Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

GOOD GOVERNANCE DAN MALADMINISTRASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Usaha Negara


Dosen Pembimbing : Ir. M. Nawawi, M.Si

Disusun oleh :
Nama : M. Rafi Yuda Pratama
NPP : 31.0339
Kelas : E – 1
Nomor Absen : 13

PRODI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2021/2022
GOOD GOVERNANCE DAN MALADMINISTRASI
PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE
Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya
aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian
keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu
konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.
Istilah governance lebih diarahkan pada hal teknis penyelenggaraan pemerintahan pada suatu
negara. Olehnya itu, istilah governance dalam hubungannya dengan good governance lebih
diarahkan pada aspek hukum, terutama hukum administrasi. Dalam hal ini, good governance sebagai
fungsi pemerintahan yang menitikberatkan pada perilaku aparatur pemerintahan yang didasarkan
pada prinsip negara hukum dan prinsip demokrasi. Prinsip negara hukum memberikan dasar
legalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan prinsip demokrasi sebagai landasan
keterbukaan pemerintah dan peran serta masyarakat.
Menurut UNDP, dalam penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya berorientasi pada tiga elemen
utama, yakni pemerintah atau negara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat
(society). Ketiga elemen dengan fungsi yang dimiliki masing-masing harus berjalan secara baik untuk
mencapai good governance. Pemerintah harus berfungsi sebagai pengatur dan pengendali
penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada kekuasaan dan kewenangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan memberikan ruang peran serta masyarakat untuk terlibat
dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan adanya keterbukaan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap setiap kebijakan yang akan ditempuh. Sektor swasta berfungsi menciptakan lapangan
pekerjaan dan peningkatan pendapatan, dan sektor masyarakat berfungsi melalui peran serta dalam
menunjang fungsi pemerintahan dan interaksi sosial.
Karakteristik good governance menurut Organization for the Economic Cooperation and
Development (OECD) meliputi:

1. Human rights observance and democracy

2. Market reforms

3. Bureaucratic reform (anti corruption and transparancy)

4. Environmental protection and sustainable development

5. Reduction in military and defence expenditures and non-production of weapons of mass


destruction.

Selain OECD, UNDP juga merumuskan karakteristik good governance meliputi Participation, Rule of
law, Transparancy, Responsiveness, Consensus orientation, Equity, Effectiveness and efficiency,
Accountability, and Strategic vision. good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan
konstruktif di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum,
dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Syarat bagi terciptanya good governance, yang
merupakan prinsip dasar, meliputi partisipatoris, rule of law (penegakan hukum), transparansi,
responsiveness (daya tanggap), konsensus, persamaan hak, efektivitas dan efisiensi, dan
akuntabilitas.

Karakteristik good governance ini kemudian dirinci oleh Lembaga Administrasi Negara, meliputi:

1. Partisipasi (participation), Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil
bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat, baik secara langsung
maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya;

2. Penegakan Hukum (Rule of Law), Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya
penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Oleh karena itu langkah awal
penciptaan good governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak
(software), maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware);

3. Transparansi (transparancy), Keterbukaan mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut


kepentingan publik;

4. Daya tanggap (responsiveness), sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, maka setiap
komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap
terhadap keinginan maupun keluhan setiap stakeholder;

5. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation), Good governance menjadi perantara


kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik
dalam hal kebijakan maupun prosedur;

6. Keadilan (equity), Semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan.

7. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), Proses dan lembaga menghasilkan sesuai
dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin;

8. Akuntabilitas (accountability), Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan
masyarakat bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini
tergantung pada organisasi tersebut untuk kepentingan internasl dan eksternal organisasi;

9. Visi strategis (strategic vision), Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Karakteristik good governance di atas secara hukum bersumber pada dua landasan utama, yaitu asas
negara hukum dan asas demokrasi. Asas negara hukum menjadi landasan dalam good governance
dimana setiap tindakan pemerintahan harus memiliki dasar legalitas, berupa wewenang, prosedur
dan substansi serta perlindungan hak asasi. Untuk asas demokrasi berkaitan dengan keterbukaan
pemerintah dan peran serta masyarakat. Good governance dengan dua landasan dimaksud menjadi
penentu kaitan antara good governance dengan hukum tata negara dan hukum administrasi. Dalam
hukum administrasi dikenal adanya 3 (tiga) pendekatan utama, yaitu :

1. pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah

2. pendekatan hak asasi


3. pendekatan fungsional.

Melalui good governance, aparatur pemerintah dalam melaksanakan fungsi pemerintahan memiliki
kekuasaan yang terbatas sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Aparatur pemerintah dalam
melaksanakan tugas tidak sendiri, tetapi bersama-sama dengan swasta dan masyarakat. Keterlibatan
pihak swasta dan masyarakat merupakan wujud keterbukaan pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang dengan adanya peran serta swasta dan masyarakat secara bersama-sama.

Secara yuridis upaya terwujudnya good governance diawali dengan dikeluarkannya Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tindak lanjut dari Ketetapan MPR-RI
Nomor IX/MPR/1998 ini kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851). Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 diatur Asas-asas Umum
Penyelenggaraan Negara, antara lain:

1. Asas kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

2. Asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian,
dan keseimbangan dalam pengendalian negara.

3. Asas kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asas pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.

6. Asas profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan

7. Asas akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Penerapan Good Governance di Indonesia


Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya
era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang
menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat
Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari
perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance
diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi
sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan
akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan
pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai
diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan
pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap
akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya.
Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun
banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era
Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor
publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih
kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good
Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem
pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha
non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat
diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan
amanah.
Mengenal Maladministrasi
Maladministrasi diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil
dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Bentuk-bentuk maladministrasi
yang paling umum adalah penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan
prosedur, pengabaian kewajiban hukum, tidak transparan, kelalaian, diskriminasi, tidak profesional,
ketidakjelasan informasi, tindakan sewenang-wenang, ketidakpastian hukum, dan salah
pengelolaan.Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik.

Definisi Maladministrasi

Maladministrasi menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik


Indonesia (“UU 37/2008”) diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Menurut Hendra Nurtjahjo dkk dalam buku Memahami Maladministrasi (hal. 11-12) yang kami


akses dari laman Ombudsman RI menjelaskan definisi maladministrasi yaitu:

a.    Perilaku dan perbuatan melawan hukum,

b.    Perilaku dan perbuatan melampaui wewenang,

c.    Menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang itu,

d.    Kelalaian,

e.    Pengabaian kewajiban hukum,

f.     Dalam penyelenggaraan pelayanan publik,

g.    Dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan,

h.    Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial,


i.      Bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Bentuk-Bentuk Maladministrasi

Menjawab pertanyaan Anda, bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk maladministrasi yang paling
umum adalah penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur,
pengabaian kewajiban hukum, tidak transparan, kelalaian, diskriminasi, tidak profesional,
ketidakjelasan informasi, tindakan sewenang-wenang, ketidakpastian hukum, dan salah pengelolaan.

Masih bersumber dari buku yang sama, ada pendapat lain mengenai bentuk maladministrasi yang
dilakukan oleh birokrat yaitu:[4]

1.    Ketidak jujuran (dishonesty), berbagai tindakan ketidak jujuran antara lain: menggunakan barang
publik untuk kepentingan pribadi, menerima uang dll.

2.   Perilaku yang buruk (unethical behavior), tindakan tidak etis ini adalah tindakan yang mungkin
tidak bersalah secara hukum, tetapi melanggar etika sebagai administrator.

3.    Mengabaikan hukum (disregard of law), tindakan mengabaikan hukum mencakup juga tindakan
menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri, atau kepentingan kelompoknya.

4.  Favoritisme dalam menafsirkan hukum, tindakan menafsirkan hukum untuk kepentingan


kelompok, dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan kelompoknya.

5.    Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, tindakan ini cenderung ke perlakuan pimpinan
kepada bawahannya berdasarkan faktor like and dislike. Yaitu orang yang disenangi cenderung
mendapatkan fasilitas lebih, meski prestasinya tidak begus. Sebaliknya untuk orang yang tidak
disenangi cenderung diperlakukan terbatas.

6.    Inefisiensi bruto (gross inefficiency), adalah kecenderungan suatu instansi publik memboroskan


keuangan negara.

7.  Menutup-nutupi kesalahan, kecenderungan menutupi kesalahan dirinya, kesalahan bawahannya,


kesalahan instansinya dan menolak di liput kesalahannya.

8.  Gagal menunjukkan inisiatif, kecenderungan tidak berinisiatif tetapi menunggu perintah dari atas,
meski secara peraturan memungkinkan dia untuk bertindak atau mengambil inisiatif kebijakan.

Lembaga Ombudsman

Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan


pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan
Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.[5]

Tugas Ombudsman
Meluruskan pernyataan Anda soal kewenangan Ombudsman dalam menangani maladministrasi,
kami luruskan bahwa menangani maladministrasi bukanlah kewenangan Ombudsman, melainkan
tugas Ombudsman seperti yang disebut dalam Pasal 7 UU 37/2008: 

Ombudsman bertugas:

a.        menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b.        melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

c.        menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;

d.        melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;

e.  melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

f.          membangun jaringan kerja;

g.        melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan

h.        melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai