DOSEN PENGAMPU
Imran Ramdani, SKM, MM ,CPHR, CHCM
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Nur Hanjani Adha Gumilar
Dedeh Rohaeni
Hesty Handayani
Winda Mulyati
Masrya Zakiah
Windi Yuniarti
Riska Silviani
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
2.1 Pengertian New Pulic Sevice..................................................................3
2.2 Prinsip – Prinsip New Public Service....................................................3
2.3 Teori –Teori Tentang New Public Service...........................................4
2.4 Karakteristik New Public Service..........................................................4
2.5 Dimensi Pengukuran Keberhasilan New Public Service.....................5
2.6 Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia.........................6
2.7 Kendala Dalam Menerapkan New Public Service...............................6
BAB III..................................................................................................................10
1.1 Kesimpulan............................................................................................10
1.2 Saran.......................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari
konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran
masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan
jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi
negaraharus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai
kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus)
terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada
menggunakan one best way perspective.
2.4 Karakteristik New Public Service
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya New Public Service (NPS),
nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam
menganalisis persoalan- persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari
berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki
beberapa karakteristik seperti tabel di bawah ini.
Aspek New Public Service
(NPS)
Dasar teoritis dan Teori demokrasi
fondasi epistimologi
Konsep kepentingan Kepentingan public adalah hasil dialog
publik berbagai nilai
6
Hanya saja banyak permasalahan administrasi yang terjadi di Indonesia antara
lain:
Dalam mengadopsi sistem administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung
diterapkan di sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat
mempengaruhi dengan kuat ketika akan mempraktekkannya. New Publik Service
atau good governance sulit untuk di terapkan di Indonesia, karena budaya
masyarakat Indonesia yang biasa melayani kepentingan penguasa, maka aparatur
yang seharusnya melayani warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta
dilayani, dan masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan atau
kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi
pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya kroonisme/nepotisme, tidak bisa
di pisahkan dalam pelaksanaan administrasi, rasa kekeluargaan di Indonesia
sangat kuat, apabila ada saudara, famili, atau tetangga yang mempunyai
wewenang untuk melakukan proses pengurusan administrasi pemerintahan,
pastilah kita minta bantuannya dan otomatis famili atau keluarga tersebut akan
mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang lainnya.
“Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo)
membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap mental untuk
mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh
pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti
dari reformasi pelayan public menuju New Public Service ini. Ketidakinginan
untuk merubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada
tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidak
dapat terlaksana secara optimal karena belum menyentuh hal yang paling
mendasar yaitu “kultur”. Selama ini reformasi birokrasi hanya menyangkut hal –
hal yang menyangkut kelembagaan, tata laksana, serta sumber daya manusia yang
masih terbatas pada tataran pendidikan dan pelatihan. Sebuah kultur atau budaya
birokrasi dapat dipandang sebagai produk pengalaman antara nalar dan emosi.
Kultur birokrasi hanya dapat tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah
birokratis. Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional
7
yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model mentalitas
birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam implementasi
penerapan New Public Service di Indonesia secara menyeluruh.
Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari
ketidakpuasan daerah dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat,
walaupun hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh,
Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan
kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. Dalam
perkembangannya otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah
(Pilkada) secara langsung, dimana kepala daerah merupakan jabatan politis yang
dicalonkan oleh partai, sehingga unsur politis tidak akan pernah lepas dari corak
dan gaya kepemimpinannya. Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah
sebagai jabatan politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih
mempengaruhi dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa terlihat
setiap ada pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh pergantian
pejabat eselon yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua pejabat diganti,
dengan alasan menempatkan orang yang loyal, dan ini menyebabkan pejabat
eselon juga menjadi mandul, tidak kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak
pada rakyat, karena takut jabatannya di copot. Kemudian bisa di pastikan ada
kesepakatan-kesepakatan politik antara kepala daerah terpilih dengan partai yang
mencalonkannya, minimal pada pembagian proyek-proyek daerah. Dan masih
banyak yang lainnya. Dapat kita simpulkan bahwa permasalahan yang ada di
Indonesia dalam pelaksanaan administrasi publik, secara garis besar adalah
pengaruh budaya lokal yang tidak bisa bertransformasi langsung dengan baik
terhadap konsep-konsep yang kita ambil dari luar, oleh karena itu, kita masih
membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang
lebih baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan
administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa menjadi
dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi administrasi publik belum
8
bisa melepaskan diri dari ranah politik maka kebijakan publik pun tidak akan
pernah lepas dari kepentingan politik.
Sudah jadi rahasia umum kan, kalau etos kerja pegawai pelayanan publik kita
buruk. Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi
pegawai yang berkinerja buruk. Ya, disini kita sedang membicarakan tentang
tidak ramah saat memberikan pelayanan, tidak tepat waktu, lambat, kebanyakan
ngobrol, sering bolos kantor untuk belanja di pasar, dan lain sebagainya.
9
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Administrasi negara adalah ilmu sosial terapan yang muncul
belakangan, tepatnya pada akhir abad ke-19. Administrasi negara dilahirkan
dari induknya ilmu administrasi atau manajemen dan bapak politik. Oleh
karena itu, administrasi negara merupakan disiplin ilmu yang masih muda dan
masih mencari jati diri (state of the art). Dalam rangka pencarian (seeking)
state of the art ilmu administrasi negara banyak bermunculan paradigma
dalam memandang figure administrasi negara. Paradigma tersebut muncul
silih berganti, saling melengkapi, saling mengkritik sehingga menampilkan
sosok ilmu administrasi negara yang dinamis.
Administrasi negara yang sangat erat kaitannya dengan birokrasi
karena birokrasi merupakan bagian dari administrasi negara. Birokrasi
merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil
ataupun publik. Birokrasi mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi
merupakan sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang
dan jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan
negara diimplementasikan. Oleh karenanya paradigma-paradigma yang
berjalan dalam administrasi
negara sangat mempengaruhi sistem prosedur dalam birokrasi, Dalam konteks
ini administrasi negara memiliki tiga cara pandang yaitu Old Public
Administration (OPA), New Public Management (NPM), dan New Public
Service (NPS). Cara pandang yang paling diharapkan pada masa sekarang ini
yang dimana akan mewujudkan good governance dalam birokrasi adalah cara
pandang New Public Service. New Public Service adalah paradigma yang
berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan
antara nilai-nilai yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan
masyarakat. Sistem nilai dalam masyarakat adalah dinamis sehingga
membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan adanya New
10
Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan mampu
menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan
serta juga dalam kehidupan masyarakat layaknya.
1.2 Saran
Paradigma New Public Service pada konteksnya jika dilaksanakan
sesuai dengan prinsip atau karakteristiknya tentu akan menjadi paradigma
yang sangat mapan untuk memberikan pelayanan dari birokrasi kepada
masyarakat. Namun tetap juga tidak bisa terlepas dari hal-hal yang tidak
diharapkan di mana masih banyak ditemui praktek-praktek penyimpang dari
prinsip New Public Service. Oleh karenanya yang menjadi saran kami yaitu
yang pertama kepada para pejabat birokrasi itu sendiri kiranya tetaplah
berorientasi kepada tujuan awal ketika ia bekerja sebagai birokrat yaitu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat guna pemenuhan
kebutuhannya dan bukan sebaliknya yaitu melakukan praktek- praktek yang
merugikan masrayakat dan negara itu sendiri.
Mengenai yang kedua yaitu saran kepada kita sebagai warga negara
kiranya memiliki partisipasi aktif terhadap pelayanan yang kita dapatkan serta
tetap berintegritas kepada prosedur-prosedur administrasi yang sebagaimana
semestinya untuk kita taati dan tidak memberikan peluang kepada pejabat
pemerintahan untuk melakukan praktek penyimpangan sehingga sistem
birokrasi di negara kita dapat lebih baik lagi untuk masa-masa ke depannya.
11