oleh karena itu , pembuat keputusan yang baik haruslah seorang akademisi
dan sekaligus praktisi . seorang generalist yang sekaligus spesialist . Selain itu ,
seorang pembuat keputusan publik senantiasa memperhatikan nilai-nilai judisial
yang antara lain dapat dilihat dari pernyataan - pernyataan berikut .
1.penguasaan urusan - urusan publik mewajibkan bahwa para politisi dan pejabat
publik bekerja sesuai dengan keinginan publik (masyarakat)dan bukan
berdasarkan persepsi mereka tentang keinginan masyarakat tersebut.
2.Urusan-urusan publik membutuhkan institusi yang tersentralisasi.Tentu saja
sentralisasi kekuasaan di sini mengandung konsekuensi tanggung jawab moral.
Apabila interaksi antara lembaga pemerintah dengan warga negara ini tidak
diatur,maka sosok birokrasi pemerintah akan bisa berubah menjadi Leviathan
yang dengan congkak mencerabut akar-akar hak asasi.Tuntutan legal maupun
sosietall untuk diperluasnya tanggung jawab administrasi semakin banyak itu
mendesakkan kebutuhan akan adanya interaksi antara lembaga-lembaga
peradilan dengan lembaga -lembaga administrasi secara lebih intensif . Lantas
bagaimana kita harus merumuskan bentuk keterkaitan antara lembaga yudisial
(kehakiman) dengan lembaga administratif dimasa depan ? Beberapa model
dapat diajukan untuk melihat kemungkinan penerapannya dimasa mendatang.
1.PENGUASAAN (COPING)
2.konvergensi
Sebagai kritikus ,akademisi dan praktisi tetap mengecam campur tangan atau
intervensi yang berlebihan para jaksa dan hakim dalam administrasi negara.Dalam
keadaan di mana negara membutuhkan kebijakan -kebijakan taktis di bidang
ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran, aspek judisial terkadang dirasa
menghambat karena para administrator lalu disibukkan dengan pengaduan dan
peradilan sengketa - sengketa administrasi.kekuasan judisial yang berlebihan dan
terlalu bebasnya para warga untuk menggunakan gugatan administratif bisa
berubah menjadi kekuatan oposisi yang melumpuhkan perkembangan
administrasi negara.