Anda di halaman 1dari 6

B .

Administrasi , Nilai - nilai judisial dan Norma Pengawasan


Pembuatan keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi.Sebagian besar
proses administrasi berupa serangkaian pemilihan alternatif tindakan atau pengambilan
kebijakan.Waktu yang tersedia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut
seringkali sangat sempit karena permasalahan yang ada membutuhkan penanganan
segera.Sementara itu, pertimbangan efisiensi terkadang tidak memungkinkan bagi para pejabat
pemerintah untuk berlama-lama memikirkan akibat dari suatu keputusan atau mencari
landasan legalitas akibat dari kebijakan -kebijakan yang dibuatnya. Karena itulah para pejabat
pemerintah dituntut untuk mampu menjawab persoalan -persoalan secara pragmatis.

Pertimbangan lain untuk mengambil keputusan - keputusan pragmatis ialah kenyataan


bahwa rumusan - rumusan legal yang ada acapkali tidak mampu menjawab situasi
permasalahan yang tengah dihadapi.jarang sekali terdapat permasalahan yang secara esensial
sama.Masalah - masalah datang selih bergantidan tidak akan pernah ada elemen masalah yang
benar-benar dapat ditangani dengan cara yang sama. Setidak-tidaknya saat timbulnya masalah,
pihak-pihak yang berkepentingan, rentang waktu untuk pembuatan keputusan, serta suasana
ekonomis, sosial dan politik yang dihadapi akan senantiasa berbeda .Disamping itu, masyarakat
sendiri kadangkala menilai keunggulan seorang pejabat dari keberaniannya mengambil
keputusan pada saat yang tepat, mereka lebih mengharap tindakan - tindakan yang nyata
daripada retorika dan orientasi legalitas.

oleh karena itu , pembuat keputusan yang baik haruslah seorang akademisi
dan sekaligus praktisi . seorang generalist yang sekaligus spesialist . Selain itu ,
seorang pembuat keputusan publik senantiasa memperhatikan nilai-nilai judisial
yang antara lain dapat dilihat dari pernyataan - pernyataan berikut .

1.penguasaan urusan - urusan publik mewajibkan bahwa para politisi dan pejabat
publik bekerja sesuai dengan keinginan publik (masyarakat)dan bukan
berdasarkan persepsi mereka tentang keinginan masyarakat tersebut.
2.Urusan-urusan publik membutuhkan institusi yang tersentralisasi.Tentu saja
sentralisasi kekuasaan di sini mengandung konsekuensi tanggung jawab moral.

3.Teraturan institusi-institusi pemerintah terhadap masyarakat mayoritas warga


negara bukanlah peraturan absolut.Yang berlaku dalam hal ini adalah kontrak
sosial atau pendelegasian otoritas antara kelompok mayoritas (masyarakat)
kepada kelompok minoritas (aparatur negara).

4. Pelaksanaan urusan-urusan publik harus berakar pada hukum.Hukum dapat


ditegakkan kalau tindakan-tindakan pejabat publik sesuai dengan kehendak
rakyat.

5.Pejabat-pejabat publik harus menyadari bahwa tindak semua kasus konkret


termuat dalam pasal -pasal hukum.Namun, kebebasan bertindak harus dilakukan
untuk menghasilkan jurisdiksi - jurisdiksi yang memperkuat hukum itu sendiri .

6. Pejabat - pejabat publik bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan


yang berdasarkan preferensi dan wawasannya.

Apabila interaksi antara lembaga pemerintah dengan warga negara ini tidak
diatur,maka sosok birokrasi pemerintah akan bisa berubah menjadi Leviathan
yang dengan congkak mencerabut akar-akar hak asasi.Tuntutan legal maupun
sosietall untuk diperluasnya tanggung jawab administrasi semakin banyak itu
mendesakkan kebutuhan akan adanya interaksi antara lembaga-lembaga
peradilan dengan lembaga -lembaga administrasi secara lebih intensif . Lantas
bagaimana kita harus merumuskan bentuk keterkaitan antara lembaga yudisial
(kehakiman) dengan lembaga administratif dimasa depan ? Beberapa model
dapat diajukan untuk melihat kemungkinan penerapannya dimasa mendatang.
1.PENGUASAAN (COPING)

Ketegangan antara kekuasaan kehakiman dan kekuasaan administratif mungkin


tak akan pernah berakhir.Maka untuk menjaga kelancaran tugas-tugas
kenegaraan,salah satu aspek kekuasaan harus bisa menguasai yang lainnya ,salah
satu aspek kekuasaan harus bisa menguasai yang lainnya.Dengan kata lain harus
ada semacam interaksi kooptasi.Jika penguasaan itu datang dari kehakiman,maka
para hakim harus memiliki kemampuan seperti yang terdapat pada para
administrator, seperti halnya eksekutif dan legislator.selain kemampuan
manajerial dan sanggup mengadakan reformasi institusi-institusi publik dengan
baik.

2.konvergensi

Model ini mengasumsikan bahwa interaksi antara aparat kehakiman dan


administrator publik akan menghasilkan harmoni . masing-masing pihak bukan
hanya saling memaksakan tuntutan,tetapi bisa saling mengadakan kosensus
dalam persoalan-persoalan administrasi negara.

3.kemunduran judisial (judicial with drawal)

Sebagai kritikus ,akademisi dan praktisi tetap mengecam campur tangan atau
intervensi yang berlebihan para jaksa dan hakim dalam administrasi negara.Dalam
keadaan di mana negara membutuhkan kebijakan -kebijakan taktis di bidang
ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran, aspek judisial terkadang dirasa
menghambat karena para administrator lalu disibukkan dengan pengaduan dan
peradilan sengketa - sengketa administrasi.kekuasan judisial yang berlebihan dan
terlalu bebasnya para warga untuk menggunakan gugatan administratif bisa
berubah menjadi kekuatan oposisi yang melumpuhkan perkembangan
administrasi negara.

4.Perluasan hak (expanding rights)

Asumsi yang dipakai ialah bahwa kemungkinan Jangka panjang untuk


memperkuat dan memperluas hak-hak asasi individual akan terus bertambah .
Hukum konstitusional dimasa mendatang akan memperluas konsepsinya tentang
kebebasannya dengan memasukkan "kebebasan positif"(pisitive Liberty),atau
kebebasan untuk menikmati kondisi - kondisi kehidupan yang memungkinkan tiap
individu dapat menjadi "majikan bagi diri sendiri ". Kondisi-kondisi seperti itu
misalnya perumahan dan makanan yang memadai , tingkatan pendidikan yang
cukup, serta kesehatan fisik dan mental yang baik sepanjang jalur - jalur kondisi
ini, tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan administrasi negara, dan bahkan
kondisi-kondisi seperti ini akan menunjang sosioterap dan kesejahteraan
individual. Namun ,penekanan konstitusional pada kebebasan positif akan
membutuhkan perubahan struktur, proses,dan pilihan nilai-nilai administrasi
negara.

5.kultur administrasi baru (new administratif culture)

Nilai-nilai gerakan"administrasi negara baru"(ANB) dalam hal ini masih relevan


dan dapat menjadi potensi yang baik bagi kombinasi antara tanggapan judisial
dan konsep negara administrasi.Suatu kultur administratif baru bis merupakan
basis legitimasi bagi perwakilan rakyat dan partisipasi dalam administrasi negara.
salah satu penjabaran tentang norma umum pengawasan itu dapat dilihat dari
keputusan medagri No.116 tahun 1981 tentang pedoman pengawasan umum di
lingkungan departemen dalam negeri yang di sebutkan sebagai berikut:

a. Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan

b.Pengawasan merupakan proses yang berlanjut

c.Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan koleksi yang


cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan,
untuk mencegah berlanjutnya kesalahan dan/atau penyimpangan.

d.Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan


kegairahan untuk memperbaiki, mengurangi atau meniadakan penyimpangan di
samping menjadi pendorong dan perangsang untuk menertibkan dan
menyempurnakan kondisi objek pengawasan.

Selain norma umum pengawasan, disebutkan pula norma umum


pemeriksaan dan norma laporan.Norma umum pemeriksaan menunjukkan
tentang kaidah-kaidah pokok bagi pemeriksaan secara teknis.Ada delapan materi
atau bidang pemeriksaan yang harus diliputi, yaitu bidang pemerintahan,
kepegawaian, pertahanan,dan pertanian, keuangan, pembangunan umum ,
pembangunan desa, sosial politik, ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Persyaratan dalamenncari seorang pengawas yang baik memang tinggi ,


seorang pengawas harus memiliki kualitas 5A: akhlak,amal,asih,Arif dan
ahli.Dalam menjalankan tugas -tugas pengawasan, aparat juga harus memiliki
sikap batin tertentu.Diantara kualitas batin tersebut adalah sikap sangsi
( suspocious mind ),ingin tahu lebih banyak (inquisitive mind), logis dan analitis
(logiclal and analytical mind),dan akurat ( accurate) .sikap sangsi di sini bukan
berarti kecurigaan yang tak beralasan , melainkan sikap berhati-hati dalam
menyaring , menimbang ,dan menyimpulkan data dan informasi .

Untuk pelaksanaan tugas sehari-hari para pegawai negeri atau pejabat


pemerintah, sesungguhnya mekanisme pengawasan telah dibuat secara inheren
dalam organisasi yang bersangkutan.Proses penilaian pegawai itu sendiri
sebenarnya sudah merupakan sarana pengawasan langsung sehingga kalau itu
didayagunakan akan dapat mencegah tindakan-tindakan menyimpang.Melalui
keputusan pemerintah No.67 tahun 1980, misalnya telah diatur tentang
kedudukan Badan Pertimbangan Kepegawaian bagi instansi -instansi
pemerintah.Dalam bab lV pasal 24 telah dirumuskan susunan organisasi Badan
Pertimbangan Kepegawaian,yang terdiri dari:

1.MENPAN sebagai ketua merangkap anggota;

2.Kepala BAKN(Badan Administrasi Kepegawaian Negara)

Anda mungkin juga menyukai