Anda di halaman 1dari 13

Makalah

PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE

DOSEN PENGAMPU
Imran Ramdani, SKM, MM ,CPHR, CHCM

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Nur Hanjani Adha Gumilar
Dedeh Rohaeni
Hesty Handayani
Winda Mulyati
Masrya Zakiah
Windi Yuniarti
Riska Silviani

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BAGASASI


2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
2.1 Pengertian New Pulic Sevice..................................................................3
2.2 Prinsip – Prinsip New Public Service....................................................3
2.3 Teori –Teori Tentang New Public Service...........................................4
2.4 Karakteristik New Public Service..........................................................4
2.5 Dimensi Pengukuran Keberhasilan New Public Service.....................5
2.6 Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia.........................6
2.7 Kendala Dalam Menerapkan New Public Service...............................6
BAB III..................................................................................................................10
1.1 Kesimpulan............................................................................................10
1.2 Saran.......................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Administrasi negara adalah ilmu sosial terapan yang muncul
belakangan, tepatnya pada akhir abad ke-19. Administrasi negara dilahirkan
dari induknya ilmu administrasi atau manajemen dan bapak politik. Oleh
karena itu, administrasi negara merupakan disiplin ilmu yang masih muda dan
masih mencari jati diri (state of the art). Dalam rangka pencarian (seeking)
state of the art ilmu administrasi negara banyak bermunculan paradigma
dalam memandang figure administrasi negara. Paradigma tersebut muncul
silih berganti, saling melengkapi, saling mengkritik sehingga menampilkan
sosok ilmu administrasi negara yang dinamis.
Administrasi negara yang sangat erat kaitannya dengan birokrasi
karena birokrasi merupakan bagian dari administrasi negara. Birokrasi
merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil
ataupun publik. Birokrasi mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi
merupakan sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang
dan jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan
negara diimplementasikan. Oleh karenanya paradigma-paradigma yang
berjalan dalam administrasi
Adminitrasi negara sangat mempengaruhi sistem prosedur dalam
birokrasi, Dalam konteks ini administrasi negara memiliki tiga cara pandang
yaitu Old Public Administration (OPA), New Public Management (NPM),
dan New Public Service (NPS). Cara pandang yang paling diharapkan pada
masa sekarang ini yang dimana akan mewujudkan good governance dalam
birokrasi adalah cara pandang New Public Service. New Public Service
adalah paradigma yang berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Peran dari pemerintah
1
adalah mengolaborasikan antara nilai-nilai yang ada sehingga kongruen dan
sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem nilai dalam masyarakat adalah dinamis
sehingga membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan
adanya New Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan
mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga
pemerintahan serta juga dalam kehidupan masyarakat layaknya.
Ilmu Administrasi Publik dalam hal ini mengalami beberapa kali
pergeseran paradigma yang berawal dari paradigma Old Public
Administration (OPA) sekitar tahun 1885/1887 sampai
1980an akhir, New Public Management (NPM) yang berkembang
pada akhir 1980an sampai pertengahan 1990an dan juga New Public Service
(NPS) yang berkembang sejak pertengahan tahun 1990an hingga sekarang.
Indonesia dalam hal ini juga tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh
perkembangan
Paradigma administrasi publik yang terjadi. Pengaruh paradigma ini
sangat kuat tertanam sampai pada posisi pemerintahan di tingkat lokal, yang
juga mempengaruhi bagaimana hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat yang dilayaninya dan juga antara pemerintah
dengan para politisi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini
adalah “.Bagaimana paradigma new public service dalam administrasi
publik?”

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui konsep dasar dan karakteristik paradigma new public
service

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian New Pulic Sevice


New Public Service (NPS) ditunjukkan dengan keterlibatan aktor lain
di luar pemerintah seperti masyarakat dan dunia usaha dalam kedudukan yang
sama. Sedangkan, praktik birokrasi weberian tetap diterapkan dalam
mengelola pelayanan yang strategis dan terkait kedaulatan negara.
Dalam konsep NPS warga negaraa atau masyarakat pengguna layanan
publik bukan sebagai pelanggan (customer) yang dipuaskan saja tetapi
administrasi negara berupaya untuk memberikan hak warga negara dalam
mendapatkan pelayanan publik. NPS memandang penting keterlibatan banyak
pemeran dalam menyelenggarakan urusan publik..
2.2 Prinsip – Prinsip New Public Service
Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003)
adalah sebagai berikut:
1. Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not
Customer).
2. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest).
3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value
Citizenship over Entrepreneurship).
4. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act
Democratically).
5. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that
accountability is not Simple).
6. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer).
7. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People,
Not Just Productivity)
2.3 Teori –Teori Tentang NewPublic Service
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan
warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi

3
untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari
konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran
masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan
jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi
negaraharus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai
kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus)
terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada
menggunakan one best way perspective.
2.4 Karakteristik New Public Service
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya New Public Service (NPS),
nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam
menganalisis persoalan- persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari
berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki
beberapa karakteristik seperti tabel di bawah ini.
Aspek New Public Service
(NPS)
Dasar teoritis dan Teori demokrasi
fondasi epistimologi
Konsep kepentingan Kepentingan public adalah hasil dialog
publik berbagai nilai

Responsivitas Citizen’s (Warga Negara)


birokasi publik
Peran Pemerintah Serving (Melayani)
Akuntabilitas Multiaspek : akuntabilitas hokum, nilai – nilai
komunitas, norma politik, standard profesional
Struktur organisasi Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang
4
berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap Pelayanan publik dengan keinginan melayani
motivasi pegawai dan masyarakat
administrator

2.5 Dimensi Pengukuran Keberhasilan New Public Service


Adapun dimensi Pengukur Keberhasilan dari diterapkannya New
Pulic Service. Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas pelayanan
publik yang minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan
realitas dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif,
transparan, dan akuntabel.. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur
keberhasilan tersebut :
1. Tangable → Menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan,
personil, dan komunikasi.
2. Reability → Kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang
dijanjikan dengan tepat.
3. Responsiveness → Kemauan untuk membantu para provider untuk
bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Competence → Tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtessy → Sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility → Sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.
7. Security → Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari
bahaya dan resiko.
8. Access → Terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan
pendekatan.
9. Communication → Kemampuan pemberi layanan untuk mendengarkan
suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
5
10. Understanding Customer → Melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
2.6 Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia
Dampak penerapan New Public Service di Indonesia juga
memberikan dampak yaitu adanya kesadaran dalam peranan negara yang
sebenarnya. Tidak lagi otoriter maupun masih memilih siapa yang berhak
mendapatkan pelayanan dari Negara. Dalam konteks kekinian praktek
Administrasi Publik di Indonesia telah mengarah pada prinsip-prinsip
paradigma New Public Service. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kebijakan
public yang berpola bottom up, yaitu alur pengambilan keputusan ditetapkan
secara berjenjang mulai dari level struktur yang paling bawah atau
masyarakat, yang kemudian menjadi dasar keputusan struktur teratas. Pada
pola bottom up menunjukkan kecenderungan bahwa pada dasarnya
pemerintah menganggap masyarakat sebagai warga Negara atau pemilik sah
pemerintahan bukan sebagai pelanggan atau pembeli. Pengaruh paradigma
New Public Service ini memberikan wawasan baru bahwa Negara seharusnya
memberikan pelayanan public bagi semua warga Negara. Hal inilah yang
mendorong administrasi publik di Indonesia untuk menerapkan paradigma
tersebut yang menerapkan pelayanan kepada setiap warga negara di Indonesia
serta memberi kemudahan dengan adanya program-program yang
diselenggarakan pemerintah untuk datang memberi pelayanan pada warga
negara yang menjangkau segala pelosok daerah. Dari adanya program-
program tersebut sebagai bukti bahwa paradigma New Public Service telah
memberi pemikiran baru dalam cara memerintah sebuah negara. New Public
Service adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba
menutupi (cover) kelemahan-kelemahan paradigma Old Public
Administration dan New Public Management.
2.7 Kendala Dalam Menerapkan New Public Service
. Permasalahan Administrasi Publik di Indonesia Administrasi publik
dalam perkembangannya di Indonesia telah melalui beberapa tahap, mulai dari
masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, orde baru, dan masa reformasi tahun
1998 sampai dengan sekarang. Sebagai salah satu negara yang ada di dunia
tentunya Indonesia juga merupakan bagian sistem pelaksanaan administrasi
global, yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan kontradiksi dan
saling hubungan antar sesama bangsa di dunia. Dan Indonesia pun saat ini mulai
mengadopsi sistem administrasi dengan paradigma yang palig baru yaitu New
Publik Service.

6
Hanya saja banyak permasalahan administrasi yang terjadi di Indonesia antara
lain:

1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal)

Dalam mengadopsi sistem administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung
diterapkan di sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat
mempengaruhi dengan kuat ketika akan mempraktekkannya. New Publik Service
atau good governance sulit untuk di terapkan di Indonesia, karena budaya
masyarakat Indonesia yang biasa melayani kepentingan penguasa, maka aparatur
yang seharusnya melayani warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta
dilayani, dan masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan atau
kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi
pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya kroonisme/nepotisme, tidak bisa
di pisahkan dalam pelaksanaan administrasi, rasa kekeluargaan di Indonesia
sangat kuat, apabila ada saudara, famili, atau tetangga yang mempunyai
wewenang untuk melakukan proses pengurusan administrasi pemerintahan,
pastilah kita minta bantuannya dan otomatis famili atau keluarga tersebut akan
mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang lainnya.
“Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo)
membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap mental untuk
mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh
pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti
dari reformasi pelayan public menuju New Public Service ini. Ketidakinginan
untuk merubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada
tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidak
dapat terlaksana secara optimal karena belum menyentuh hal yang paling
mendasar yaitu “kultur”. Selama ini reformasi birokrasi hanya menyangkut hal –
hal yang menyangkut kelembagaan, tata laksana, serta sumber daya manusia yang
masih terbatas pada tataran pendidikan dan pelatihan. Sebuah kultur atau budaya
birokrasi dapat dipandang sebagai produk pengalaman antara nalar dan emosi.
Kultur birokrasi hanya dapat tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah
birokratis. Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional

7
yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model mentalitas
birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam implementasi
penerapan New Public Service di Indonesia secara menyeluruh.

2. Politisasi Administrator Daerah

Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari
ketidakpuasan daerah dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat,
walaupun hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh,
Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan
kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. Dalam
perkembangannya otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah
(Pilkada) secara langsung, dimana kepala daerah merupakan jabatan politis yang
dicalonkan oleh partai, sehingga unsur politis tidak akan pernah lepas dari corak
dan gaya kepemimpinannya. Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah
sebagai jabatan politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih
mempengaruhi dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa terlihat
setiap ada pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh pergantian
pejabat eselon yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua pejabat diganti,
dengan alasan menempatkan orang yang loyal, dan ini menyebabkan pejabat
eselon juga menjadi mandul, tidak kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak
pada rakyat, karena takut jabatannya di copot. Kemudian bisa di pastikan ada
kesepakatan-kesepakatan politik antara kepala daerah terpilih dengan partai yang
mencalonkannya, minimal pada pembagian proyek-proyek daerah. Dan masih
banyak yang lainnya. Dapat kita simpulkan bahwa permasalahan yang ada di
Indonesia dalam pelaksanaan administrasi publik, secara garis besar adalah
pengaruh budaya lokal yang tidak bisa bertransformasi langsung dengan baik
terhadap konsep-konsep yang kita ambil dari luar, oleh karena itu, kita masih
membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang
lebih baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan
administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa menjadi
dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi administrasi publik belum

8
bisa melepaskan diri dari ranah politik maka kebijakan publik pun tidak akan
pernah lepas dari kepentingan politik.

3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah

Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi sayangnya, peraturan-


peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta saat mencoba mencari
tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam labirin. Informasi mengenai
kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOP-Standart Operating
Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini sangat penting,
terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis. Misalnya perihal
pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah, Paspor,
atau Surat Nikah. Akibatnya, informasi yang sampai ke masyarakat umum
menjadi terbatas dan terkesan simpang-siur. Banyak masyarakat yang tidak tahu
mengenai prosedur baku (SOP-Standart Operating Procedure) suatu layanan.
Celakanya, hal inlantas dimanfaatkan oleh segelintir oknum tidak bertanggung
jawab atau orang-orang oportunis yang duduk di birokrasi, untuk menjalankan
“aksi”-nya demi keuntungan pribadi.

4. Kinerja Pegawai Rendah

Sudah jadi rahasia umum kan, kalau etos kerja pegawai pelayanan publik kita
buruk. Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi
pegawai yang berkinerja buruk. Ya, disini kita sedang membicarakan tentang
tidak ramah saat memberikan pelayanan, tidak tepat waktu, lambat, kebanyakan
ngobrol, sering bolos kantor untuk belanja di pasar, dan lain sebagainya.

Jadi bagaimana pelayanan publik bisa maksimal kalau pegawai-nya tidak


disipilin, berkinerja rendah, dan tidak takut berbuat kesalahan karena tidak adanya
sanksi yang tegas. Sebagai contoh mudah, soal sering ngaret-nya jam buka pos
pelayanan (apapun itu), yang mengakibatkan antrean panjang. Masyarakat jadi
korban.

9
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Administrasi negara adalah ilmu sosial terapan yang muncul
belakangan, tepatnya pada akhir abad ke-19. Administrasi negara dilahirkan
dari induknya ilmu administrasi atau manajemen dan bapak politik. Oleh
karena itu, administrasi negara merupakan disiplin ilmu yang masih muda dan
masih mencari jati diri (state of the art). Dalam rangka pencarian (seeking)
state of the art ilmu administrasi negara banyak bermunculan paradigma
dalam memandang figure administrasi negara. Paradigma tersebut muncul
silih berganti, saling melengkapi, saling mengkritik sehingga menampilkan
sosok ilmu administrasi negara yang dinamis.
Administrasi negara yang sangat erat kaitannya dengan birokrasi
karena birokrasi merupakan bagian dari administrasi negara. Birokrasi
merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil
ataupun publik. Birokrasi mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi
merupakan sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang
dan jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan
negara diimplementasikan. Oleh karenanya paradigma-paradigma yang
berjalan dalam administrasi
negara sangat mempengaruhi sistem prosedur dalam birokrasi, Dalam konteks
ini administrasi negara memiliki tiga cara pandang yaitu Old Public
Administration (OPA), New Public Management (NPM), dan New Public
Service (NPS). Cara pandang yang paling diharapkan pada masa sekarang ini
yang dimana akan mewujudkan good governance dalam birokrasi adalah cara
pandang New Public Service. New Public Service adalah paradigma yang
berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan
antara nilai-nilai yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan
masyarakat. Sistem nilai dalam masyarakat adalah dinamis sehingga
membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan adanya New
10
Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan mampu
menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan
serta juga dalam kehidupan masyarakat layaknya.
1.2 Saran
Paradigma New Public Service pada konteksnya jika dilaksanakan
sesuai dengan prinsip atau karakteristiknya tentu akan menjadi paradigma
yang sangat mapan untuk memberikan pelayanan dari birokrasi kepada
masyarakat. Namun tetap juga tidak bisa terlepas dari hal-hal yang tidak
diharapkan di mana masih banyak ditemui praktek-praktek penyimpang dari
prinsip New Public Service. Oleh karenanya yang menjadi saran kami yaitu
yang pertama kepada para pejabat birokrasi itu sendiri kiranya tetaplah
berorientasi kepada tujuan awal ketika ia bekerja sebagai birokrat yaitu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat guna pemenuhan
kebutuhannya dan bukan sebaliknya yaitu melakukan praktek- praktek yang
merugikan masrayakat dan negara itu sendiri.
Mengenai yang kedua yaitu saran kepada kita sebagai warga negara
kiranya memiliki partisipasi aktif terhadap pelayanan yang kita dapatkan serta
tetap berintegritas kepada prosedur-prosedur administrasi yang sebagaimana
semestinya untuk kita taati dan tidak memberikan peluang kepada pejabat
pemerintahan untuk melakukan praktek penyimpangan sehingga sistem
birokrasi di negara kita dapat lebih baik lagi untuk masa-masa ke depannya.

11

Anda mungkin juga menyukai