Anda di halaman 1dari 40

Paradigma Old Public Admnistration, New Public

Administration, dan New Public Management

Mata Kuliah : Manajemen Publik


Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Bin Abubakar, MA

Kelompok 2:
Sahla Dwi Sahnani 216310302011
Alex Nasution Abadi 216310302004

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Teori Manajement Publik ini dengan judul “Paradigma Old Public
Administration , New Public Administration dan New Public Manajement”.
Bagaimana konsep yang berkembang dari masa ke masa menurut dengan
perkembangan yang ada di masyarakat. Bagaimana penerapan konsep yang ada di
masyarakat serta solusi-solusi yang bisa diberikan melalui konsep-konep tersebut.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak.Kami menyadari bahwa tak ada gading yang tak
retak,sehingga dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan
semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan pihak yang menggunakannya.

Lhokseumawe, Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………..........….……….….ii
DAFTAR ISI ………………………………………………............………….….iii
BAB I PENDAHULUAN………………………….…………….........……...…..4
I.1. Latar Belakang Masalah………….………………..…...................…4
I.2. Rumusan Masalah………..…………….....……………...............….7
I.3.Tujuan Makalah……..……………………………….........………….7
BAB II KAJIAN TEORI …………………………………….......................…..8
BAB III PEMBAHASAN……………………………………....…...............….27
BAB IV PENUTUP…………………………………………...…………......…..41
4.1 Kesimpulan……………………………………. ……..……….........41
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..…. ….............….43

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di manapun, Administrasi
Publik akan memainkan sejumlah peran penting diantaranya dalam
menyelenggarakan pelayanan publik guna mewujudkan salah satu tujuan utama
dibentuknya Negara yakni kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam konteks
Indonesia misalnya, tujuan dari dibentuknya pemerintahan sebagaimana
termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 diantaranya
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Perjalanan penyelenggaraan peran Administrasi Publik yang demikian,
telah mengalami berbagai macam perkembangan dimulai pada masa sebelum
lahirnya konsep Negara Bangsa hingga lahirnya ilmu modern dari Administrasi
Publik yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali pergeseran paradigma,
mulai dari model klasik yang berkembang dalam kurun waktu 1855/1887 hingga
akhir 1980an;
Konsep yang pertama berkembang saat itu adalah konsep The Old Public
Administration. Konsep ini pertama kali dikemukan oleh seorang Presiden AS
dan juga merupakan Guru Besar Ilmu politik, Woodrow Wilson. Beliau
menyatakan bidang administrasi itu sama dengan bidang bisnis. Maka dari itu
munculah konsep ini, konsep Old Public Administration ini memiliki tujuan
melaksanakan kebijaka dan memberikan pelayanan, dimana dalam
pelaksanaannya ini dilakukan dengan netral, profesional, dan lurus mengarah
kepada tujuan yang telah ditetapkan. Ada dua kunci dalam memahami OPA ini,
pertama, adanya perbedaan yang jelas antara politik (policy) dengan administrasi.
Kedua, perhatian untuk membuat struktur dan startegi pengelolaannya hak
organisasi publik diberikan kepada manajernya (pemimpin), agar tugas-tugas
dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Seiring dengan berkembangnya keadaan sosial yang ada di masyarakat
dan perkembangan proses pembangunan bagaimana membangun suatu institusi

1
yang lebih baik, konsep Old Public Administration (OPA) dianggap tidak lagi
relevan dengan keadaan saat itu. OPA lebih dianggap lebih tanggap terhadap
kekuasaan kelompok yang dominan dalam masyarakat, namun tidak tanggap
terhadap kekuasaan diluar struktur kekuasaan yang ada di setiap jenjang
pemerintahan. kemudian muncul suatu konsep baru yaitu New Public
Administration.
Administrasi negara baru muncul mulai pada penghujung tahun-tahun
1960-an dan permulaan tahun1970-an sebagai suatu tanggapan atas beberapa
rangsangan yang berlanjut menjadi keresahan rasial, berlangsungnya
ketidakpuasan atas basis intelektual administrasi negara, dan perubahan umum
dalam disiplin ilmu sosial. Aneka macam nilai dihubungkan dengan administrasi
negara baru, dan nilai tersebut tidak selalu bersesuaian. Karena itu penulis betul-
betul menolak pemahaman bahwa pasti ada administrasi negara baru yang
tunggal, yang disepakati, disertai model yang sama sekali mengingkari teori-teori
dan norma-norma lampau dalam lapangannya. Apa yang baru dalam administrasi
negara baru langsung mengalir dari nilai-nilai yang telah menuntut administrasi
negara tradisional sehingga administrasi negara baru dapat berjalan logis dari
kumpulan pengetahuan baru dalam ilmu-ilmu sosial dan pengarahan ilmu-ilmu itu
pada masalah-masalah publik.
New Public Management (NPM) yang berkembang dalam kurun waktu
akhir 1980an hingga pertengahan 1990an. Paradigma NPM timbul sebagai
dampak dari kurang efektifnya paradigma administrasi sebelumnya dalam
memecahkan masalah dan memberikan pelayanan publik. NPM sendiri
merupakan paradigma yang bersifat reformatif sebagai embrio dari reinventing
government yang disampaikan oleh D. Osborne dan T.Gaebler. Pada paradigma
ini, pemerintah harus memiliki sifat catalyc, community owned, competitive,
mission driven, result oriented, customer driven, enterprising, anticipatory,
decentralized dan market oriented (T. Keban, 2008 :35-36). Paradigma ini
mengimplementasi konsep yang dilakukan sektor bisnis dan privat. Segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelayanan publik menggunakan sistem mekanisme
bisnis seutuhnya. Slogan yang terkenal dalam persfeksif New Publik Managament

2
ini ialah mengatur dan mengendalikan pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur
dan mengendalikan bisnis (run government like business) (Thoha, 2008).
Paradigma ini mengalami perubahan orientasi pada perkembangannya.
Orientasi yang pertama dikenal dengan the efficiency drive yaitu mengutamakan
nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja. Orientasi lainnya yaitu downsizing and
decentralization yang mengutamakan penyederhanaan struktur, serta memperkaya
fungsi. Orientasi ketiga yaitu in search of excellence yang mengutamakan
optimalisasi kinerja dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Orientasi keempat yaitu public service orientation yang menekankan pada
kualitas, misi, dan nilai yang akan dicapai organisasi publik, serta lebih publicness
dan akuntabel (T. Keban, 2008 :36-37).
Pergeseran paradigma Administrasi Publik tersebut, telah membawa
implikasi terhadap penyelenggaraan peran Administrasi Publik khususnya terkait
dengan pendekatan yang digunakan dalam pembuatan dan pelaksanaan strategi;
pengelolaan organisasi secara internal; serta interaksi antara Administrasi Publik
dengan politisi,masyarakat dan aktor lainnya. Implikasi yang demikian tentu saja
pada akhirnya akansangat menentukan corak dan ragam dalam penyelenggaraan
Pemerintahan dari sebuah Negara, termasuk Indonesia. Corak dan ragam tersebut
akan sangat ditentukanoleh kondisi lokal yang ada di Negara tersebut, dalam
artian sejauh mana Administrasi Publik di Negara tersebut telah menyesuaikan
diri dengan perkembangan paradigmayang ada; serta sejauhmana penyesuaian
tersebut dilakukan dengan memperhatikan konteks lokal dan permasalahan yang
ada di Negara tersebut.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang dimaksud dengan konsep Paradigma Old Public
Administration, New Public Administration, dan New Public Management
?
2) Bagaimana perbandingan konsep antara OPA, NPA dan NPM ?
3) Bagaimana implementasi konsep-konsep ParadigmaOld Public
Administration, New Public Administration, dan New Public Management
?

1.3 TUJUAN MASALAH


1) Untuk mengetahui apa syang dimaksud dengan Paradigma Old Public
Administration , New Public Administration dan New Public Manajement.
2) Memahami fenomena yang terjadi dalam masyarakat dalam penerapan
konsep Paradigma Old Public Administration , New Public Administration
dan New Public Management.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

Konseptual Administrasi
 Administrasi adalah tindakan rasional yang kooperatif.
 Tindakan rasional adalah tindakan yang diperhitungkan dengan cermat
untuk merealisir tujuan tertentu yang dikehendaki dengan pengorbanan
yang minimum.
 Administrasi adalah rangkaian kegiatan usaha kerja sama manusia secara
rasional atau efisien untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah
ditetapkan.
 Sebagai demikian, maka pengertian tersebut mempunyai empat unsur :
a. Kegiatan c. Efisien/rasional b. Kerjasama d. Tujuan
Pengertian Administrasi
 Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup
semua bidang kehidupan.
 Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi.
 Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi.
 Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan
merupakan kegiatan administrasi atau tidak.

5
 Dari definisi administrasi yang ada, kita dapat mengelompokkan
administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau
adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai berbagai
cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara.
Administrasi Publik (Public Administration) atau Administrasi Negara
adalah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan
bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta hal- hal
yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik,
administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur
penyelenggara Negara.
Secara sederhana, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari
tentang bagaimana pengelolaan suatu organisasi publik. Meskipun sama-sama
mengkaji tentang organisasi, administrasi publik ini berbeda dengan ilmu
manajemen: jika manajemen mengkaji tentang pengelolaan organisasi swasta,
maka administrasi publik mengkaji tentang organisasi publik/pemerintah, seperti
departemen-departemen, dan dinas-dinas, mulai dari tingkat kecamatan sampai
tingkat pusat. Kajian ini termasuk mengenai birokrasi; penyusunan,
pengimplementasian, dan pengevaluasian kebijakan publik; administrasi
pembangunan; kepemerintahan daerah; dan good governance.
a) Old Public Administration
Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan sebutan
Administrasi Negara Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan
paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara.
Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu
administrasi negara Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of
Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of
Scientific Management”
Dalam bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berpendapat
bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya
kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang efektif
dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan

6
meningkatkan profesionalisme manajemen administrasi negara. Untuk itu,
diperlukan ilmu yang diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan
mencetak aparatur publik yang profesional dan non-partisan. Karena itu, tema
dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral dari
politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen
ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal
sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi. Administrasi negara merupakan
pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci, karena itu menjadi
bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya politisi.
Ide-ide yang berkembang pada tahun 1900-an memperkuat paradigma dikotomi
politik dan administrasi, seperti karya Frank Goodnow ”Politic and
Administration”. Karya fenomenal lainnya adalah tulisan Frederick W.Taylor
”Principles of Scientific Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen
ilmiah yang mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector
swasta – Time and Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara terbaik untuk
melaksanakan tugas tertentu. Manajemen ilmiah dimaksudkan untuk
meningkatkan output dengan menemukan metode produksi yang paling cepat,
efisien, dan paling tidak melelahkan.Jika ada cara terbaik untuk meningkatkan
produktivitas di sector industri, tentunya ada juga cara sama untuk organisasi
public.Wilson berpendapat pada hakekatnya bidang administrasi adalah bidang
bisnis, sehingga metode yang berhasil di dunia bisnis dapat juga diterapkan untuk
manajemen sektor publik.
Teori penting lain yang berkembang adalah analisis birokrasi dari
Max Weber. Weber mengemukakan ciri-ciri struktur birokrasi yang meliputi
hirarki kewenangan, seleksi dan promosi berdasarkan merit system, aturan dan
regulasi yang merumuskan prosedur dan tanggungjawab kantor, dan sebagainya.
Karakteristik ini disebut sebagai bentuk kewenangan yang legal rasional yang
menjadi dasar birokrasi modern. Ide atau prinsip dasar dari Administrasi Negara
Lama (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah :
 Fokus pemerintah pada pelayanan publik secara langsung melalui badan-
badan pemerintah.

7
 Kebijakan publik dan administrasi menyangkut perumusan dan
implementasi kebijakan dengan penentuan tujuan yang dirumuskan secara
politis dan tunggal.
 Administrasi publik mempunyai peranan yang terbatas dalam pembuatan
kebijakan dan kepemerintahan, administrasi publik lebih banyak dibebani
dengan fungsi implementasi kebijakan public
 Pemberian pelayanan publik harus dilaksanakan oleh administrator yang
bertanggungjawab kepada ”elected official” (pejabat/birokrat politik) dan
memiliki diskresi yang terbatas dalam menjalankan tugasnya.
 Administrasi negara bertanggungjawab secara demokratis kepada pejabat
politik
 Program publik dilaksanakan melalui organisasi hirarkis, dengan manajer
yang menjalankan kontrol dari puncak organisasi.
 Nilai utama organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas
 Organisasi publik beroperasi sebagai sistem tertutup, sehingga partisipasi
warga negara terbatas
 Peranan administrator publik dirumuskan sebagai fungsi POSDCORB

Lima paradigma yang muncul dan berkembang pada saat itu.


Kelima paradigma itu antara lain :
 Paradigma I : Dikotomi Politik-Administrasi (1900-1926)
Frank J Goodnow dan Leonard D White dalam bukunya Politics and
Administration menyatakan dua fungsi pokok dari pemerintah yang
berbeda:
1. fungsi politik yang melahirkan kebijaksanaan atau keinginan negara
2. fungsi Administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan
negara.
Tokoh – tokoh yang berpengaruh paradigma dikotomi administrasi
dan politik pada waktu itu adalah Frank J. Goodnow, Leonard D. White.
Mereka mengungkapkan bahwa politik harus memusatkan perhatiannya
pada kebijakan atau ekspresi dari kehendak rakyat, sedangkan

8
administrasi. Implikasi paradigma iniadalah administrasi harus dilihat
sebagai sesuatu yang bebas nilai serta diarahkan atau berfokus untuk
mencapai nilai efisiensi dan ekonomi dari government bureaucracy.
Sedangkan Focusnya yaitu metode atau kakian apa yang akan dibahas
dalam Administrasi Publik kurang dibahas secara jelas. Administrasi
negara memperoleh legitimasi akademiknya lewat lahirnya Introduction
To the study of Public Administration oleh Leoanrd D White yang
menyatakan dengan tegas bahwa politik seharusnya tidak ikut mencampuri
administrasi, dan administrasi negara harus bersifat studi ilimiah yang
bersifat bebas nilai.
 Paradigma II: Prinsip-Prinsip Administrasi Negara (1927-1937)
Di awali dengan terbitnya Principles of Public Adminisration karya
W F Willoughby. Pada fase ini Administrasi diwarnai oleh berbagai
macam kontribusi dari bidang-bidang lain seperti industri dan manajemen,
berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang besar pada
timbulnya prinsip-prinsip administrasi. Prinsip-prinsip tersebut yang
menjadi Focus kajian Administrasi Publik, sedangkan Locus dari
paradigma ini kurang ditekankan karena esensi prinsip-prinsip tersebut,
dimana dalam kenyataan bahwa bahwa prinsip itu bisa terjadi pada semua
tatanan, lingkungan, misi atau kerangka institusi, ataupun kebudayaan,
dengan demikian administrasi bisa hidup dimanapun asalkan Prinsip-
prinsip tersebut dipatuhi.
Pada paradigma kedua ini pengaruh manajemen Kalsik sangat besar
Tokoh-tokohnya adalah : F.W Taylor yang menuangkan 4 prinsip dasar
yaitu ; perlu mengembangkan ilmu Manajemen sejati untuyk memperoleh
kinerka terbaik ; perlu dilakukukan proses seleksi pegawai ilmiah agar
mereka bisa tanggung jawan dengan kerjanya ; perlu ada pendidikan dan
pengembangan pada pegawai secara ilmiah ; perlu kerjasama yang intim (
prinsip management ilmiah Taylor )antara pegawai dan atasan Kemudian
disempurnakan oleh Fayol (POCCC ) dan Gullick dan Urwick ( Posdcorb)

9
 Paradigma III: Administrasi Negara Sebagai Ilmu Politik (1950-1970)
Prinsip Managemen Menurut HERBERT SIMON ( The Poverb
Administration ) ilmiah POSDCORB tidak menjelaskan makna “ Public”
dari “public Administration “ menurut Simon bahwa POSDCORB tidak
menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh administrator publik
terutama dalam decision making. Kritik Simon ini kemudian
menghidupkan kembali perdebatan Dikotomi administrasi dan Politik
Kemudian muncullah pendapat Morstein-Mark ( element Of Public
Administration yang kemudian kembali Mempertanyakan pemisahan
politik dan ekonomi sebagai suatu hal yang tidak realistik dan tidak
mungkin.
Kesimpulannya Secara singkat dapat dipahami bahwa fase Paradigma ini
menerapkan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan
konseptual antara administrasi saat Itu, karena hal itulah administrasi
pulang kembali menemui induk ilmunya yaitu Ilmu Politik, akibatnya
terjadilah perubahan dan pembaruan Locusnya yakni birokrasi
pemerintahan akan tetapi konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan
untuk merumuskan bidang ini dalam hubungannya dengan focus
keahliannya yang esensial. Terdapat perkembangan baru yang dicatat pada
fase ini yaitu timbulnya studi perbandingan dan pembangunan administrasi
sebagi bagian dari Administrasi negara.
 Paradigma IV: Administrasi Negara Sebagai Administrasi (1956-
1970)
Istilah Administrative Science digunakan dalam paradigma IV ini untuk
menunjukkan isi dan focus pembicaraan, sebagai suatu paradigma pada
fase ini Ilmu Administrasi hanya menekankan pada focus tetapi tidak pada
locusnya, ia menawarkan teknik-teknik yang memerlukan keahlian dan
spesialisasi, pengembangan paradigma ke-4 ini bukannya tanpa hambatan,
banyak persoalan yang harus dijawab seperti misal adalah apakah jika
fokus tunggal telah dipilih oleh administrasi negara yakni ilmu

10
administrasi, apakah ia berhak bicara tentang public (negara) dalam
administrasi tersebut dan banyak persoalan lainnya.
 Paradigma V: Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara
(1970)
Pemikiran Herbert Simon tentang perlunya dua aspek yang perlu
dikembangkan dalam disiplin Administrasi Negara:
1. Ahli Administrasi Negara meminati pengembangan suatu ilmu
Administrasi Negara yang murni.
2. Satu kelompok yang lebih besar meminati persoalan-persolan
mengenai Kebijaksanaan publik.
Administrasi publik mulai merambah pada teori organisasi, ilmu
kebijakan (policy science) dan ekonomi politik. Pada periode ini,
public affair. mulai bermunculan (Pasolong, 2010 : 30). Focus dari
administrasi pada paradigma ini adalah teori organisasi, sedangkan
locusnya masalah kepentingan publik (T. Keban, 2008:33). Pada
paradigma ini dapat diinterpretasikan bahwa publicness dalam
administrasi publik mulai diperhatikan. Dalam paradigma ini ilmu,
admnistarasi publik (negara) mula menemukan jati dirinya. Adanya
teori bahwa admnistrasi negara merupakan ilmu kebijakan menjadikan
ilmu admnistrasi publik (negara) menjadi lebih dinamis. Admnistrasi
negara tidak lagi hanya berbicara tatanan birokrasi, tetapi lebih kepada
pelayanan publik melalui kebijakan. Serta mulai melibatkan teori
ekonomi untuk mewujudkan kebijakan publik (policy science).

b) New Public Administration


Paradigma ini berkembang tahun 1970an. Paradigma Administrasi Negara
Baru (New Public Administration) muncul dari perdebatan hangat tentang
kedudukan administrasi negara sebagai disiplin ilmu maupun profesi.
Dwight Waldo menganggap administrasi negara berada dalam posisi
revolusi ( a time of revolution) sehingga mengundang para pakar ilmu
administrasi negara dalam suatu konferensi yang menghasilkan kumpulan

11
makalah ”Toward a New Public Administration : The Minnowbrook
Perspective” (1971). Tujuan konferensi ini adalah mengidentifikasi apa
saja yang relevan dengan administrasi negara dan bagaimana disiplin
administrasi negara harus menyesuaikan dengan tantangan tahun 1970an.
Salah satu artikel dalam kumpulan makalah ini adalah karya George
Frederickson berjudul ”The New Public Administration”.
Paradigma New Public Administration pada dasarnya mengkritisi
paradigma administrasi lama atau klasik yang terlalu menekankan pada
parameter ekonomi. Menurut paradigma Administrasi Negara Baru,
kinerja administrasi publik tidak hanya dinilai dari pencapaian nilai
ekonomi ,efisiensi, dan efektivitas ,tapi juga pada nilai “social equity”
(disebut sebagai pilar ketiga setelah nilai efisiensi dan efektivitas).
Implikasi dari komitmen pada ”social equity”, maka administrator publik
harus menjadi ’proactive administrator’ bukan sekedar birokrat yang
apolitis.
Fokus dari Administrasi Negara Baru meliputi usaha untuk membuat
organisasi publik mampu mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara
maksimal yang dilaksanakan dengan pengembangan sistem desentralisasi
dan organisasi demokratis yang responsif dan partisipatif, serta dapat
memberikan pelayanan publik secara merata. Karena administrasi negara
mempunyai komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan (social equity), maka Frederickson menolak pandangan bahwa
administrator dan teori-teori administrasi negara harus netral dan bebas
nilai.
Dalam Administrasi tradisional, lebih tanggap terhadap kekuasaan
kelompok yang dominan dalam masyarakat, namun tidak tanggap terhadap
kekuatan di luar struktur kekuasaan yang ada di setiap jenjang
pemerintahan. Tidak peduli terhadap tujuan atau konsekuensi dari
kekuasaan, administrasi tradisional hanya tanggap kepada mereka yang
mampu memonopoli kekuasaan. Kurangnya etika birokrasi, lembaga
negara melaksanakan hukum untuk menjamin kelangsungan hidup mereka

12
sendiri. Konflik tentang kesadaran dan dilema moral hanya dipandang
sebagai persoalan eksternal dan menghalangi efisiensi dalam pelaksanaan
kebijakan publik. Hasil akhirnya berupa keterasingan dengan berbagai
institusi yang dominan dalam masyarakat.
Administrasi negara tradisional memusatkan perhatiannya pada
institusi organisasi. Ia menganggap bahwa kebaikan bagi seluruh manusia
akan ditentukan oleh kebaikan dari struktur organisasi. Administrasi
negara baru lebih menaruh perhatian pada manusia itu sendiri dan
menganggap bahwa persyaratan akan kebaikan dirinya harus menjadi
penentu dan akhirnya membentuk seluruh institusi organisasi yang
dipandang harus melayani dirinya.
Administrasi negara baru tidak hanya menolak survival
administrasi sebagai sebuah panduan moral bagi pembuatan keputusan,
tetapi bentuk bentuk baru organisasi harus dirancang sekaligus di
dalamnya dengan karakter yang bersifat merusaknya sendiri dari dalam
(self-destructive). Dalam persoalan ini, fleksibilitas yang maksimum
dalam organisasi administrasi akan lebih dijamin. Keberanian mengambil
resiko (risk taking) daripada pengunaan hukuman seperti dalam
administrasi tradisional ditumbuhkan dengan organisasi yang bersifat
disposible. Konsekuensinya, kegagalan dari sebuah respons pola
organisasi terhadap kebutuhan masyarakat tidak bersifat catastropic, tetapi
hanya suatu kejadian bagi pengujian atas strategi alternatif bagi suatu
tindakan.
Dominannya emosi dan institusi atas logika dan rasionalisme
menjajikan adanya perpauan pola-pola organisasi yang tidak lagi bersifat
ortodoks dan nonsimetris yang tak teruji efektifitasnya akan ditentukan oleh
hubungannya dengan sejumlah besar variabel lingkungan yang saling
berinteraksi. Akhirnya sekelompok administrator baru memusatkan
harapannya bagi adanya suatu revitalisasi studi fenomena eksistensialis
sebagai puncak dari filsafat relativisme.

13
c) New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan
manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen
tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model
manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.
Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana, tetapi
perubahan besar yang telah mengubah peran pemerintah terutama dalam
hal hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Paradigma baru yang
muncul dalam manajemen sector publik tersebut adalah pendekatan New
Public Management (NPM).
New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua
orang, bagi sementara orang, NPM adalah suatu system manajemen
desentral dengan perangkat-perangkat manajemen baru seperti controlling,
benchmarking dan lean management, bagi yang lain, NPM dipahami
sebagai privatisasi sejauh mungkin atas aktivitas pemerintah. Sebagian
besar ahli membedakan antara pendekatan manajemen sebagai perangkat
baru pengendalian pemerintah dan pendekatan persaingan sebagai
deregulasi secara maksimal serta penciptaan persaingan pada penyediaan
layanan pemerintah kepada masyarakat. Jika disimpulkan, NPM memiliki
ciri-ciri berikut: pertama pengendalian yang berorientasi pada persaingan
dengan cara pemisahan wewenang antara pihak yang memberi dana dan
pihak pelaksana tugas; kedua memfokuskan pada efektifitas, efisiensi dan
mutu pelaksanaan tugas; ketiga pemisahan manajemen strategis apa dari
manajemen operasional bagaimana, keempat dalam pemberian order dan
anggaran umum, pelaksana order pemerintah dan swasta diperlakukan
sama, kelima Adanya upaya meningkatkan inovasi yang terarah (sebagai
bagian dari order kerja) karena adanya pendelegasian (bukan hanya
desentralisasi) manajemen opersional.
Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma
baru tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah,

14
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan
biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
NPM merupakan teori manajemen publik yang beranggapan bahwa
praktik manajemen sektor swasta adalah lebih baik dibandingkan dengan
praktik manajemen pada sektor publik. Oleh karena itu,
untuk memperbaiki kinerja sektor publik perlu diadopsi beberapa praktik
dan teknik manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam
organisasi sektor publik, seperti pengadopsian mekanisme pasar,
kompetisi tender (Compulsory Competitive TenderingCCT),
danprivatisasi perusahaan-perusahaan publik (Hughes, 1998; Jackson,
1995; Broadbent &Guthrie, 1992). Penerapan konsep New Public
Management telah menyebabkan terjadi perubahan manajemen sektor
publik yang drastis dari sistem manajemen tradisional yangkaku,
birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang
fleksibel danlebih mengakomodasi pasar. Penerapan konsep NPM dapat
dipandang sebagai suatu bentuk modernisasi atau reformasi manajemen
dan administrasi publik, depolitisasi kekuasaan, ataudesentralisasi
wewenang yang mendorong demokrasi. Perubahan tersebut juga
telahmengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara
pemerintah denganmasyarakat (Hughes, 1998). Beberapa pihak meyakini
bahwa paradigma New Public Management merupakan sebuah fenomena
internasional sebagai bagian dari proses global. Konsep NPM begitu cepat
mempengaruhi praktik manajemen publik di berbagai Negara sehingga
membentuk sebuah gerakan yang mendunia.
Terdapat sejumlah prinsip dasar dari NPM berdasarkan pendapat dari
sejumlah ahli sebagaimana uraian berikut (Hoods 1991, 3-19 dan Owens
1998 dalam Oluwu, 2002,3-4; serta Borins and Warrington 1996, 1 dalam
Samaratunge and Bennington, 2002,89):

15
 Penanganan oleh manajemen profesional.
Artinya, biarlah manajer yang mengelola. Prinsip ini
memperkenalkan akanadanya kebutuhan bagi pengelolaan yang
profesional di tingkat atas, dan manajerprofesional ini harus diberikan
kewenangan yang besar dalam mengelola daripadahanya sekedar menjadi
administrator yang fungsinya hanya mengadministrasikanaturan. Jika
memungkinkan, posisi dari manajer ini harus berdasarkan
kontrak khususnya untuk mampu memberikan jawaban terhadap hasil-
hasil tertentu yangditentukan secara politis. Pola kontrak yang semacam
ini membawa perubahanyang mendasar dalam pengorganisasian
manajemen sumberdaya manusia disektor publik.
 Keberadaan standar dan ukuran kinerja.
Salah satu perangkat penting dalam mengimplementasikan
manajemenprofesional adalah melalui pendefinisian secara jelas terhadap
tujuan, target dan indicator keberhasilan. Lebih disukai dalam bentuk
kuantitatif serta pembenaranberdasarkan akuntabilitas yang lebih besar
terhadap penggunaan sumberdaya.
 Penekanan pada pengawasan keluaran dan manajemen wirausaha.
Hal ini dilakukan melalui mekanisme kinerja dan anggaran
berdasarkan programserta melalui perencanaan jangka panjang dan
penggunaan manajemen stratejik pada organisasi. Manajemen stratejik
memfokuskan pada perubahan tujuan yangharus dicapai oleh organisasi
dalam situasi perubahan lingkungan yang dinamismelalui analisa SWOT.
 Unit yang tidak mengumpul.
Organisasi dibagi kedalam unit-unit korporasi yang terpisah dan
dengan kontrak kinerja yang terpisah dengan tujuan memisahkan
kebijakan dari unit operasional.
 Kompetisi dalam pelayanan publik.
Penerapan prinsip pasar kedalam sektor publik dilakukan melalui
privatisasi,komersialisasi dan tes pasar (tender versus penyediaan oleh
birokrasi). Denganmemisahkan antara penyedia (otoritas legal) dari

16
produksi (transformasi teknisdari input menjadi output), maka rivalitas
dari produsen yang berbeda dapatdigunakan untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan standar.
 Penekanan pada gaya sektor privat dalam praktek manajemen.
Idenya adalah memindahkan etika pelayanan publik dari gaya militer
menjadilebih fleksibel dalam merekrut dan memberikan penghargaan
seperti evaluasikinerja dan gaji yang sesuai kinerja.
 Penekanan yang lebih besar pada disiplin dan penghematan.
Dilakukan melalui pemotongan biaya langsung, peningkatan disiplin
pekerja,pembatasan biaya keluhan serta penggunaan teknologi komunikasi
dan informasi.
 Penekanan terhadap peran dari manajer publik dalam menyediakan
pelayananyang berkualitas tinggi
 Mengadvokasi otonomi manajerial dengan mengurangi pengawasan
peranlembaga pusat
 Tuntutan, pengukuran dan penghargaan terhadap kinerja individu dan
organisasi.
 Menyadari pentingnya penyediaan sumberdaya manusia dan teknologi
yangdibutuhkan manajer dalam memenuhi target kinerjanya.
 Menjaga penerimaan terhadap kompetisi dan wawasan yang terbuka
mengenaibagaiman tujuan publik harus dilaksanakan oleh aparat
pemerintah.
Perspektif baru pemerintahan mendatang menurut Gaebler dan Osborne (1992)
akan ditandai dengan beberapa ciri utama :
1. Pemerintahan Kapitalis ,
maksudnya lebih fokus pada pemberian arahan bukan memproduksi
sendiri aneka pelayanan publik (more steering than rowing). Pemerintah
memang harus menyediakan aneka pelayanan publik, tetapi tidak harus
terlibat dalam proses produksinya. Produksi pelayanan publik dapat
diserahkan kepada pihak swasta atau masyarakat. Produksi pelayanan
publik oleh pemerintah harus dijadikan sebgaia pengecualian dan bukan

17
sebgaia sebuah keharusan. Pemerintah hanyan memproduksi pelayanan
publik yang belum bisa dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat.
2. Pemerintahan milik masyarakat.
Artinya pemerintah lebih banyak memberikan wewenang kepada
masyarakat daripada hanya sekedar melayani.
Artinya pemerintah lebih banyak memberikan wewenang kepada
masyarakat daripada hanya sekedar melayani.
Pemerintah dituntut lebih fokus pada upaya memberi wewenang kepada
masyarakat daripada melayaninya. Melalui pemberian wewenang yang
lebih besar kepada masyarakat ini akan lebih memungkinkan masyarakat
dapat menolong dirinya sendiri.
3. Pemerintah yang kompetitif
Diharapkan dapat menyuntikan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik. Kompetisi merupakan satu-satunya cara untuk
menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan
kompetisi, banyak pelayanan publik yang harus ditingkatkan kualitasnya
tanpa harus memperbesar biaya, perhatian pelayanan pos negara. Akibat
kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan
menjadi relatif semakin cepat dari sebelumnya.
4. Pemerintah yang digerakan oleh misi
Mengubah organisasi yang digerakakn oleh peraturan menjadi organisasi
yang lebih banyak digerakan oleh tujuan yang menjadi misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil bukan masukan.
6. Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan
Artinya memenuhi kebutuhan pelanggan (masyarakat dan swasta) , bukan
birokrasi.
Pemerintah selama ini masih sering salah dalam mengidentifikasikan
pelanggannya. Pemerintah sering menganggaap DPRD dan para pejabat
yang terlibat dalam penyusunan APBD sebagai pelanggan utamanya
sehingga kepentingan masyarakat dan swasta sering dikalahnkan.

18
7. Pemerintah wirausaha untuk memberikan peningkatan pendapatan tidak
sekedar membelanjakan.
Banyak jasa yang dihasilkan pemerintah yang sebenarnya dapat
didayagunakan sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah itu sendiri.
Misalnya, BPPS dan Bappeda dapat menjual informasi tentang pemerintah
daerah kepada berbagai lembaga riset dan swasta yang membutuhkan.
8. Pemerintah yang antisipatif , berupaya lebih mencegah terjadinya suatu
masalah daripada mengobati.
9. Pemerintah yang desentralisasi
Pemerintah yang desentralisasi ini menunjukan suatu perubahan sistem
dari hierarkis struktural menjadi lebih meraih suatu partisipasi dari dalam
organisasi pemerintah itu sendiri maupun di luar organisasi , misalnya
masyarakat.
10. Pemerintah yang berorientasi pada mekanisme pasar (insentif) bukan pada
mekanisme administratif(prosedur dan pemaksaan)
NPM adalah konsep yang menaungi serangkaian makna seperti desain
organisasi dan manajemen, penerapan kelembagaan ekonomi atas manajemen
publik, serta pola-pola pilihan kebijakan. Telah muncul sejumlah debat
seputar makna asli dari NPM ini. Namun, di antara sejumlah perdebatan itu
muncul beberapa kesamaan yang dapat disebut sebagai prinsip dari NPM,
yang meliputi: Penekanan pada manajemen keahlian manajemen
professional dalam mengendalikan organisasi; Standar-standar yang tegas dan
terukur atas performa organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan
indikator-indikator keberhasilannya. Peralihan dari pemanfaatan kendali input
menjadi output, dalam prosedur-prosedur birokrasi, yang kesemuanya diukur
lewat indikator-indikator performa kuantitatif. Peralihan dari system
manajemen tersentral menjadi desentralistik dari unit-unit sektor publik.
Pengenalan pada kompetisi yang lebih besar dalam sektor publik, seperti
penghematan dana dan pencapaian standar tinggi lewat kontrak dan
sejenisnya;

19
Penekanan pada praktek-praktek manajemen bergaya perusahaan
swasta seperti kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan
pernyataan misi; dan Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan
lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit.Penekanan pertama, yaitu
keahlian manajemen professional, mensugestikan top-manager (presiden,
menteri, dirjen) harus mengendalikan organisasi-organisasi publik secara aktif
dengan cara yang lebih bebas dan fleksibel. Top-top manager ini tidak lagi
berlindung atas nama jabatan, tetapi lebih melihat organisasi yang
dipimpinnya sebagai harus bergerak secara leluasa bergantung pada
perkembangan sektor publik itu sendiri. Sebab itu, para top manager harus
punya skill manajerial professional dan diberi keleluasaan dalan memanage
organisasinya sendiri, termasuk merekrut dan member kompensasi pada para
bawahannya. Lalu, penekanan pada aspek orientasi output menghendaki para
staf bekerja sesuai target yang ditetapkan. Ini berbalik dengan OPM yang
berorientasi pada proses yang bercorak rule-governed. Alokasi sumber daya
dan reward atas karyawan diukur lewat performa kerja mereka. Juga, terjadi
evaluasi atas program serta kebijakan dalam NPM ini.
Sebelum berlakunya NPM, output kebijakan memang telah menjadi
titik perhatian dari pemerintah. Namun, perhatian atas output ini tidaklah
sebesar perhatian atas unsure input dan proses. Ini akibat sulitnya pengukuran
keberhasilan suatu output yang juga ditandai lemahnya control demokratis
atas output ini. NPM justru menitikberatkan aspek output dan sebab itu
menghendaki pernyataan yang jernih akan tujuan, target, dan indikator-
indikator keberhasilan.
Konsep anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM)
merupakan isu penting dalam reformasi sektor publik. Konsep ini muncul
karena sistem tradisional yang diterapkan di negara-negara berkembang saat
itu dirasa masih banyak kelemahan antara lain proses anggaran ini masih
terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi, bersifat
tahunan, menerapkan sentralisasi, persetujuan yang sering terlambat, dan
aliran informasi yang tak memadai. Dari situlah muncul konsep anggaran

20
dengan pendekatan NPM yakni untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pada
sistem sebelumnya (sistem tradisional). Konsep NPM memiliki keterkaitan
dengan permasalahan manajemen kinerja sektor publik karena memang fokus
utama konsep ini adalah pada pengukuran kinerja, bukan pada kebijakan
(bpkp, 2007). Konsep ini pada awalnya terjadi di negara-negara maju di
Eropa, akan tetapi pada perkembangannya konsep ini telah menjadi suatu
gerakan global yang mana negara-negara berkembang pun ikut terpengaruh
dari penyebaran konsep ini. Dengan diterapkannya konsep NPM ini, maka
otomatis menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah yakni adanya
tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan
kompetisi tender.
Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan
dengan syarat ada cukup jumlah pendukung “yang kritis” yang menghendaki
reformasi. Para pendukung ini harus berasal dari administrasi (pemda,
pemkot) dan politik; berarti mereka harus seorang birokrat dan politisi. Warga
juga akan setuju dengan penerapan NPM ini karena mereka banyak
mengkritisi kelemahan atau kinerja administrasi yang loyo. Namun demikian,
reformasi ini harus didukung bersama agar warga bisa memberikan tekanan
yang dibutuhkan terhadap politisi dan pihak administrasi untuk menyelesaikan
proses reformasi dengan sukses. Harus jelas bahwa restrukturisasi seperti ini
punya harga, tapi harus disadari pula bahwa penghematan yang dihasilkan
reformasi ini bisa dengan mudah membiayai kembali investasi. Akan tetapi,
sebelum upaya penerapan NPM ini bisa direalisasikan, harus diciptakan dulu
prakondisi, yakni pertama, batasan tanggung jawab antara unit perencana dan
unit pelaksana (politik dan administrasi) dan perangkat sumber daya yang
bersifat desentral.

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemahaman Konsep OPA , NPA dan NPM


1. Old Public Administration
Dalam paradigma OPA, gerakan untuk melakukan perubahan yang lebih
baik telah diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Ia menyarankan agar administrasi
publik harus dipisahkan dari dunia politik (dikotomi politik-administrasi).
Berdasarkan pengalaman Wilson, negara terlalu memberi peluang bagi para
administrator untuk mempratekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia
mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif (politik)
dengan dunia eksekutif, dimana para legislator hanya merumuskan kebijakan dan
para administrator hanya mengeksekusi atau mengimplementasikan kebijakan.
Sosok birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan jiwa atau
semangat bisnis. Wilson menuntut agar para administrator publik selalu
mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat
berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja ketimbang keanggotaan
atau kedudukan dalam suatu partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia
bisnis ini membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan yaitu bahwa
prinsip-prinsip dalam dunia bisnis yang diparkasai oleh Taylor pantas untuk
diperhatikan. Metode keilmuan, menurut Taylor, harus menggeser metode rule of
thumb. Tenaga kerja harus diseleksi, dilatih dan dikembangkan secara ilmiah, dan
didorong untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan
sesuai prinsip-prinsip keilmuan. Dunia telah mengakui kebesaran Taylor dalam
membangun prinsip manajemen yang profesional.
Max Weber, ahli hukum dan sosiologi terkenal, sekaligus filsuf ilmu sosial
yang terkenal , melahirkan adanya suatu konsep birokrasi ideal untuk dijalankan
dalam suatu negara . konsep itu adalah Weber mengemukakan karakteristik-
karakteristik teori birokrasi miliknya, :

22
 Adanya pembagian tugas/tanggung jawab yg jelas dan formal, sehingga
batas-batas otoritas atau peran dari setiap unit organisasi dapat
diketahui dengan jelas dan tegas
 Adanya hierarki tanggung jawab dan wewenang, dimana unit bawahan
dikontrol oleh unit atasan. Mata rantai komando disusun secara resmi,
prosedural, jelas dan tegas
 Pengelolaan kegiatan dan interaksi antara unit-unit organisasi dilakukan
berdasarkan dokumen-dokumen resmi
 Hubungan bersifat impersonal
 Pembagian tugas dan penunjukan jabatan resmi dilakukan berdasarkan
pertimbangan kompetensi teknis
 Para individu dalam birokrasi dituntut bekerja sepenuh waktu (full
time) dan umumnya dalam jangka waktu yang panjang (bahkan
umumnya sampai pensiun)
 Para birokrat atau pengelola birokrasi bertindak atau berperan dengan
harus mengikuti peraturan-peraturan tertentu para birokrat dilindungi
secara hukum, bebas dari tekanan pihak manapun
Birokrasi tidak memihak atau secara politik adalah netral, harus bertindak
secara profesional juga mengajak untuk melaksanakan prinsip-prinsip Taylor.
Menurut Weber, ketika masyarakat berkembang semakin kompleks maka
dibutuhkan atau diperlukan suatu institusi yang rasional yaitu “birokrasi”. Dalam
birokrasi ini diatur perilaku yang tidak saja produktif tetapi juga loyal terhadap
pimpinan dan organisasi. Perilaku yang “impersonal” dan “saklek” harus
diterapkan. Hubungan kekeluargaan, kelompok sosial dan sebagainya tidak
mendapat tempat untuk dipertimbangkan dalam birokrasi. Karenanya, para
anggota organisasi harus ditempatkan berdasarkan kemampuan yang dimiliki,
dikembangkan dan dituntun dengan peraturan yang jelas dalam menjalankan
tugasnya.
Dalam perkembangannya, doktrin OPA di atas menghadapi masalah
(fallacies). Misalnya, Taylor sangat yakin bahwa hanya ada satu cara terbaik (one
best way of doing the task) untuk melakukan tugas, padahal dalam perkembangan

23
jaman terdapat banyak cara lain untuk bekerja terbaik, hasil rekayasa teknologi
dan ilmu pengetahuan (Taylor fallacy). Demikian pula, Wilson cenderung melihat
dunia administrasi publik sebagai kegiatan yang tidak politis, padahal dalam
kenyataannya bersifat politis (Wilson fallacy). Weber yakin sosok organisasi
birokrasi sangat ideal, padahal dalam perkembangannya bisa berubah sifatnya
menjadi sangat kaku, karena tidak ada inovasi dari para karyawannya. bertele-tele
karena sangat struktural hierarkis , dan penuh red-tape atau pemnyimpangan-
penimpangan dalam suatu birokrasi itu sendiri. (Weber fallacy).
Owen E.Hughes (1994), ada 6 alasan munculnya paradigma baru yaitu :
1) Administrasi publik tradisional telah gagal mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien sehingga perlu diubah menuju ke orientasi yang lebih
memusatkan perhatian pada pencapaian hasil(kinerja) dan akuntabilitas;
2) Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik yang
kaku menuju ke kondisi organisasi public, kepegawaian, dan pekerjaan
yang lebih luwes;
3) Perlunya menetapkan tujuan organisasi da pribadi secara jelas dan juga
perlu ditetapkan alat ukur keberhasilan kinerja lewat indicator kinerja;
4) Perlunya para pegawai senior lebih punya komitmen politik pada
pemerintah yang sedang berkuasa daripada bersikap netral atau non
partisan;
5) Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih disesuaikan
dengan tuntutan dan signal pasar; dan
6) Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi pemerintah
dengan melakukan kontrak kerja dengan pihak lain (contracting out) dan
privatisasi.
Meski demikian, dari paradigma OPA ini dapat dipelajari bahwa untuk
membangun birokrasi diperlukan profesionalitas, penerapan aturan dan
standardisasi secara tegas, sikap yang netral dan perilaku yang mendorong
efisiensi dan efektivitas.

24
2. New Public Administration
karakteristik dominan antara pemikiran administrasi negara tradisional dan
administrasi negara baru dapat disarikan pada tabel berikut

No Administrasi negara tradisional Administrasi negara baru


1 Berorientasi “survival” Berorientasi pada “klien”
2 Satu pola administrasi terbaik Pola administrasi
multilevel
3 Berorientasi praktis Berorientasi filosofis
4 Pengukuran kuantifikasi Paham kemanusiaan
5 Penekanan pengalaman Konseptualisasi
6 Rasionalistis Emosi, intuisi, dan
irasionalitas
7 Manusia mengetahui Ketidaktahuan manusia
8 Orienrtasi Manajemen Orientasi Kebijakan
9 Efisiensi Ketidakefisienan
10 Ketepatan Ketidak tepatan
11 Hierarki Nonhierarki
12 Segi Internal organisasi Segi eksternal organisasi
13 Dampak minimal lingkungan Dampak lingkungan
maksimal
14 Tidak bermoral Moralitas
15 Standarisasi Keberagaman
16 Proses-taknis Tujuan-sasaran
17 Nonpartisipatoris Parsipatoris
18 Noninovatif Inovatif
19 Lembaga-program permanen Lembaga- program
temporer

Meskipun kedua pemikiran tersebut dapat dibedakan, tetapi sesungguhnya


tidak ada batas yang jelas dan tegas untuk membedakan pemikiran administrasi

25
tradisional dengan administrasi negara baru. Oleh karena itu, kedua pemikiran ini
lebih tepat diposisikan dalam suatu garis kontinum antara tradisional dan baru (
traditional.new continuum). Sejumlah ahli menekankan pendekatan yang lebih
baru, namun mereka juga menegaskan dengan cermat bahwa kedua pendekatan
yang lebih baru, namun mereka juga menegaskan dengan cermat bahwa kedua
pendekatan ini tidak perlu menjadi Mutually Exclusive. Sejumlah situasi mungkin
yang terbaik di layanioleh bentuk bentuk organisasi tradisional yang hirarkis,
sementara yang lainnya mungkin lebih tepat dengan pola pola organisasi yang
bercorak ‘Bentuk Bebas (Free Form)’. Dalam kenyataannya lembaga lembaga
yang memiliki sejumlah unit unit organisasi disepanjang garis hirarki bersama
unit unti lainnya, melayani klien klien yang berbeda dengan kebutuhan yang
khusus terpolakan di sepanjang garis yang berbeda secara radikal.

3. New Public Management


Pembangunan birokrasi juga dapat dipelajari dari paradigma NPM yang
muncul di Inggris, New Zealand, USA dan Kanada. Istilah management pada
NPM diberikan lantaran istilah ini lebih agresif dari istilah administration
(Vigoda, 2003). Paradigma ini didasarkan pada teori pasar dan budaya bisnis
dalam organisasi publik (Vigoda, 2002). Paradigma tersebut muncul tidak hanya
karena adanya krisis fiskal pada tahun 1970an dan 1980an, tetapi juga karena
adanya keluhan bahwa sektor publik terlalu besar, boros, inefisien, merosotnya
kinerja pelayanan publik, kurangnya perhatian tehadap pengembangan dan
kepuasan kerja pegawai pemerintah (Hope, 2002).
Ketika muncul pertama kali, NPM hanya meliputi lima doktrin, yaitu (1)
penerapan deregulasi pada line management, (2) konversi unit pelayanan publik
menjadi organisasi yang berdiri sendiri, (3) penerapan akuntabilitas berdasarkan
kinerja terutama melalui kontrak, (4) penerapan mekanisme kompetisi seperti
melakukan kontrak keluar, dan (5) memperhatikan mekanisme pasar (Hood,
1991).
Dalam perkembangannya, muncul tujuh doktrin (Osborne & McLaughlin,
2002), delapan doktrin (Martin, 2002), sembilan doktrin (Kasements, 2000), dan

26
bahkan sepuluh doktrin sebagaimana yang disampaikan dalam Reinventing
Government (Gaebler & Osborne, 1992). Beberapa tahun kemudian, muncul lagi
model NPM yang lebih variatif misalnya model efficiency drive, downsizing and
decentralization, in search of excellence dan public service orientation (Ferlie,
et.al., 1996). Berbagai variasi ini memberi kesan bahwa NPM hanyalah
merupakan upaya para ahli dalam memodernisasikan sektor publik (Pollit, 1995).
Dari berbagai doktrin NPM di atas, dapat dipelajari bahwa proses
reformasi birokrasi harus diarahkan pada enam dimensi kunci (Kettl, 2000).
Pertama, menyangkut produktivity yaitu bagaimana pemerintah menghasilkan
lebih banyak hasil dengan biaya yang lebih sedikit; Kedua, marketization, yaitu
bagaimana pemerintah menggunakan insentif bergaya pasar agar melenyapkan
patologi birokrasi; Ketiga, service orientation yaitu bagaimana pemerintah dapat
berhubungan dengan warga masyarakat secara lebih baik agar program-
programnya lebih responsif terhadap kebutuhan warga masyarakat; Keempat,
decentralization yaitu bagaimana pemerintah membuat program yang responsif
dan efektif dengan memindahkan program ke tingkat pemerintahan yang lebih
rendah, atau memindahkan tanggungjawab instansi pemerintah ke para manajer
lapangan yang berhadapan langsung dengan warga masyarakat, atau memberi
kesempatan bagi mereka untuk melakukan adaptasi terhadap kebutuhan warga
masyarakat; Kelima, policy yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kapasitas
kebijakan; dan Keenam, performance accountability yaitu bagaimana pemerintah
memperbaiki kemampuannya untuk memenuhi janjinya.
Hasil nyata dari proses penerapan NPM tersebut mencakup lima aspek,
yaitu : (1) saving, (2) perbaikan proses, (3) perbaikan efisiensi, (4) peningkatan
efektivitas, dan (5) perbaikan sistem administrasi seperti peningkatan kapasitas,
fleksibilitas dan ketahanan. Keberhasilan NPM ini sangat tergantung dari konteks
dan karakteristik negara dan sektor yang ditangani, kemampuan institusi, dan
konteks dari institusi itu sendiri seperti iklim dan ideologi manajemen yang
dianut, sikap terhadap otoritas, hubungan sosial dan kelompok (Ferlie, et.al.,
1996; Flynn, 2002).

27
Dalam perkembangannya, NPM menuai banyak kritikan karena para elit
birokrasi cenderung berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan dirinya
daripada kepentingan umum, dan berkolaborasi untuk mencapainya. Apalagi
dasar NPM adalah teori Public Choice yang sangat didominasi oleh kepentingan
pribadi (self-interest) sehingga konsep seperti public spirit, public service dan
sebagainya terabaikan (Kamensky, 1996 : 251). Hal yang demikian tidak akan
mendorong proses demokrasi. Disamping itu, NPM tidak pernah ditujukan untuk
menangani pemerataan dan masalah keadilan sosial (Harrow, 2000). Munculnya
NPM telah mengancam nilai inti sektor publik yaitu citizen selfgovernance dan
fungsi administrator sebagai servant of public interest (Box, 1999), bahkan kalau
tidak hati-hati, justru akan meningkatkan korupsi dan menciptakan orang miskin
baru (Haque, 2007).
Pelajaran penting yang dapat diambil dari NPM adalah bahwa
pembangunan birokrasi harus memperhatikan mekanisme pasar, mendorong
kompetisi dan kontrak untuk mencapai hasil, harus lebih responsif terhadap
kebutuhan pelanggan, harus lebih bersifat mengarahkan (steering) daripada
menjalankan sendiri (rowing), harus melakukan deregulasi, memberdayakan para
pelaksana agar lebih kreatif, dan menekankan budaya organisasi yang lebih
fleksibel, inovatif, berjiwa wirausaha dan pencapaian hasil ketimbang budaya taat
azas, orientasi pada proses dan input (Rosenblomm & Kravchuck, 2005).
Di Inggris, muncul apa yang disebut joined up thinking and joined up
action (Stewart, et.al., 1999), yang kemudian dikenal dengan paradigma New
Public Service (NPS). Di dalam paradigma ini tidak ada lagi yang menjadi
penonton. Semua jadi pemain atau ikut bermain. Disini pemerintah harus
menjamin hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggungjawabnya kepada
masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. “Citizens
First” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah (Denhardt & Gray,
1998). Isu tentang justice, equity, participation dan juga leadership yang tidak
diperhatikan dalam buku Reinventing Government (Osborne & Gaebler, 1992),
justru harus mendapatkan perhatian utama (Denhardt & Denhardt, 2003).
Paradigma ini sejalan dengan prinsip co-creating yang digagas oleh Prahalad dan

28
Ramaswamy (2004) sebagai sumber energy organisasi di era demokrasi, karena
dapat menjamin hak, kebutuhan dan nilai-nilai warga masyarakat dan bukan
kebutuhan institusi.
Ada 7 (tujuh) prinsip NPS (Denhardt & Denhardt, 2003) yang berbeda dari
OPA dan NPM. Pertama, peran utama dari pelayan publik adalah membantu
warga masyarakat mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang telah
disepakati bersama, daripada mencoba mengontrol atau mengendalikan
masyarakat ke arah yang baru; Kedua, administrator publik harus menciptakan
gagasan kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut sebagai
kepentingan publik; Ketiga, kebijakan dan program yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan responsif melalui
upaya-upaya kolektif dan proses kolaboratif; Keempat, kepentingan publik lebih
merupakan agregasi kepentingan pribadi para individu; Kelima, para pelayan
publik harus memberikan perhatian, tidak semata kepada pasar, tetapi juga pada
aspek hukum dan peraturan perundangan, nilai-nilai masyarakat, norma-norma
politik, standard profesional dan kepentingan warga masyarakat; Keenam,
organisasi publik dan jaringan-jaringan yang terlibatakan lebih sukses dalam
jangka panjang kalau mereka beroperasi melalui proses kolaborasi dan melalui
kepemimpinan yang menghargai semua orang; dan Ketujuh, kepentingan publik
lebih baik dikembangkan oleh pelayan-pelayan publik dan warga masyarakat
yang berkomitmen memberikan kontribusi terhadap masyarakat, daripada oleh
manajer wirausaha yang bertindak seakan-akan uang adalah milik mereka.
Pelajaran penting yang dapat ditimba dari paradigma NPS ini adalah
bahwa birokrasi harus dibangun agar dapat memberi perhatian kepada pelayanan
masyarakat sebagai warga negara (bukan sebagai pelanggan), mengutamakan
kepentingan umum, mengikutsertakan warga masyarakat, berpikir strategis dan
bertindak demokratis, memperhatikan norma, nilai, dan standard yang ada, dan
menghargai masyarakat. Birokrasi harus berubah orientasinya yaitu dari
paradigma constitutionalism ke paradigma communitarianism (Fox & Miller,
1995), atau dari model institution-centric service ke citizen-centric governance
(Prahalad, 2005). Selanjutnya dalam rangka mengimplementasikan paradigma

29
tersebut, perlu diterapkan pola citizen-centered collaborative public management
(Cooper, at.al., 2006), asalkan tidak ada tindakan birokrasi yang memanipulasikan
partisipasi masyarakat (Yang & Callahan, 2007).

3.2 Perbandingan OPA , NPM dan NPS

Element Old Public New Public New Public Service


Administration Management
Dasar Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi,
Epistemologi Beragam pendekatan
Konsep Sesuatu yang Kepentingan Kepentingan
Public Diterjemahkan secara publik publik merupakan
Interest politis dan tercantum Mewakili agregasi hasil dialog nilai-
dalam aturan Kepentingan nilai
individu
Siapa yang Klien dan konstituen Pelanggan Warga negara
dilayani (Clients & (Customers) (Citizens)
Constituents)
Peran Mengayuh Mengarahkan (ber- Melayani
Pemerintah (mendesain tindak sebagai (melakukan
dan melaksanakan katalis untuk negosiasi dan
Kebijakan yang mengembangkan menjadi perantara
terpusat pada tujuan kekuatan pasar) beragam
tunggal dan kepentingan di
ditentukan masyarakat dan
secara politik) membentuk nilai
bersama)
Rasionalitas Rasionalitas sinoptis, Rasionalitas teknis Rasionalitas
dan Manusia dan ekonomis, Strategis atau
Model administratif “economicman” formal,

30
Element Old Public New Public New Public Service
Administration Management
perilaku pengambilan Uji rasionalitas
manusia keputusan yang Berganda (politis,
self-interested Ekonomis, dan
organisasional
Akuntabilitas Menurut hierarkhi Kehendak pasar Banyak dimensi;
administratif yang Akuntabilitas pada
merupakan hasil Nilai, hukum,
keinginan Komunitas, norma
customers Politik,
profesionalisme,
Kepentingan citizen
Diskresi Diskresi terbatas Berjangkauan luas Diskresi diperlukan
Administrasi pada Untuk mencapai Tetapi bertanggung-
Petugas administratif Sasaran jawab dan bila
entrepreneurial terpaksa
Struktur Organisasi birokratis, Organisasi publik Struktur kolaboratif
Organisasi Kewenangan top- terdesentralisasi antara
down kepemimpinan
eksternal dan
internal
Mekanisme Melalui program Melalui Membangun koalisi
Pencapaian yang pembentukan antara agensi publik,
Sasaran diarahkan oleh agen Mekanisme dan non-profit dan
Kebijakan Pemerintah yang ada Struktur intensif swasta

Dasar Gaji dan tunjangan, Semangat Pelayanan kepada


Motivasi disertai perlindungan wirausaha, masyarakat,
Perangkat bagi pegawai negeri Keinginan keinginan untuk

31
Element Old Public New Public New Public Service
Administration Management
dan ideologis memberikan
administrator Untuk mengurangi kontribusi bagi
Ukuran pemerintah masyarakat
Sumber : Denhardt & Denhardt, 2003,

3.3 Penerapan Konsep New Publik Administrasi


Study case yang akan kami angkat disini adalah mengenai penerapan
kebijakan Privatisasi PT.Kereta Api Indonesia yang diambil oleh pemerintah.
seperti yang kita tahu, privatisasi adalah salah satu prinsip yang ada dalam konsep
New Publik Manajement. Definisi Privatisasi ( Menurut UU Nomor 19 Tahun
2003 tentang BUMN ) adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan),
baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,
serta memperluas saham oleh masyarakat.
Privatisasi yang ideal :
 Privatisasi dapat mendatangkan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat
Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu bertahan hidup dan
berkembang di masa depan, mampu menghasilkan keuntungan, dapat
memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat
yang ada disekitarnya.
 Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan
bukan hanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang
menanamkan modalnya ke BUMN tersebut.
 Pada tahun-tahun mendatang, BUMN akan menghadapi persaingan global,
di mana batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki oleh
produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk dengan kualitas
yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif.
 Kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN
untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri.

32
 Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan
teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan
sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan
terus mengembangkan diri, sehingga mampu menghasilkan produk yang
berkualitas, dengan harga yang kompetitif
 Satu hal yang tidak kalah pentingnya, privatisasi BUMN diharapkan dapat
menutup defisit APBN.
Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi
secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas 50%,
maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari
pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor
baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu
menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih
banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada
pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.
Menurut UU 23/2007 tentang perkeretaapian membuka pintu bagi pihak
swasta untuk terlibat bisnis layanan perkeretaapian. UU itu juga menempatkan
pengguna layanan kereta api sebagai konsumen, yaitu orang yang membeli karcis,
bukan lagi rakyat (warga negara) yang butuh layanan kereta api. Ide privatisasi
perkeretapian ini makin nyata dengan keluarnya Perpres No. 83/2011 yang
menegaskan bahwa dalam proses penyelenggaraan prasarana dan sarana
perkeretaapian, PT. KAI tidak boleh lagi menggunakan dana APBN dan APBD.
Artinya, supaya PT. KAI tetap berjalan, ia harus mencari sumber pendanaan itu
melalui fungsi layanan yang dibisniskan.
Disini kita akan mencoba membandingkan sistem pelayanan PT.KAI pada
saat belum di privatisasi dengan model pelayanan yang sudah diprivatisasi.
Seperti yang kita tahu, NPM merupakan suatu konsep yang lebih mengedepankan
teori ekonomi dan prinsip-prinsip ekonomi. artinya, PT KAI tidak lagi selalu
berorientasi pada kepentingan-kepentingan polistis yang terkadang justru
memperburuk kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Contoh yang
paling nyata adalah semakin buruknya kualitas perkeretaapian dari segi

33
kenyamanan. Banyak sampah yang berserakan di dalam kereta serta di sekitar
stasiun. Sekarang setelah di privatisasi , kereta api bersih dari sampah wangi dan
ber ac, karena untuk bagian kebersihan sudah di serahkan ke pihak swasta dan
secara otomatis pemerintah tidak perlu lagi merekrut pegawai baru untuk bagian
itu. Dari segi pelayanan, NPM lebih memandang masyarakat sebagai seorang
pelanggan. Artinya sebagai seorang pelanggan pelayanannya lebih diutamakan.
Bagaimana menciptakan sistem pelayanan yang baik dan sesuai dengan kepuasan
pelanggan. Sistem pelayanan yang diberikan saat ini sangat memudahkan
masyarakat. Misalnya dalam pembelian tiket , terdapat sistem online yang sudah
terhubung dari stasiun satu ke stasiun yang lain, sehingga informasi yang
dibutuhkan sangat mudah di dapat dan diakses. Pembelian tiket dapat dipesan
jauh-jauh hari sebelum hari H sehingga penumpang tidak lagi perlu mengantri
untuk mendapatkan tiket. Setiap penumpang dijamin tidak ada yang berjubel di
dalam kereta karena penumpang akan duduk sesuai dengan tempat duduk yang
tersedia di tiket tersebut. Dari segi keamanan, di dalam satu kereta sudah banyak
polisi khusus kereta api yang selalu siap siaga di dala kereta. Dan yang paling
penting disini adalah peran pemerintah disini adalah untuk mengarahkan saja
tidak untuk memegang kendali penun terhadap BUMN tersebut.
Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak terjadi pro dan kontra dari
adanya privatisasi tersebut karena bila di pegang swasta lebih identik dengan
biaya yang tinggi. Hal tersebut menjadi wajar ketika pelayanan yang baik dan
berkualitas akan diiringi dengan biaya yang lebih tinggi. Namun dalam hal ini,
pemerintah memiliki solusi yang menjadi penengah dari masalah itu, yaitu untuk
kelas ekonomi , tidak ada kenaikan harga yang signifikan , dan untuk kereta kelas
bisnis dan eksekutif terjadi kenaikan tetapi tetap dibantu dan disubsidi oleh
pemerintah.

34
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari dinamika paradigma administrasi yang telah dipaparkan, dapat ditarik
konklusi bahwa perkembangan paradigma akan terus berlanjut karena kebutuhan
dan aspek lebih representatif dan relevan terhadap perkembangan zaman. Setiap
kegagalan dalam implementasi konsep paradigma akan ditindaklanjuti dengan
evaluasi dan kritik untuk memperbaiki paradigma. Selain itu, paradigma juga
disesuaikan dengan ekologi masyarakat untuk dapat mewujudkan administrasi
publik yang ideal dalam memberikan kontribusi pelayanan pada publik.
Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan
sebutanAdministrasi Negara Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan
paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara.
Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu
administrasi negara Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of
Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of
Scientific Management”
Paradigma New Public Administration pada dasarnya mengkritisi
paradigma administrasi lama atau klasik yang terlalu menekankan pada parameter
ekonomi. Menurut paradigma Administrasi Negara Baru, kinerja administrasi
publik tidak hanya dinilai dari pencapaian nilai ekonomi ,efisiensi, dan efektivitas
,tapi juga pada nilai “social equity” (disebut sebagai pilar ketiga setelah nilai
efisiensi dan efektivitas). Implikasi dari komitmen pada ”social equity”, maka
administrator publik harus menjadi ’proactive administrator’ bukan sekedar
birokrat yang apolitis.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan manajemen
sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan
kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang
fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar
perubahan kecil dan sederhana, tetapi perubahan besar yang telah mengubah peran

35
pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dan masyarakat.
Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sector publik tersebut adalah
pendekatan New Public Management (NPM).
Mengenai penerapan kebijakan Privatisasi PT.Kereta Api Indonesia yang
diambil oleh pemerintah. seperti yang kita tahu, privatisasi adalah salah satu
prinsip yang ada dalam konsep New Publik Manajement. Walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak terjadi pro dan kontra dari adanya privatisasi tersebut
karena bila di pegang swasta lebih identik dengan biaya yang tinggi. Hal tersebut
menjadi wajar ketika pelayanan yang baik dan berkualitas akan diiringi dengan
biaya yang lebih tinggi. Namun dalam hal ini, pemerintah memiliki solusi yang
menjadi penengah dari masalah itu, yaitu untuk kelas ekonomi , tidak ada
kenaikan harga yang signifikan , dan untuk kereta kelas bisnis dan eksekutif
terjadi kenaikan tetapi tetap dibantu dan disubsidi oleh pemerintah.

36
DAFTAR PUSTAKA

 Indah mindarti, Leli.2007.Revolusi Adinistrasi Publik,Malang : Bayu


Media Publishing.
 http://birokrazy08.wordpress.com/2010/12/21/administrasi-publik/
 http://ikamullahakmal.blogspot.com/2013/03/teori-dalam-administrasi-
publik-klasik.html
 http://arsipilmu04936.blogspot.com/2012/02/teori-teori-klasik-dan-
neoklasik.html
 http://belajarbersamahannin.wordpress.com/2012/10/21/the-old-public-
adminstration/
 http://id.scribd.com/doc/87630959/Administrasi
 http://www.academia.edu/3019022/Pergeseran_Paradigma_Administrasi_
Publik_Dari_Perilaku_Model_Klasik_dan_Npm_ke_Good_Governance
 http://www.sarjanaku.com/2012/12/perkembangan-administrasi-
publik.html
 http://amonscomputer.blogspot.com/2013/06/tugas-munculnya-new-
public-menejemen.html
 http://id.scribd.com/doc/121751739/Paradigma-Old-Public-Administration
 http://rizawhy.blogspot.com/2011/03/public-management-dan-new-
public.html
 http://fia-ub.blogspot.com/2012/06/perkembangan-dan-penerapan-new-
public.html
 http://nanda-transmisiselulur.blogspot.com/2013/11/contoh-makalah-new-
public-management.html
 http://id.scribd.com/doc/127967155/Artikel-New-Public-Management
 http://jabirical.blogspot.com/2011/04/perbandingan-opa-npm-dan-
nps.html
 http://kholilurrahman.files.wordpress.com/2013/05/beritastasiun.pdf

37

Anda mungkin juga menyukai