Anda di halaman 1dari 10

BAB I

Pendahuluan

Latar belakang
Paradigma administrasi Negara sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum
dikotomi politik-administrasi. Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik-administrasi
yang terkenal dengan adagium  when political end, administrative begin kurang relevan dengan
perkembangan teori dan praktik administrasi negara. Bahkan sebenarnya, administrasi negara
sudah lama meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu administrasi negara yaitu administrasi
negara sebagai administrasi negara (1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry. Henry
hanya menentukan bahwa paradigma ke-5 dimulai sejak tahun 1970, tetapi ia tidak memberi
batasan sampai berapa lama paradigma ke-5 bertahan. Sejak 1990 sampai saat ini teori dan
konsep administrasi negara sudah berkembang sangat pesat, terutama dengan munculnya
paradigma New Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang kemudian disusul
oleh New Public Service (NPS) pada tahun 2000an.
Administrasi publik dilihat dari perspektif paradigma telah mengalami perkembangan
yang cukup cepat mulai dari klasik hingga kontemporer. Hal ini sesuatu yang wajar, karena
pertama, memang administrasi publik tidak hidup dalam ruang yang hampa (vacum). Kalau
diibaratkan administrasi publik merupakan living organisms (makhluk hidup) yang selalu
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terus berubah agar tetap survive (bertahan hidup) .
Dalam hal ini, berarti teori dan konsep administasi publik selalu menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang berubah agar mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman.
Kedua, memang perkembangan itu sesuatu yang wajar mengingat administrasi publik
merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang memiliki karakteristik dinamis, sehingga sampai
sekarang tetap eksis di tengah persoalan-persoalan masyarakat yang semakin kompleks dan
butuh solusi yang konkret.
Ketiga, administrasi publik merupakan ilmu pengetahuan. Karena sifat ilmu pengetahuan
adalah terbuka, maka ilmu adaministrasi pun selalu terbuka untuk dikontrol, dikritisi dan diuji
kembali oleh siapa pun dengan penemuan-penemuan baru, sehingga benar-benar objektif dan
karena itulah ilmu administrasi publik terus berkembang dari waktu ke waktu.
Dari cara pandang seperti itulah, administrasi publik telah menempatkan pada posisi yang
dinamik. Bahkan dalam arti luas proses pencarian identitas administrasi publik dalam lingkungan
yang demikian hingga kini masih terus berlangsung intens. Hal ini tiada lain, untuk
menempatkan administrasi publik dalam basis yang kuat, baik secara teori maupun praktik. Oleh
karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan administrasi publik sebagai bidang
akademis atau disiplin ilmu dapat ditelusuri melalui serangkaian pergantian paradigma ilmu
administrasi publik itu sendiri.

1
BAB II
Pembahasan

Paradigma Administrasi Publik Klasik (Classic/Old Public Administration)

Menurut Kuhn dalam Miftah Thoha (2014: 170-171) bahwa suatu perkembangan
paradigma itu sebenarnya merupakan suatu pertanda dari kedewasaan ilmu pengetahuan.
Meskipun demikian, ada beberapa sarjana, misalnya William Dunn dan Bahman Fozoumi yang
menyatakan secara terang-terangan ketidaksetujuannya terhadap paradigma semenjak istilah itu
bisa diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Karena itu, sebagian besar sarjana menganggap
administrasi publik keliru dan itu hanya membuang-buang waktu saja. Tetapi, di antara
pandangan para sarjana administrasi publik menyatakan, bahwa administrasi negara tidak
mempunyai dugaan-dugaan yang apriori atau konsekuensi yang normatif dari paham-paham baru
seperti paradigma ini. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kalau administrasi publik ikut-ikutan
membicarakan paradigma. Hal itu amat bermanfaat untuk dijadikan instrumen analisis.
Dalam konteks ini, Kuhn berpendapat bahwa "setiap disiplin ilmu mengalami pasang
surut, perubahan dan perkembangan secara terusmenerus." Karena krisis akan selalu ada dan
menimbulkan suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat, namun pendekatan paradigma yang
ada sudah tidak mampu lagi untuk memecahkan permasalahan secara memuaskan. Demikian
halnya, ilmu administrasi negara dalam perkembangannya mendapatkan tantangan dari luar,
sehingga mengalami beberapa kali krisis atau anomali. Akibatnya, kepercayaan dan kewibawaan
dari cara pandang ilmu administrasi publik tersebut menjadi luntur. Karena itu, orang mulai
mencari cara pandang yang lebih tajam dan sesuai dengan permasalahan yang muncul pada saat
itu, maka kemudian muncul Paradigma baru.
Dalam konteks ini, Nicholas Henry (1988: 32) menyarankan bahwa Paradigma
administrasi negara perlu diketahui, karena dengan demikian seseorang akan mengetahui tempat
bidang administrasi tersebut berada untuk memahami statusnya yang sekarang. Selanjutnya,
dikatakan administrasi negara berkembang sebagai bidang akademis melalui rangkaian
pergantian lima paradigma yang tumpang tindih.
Kemudian, Nicholas Henry(1988: 32) menjelaskan dengan mengacu pada pandangan
Robert T. Golemblewski, bahwa tiap fase dapat dicirikan atas dasar pemilikan lokus ataupun
fokus-nya. Lokus adalah tempat "di mana" bidang itu berada, yaitu mencakup "where of the
field" atau medan/tempat di mana metode tersebut digunakan atau diterapkan. Lokus
administrasi negara biasanya adalah birokrasi pemerintah, meskipun tidak terlalu demikian dan
sering kali lokus tradisional/klasik ini kabur.
Sedangkan fokus adalah kekhususan dari bidang ini. Focus mempersoalkan “what of the
field” atau metode dasar yang digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu persoalan. Satu fokus administrasi negara telah menjadi kajian "prinsip-'
prinsip administrasi" tertentu, tetapi sekali lagi fokus disiplin ini telah berubah sejalan dengan

2
perkembangan paradigma administrasi negara. Sebab itu, Golemblewski menyatakan bahwa
paradigma administrasi negara dapat dimengerti melalui lokus dan fokus-nya. Jadi, dengan
mengamati lokus dan fokusnya, maka seseorang akan lebih mudah memahami dan memilih
masuk ke paradigma yang mana.
Seiring kecenderungan percepatan perubahan lingkungan di abad ke. 21 semakin dinamis
dan bergejolak (turbulence), kompleks, serta adanya kemajuan teknologi-informasi, sistem
ekonomi, politik dan .sosial. Oleh karena itu, administrasi publik melakukan menyesuaikan diri
kembali (reposisi) agar tetap sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat saat ini
(kontemporer). Maka lahir paradigma kontemporer yang gagasannya telah muncul sejak 1970-
an, yaitu (l) Paradigma New Public Administration (NPA); (2) Paradigma New Public
Management (NPM); (3) New Public Service (NPS) ; (4) Good Governance (GG) ; dan (5)
Sound Goverrmce (SG).
Pada penerapannya Old Public Administration (OPA) memiliki kelebihan dan kelemahan
diantaranya. Kelebihan OPA sebagai berikut (1) gaji dan tunjangan kerja (2) kebijakan terpusat
dan tujuan tunggal (3) struktur tersusun secara hierarki, kelemahan OPA sebagai berikut (1)
sesuatu yang diterjemahkan secara politis dan tercantum dalam aturan (2) diskresi kebijakan
terbatas (3) sistemnya kaku.

Paradigma New Public Management (Manajemen Publik Baru)

Christopher Cropper Hood lahir 1947, adalah Professor pemerintahan (government) di


All Souls College, Oxfbrd University dan sekarang menjadi Emeritus Fellow of All Souls. Karya
akademis di Lembaga All Souls College, Oxford University kepentingan politik, pemerintah
eksekutif. Dari 2004-2010 ia adalah direktur ESRC Penelitian Program Layanan Publik:
Kualitas, Kinerja dan Pengiriman. Buku-bukunya termasuk The Limits of Administration (1976),
(The Tools of Government 1983) (diperbarui sebagai Tools of Goverment The Digital Age
(2007) dengan Helen Margetts), The Art of the State (1998 dan 2000) dan A Goverment That
Worked Better and Last Less? (2015, dengan Ruth Dixon). Dia memimpin Dewan Nuffleld di
Partai Kerja Bioetika pada prom medis dan obat-obatan online dari 2008-2010. Dia
mengkhususkan diri dalam Studi pemerintahan, reformasi regulasi dan sektor publik eksekutif
yang telah menulis tentang New Public Management.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas__Kuhn, diakses 8 September 2016)
Christopher Hood adalah orang yang pertama kali menciptakan istilah New Public
Management disingkat NPM pada 1991, yaitu sebagai nama singkatan untuk seperangkat doktrin
administrasi umum mirip yang mendominasi birokrasi agenda reformasi di banyak negara OECD
dari akhir 1970-an. (http://thjodmalastofnu diakses 8 September 2016).
New Public Management adalah kebijakan untuk memodernisasi sektor publik dan
membuat itu lebih efektif. Ide dasar dari NPM adalah bahwa manajemen berorientasi pada pasar
dari sektor publik akan menyebabkan lebih besar efisiensi biaya bagi pemerintah, tanpa efek

3
samping negatif pada tujuan dan pertimbangan lainnya. Ferlie, Ashburner, Fitzgerald, dan
Pettigrew (1996) menggambarkan “New Public Management in Action” sebagai pengenalan ke
pelayanan publik dari “tiga Ms': Market (Pasar), Manager (Manajer), dan Mesurement
(Pengukuran) (http://www.mbabriefcom, diakses 8 September 2016).
Seiring menguatnya liberalisme mulai 1980, model administrasi publik pm-bisnis bangkit
kembali dalam nama baru “The New Public Management”. Di Amerika Serikat, paradigma ini
dipelopori oleh tulisan David Osborne dan Ted Gaebler 'Reinventing Government" dan di
Inggris oleh Ewan Ferlie dan kawan-kawan. Paradigma The New Public Management (NPM)
pada dasarnya mengkritisi peran negara yang gagal dalam menggerakkan roda pembangunan.
Negara yang korup dan birokratis dianggap sebagai salah satu sumber penyebab kegagalan
pembangunan. Untuk menyembuhkan penyakit sektor publik ini solusinya dengan menyuntikkan
semangat wirausaha ke sektor publik.
Tetapi, NPM muncul secara meluas pada 1990-an, khususnya di New Zealand, Australia,
Inggris, dan Amerika Serikat sebagai akibat dari munculnya krisis kesejahteraan negara
Paradigma ini kemudian menyebar secara luas khususnya pada 1990-an disebabkan karena
adanya promosi dari lembaga internasional seperti, Bank Dunia, IMF, Sekretariat Negara
Persemakmuran dan kelompok-kelompok konsultan manajemen.
Pada perkembangannya, pendekatan manajerial modem tersebut memiliki banyak
sebutan. Dalam literatur konsep yang berlabel NPM ditemukan dengan berbagai istilah, yaitu:
 “New Public Administration” (Bellon, 1980) ;
 “The New Science of Organization" (Ramos,1981);
 “New Public Management" (Ferlie,1996);
 “Managerialsm” (Pollit, 1993);
 “New Public Management" (Hood,1991),
 “Post-Bureaucratic Paradigm" (Barzelay, 1992); dan
 “Reinventing Government” (David Osborne and Ted Gaebler, 1992).
Meskipun dalam praktiknya penggunaan istilah tersebut digunakan untuk saling
menggantikan oleh para ahli, namun sebutan istilah “New Public Management" (NPM) yang
paling populer dan kemudian banyak dipakai di kalangan teoretikus maupun praktisi administrasi
publik.
Secara historis, pendekatan manajemen modern di sektor publik ini pada awalnya muncul di
Eropa pada 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi terhadap tidak memadainya model paradigma
Administrasi Publik (PA) tradisional, klasik, atau disebut dengan istilah “Old Public
Administration,” yang selanjutnya disingkat OPA. Secara empirik, memang paradigma OPA
realitasnya telah menunjukkan mengalami kemerosotan di dalam menjalankan peran dan
fungsinya. Karena selain pengelolan birokrasi publik yang struktur organisasi hierarkis
sentralistis, birokratis dan dalam proses, prosedur lamban dan berbelit-belit, inefisiensi, serta
terlalu besar, boros, dan kinerja pelayanan publik rendah, juga dalam praktik dan perilaku dalam
pengelolaan pelayanan publik banyak penyimpangan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme,

4
sehingga OPA banyak dikritik dan eksistensi dipertanyakan lagi, seiring dengan perkembangan
lingkungan yang semakin dinamis dan “turbulensi. ”
Paradigma Old Public Administration (OPA) yang sering digambarkan seperti di atas, yakni
kurang efektif dalam memecahkan masalah dan memberi pelayanan publik, termasuk
membangun warga masyarakatMaka telah melahirkan gerakan untuk melakukan reformasi
manajemen sektor publik. Karena itu, kata administrasi dirasakan kurang agresif, maka
digunakan kata manajemen (bisnis/privat) guna mentransformasi prinsipprinsip bisnis atau
wirausaha ke dalam sektor publik. Salah satu gerakan reformasi sektor publik adalah dengan
munculnya konsep New Public Management (NPM).
Menurut Owen E. Hughes (1994), ada 6 (enam) alasan munculnya paradigma Public
Management, yaitu:
1. Administrasi publik tradisional telah gagal mencapai tujuannya secara efektif dan efisien
sehingga perlu diubah menuju ke orientasi yang lebih memusatkan perhatian pada pencapaian
hasil (kinerja) dan akuntabilitas;
2. Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik yang kaku menuju ke
kondisi organisasi publik, kepegawaian, dan pekerjaan yang lebih luwes;
3. Perlunya menetapkan tujuan organisasi dan pribadi secara jelas dan juga perlu ditetapkan alat
ukur keberhasilan kinerja lewat _ indikator kinerja;
4. Perlunya para pegawai senior lebih punya komitmen politik pada pemerintah yang sedang
berkuasa daripada bersikap netral atau non partisan;
5. Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih disesuaikan dengan tuntutan dan
signal pasar; dan
6. Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi pemerintah dengan melakukan
kontrak kerja dengan pihak lain (contracting out) dan privatisasi.
Konsep NPM adalah konsep yang menunjukkan adanya pergeseran dari model
administrasi publik tradisional/klasik (old public administration) menuju sistem manajemen
publik modern yang berlandaskan pada mekanisme pasar dengan pelaku utama swasta dan
masyarakat. Hal ini berarti mengurangi peran pemerintah, membuka peran swasta, dan
pemerintah lebih berfokus pada kepentingan publik yang luas. Intinya, konsep NPM merupakan
pengadopsian gaya manajemen di sektor swasta (bisnis) ke sektor publik. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa konsep N PM adalah merupakan genealogis dari ideologi neo-liberalisme
karena menganjurkan pelepasan sebagian fungsi-fungsi pemerintahan kepada sektor swasta.
 Tuiuan New Public Management
1, Menurut Rainey (1990), "public management aims to skills and improve skills and improve
accountbility" (Manajemen publik itu ditujukkan untuk meningkatkan tercapainya tujuan sektor
publik (lebih efektif dan efisien), pegawainya lebih berkeahlian dan lebih mampu
mempertanggung jawabkan kinerjanya).

5
2. Menurut Graham & Hays (1991), "public management are concerned with efficiency,
accountability, goal achlevement and dozen of other managerial and technical question"
(Manajemen publik itu bertujuan untuk menjadikan sektor publik lebih efisien, akuntabel, dan
tujuannya tercapai serta lebih mampu menangani berbagai masalah manajerial dan teknis).
Dengan demikian, tujuan New Public Management adalah untuk mengubah administrasi
publik sedemikian rupa sehingga, kalau pun belum bisa menjadi perusahaan, ia bisa lebih
bersifat seperti perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi warga harus sadar
akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan efektif. Tapi, di lain pihak ia tidak
boleh berorientasi pada laba.
 Kritik Terhadap Konsep NPM
Penerapan paradigma NPM sangat sukses di Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru
sehingga “virusnya” mulai menyebar ke negara-negara berkembang. Praktik NPM di Inggris
dengan melakukan privatisasi berdasarkan konsep NPM atau managerialism dari Cristhoper
Hood (1991), sedangkan di Amerika Serikat populer dengan pemerintahan wirausaha
(entrepreneurial government) yang dirancang oleh David Osborne dan Ted Gaebler. Osborne dan
Gaebler menawarkan 10 prinsip pemerintahan yang berjiwa wirausaha, seperti telah
dikemukakan di atas. Tetapi, pelaksanaan NPM bukan tanpa kritik. Laporan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Olowu (2002) yang dikutip oleh Slamet Rosyidi (2008: 7) sebagai
berikut:
1. Adanya gejala universalitas yang eksesif (terlalu luas) dalam penerapan NPM tanpa
memperhatikan variasi budaya dan sektor. Dalam realitanya tidak ada satu pendekatan yang
dapat diterapkan dalam segala situasi.
2. Adanya kecenderungan untuk mengganggu kapasitas negara, khususnya di negara-negara
berkembang ketika negara belum sepenuhnya mapan dalam hal kapasitas kritisnya.
3. Ideologi anti negara yang diperkuat oleh filosofis "rolling back the state" telah menimbulkan
kemerosotan yang serius dalam berbagai pelayanan sosial, disintegrasi jaring pengamanan sosial
yang erat kaitanya dengan hak-hak warga negara demokratik.
4. Di tingkat nasional, berbagai kecenderungan di atas telah meningkatkan antipati, sinisme, dan
alienasi ketika warga negara menyimpulkan bahwa pemerintah mereka tidak lagi peduli atau
kehilangan kendali sementara demokrasi sendiri telah mengalami kepalsuan. Situasi ini
kemudian diikuti dengan ketidakamanan manusia dalam skala luas di dunia, kekerasaan di mana-
mana, kejahatan yang semakin terorganisir, serta kerusakan lingkungan yang cepat.
5. Di tingkat internasional, kesenjangan yang semakin lebar antara negara-negara kaya dan
miskin, negara-negara yang lemah tidak mampu untuk memainkan peran atau mengembangkan
kapasitas mereka untuk berkiprah dalam tata pemerintahan global.
Kritik keras terhadap perspektif NPM datang dari banyak pakar lainnya seperti Wamsley
& Wolf (1996); Box (1998); King & Stivers (1998) Bovaird & Loffler (2003); dan Denhardt &
Denhardt (2003). Mereka memandang bahwa perspektif ini, seperti halnya perspektif old public

6
administration, tidak hanya membawa teknik administrasi baru namun juga seperangkat nilai
tertentu. Masalahnya terletak pada nilai-nilai yang dikedepankan tersebut, seperti efisiensi,
rasionalitas, produktivitas dan bisnis karena dapat bertentangan dengan nilai-nilai kepentingan
publik dan demokrasi. Selanjutnya, paradigma steering rather than rowing ala NPM juga dikritik
oleh Denhardt & Denhardt (2007: 23) sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya
pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya pemerintah memfokuskan usahanya untuk
melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik “kapal”. Jika
pemerintahan dijalankan seperti halnya bisnis dan berperan mengarahkan tujuan pelayanan
publik maka pertanyaannya adalah, siapakah sebenarnya pemilik dari kepentingan publik dan
pelayanan publik? Atas dasar pemikiran tersebut Denhardt & Denhardt memberikan kritik
terhadap perspektif new public management adalah seperti dalam kalimat “in our rush to steer,
perhaps we are forgetting who owns the boat.” (Terburu-buru kami untuk mengarahkan,
mungkin kita melupakan siapa yang memiliki perahu).
Kemudian King, Stivers dalarn Denhardt & Denhardt (2007: 21) mengingatkan kita
bahwa pemerintah itu milik warganya (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers) (lihat juga
Box 1998; Cooper 1991; Feltey, dan O’Neill 1988; Stivers 19994a, 1994b; Thomas
1995).Karena pemilik kepentingan publik yang sebenarnya adalah masyarakat maka
administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan
memberdayakan warga negara melalui pengelolaan organisasi publik dan implementasi
kebijakan publik. Dengan kata lain, warga negara seharusnya ditempatkan di depan dan
penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan serta mengayuh, tetapi lebih pada
bagaimana membangun institusi publik yang didasarkan pada integritas dan responsivitas.
Menurut Denhardt & Denhardt (2007: 24), pada intinya, perspektif baru ini merupakan “a set of
idea about the role of public administration in the governance system that place public service,
democratic governance, and ' civic engagement at the center.” (Seperangkat ide tentang peran
administrasi publik dalam sistem pemerintahan yang menempatkan pelayanan publik,
pemerintahan yang demokratis, dan keterlibatan masyarakat di pusat). Perubahan orientasi
tentang posisi warga negara, nilai yang dikedepankan, dan peran pemerintah ini memunculkan
perspektif baru administrasi publik yang disebut sebagai New Public Service (NPS).

Paradigma New Public Service (Pelayanan Publik Baru)

Dua tokoh dari paradigma ini adalah Prof. Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt.
Profesor Robert B. Denhardt, lahir di Kentucky pada 1942. Dia menerima gelar Ph.D.
Administrasi Publik dari Universitas Kentucky pada 1968. Profesor di School of Public Affairs
di Arizona State University, Tempe, AZ 85287, AS dan Visiting Scholar di Universitas
Delaware. Denhardt adalah Presiden Past President of the American Society for Public. Anggota
Adminnistrasi dari the National Academy of Public Administration. Denhardt telah menerbitkan
enam belas buku, termasuk The New Public Service, Managing Human Behavior in Public and
Non-Profit Organizations, Theories of Public Organization, Public Administration: An Action

7
Orientation, In the Shadow of Organization, The Pursuit of Significance, Executive Leadership
in the Public Service, The Revitalization of the Public Service, and Pollution and Public Policy
Robert B. Denhardt adalah Profesor di School of Public Affairs, Arizona State University,
Tempe, AZ 85287, AS dan Visiting Scholar di Universitas Delaware.
Janet V. Denhardt adalah Professor di the School of Public Affairs at Arizona State
University. Ia pengajar dan peneliti yang berfokus pada teori organisasi, perilaku organisasi, dan
kepemimpinan. Buku terbarunya, The New Public Service, didahului oleh Managing Human
Behavior in Public and Nonprofit Oranization dan Street-Level Leadership: Disereation &
Legitimacy in Front Line Public Service, yang diterbitkan oleh Georgetown University Press.
Oleh karena itu, paradigma NPS dimaksudkan untuk meng-“counter” paradigma
administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini, yakni paradigma New Public
Management (NPM) yang berprinsip “run government like a business” (menjalankan
administrasi negara sebagaimana menggerakkan sektor bisnis) ” atau “market as solution to the
ills in public sector” (pasar sebagai solusi untuk sektor publik yang sakit)." Strategi ini perlu
dijalankan agar birokrasi model lama yang lamban, kaku dan birokratis siap menjawab tantangan
era globalisasi.
Menurut Denhardt dan Denhardt, karena pemilik kepentingan publik yang sebenarnya
adalah masyarakat, maka administrator publik seharusnya memusatkan perhatian pada tanggung
jawab melayani dan memberdayakan warga negara melalui pengelolaan organisasi dan
implementasi kebijakan publik. Perubahan orientasi tentang posisi warga negara, nilai yang
dikedepankan, dan peran pemerintah ini memunculkan perspektif baru administrasi publik yang
disebut sebagai New Public Service.
Perspektif new public service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga
negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga
negara tidak hanya dipandang sebagai persoalan kepentingan pribadi (selfinter‘est) namun juga
melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan
sebagai pemilik pemerintahan (owners of government) dan mampu bertindak secara bersama-
sama untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai
agregasi kepentingan pribadi, melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam
mencari nilai dan kepentingan bersama. Perspektif new public service menghendaki peran
administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk
melayani masyarakat.
Perspektif NPS telah memberikan ruang untuk perubahan dalam memandang apa yang
dimaksud dengan kepentingan masyarakat, perubahan dalam cara bagaimana kepentingan
tersebut diselenggarakan, dan perubahan dalam bagaimana administrator publik menjalankan
tugas memenuhi kepentingan publik. Perspektif ini mengedepankan posisi masyarakat sebagai
warga negara dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan. Perspektif ini membawa upaya
demokratisasi administrasi publik. Pelayanan kepada masyarakat merupakan tugas utama bagi
administrator publik sekaligus fasilitator bagi perumusan kepentingan publik dan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan.

8
 Kritik Terhadap Konsep NPM dari NPS dan Kritik Terhadap Konsep NPS
NPS berusaha untuk mengkritik NPM, tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap NPS
hanyalah kritikan filosofis-ideologis, bukan kritik terhadap pelaksanaan NPM yang gagal di
banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan
Seladia baru serta beberapa negara maju lainnya. Tetapi bagaimana penerapannya di negara
berkembang? Kenyataannya, banyak negara berkembang termasuk Indonesia dan negara miskin,
seperti Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai dengan landasan
ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya negara yang bersangkutan. Akhirnya negara
tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan.
NPS adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba menutupi
kelemahan dari paradigma OPA dan NPM. Tetapi N PS pun memiliki beberapa kelemahan,
yaitu:
a. Pendekatan politik dalam administrasi negara
Secara epistemologis bahwa NPS itu berakar dari filsafat politik tentang demokrasi.
Denhardt & Denhardt menspsesifikasikan menjadi demokrasi kewarganegaraan yang
berorientasi pada kepentingan warga negara secara keseluruhan. Warga negara memiliki hak
penuh memperoleh perhatian dari pemerintah dan berhak melibatkan dalam setiap proses
pemerintahan (politik dan pengambilan kebijakan).
Denhardt & Denhardt berhasil mencari akar mengapa pemerintah harus melayani bukan
mengarahkan, mengapa pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga
negara bukan sebagai pelanggan, tetapi mereka lupa bahwa pemikiran politik telah masuk dalam
upaya pencarian administrasi negarapelayanan publik.
b. Aplikasi NPS masih diragukan
Prinsip NPS belum tentu bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi.
Administrasi negara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum,
ekonomi, militer, dan sosial budaya) sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu tempat,
belum tentu berhasil diterapkan pada tempat lain. Prinsip-prinsip NPS terlalu abstrak dan perlu
dikonkretkan lagi. Prinsip dasar NPS barang kali bisa diterima semua pihak namun bagaimana
prinsip itu bisa diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan.
Lagi pula NPS terlalu memfokuskan pada peran pemerintah dan aspek pelayanan publik.
Padahal urusan pemerintah tidak hanya berkaitan ' dengan pelayanan publik, tetapi juga
bersangkutan dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-
negara maju atau berkembang, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru yang tidak
lagi berkutat pada upaya percepatan pembangunan dan peningkatan pertumbuhan karena negara-
negara tersebut sudah relatif stabil maka pelayanan publik menjadi program prioritas yang
strategis. Namun negara-negara berkembang pelayanan publik mengejar pertumbuhan dan
meningkatkan pembangunan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Irawan Maskudi, Beddy. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi Publik dari Klasik ke
kontemporer. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Thoha, Miftah. 2009. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana.

Website :
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com/2013/06/perbedaan-tiga-perspektif-
administrasi_25.html
https://rdlindotravelmate.blogspot.com/2018/10/opa-npm-dan-nps-paradigma-manajemen.html

10

Anda mungkin juga menyukai