasi publik.

Donald F.Kettl (1993: 409-412) juga mengungkapkan


paradigma administrasi publik dalam bentuk empat tahapan
pengembangan administrasi publik yaitu tahap sentralitas administrasi
(1887-1915), tahap scientific management (1915-1940), tahap uji diri
yang kritis atau critical self-examination (1940-1969), dan tahap
terjadinya faktor-faktor sentrifugal (1969 sampai sekarang). Tahap
sentralitas administrasi (tahap progresif) memusatkan perhatiannya

10
pada administrasi profesional dalam rangka memperkuat pemerintah
untuk mencapai tingkat efisiensi, dan mencari cara untuk meluputkan
administrasi publik dari skandal politik dan sistem spoil yang cenderung
mengurangi efektivitas administrasi. Tahap kedua berupaya
menerapkan scientific approach dalam manajemen atau administrasi
publik dan mengesampingkan dunia politik. Tahap ketiga mulai
memperlemah pemanfaatan manajemen ilmiah atau scientific
management, dengan mengusulkan political power sebagai
penggantinya untuk mencapai praktik administrasi yang efektif, dimana
prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan harus mendapat
perhatian yang lebih besar dari pada struktur organisasi dan efisiensi itu
sendiri. Dan tahap keempat adalah terjadinya kerumitan dalam
memisahkan administrasi dari politik karena teori administrasi publik
juga adalah teori politik.

Berbagai paradigma diatas hanya mencapai batas waktu akhir


tahun 1960an atau permulaan 1970an. Sepuluh tahun kemudian yaitu
tahun 1983 terdapat paradigma baru yang muncul untuk merevisi
POSDCORB yang disampaikan oleh GD.Garson dan E.S.Overman
dalam suatu bentuk akronim dengan nama PAFHRIER, singkatan dari
Policy Analysis, Financial, Human Resources, Information, dan
External Relations dan kemudian menjadi pusat perhatian manajemen
publik (Garson & Overmann, 1991).

Kurang lebih sepuluh tahun kemudian terjadi pergeseran


paradigma, yang dikenal dengan nama post-bureaucratic paradigma
oleh Barzelay (1992) dan dengan Armajani (1997), yang benar-benar
berbeda dengan paradigma birokratik yang banyak dikritik orang. Kalau
paradigma birokratik menekankan kepentingan publik, efisiensi,
administrasi, dan kontrol, maka paradigma post- bureaucratik
menekankan hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan nilai,
produk, dan keterikatan terhadap norma; kalau paradigma birokratik
mengutamakan fungsi, otoritas dan struktur, maka paradigma post-
birokratik mengutamakan misi, pelayanan dan hasil akhir (outcome);

11
kalau paradigma birokratik menilai biaya, menekankan tanggung jawab
(responsibility), maka paradigma post-birokratik menekankan
pemberian nilai bagi masyarakat, membangun akuntabilitas dan
memperkuat hubungan kerja; kalau paradigma birokratik
mengutamakan ketaatan pada aturan dan prosedur, maka paradigma
post-birokratik menekankan pemahaman dan penerapan norma-norma.
Identifikasi dan pemecahan masalah, serta proses perbaikan yang
berkesinambungan; dan kalau paradigma birokratik mengutamakan
beroperasinya sistem-sistem administrasi, maka paradigma post-
birokratik menekankan pemisahan antara pelayanan dengan kontrol,
membangun dukungan terhadap norma-norma, memperluas pilihan
pelanggan, mendorong kegiatan kolektif, memberikan insentif,
mengukur dan menganalisis hasil, dan memperkaya umpan balik
(Barzelay & Armajani, 1997: 496).

3. New publik management


Adanya kritik mengenai teori-teori administrasi klasik dan
neoklasik menyebabkan adanya pembaharuan dalam penyelenggaraan
administrasi publik sehingga menyebabkan adanya perubahan dalam
penyelenggaraan administrasi publik yang kemudian memunculkan
konsep baru dikenal dengan New Public Management. Konsep ini pada
awalnya ingin mengemukakan pandangan baru yang bisa mencerahkan
konsep ilmu administrasi. Khusus konsep New Public Management
biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis dan sektor privat. Inti dari
konsep ini adalah untuk mentransformasikan kinerja yang selama ini
dipergunakan dalam sektor privat dan bisnis ke sektor publik. Slogan
terkenal yang digunakan adalah mengatur dan mengendalikan
pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur dan mengendalikan bisnis
run government like Business. Lebih lanjut konsep ini meninjau kembali
peran administrator publik, peran dan sifat dari profesi administrasi
(Thoha, Miftah, 2005).

12
Selain kritik terhadap teori klasik, munculnya New Public
Management (NPM) juga dipicu dengan adanya krisis negara
kesejahteraan di New Zeland. Australia, Inggris, kemudian di Amerika
Serikat muncul paradigma yang sangat terkenal karena bersifat
reformatif yaitu "Reinventing Goverment yang disampaikan oleh D.
Osborne dan T. Gaebler (1992) dan kemudian dioperasionalisasikan
oleh Osborne & Plastrik (1997). Paradigma ini diinspirasikan oleh
Presiden Reagan yang melihat Government is not the solution to our
problems. Goverment is the problem Di dalam paradigma ini,
pemerintah harus bersifat (1) catalytic, (2) community-owned, (3)
competitive, (4) mission-driven, (5) resu oriented (6) customer driven,
(7) enterprising, (8) anticipatory, (9) decentralized dan (10) market-
oriented. Artinya, pemerintah harus bersifat katalitik memberdayakan
masyarakat, mendorong semangat kompetisi, berorientasi pada misi,
mementingkan hasil dan bukan cara, mengutamakan kepentingan
pelanggan, berjiwa wirausaha, selalu berupaya dalam mencegah
masalah atau bersikap antisipatif, bersifat desentralistis, dan berorientasi
pada pasar.
Paradigma ini juga dikenal dengan nama New Public
Management (NPM) di Inggris, Paradigma NPM ini melihat bahwa
paradigma terdahulu yaitu adminstrasi klasik kurang efektif dalam
memecahkan masalah dan memberikan pelayanan publik, termasuk
membangun masyarakat. Hood (Vigoda, 2003:813) mengungkapkan
bahwa ada tujuh komponen doktrin dalam NPM, yaitu:

1. Pemanfaatan manajemen profesional dalam sektor publik


2. Penggunaan indikator kinerja
3. Penekanan yang lebih besar pada kontrol output
4. Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil
5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi
6. Penekanan gaya sektor swasta pada praktik manajemen, dan

13
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi
dalam penggunaan sumber daya.

NPM dipandang sebagai pendekatan dalam administrasi publik


yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam
dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk memperbaiki
efisiensi, efektivitas, dan kinerja pelayanan publik pada birokrasi
modern (Vigoda, 2003: 812).
NPM ini telah mengalami berbagai perubahan orientasi (Ferlie,
Ashburner, Fitzgerald, dan Pettigrew 1997). Orientasi pertama yang
dikenal dengan the efficiency drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi
dalam pengukuran kinerja. Orientasi kedua yang disebut sebagai
downsizing and decentralization yang mengutamakan penyederhanaan
struktur, memperkaya fungsi dan mendelegasikan otoritas kepada unit-
unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.
Orientasi ketiga yaitu in search of excellence yang mengutamakan
kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dan orientasi terakhir yang dikenal sebagai public Service orientation.
Model terakhir ini menekankan pada kualitas, misi, dan nilai-nila yang
hendak dicapai organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih
besar kepada aspirasi, kebutuhan, dan partisipasi 'user' dan warga
masyarakat, memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang
dipilih masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka, menekankan societal
learning dalam pemberian pelayanan publik, dan penekanan pada
evaluasi kinerja secara berkesinambungan, serta partisipasi masyarakat
dan akuntabilitas. Perlu diketahui bahwa paradigma NPM atau
Reinventing Government ini muncul di Selandia Baru, Inggris, Amerika
Serikat, dan beberapa negara lain karena terjadi ketidakpuasan
masyarakat terhadap pemerintah.

14
4. New public servis
New Public Service (NPS) Secara umum alur pikir NPS
menentang paradigma-paradigma sebelumnya (OPA dan NPM). Dasar
teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori tentang demokrasi,
dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi dan hak asasi warga
negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik merupakan hasil dialog
berbagai nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai seperti
keadilan, transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi dalam pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan
bahwa responsivitas (tanggung jawab) birokrasi lebihi diarahkan kepada
warga negara (citizens) bukan clients. Konstituen (constituent) dan
bukan pula pelanggan (customer). Pemerintah dituntut untuk
memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang membayar
pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi,
sebenarnya warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer yang
perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka
adalah pemilik (owner) pemerintah yang memberikan pelayanan
tersebut. Dalam pandangan New Public Service, administrator publik
wajib melibatkan masyarakat (sejak proses perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dalam pemerintahan dan tugas-tugas pelayanan umum
lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemerintahan yang lebih
baik, sesuai dengan nilai-nilai dasar demokrasi, serta mencegah potensi
terjadinya korupsi birokrasi.
Di tahun 2003, J.V. Denhardt dan R.B.Denhardt (2003) Kedua
tokoh ini menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik
dan Reinventing Goverment atau NPM, dan beralih ke prinsip New
Public Service. Menurut Denhardt & Denhardt (2003: 42-43).
administrasi publik harus:

1. Melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen, not


customers)
2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest)

15
3. Lebih menghargai kewarganegaraan dari pada kewirausahaan
(value citizenship over entrepreneurship)
4. Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think strategically,
act democratically)
5. Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang
mudah (recognize that accountability is not simple)
6. Melayani dari pada mengendalikan (serve rather than steer), dan
7. Menghargai orang, bukannya produktivitas semata (value
people, not just productivity).

G.Shabbir Cheema (2007) mengungkapkan empat fase


admiminstrasi publik yang juga menggambarkan perkembangan
paradigma administrasi publik. Empat paradigma tersebut adalah:

1. Traditional public administration, yang berorientasi pada hirarki,


kontinuitas, ketidak berpihakan, standardisasi, legal-rational,
otoritas, dan profesionalitas.
2. Public Management, yang memusatkan perhatian pada
penerapan prinsip- prinsip manajemen termasuk efisiensi dalam
pemakaian sumber daya, efektivitas, orientasi pada pelanggan,
orientasi pada kekuatan pasar, dan lebih sensitif terhadap
kepentingan publik. Paradigma ini menyarankan juga peran
sektor swasta yang lebih besar, memperkecil ukuran sektor
publik, dan memperkecil domain dari tradisional public
administration,
3. New Public Management, yang diarahkan pada prinsip
fleksibilitas, pemberdayaan, inovasi dan orientasi pada hasil,
out-sourcing, contracting out, serta promosi etika profesi dan
manajemen dan anggaran berbasis kinerja. dan
4. Goverance, yaitu suatu sistem nilai, kebijakan, dan kelembagaan
dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, dan politik dikelola
melalui interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor

16
swasta. Paradigma ini mengutamakan mekanisme dan proses
dimana para warga masyarakat dan kelompok dapat
mengartikulasikan kepentingannya, memediasi berbagai
perbedaan- perbedaannya, dan menjalankan hak dan
kewajibannya. Pemerintah diharapkan dapat memainkan
perannya dalam menciptakan lingkungan politik dan hukum
yang kondusif, sementara sektor swasta memainkan perannya
dalam menciptakan lapangan pekerjaan, dan pendapatan,
sedangkan masyarakat madani (civil society) menyelenggarakan
interaksi sosial dan politik secara sehat. Pendek kata, esensi dari
paradigma terakhir ini adalah memperkuat interaksi antar ketiga
aktor tersebut dalam mempromosikan people-centered
development (Cheema, 2007: 34-35).

Dewasa ini, governance mendapatkan perhatian yang besar dari


berbagai negara melalui ajakan UNDP dengan menggunakan istilah
"good governance". Adapun karakteristik good governance dari UNDP
ini meliputi (Rondinelli, 2007:9):
1. Participation yaitu bawah semua orang harus diberi kesempatan
untuk bersuara dalam pengambilan keputusan baik langsung
atau melalui institusi perantara yang mewakili kepentingannya.
2. Rule of law yaitu bahwa aturan hukum harus adil dan ditegakkan
tanpa pandang bulu, termasuk hukum yang mengatur hak-hak
asasi manusia.
3. Transparency yaitu bahwa keterbukaan harus dibangun diatas
aliran informasi yang bebas. Berbagai proses, institusi dan
informasi harus dapat diakses oleh semua orang yang
berkepentingan.
4. Responsiveness yaitu bahwa institusi-institusi dan proses yang
ada harus diarahkan untuk melayani para pemangku kepentingan
atau stakeholders.

17
5. Consensus orientation yaitu bahwa harus ada proses mediasi
untuk sampai kepada konsensus umum yang didasarkan atas
kepentingan kelompok, dan sedapat mungkin didasarkan pada
kebijakan dan prosedur.
6. Equity yaitu bahwa semua orang (baik laki-laki maupun wanita)
memiliki kesempatan yang sama untuk memperbaiki dan
mempertahankan kesejahteraannya.
7. Effectiveness and efficiency yaitu bahwa proses dan institusi-
institusi yang ada sedapat mungkin memenuhi kebutuhan
masyarakat melalui pemanfaatan terbaik (best use) terhadap
sumberdaya-sumberdaya yang ada.
8. Accountability yaitu bahwa para pengambil keputusan di
instansi pemerintah, sektor publik dan organisasi masyarakat
madani (civil society) harus mampu mempertanggungjawabkan
apa yang dilakukan dan diputuskannya kepada publik sekaligus
kepada para pemangku kepentingan.
9. Strategic vision yaitu bahwa para pemimpin dan masyarakat
publik harus memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
terhadap pembangunan manusia, dengan memperhatikan latar
belakang sejarah, dan kompleksitas sosial dan budaya.

Dasar teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori


tentang demokrasi, dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi
dan hak asasi warga negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik
merupakan hasil dialog berbagai nilai yang ada di tengah
masyarakat. Nilai-nilai seperti keadilan, transparansi dan
akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam
pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan bahwa
responsivitas(tanggung jawab) birokrasi lebih diarahkan kepada
warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen (constituent) dan
bukan pula pelanggan (customer). Pemerintah dituntut untuk
memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang membayar

18
pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi,
sebenarnya warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer yang
perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka
adalah pemilik (owner) pemerintah yang memberikan pelayanan
tersebut.9 Dalam pandangan New Public Service, administrator publik
wajib melibatkan masyarakat (sejak proses perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi) dalam pemerintahan dan tugas-tugas pelayanan
umum lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemerintahan
yang lebih baik, sesuai dengan nilai-nilai dasar demokrasi, serta
mencegah potensi terjadinya korupsi birokrasi.

19
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Administrasi public merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis dan
telah mengalami perubahan dan pembaharuan dari waktu ke waktu sesuai
dengan tantangan yang dihadapi. Paradigma yang muncul merupakan sudut
pandang ahli tentang perananan dan tantangan Administrasi Publik dalam
menjawab masalah yang muncul. Walaupun selalu muncul perdebatan dalam
sebuah paradigma akan tetapi secara umum para ahli menilai ada empat
perkembangan paradigma administrasi public. Dalam beberapa literature
Administrasi Publik dari dalam maupun luar negeri secara umum terdapat
empat paradigma yang berkembang dalam Administrasi public yaitu: Old
Public Administration (OPA), New Public Administration (NPA), New Public
Management (NPM), New Public Services (NPS).
Pergeseran Paradigma atau perubahan paradigma mulai dari Old Public
Administration (OPA) dengan fokus administrasi publik berkenaan dengan
efisien, ekonomis dalam memberikan pelayanan. New Public Administration
(NPA) dengan fokus selain pada efisiensi dan ekonomis mengedepankan dalam
pemberian pelayanan juga keadilan sosial. New Public Management (NPM)
yang ditandai dengan adanya reinventing government dengan fokus privatisasi
dalam pengelolaan Negara dengan menempatkan masyarakat sebagai
pelanggan dan New Public Service (NPS) fokus pada pelayanan masyarakat
yang menempatkan masyarakat bukan sebagai pelanggan tapi sebagai warga
negara yang harus dilayani oleh Negara.
Semua paradigma menunjukkan bahwa dalam beberapa dasawarsa
terakhir telah terjadi perubahan orientasi administrasi publik secara cepat.
Kegagalan yang dialami oleh suatu negara telah disadari sebagai akibat dari
kegagalannya dalam merespons perubahan paradigma administrasi publik.
Karena itu, perhatian khusus tidak hanya diberikan kepada peran penting

20
administrasi publik, tetapi juga kecepatan dan ketepatan merespons perubahan
paradigmanya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Barzelay, M. dan B.J.Armajani. 1997. "Breaking Through Bureaucracy". Dalam


Classics of Public Administration by J.M.Shafritz dan A.C.Hyde. New
York: Harcourt Brace College Publishers.

Caiden, G.E. 1982. Public Administration. Second Edition. California: Palisades


Publishers.

Cheema, G.S. 2007. “Linnking Governments and Citizens through Democratic


Governance” dalam Public Administration and Democratic Governance:
Governments Serving Citizens. New York: 7 Global Forum on Reinventing
Government Building Trust in Government, United Nations.

Denhardt, J.V., and R.B. Denhart. 2003. The New Public Service: Serving, not
Steering, New York: M.E. Sharpe.

Ferlie, E., A.Pettigrew, L. Ashburner and L. Fitzgerald. 1996. The New Public
Management in Action. Oxford: Oxford University Press.

Garson, G.D. & E.S. Overman. 1991. “What is Public Management Today: The
search for an organizing paradigm”. Dalam Public Management: The
essential readings. Diedit oleh Ott.J.S., A.C.Hyde, dan J.M.Shafritz
Chicago: Lyceum Books/Nelson-Hall Publishers.

Henry, N. 1995. Public Administrator and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood
Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.

Kettl, D. F. 1993. "Public Administration: The State of the Field". Dalam Political
Science: The State of the Discipline II, diedit oleh Ada W. Finifter.
Washington, DC: the American Political Science Association.

Kuhn, T. 1970. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: The University


of Chicago Press.

22
Osborne, D. And Gaebler, T. 1992. Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit is transforming the public sector. Reading, MA:
Harvard University Press.

Osbome, D. And Plastrik, P. 1997. Banishing Bureaucracy: The five Strategies for
Reinventing Government. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing
Company, Inc.

Rondinelli, D. A. 2007. “Governments Serving People: The changing Role of


Public Administration in Democratic Governance”. Dalam Public
Administration and Democratic Governance: Governments Serving
Citizens. New York: United Nations: Economic and Social Affairs.

Vigoda, E. 2003. “New Public Management”. Dalam Jack Rabin (ed).


Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. New York:
Marcel Dekker, Inc.

23

Anda mungkin juga menyukai