14
Latar Belakang
Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi baru, tetapi berakar dari pendekatan normative,
Woodrow Wilson sebagai penulis “The Study of Administration” ditahun 1887 dalam Shafritz & Hyde
(1997), merupakan vionernya.Di dalam aliran ini yang dibicarakan benar-benar manajemen publik. Wilson
mendesak agar ilmu administrasi publik segera mengarahkan perhatiannya pada orientasi yang dianut
dunia bisnis, perbaikan kualitas personel pada tubuh pemerintah, aspek organisasi dan metode-metode
kepemerintahan. Fokus dari ajaran tersebut adalah melakukan perbaikan fungsi ekskutif dalam tubuh
pemerintahan karena waktu itu dinilai telah berada di luar batas kewajaran sebagai akibat dari merebaknya
gejala korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan mengadopsi prinsip manajemen bisnis.
Wilson meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang mewarnai manajemen
publik sampai sekarang yaitu :
(1) pemerintah sebagai setting utama organisasi, (2) fungsi eksekutif sebagai fokus utama, (3) pencarian
prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi
administrasi, (4) metode perbandingan sebagai suatu metode studi pengembangan bidang administrasi
publik.
Warna manajemen publik dapat dilihat pada masing-masing paradigma, misalnya dalam paradigma
pertama yaitu pemerintah diajak mengembangkan sistem rekrutmen, ujian pegawai, klasifikasi jabatan,
promos, disiplin dan pensiun secara lebih baik. Manajemen sumber daya manusia dan barang/ jasa harus
diupayakan akuntabel agar tujuan negara dapat tercapai, paradigma kedua dikembangkan prinsip-prinsip
manajemen yang diklaim sebagai prinsip-prinsip universal yang dikenal sebagai POSDCORB (Planing,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting), yang merupakan karya
besar Luther Gullick dan Lundall Urwick di tahun 1937. Prinsip-prinsip ini kemudian dikritik dalam karya
“Administrative Behaviour”, yang mengajak para ahli tidak hanya mendasarkan dirinya pada aspek normatif
sebagai diajarkan dalam rasional tetapi harus melihat kenyataan yang terjadi dalam satu fungsi
manajemen yang penting yaitu pembuatan keputusan (decision making). Kritik ini telah memberikan ruang
baik kemunduran pengembangan fungsi manajemen publik waktu itu, karena para ahli politik akhirnya
melihat administrasi publik sekaligus manajemen publik sebagai kegiatan politik, atau lebih merupakan
bagian dari ilmu politik. Paradigma ketiga, karnanya fungsi-fungsi manajenen tidak perlu di ajarkan secara
normatif, atau tidak perlu lagi melihat fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagai sesuatu yang universal.
Paradigma keempat, setelah tidak menyetujui kritikan para ahli ilmu politik, konsep manajemen terus
dikembangkan seperti didirikannya School of Bussines dan administrasi publik serta Journal Administrative
Science Quarterly di Cornell University Amerika Serikat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok bahasan yang dikaji dalam makalah ini, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
efinisi dari Public Management dan New Public Management?
asan-alasan munculnya Public Management?
arakteristik, arah dan tujuan Public Management?
akah tahap-tahap perkembangan Public Management?
akah hubungan antara Management dengan Governance?
nakah penjelasan tentang Teori Public Domain?
nakah penjelasan tentang Teori Pasar?
C. Tujuan
Sejalan dengan perumusan masalah seperti tersebut di atas, maka pengkajian masalah dalam
makalah ini dikandung maksud untuk mencapai tujuan antara lain:
1. Untuk menjelaskan definisi lebih jelas mengenai Public Management.
2. Untuk menjelaskan apa saja alasan munculnya Public Management.
3. Untuk menjelaskan karakteristik, arah dan tujuan Public Management.
4. Untuk menjelaskan tahap-tahap perkembangan Public Management.
5. Untuk menjelaskan hubungan antara Management dan Governence.
6. Untuk menjelaskan tentang Teori Public Domain.
7. Untuk menjelaskan tentang Teori Pasar.
BAB II
ISI
A. Definisi
1. Public Management (Manajemen Publik)
Pada dasarnya public management, yaitu instansi pemerintah. Overman dalam Keban (2004 : 85),
mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”,meskipun sangat dipengaruhi
oleh “scientific management”. Manajemen publik bukanlah “policy analysis’, bukanlah juga administrasi
publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada satu pihak, dan
orientasi politik kebijakan dipihak lain. Public management adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-
aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing,
dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain. Berdasarkaan
pendapat Overman tersebut, OTT, Hyde dan Shafritz (1991:xi), mengemukakan bahw manajemen publik
dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih. Tapi untuk
membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan
sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik mempresentasikan sistem jantung dan sirkulasi
dalam tubuh manusia. Dengan kata manajemen publik merupakan proses menggerakkan SDM dan non
SDM sesuai perintah kebijakan publik.
J. Steven Ott, Albert C. Hyde dan Jay M. Shafritz (1991), berpendapat bahwa dalam tahun
1990an, manajemen publik mengalami masa transisi dengan beberapa isu terpenting yang akan sangat
menantang, yaitu: (1) privatisasi sebagai suatu alternatif bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan
publik, (2) rasionalitas dan akuntabilitas, (3) perencanaan dan kontrol, (4) keuangan dan penganggaran,
dan (5) produktivitas sumber daya manusia. Isu-isu ini telah menantang sekolah atau perguruan tinggi
yang mengajarkan manajemen publik atau administrasi publik untuk menghasilkan calon manajer publik
profesional yang kualitas tinggi, dan penataan sistem manajemen yang lebih baik.
Sedangkan Owen E.Hughes(1994), menyajikan dalam Public Management And Administration ,
bahwa pada awal tahun 1990an kita telah menyaksikan adanya suatu transformasi dalam tubuh sektor
publik di negara-negara maju, yaitu suatu perubahan bentuk administrasi publik dari yang kaku, hierarkhis,
dan birokratis menuju ke bentuk manajemen publik yang lebih fleksibel, dan berbasis pasar. Ini bukanlah
sekedar perubahan kecil tentang gaya manajemen tetapi perubahan mendasar tentang peran pemerintah
dalam masyarakat dan hubungan antara pemerintah dengan warganya. Administrasi publik tradisional
telah dikritik baik secara teoritik maupun praktis sehingga memunculkan paradigma baru yang kemudian
dikenal dengan istilah Public Management And New Public Management.
Doktrin utama Public Management adalah :
1. Fokus utamanya pada aktivitas manajemen, penilaian kinerja dan efisiensi, bukan pada kebijakan;
2. Memecah birokrasi publik ke dalam agensi-agensi (unit-unit) dibawah yang terkait langsung
dengan pemakai pelayanan;
3. Pemanfaatan ‘pasar-semu’ dan ‘kontrak kerja’ untuk menggalakkan persaingan;
4. Pengurangan anggaran pemerintah;
5. Penggunaan gaya manajemen yang lebih menekankan pada sasaran akhir, kontrak jangka pendek,
insentif anggaran, dan kebebasan melaksanakan manajemen.
Berdasarkan hal-hal di atas maka Public Management dapat diartikan sebagai bagian yang sangat
penting dari administrasi publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik
tidak membatasi dirinya hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup
aspek politik, sosial, kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik. Dan Public
Management berkaitan dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik
(pemerintahan) maupun sektor diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit
sector). Organisasi publik melaksanakan kebijakan publik. Public Management memanfaatkan fungsi-
fungsi : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan publik, maka berarti ia memfokuskan diri pada the managerial tools, techniques, knowledges and
skills yang dipakai untuk mengubah kebijakan menjadi pelaksanaan program.
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin
yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.
Orientasi NPM
NPM ini telah mengalami berbagai perubahan orientasi menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan
Pettgrew dalam Keban (2004 : 25), yaitu:
1. Orientasi The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.
2. Orientasi Downsizing and Decentralization yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya
fungsi dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat
dan tepat.
3. Orientasi in Search of Excellence yaitu mengutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Orientasi Public Service yaitu menekankan pada kualitas, misi dan nilai-nilai yang hendak dicapai
organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, kebutuhan dan partisipasi
“user” dan warga masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka menekankan “social learning” dalam
pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara berkesinambungan, partisipasi
masyarakat dan akuntabilitas.
Keenam alasan tersebut di atas, ditambahkan oleh Martin Minogue (2000) dengan menyebut
adanya 3 tekanan yang menyebabkan perlu adanya perubahan paradigma menuju ke Public
management yaitu:
1. Semakin membesarnya anggaran pemerintah
2. Rendahnya mutu kinerja pemerintah
3. Adanya nilai ideologi yang bersifat konfiktif terhadap perubahan paradigma pemerintahan
Adanya gelombang perubahan paradigma pemerintahan itu sendiri merupakan tekanan perubahan
tidak hanya karena ia merupakan perubahan yang fundamental dalam nilai-nilai sector public tetapi juga
karena ia memberikan peluang bagi perumus kebijakan untuk menemukan solusi terhadap tekanan yang
positif (meningkatkan mutu kinerja pemerintah), atau tekanan yang negative ( mereduksi ukuran dan peran
pemerintah).
Sedangkan menurut Owen (1994) :
1. Adanya tekanan yang kuat atas peran sector public
2. Terjadinya perubahan teori ekonomi
3. Adanya pengaruh globalisasi terhadap sector publik
Oleh karena itu “New Public Management” itu merupakan bagian dari strategi yang lebih luas
tentang “Good Governance”.
Teori penyelenggaraan pemerintahan (governance theory) didasarkan atas pandangan
R.A.W.Rhodes,1996 dan G.Stoker,(1998)
Perbedaan Makna Government dan Governance
GOVERNMENT berbeda pemaknaannya dengan GOVERNANCE . Menurut Stoker istilah ’government’
menunjukan pada :
- the formal institutions of state,
- monopoly of legitimate coercive power,
- its ability to make decisions and its capacity to enforce them,
- the formal and institutional processes which operate at the level of the nation state to maintain public order
and facilicate collective action.
Stoker memandang perbedaan government dan governance hanya pada prosesnya (styles of
governing) bukan pada outputnya. Akhirnya Stoker dan pakar yang lainnya setuju untuk menyatakan
bahwa: “Governance itu menunjukan pada pengembangan gaya menjalankan pemerintahan dalam mana
antara sektor publik dan privat telah menjadi kabur. Esensi governance pada fokusnya yaitu mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak lagi tergantung pada bantuan dan sanksi dari pemerintah
“.”Konsep governance lebih tertuju pada kreasi suatu struktur atau tertib yang tidak dapat diimposisikan
keluar tetapi merupakan hasil dari interaksi banyak pihak yang ikut terlibat dalam proses pemerintahan dan
mereka saling mempengaruhi satu sama lain”.(Kooiman dan Vliet,1993).
Rhodes memandang paling tidak ada 6 istilah yang berbeda dalam memberi makna
lonsep governance,yaitu :
- as the minimal state
- as corporate governance
- as the new public management,
- as ‘good governance’
- as a socio-cybernetic system,
- as self-organizing network.
Proposisi V : Governance recognizes the capacity to get things done which does not rest on the power of
government to commandor use its authority. It sees government as able to use new tools and
techniques to steer and guide.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak
perlu semata-mata menggantungkan diri pada arahan, petunjuk dan otoritas pemerintah tetapi juga
kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan teknik pemerintahan dari sektor non-pemerintah untuk
merumuskan , melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan yang baik dan benar.
Kelima proposisi tersebut diatas walaupun mempunyai nilai dan arti yang cukup tinggi namun untuk
bisa diterapkan secara efektif masih perlu diuji tingkat signifikannya.
Ketidak – tepatan Model Manajemen Sector Privat Untuk Mengkaji Manajemen Sector Publik akhir
– akhir ini banyak sekali model-model manajemen sector privat mendominasi pemikiran manajemen sektor
publik. Baik disadari atau tidak ,ada bahayanya mengadopsi sektor privat kedalam sektor manajemen
publik. Ini tidak berarti bahwa manajemen sektor publik tidak bisa belajar dari pengalaman manajemen
sektor privat, dan juga sebaliknya. Kedua belah pihak bisa saling bertukar model, tetapi harus sesuai
dengan tujuan, kondisi dan peran atau tugas masing-masing. Banyak aspek manajemen sektor publik yang
berbeda jauh dengan manajemen sektor privat, (lihat pada tabel perbedaan). Perhatikan pula hal-hal
berikut ini :
a. Stategic Management : Managemen sector privat selalu berada dalam kondisi persaingan yang tinggi.
Oleh karena itu untuk mengahasilkan produk yang bisa mencapai kinerja organisasi secara optimal maka
perlu dicermati terus-menerus faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan kendala yang ada pada
organisasi sector privat tersebut.
b. Marketing and the Customer : Pasar dan kegiatan pemasaran adalah merupakan peran yang cukup kritis
di sector privat, karena menyangkut hubungan antara perusahaan dan pelangganan. Hal ini sama dengan
sector public, yaitu hubungan antara organisasi public dengan mereka yang menggunakan jasa-jasa
pelayanannya yang bertindak sebagai customer
c. The budgetary process : Proses anggaran di sector privat berbeda tajam dengan sector public. Di sector
privat, penetapan anggaran didasarkan pada peramalan proses penjualan. Anggaran adalah merupakan
sarana yang menghubungkan antara pendapatan dan pengeluaran .
d. Public Accountability : sector privat akuntabilitas ada di pasar, sedangkan sector public akuntabilitas lebih
luas dan mendalam yaitu bertnggung jawab pada public secara luas dan partai individu-individu dengan
dimensi yang luas akuntabilitas public dilkukan lewat proses politik guna merespon berbagai suara
masyarakat terhadap tindakan-tindakan apa saja yang diambil oleh para pelaku sector public .
e. Public Demamds Pressure and Protest : sector privat berhubungan dengan public dalam pasar. Bila ia
menghadapi tuntutan, tekanan dan protes dari public maka semuanya ini adalah masalah yang harus
dihadapi mungkin salah satunya adalah dengan “exit” dari pasar sedangkan sektor publik tuntutan, tekanan
dan protes dari publik adalah merupakan suara “voise” yang punya hak yang harus dibina dan harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh aparat pemerintah.
f. Political Process : proses politik adalah merupakan persyaratan dasar bagi manajemen domain public.
Proses politik adalah merupakan sarana bagi penentuan kebutuhan kolektif, sebagai arena perbedaan
politik.
Tujuan, Kondisi, Tujuan, Kondisi, dan Tugas /Peran yang Spesifik bagi Pembuatan Model
Manajemen Domain Publik
a. Purposes of The Public Domain : Domain public adalh merupakan arena dan organisasi bagi upaya
pencapaian tujuan konektif atau era dimana nilai-nilai kolektif hendak diperoleh. Demokrasi adalah
merupakan nilai dasar bagi manajemen domain public. Organisasi public bekerja untuk menyediakan dan
memberikan berbagai pelayanan yang ditentukan oleh pilihan kolektif lewat proses politik.
b. Conditions Which Constitute The Public Domain: keputusan-keputusan dalam domain public diambil lewat
proses politik, seperti misalnya lewat debat, diskusi, tekanan dan protes. Setiap tindakan yang berada
pada tataran domain public harus dapat dipertanggung jawabkan pada public.
c. Task of Government : tugas pemerintah diekspresikan dalam tujuan domain public. Dalam domain public itu
nilai kolektif dibangun lewat debat dan diskusi dalam arena public. Tugas pemerintah untuk pembentukan
hukum dan pemeliharaan ketertiban yang didalamnya diisi dengan warna keadilan.
G. Teori Pasar
Teori pasar muncul sebagai reaksi atas model administrasi publik tradisional yang dinilai
mempunyai banyak kekurangan terutama dengan adanya tantangan agar sector publik lebih mampu
meningkatkan kinerjanya secara efektif dan efisien. Tantangan ini muncul akibat dari peran birokrat
konfensional yang terlalu mementingkan dirinya sendiri(self interest).
Pendekatan pasar terhadap sektor publik yaitu generic management yang kemudian dikenal
dengan nama “the new public management”. Pendekatan ini berasumsi bahwa sekali manajemen tetap
manajemen dimanapun dan pada organisasi apapun hendak dipakai prinsip manajemen itu,yaitu baik di
sector bisnis maupun publik. Misalnya teknik Management By Objective (MBO),Total Quality
Management atau (TQM).
Walaupun demikian ada pula pihak-pihak yang tidak setuju penerapan prinsip bisnis ke sektor
publik, karena karakteristik , tujuan, dan bentuk, aktivitas sector public itu tidak sama dengan sector bisnis
Beberapa asumsi teori pasar terhadap sector public (B.G.Peters , 1995) dalah sebagai berikut :
Struktur
Teori pasar melihat bahwa masalah mendasar yang ada pada struktur sector public tradisional
adalah struktur organisasi yang sangat besar, dan sangat monopolistic serta tidak peka terhadap tuntutan
lingkungan yang berkembang, ditambah lagi dengan aktivitas pelayanan atas public good and services
tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Masalah tersruktur disebabkan karena terlampau
menekankan pada aspek aturan dan otoritas formal yang berlebihan yang otomatis yang berdampak pada
aktivtas organisasi public.
Sehubungan dengan itu maka disarankan perlunya reformasi di sector public dengan
mendesentrllisasikan perumusan dan implementasi kebijakan pada jenjang agensi pemerintahan yang
lebih rendah; atau memanfaatkan organisasi kuasi-privatuntuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan
terutama pada tugas pelayanan atas barang dan jasa public yang marketable. Pemerintah perlu
menciptakan pelbagai organisasiyang secara kompetitif dapat mensuplai barang dan jasa public yang
sama kuantitas dan kualitas bagi masyarakat. Perubahan struktur sector public secara menyeluruh perlu
diikuti dengan perubahan managemen agar dapat meningkatkan kinerja sektor public.
Manajemen
Mutu SDM disektor public harus sama dengan mutu SDM di sector bisnis agar berbagai teknik
manajerial (MBO,TQM, tsb)dapat juga diterapkan.Tetapi hal ini mempunyai implikasi bahwa sektor public
juga harus menerapkan politik penggajian berdasarkan pada merit system : “equal pay for equal work”.Gaji
yang diterimakan kepada pegawai sektor publik harus sama seperti pada sektor privat yang besar kecilnya
didasarkan atas efektifitas kontrak kinerjanya..
Pembuatan Kebijakan
Asumsi ketiga dari teori pasar adalah mengenai bagaimana kebijakan publik itu seyogyanya
dirumuskan,utama yang selama ini disentralisasikan pada birokrat karier di sektor publik. Teori pasar
mengendapi adanya desentralisasi pembuatan kebijakan pada agensi-agensi yang berkarakter di jenjang
bawah yang diberi otonomi untuk membuat kebijakan. Diharapkan agensi di bawah yang berjiwa
‘wirausaha’ itu mampu menangkap signal pasar,mampu melakukan aktivitas yang lebih inovatif dan lebih
berani menanggung resiko,dan perlu adanya birokrasi publik yang lebih mementingkan ‘public interest’
dari pada ‘self interest’.
Tetapi politisasi level bawah diberi kewenangan membuat level bawah untuk diberi kewenangan
membuat kebijakan dinilai oleh beberapa pihak yang menolak sebagai melanggar prinsip merit system.
Selain itu ada masalah lain yang berkaitan dengan posis dan peran warga Negara. Menurut teori pasar
warga Negara adalah merupakan penerima program pemerintah dan public yang secara umu sebagai
konsumen posisi yang memberdayakan adalah warga sebagai konsumen berharap akan memperoleh
pelayana yang baik sebagai mana yang diberikan oleh sector privat sedangkan yang merendahkan adalah
posisi warga Negara sekedar sebagai konsumen.
Kepentingan Publik
Pandangan teori pasar tentang konsep teori public :
1. Pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang murah dan bermutu bagi publiknya
2. Warga Negara harus dipandang sebagai konsumen sekaligus sebagai pembayar pajak yang punya
kewajiban hak .
Teori pasar menghendaki agar sector public dapat memberikan pelayanan yang ramah kepada
pelanggan (customer friendly)
Menurut teori ini individu birokrat itu pada hakekatnya permotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri :
kekuasaan , kekayaan dan kepentingan dirinya yang lain atas biaya agensinya. Teori ini berpandangan
pada hasil akan dicapai dengan baik dalm menyidiakan barang dan jasa public bila melihatkan mekanisme
pasar secar optimal teori pilihan public yang berbasis rasional actor model melihat manusia itu adalah
merupakan mahluk yang cenderung berupa utility maximiser yang sangat egoistic, sellf-regarding and
instrumentain their behavior, choosing how to atc on the basis of the consequences for their personal
welfare pandangan seperti ini jelas bertolak belakang dengan teori tipe ideal dari weber dimana
diasumsikan bahwa birokrasi termotivasi dengan realisasi perannya sebagai service to the state sebagai
abdi Negara pelayan masyarakat yang berjuang untuk kepentingan public(public interest) dan bukan untuk
kepentingan diri sendiri(self interest).
BAB III
KESIMPULAN
Public Management dapat diartikan sebagai bagian yang sangat penting dari administrasi
publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik tidak membatasi dirinya
hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup aspek polotik, sosial,
kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik. Dan Public Management berkaitan
dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik (pemerintahan) maupun sektor
diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit sector).
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin
yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.
Menurut Owen E.Hughes (1994), ada 6 alasan munculnya paradigma Public Management yaitu :
1. Administrasi publik tradisional telah gagal mencapai tujuanynya secara efektif dan efisien sehingga perlu
diubah menuju ke orientasi yang lebih memusatkan perhatian pada pencapaian hasil(kinerja) dan
akuntabilitas;
2. Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik yang kaku menuju ke kondisi organisasi
public, kepegawaian, dan pekerjaan yang lebih luwes;
3. Perlunya menetapkan tujuan organisasi da pribadi secara jelas dan juga perlu ditetapkan alat ukur
keberhasilan kinerja lewat indicator kinerja;
4. Perlunya para pegawai senior lebih punya komitmen politik pada pemerintah yang sedang berkuasa
daripada bersikap netral atau non partisan;
5. Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih disesuaikan dengan tuntutan dan signal pasar;
dan
6. Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi pemerintah dengan melakukan kontrak kerja
dengan pihak lain (contracting out) dan privatisasi.
M.Minougue (2000) menyebut adanya 5 karakteristik utama Public Management, yaitu:
1. A separation of strategic policy from operational management. Public management lebih banyak terkait
dengan tugas-tugas operasional pemerintahaan dari pada peran perumusan kebijakan.
2. A concern with results rather than process and procedure. Public management lebih berkonsentrasi pada
upaya mencapai tujuan daripada upaya berkutat dengan proses dan prosedur.
3. An orientation the needs of customer rather than those of bureaucratic organizations. Public management
lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dari pada kebutuhan birikrasi.
4. A withdrawal from direct service provision in favour of a steering or enabling role. Public management
menghindarkan diri dari berperan memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat sesuai dengan
peran nutamanya memberikan arahan saja atau pemberdayaan kepada masyarakat.
5. A trans formed bureaucratic culture/ A change to entrepreneurial management culture. Public management
mengubah diri dari budaya birokrasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor publik, Public Management diarahkan kegiatannya
pada:
1. Melakukan restrukturisasi sektor publik lewat proses privatisasi.
2. Melakukan restrukturisasi dan merampingkan struktur dinas sipil di pusat.
3. Memperkenalkan nilai-nilai persaingan khususnya lewat pasar internal dan mengkontrakkan pelayanan
public kepada pihak swasta dan intervensi oleh pemerintah.
4. Meningkatkan efisiensi lewat pemeriksaan dan pengukuran kinerja.
Islamy, Irfan. 2003. Dasar-dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik . Malang, Indonesia :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA.
Pasalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Makasar, Indonesia : ALFABETA.
0
Tambahkan komentar
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
OCT
26
Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat telah terjadi penurunan luas lahan
tanaman padi dan peningkatan luas lahan tanaman kelapa sawit. Dapat dikatakan
memang pertanian tanaman pangan berjalan terseok-seok dan lebih banyak
menunjukkan tren menurun. Padahal, dari kondisi geografisnya, di Sumatera Utara
memiliki lahan potensial untuk mengembangkan tanaman pertanian, khususnya
padi. Dari gambaran itu jelas terdapat korelasi antara penurunan luas areal tanaman
padi dan pertambahan luas perkebunan kelapa sawit. Tidak dipungkiri, cerita indah
manisnya penghasilan petani kelapa sawit telah membuat laju konversi lahan
semakin cepat.
Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa
sawit telah menyebabkan perubahan pola tanam petani pangan, khususnya padi.
Kawasan yang dahulunya adalah merupakan areal persawahan berubah menjadi
areal perkebunan kelapa sawit. Pola tanam padi yang tidak serentak akibat dampak
perluasan areal tanaman keras, terutama kelapa sawit membawa resiko bagi petani
yang masih bertahan di tanaman padi. Permasalahan yang mendasar dalam
ketahanan pangan adalah konversi lahan pertanian pangan. Semakin sempitnya
lahan pertanian pangan yang tersedia, maka semakin sulit bagi petani untuk
berproduksi secara optimal. Bagi pemerintah Sumatera Utara, hal ini sangat perlu
diperhatikan. Dari sisi kepemilikan lahan, sekitar 37,64 persen dari rumah tangga
petani di Sumatera Utara yakni 1.262.421 KK hanya memiliki lahan pertanian di
bawah satu hektar atau hanya berkisar 0,5 hektar.
Dampak permasalahan yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya
terhadap kestabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan
sosial yang merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang
menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk
menjamin kehidupan masyarakat di masa depan. Dampak dari kehilangan lahan
pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga
apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan
produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak
stabilnya ketahanan pangan di Sumatera Utara.
Diperkirakan minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling banyak
diproduksi, dikonsumsi dan paling banyak diperdagangkan di dunia. Pengembangan
kelapa sawit di Sumatera Utara, sebagaimana wilayah lainnya di Indonesia
memang, tergantung dari perundang-undangan pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi,
status otonomi daerah dan aspek ketahanan pangan (padi) setidaknya dapat
dijadikan dasar argumentasi untuk menahan laju ekspansi perluasan lahan
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka sudah merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk mengembangkan sektor-sektor
perekonomian yang mempunyai kontribusi dalam pembentukan struktur
perekonomian. Di Kabupaten Labuhanbatu sektor-sektor tersebut antara lain yaitu:
perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, industri dan
perdagangan. Sektor yang paling dominan mewarnai karakteristik perekonomian
Kabupaten Labuhanbatu yaitu perkebunan.
Kondisi umum masyarakat Kabupaten Labuhanbatu relatif sama di mana mata
pencaharian penduduknya sebagian besar adalah sebagai petani tanaman padi.
Namun beberapa tahun terakhir akibat terjadi konversi lahan berubah menjadi petani
kebun kelapa sawit.
Alih fungsi lahan juga mengakibatkan kerugian ekologis bagi sawah di
sekitarnya, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air
limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah
dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh
tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor lainnya. Pertanian tanaman padi
merupakan komoditas yang paling banyak menyediakan lapangan kerja dalam
sektor pertanian.
Di Kabupaten Labuhan batu pada kurun waktu lima tahun terakhir terjadi
penurunan luas lahan pertanian padi dibandingkan dengan luas lahan perkebunan
kelapa sawit rakyat yang mengalami peningkatan.
Indikasi bahwa kesenjangan rata-rata laju pertumbuhan luas lahan tanaman padi
dengan luas lahan tanaman kelapa sawit disebabkan oleh alih fungsi lahan dari
tanaman padi, karena menanam kelapa sawit lebih menguntungkan dari pada
menanam padi.
Saat sekarang ini tanaman kelapa sawit merupakan tanaman andalan di
Kabupaten Labuhanbatu yang memberikan pendapatan masyarakat yang lebih baik
dan terjamin dibandingkan dengan tanaman pertanian lain seperti padi, karet dan
kopi. Oleh karena itu, setiap tahun terjadi alih fungsi lahan pertanian tersebut
menjadi kelapa sawit, khususnya di kalangan petani. Selain alih fungsi lahan, juga
terjadi peralihan sistem pertanian dari tradisional menjadi semi intensif. Peralihan
sistem usaha tani tersebut menyebabkan penggunaan modal dalam sistem
pertanian semakin intensif, karena dalam perkebunan kelapa sawit aktivitas kegiatan
lebih tinggi dibandingkan dengan padi.
Melihat potensi dan fenomena yang ada ini, maka penulis tertarik untuk meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi kepenggunaan
lainnya.
Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat
mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak
dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan
pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang
berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak
dibuat.
Penyebab pertama, kebijakan yang kontradiktif terjadi karena di satu pihak
pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi, tetapi di sisi lain kebijakan
pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor non pertanian lainnya justru mendorong
terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian. Yang kedua, cakupan kebijakan yang
terbatas. Peraturan-peraturan tersebut di atas baru dikenakan terhadap
perusahaanperusahaan / badan hukum yang akan menggunakan tanah dan/atau
akan merubah tanah pertanian ke non pertanian. Perubahan penggunaan tanah
sawah ke non pertanian yang dilakukan secara individual/peorangan belum
tersentuh oleh peraturan-peraturan. Padahal perubahan fungsi lahan yang dilakukan
secara individual secara langsung diperkirakan cukup luas. Kendala konsistensi
perencanaan disebabkan karena Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
dilanjutkan dengan mekanisme pemberian ijin lokasi adalah instrumen utama dalam
pengendalian untuk mencegah terjadinya konversi lahan sawah beririgasi teknis.
Dalam kenyataannya banyak RTRW yang justru merencanakan untuk mengkonversi
tanah sawah beririgasi teknis menjadi non pertanian. Kelemahan lain dalam
peraturan perundangan yang ada yaitu : (i) Objek lahan pertanian yang dilindungi
dari proses konversi ditetapkan berdasarkan kondisi fisik lahan, padahal kondisi fisik
lahan relatif mudah direkayasa, sehingga konversi lahan dapat berlangsung tanpa
melanggar peraturan yang berlaku; (ii) Peraturan yang ada cenderung bersifat
himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, baik besarnya sanksi maupun
penentuan pihak yang dikenai sanksi; (iii) Jika terjadi konversi lahan pertanian yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku sulit ditelusuri lembaga yang paling
bertanggung jawab untuk menindak karena ijin konversi adalah keputusan kolektif
berbagai instansi. (Simatupang dan Irawan, 2002).
Selain itu dua faktor strategis lain adalah pertama, yang sifatnya fundamental
adalah petani sebagai pemilik lahan dan pemain dalam kelembagaan lokal belum
banyak dilibatkan secara aktif dalam berbagai upaya pengendalian alih
fungsi. Kedua, belum terbangunnya komitmen, perbaikan sistem koordinasi, serta
pengembangan kompetensi lembaga-lembaga formal dalam menangani alih fungsi
lahan pertanian. Beberapa kelemahan dan keterbatasan tersebut di atas telah
menyebabkan instrument kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang
selama ini telah disusun tidak dapat menyentuh secara langsung simpul-simpul kritis
yang terjadi di lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Kebijakan Publik
Analisis kebijakan publik merupakan ilmu yang bersifat multidisipliner, banyak
para ahli mendefinisikan istilah analisis kebijakan publik namun substansinya tetap
sama, beberapa diantaranya adalah :
W.N. Dunn, 1994
Analisis kebijakan publik merupakan disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan
multi metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan
informasi yang policy relevan untuk memecahkan masalah kebijakan.
Patton C.V and Sawicki, D.S, 1986
Analisis kebijakan publik adalah proses mengidentifikasikan dan mengevaluasi
alternatif kebijakan atau alternatif program untuk mengatasi atau mencegah masalah
– masalah sosial, ekonomi, dan fisik.
Seringkali kebijakan publik tidak dilaksanakan secara sistematis dan cenderung
reaktif, sehingga kualitas kebijakan sangat rendah dan banyak ditentang
masyarakat. Selain itu, dalam suatu kebijakan masih mengandung kelemahan,
antara lain : (1) Core problem tidak terdefinisi dengan baik ; (2) mengalami kgagalan
karena kondisi politik tidak mendukung ; (3) outcomes kebijakan tidak seperti yang
diharapkan.
Dalam mengevaluasi suatu altenatif kebijakan terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan (S. Effendi, 1990) diantaranya adalah :
a. Franklin Method, adalah suatu metode untuk memilih dan membandingkan
berbagai alternatif dengan cara menginventarisir berbagai alasan positif dan negatif
ataupun dengan melihat konsekuensi masing – masing kebijakan yang telah
diidentifikasi.
b. Paurel Compretion Method, adalah suatu cara memilih dan membandingkan
berbagai alternatif kebijakan secara berpapasan sampai memperoleh alternatif
terakhir.
c. Satisfizing method, adalah cara memilih alternatif kebijakan dengan
mendasarkan apakah altenatif tersebut memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
d. Lexicographic method, adalah suatu cara pemilihan altenatif kebijakan
dengan membandingkan semua alternatif berdasaran kriteria seleksi.
e. Alternatif Non Domain Method, adalah suatu cara membandingkan
alternatif kebijakan, dimana yang paling dominan adalah yang dipilih.
f. Equivalent Alternatif Method. adalah suatu cara memilih alternatif dengan
membandingkan alternatif dengan membuat standar atau kriteria yang sama yang
akan digunakan.
g. Analisis Matrix Method, adalah suatu cara membandingkan alternatif
kebijakan dengan menggunakan matrix.
Dengan menerapkan kriteria tersebut seorang analis dapat merekomendasikan
alternatif kebijakan mana yang paling baik dalam kaitannya dengan pencapaian
tujuan.
Disamping itu, analisis kebijakan publik dapat dilakukan dengan basis Dynamic
Policy Analysis. Menurut Dwiyanto Indiahono (2009) Kebijakan publik berbasis
Dynamic Policy Analysis adalah kebijakan publik yang dirancang dan dikonsepsikan
dengan mendasarkan diri kepada analisis kebijakan yang berani melakukan
pemikiran atas ; desain – desain kebijakan publik yang telah ada; desain – desain
program dan kebijakan yang berhasil dilaksanakan di berbagai daerah domestik
maupun luar negeri ; alternatif kebijakan yang dikembangkan diluar batas peraturan
yang berlaku yang sewaktu – waktu dapat berubah ; alternatif kebijakan yang kreatif
dan adaptif terhadap perubahan lingkungan kebijakan secara cepat dan tepat ;
usaha kebijakan untuk menciptakan karakter birokrasi yang unggul. Analisis
kebijakan berbasis Dynamic Policy Analysis jua mendasarkan diri kepada sinergitas
analisis kebijakan dengan publik, privat dan pemerintah dalam setiap tahap analisis
kebijakan publik. Sinergitas tersebut akan menimbulkan pola dinamis dari proses
analisis kebijakan, sehingga akan menambah kualitas kebijakan yang rasional dan
lebih pro kepada publik.
Alternatif kebijakan I
Pengendalian pemanfaatan lahan sawah yang efektif oleh suatu otoritas.
a. Deskripsi Alternatif Kebijakan
Kebijakan ini bertujuan dalam rangka memenuhi berbagai tujuan kehidupan,
suatu keputusan politik yang mengambil alih atau membatasi kebebasan dalam
mengakses sumber daya dalam suatu wilayah, baik yang berupa collective
pool resources seperti halnya tanah ulayat maupun lahan sawah yang sudah
menjadi milik individu. Sampai saat ini belum ada contoh pengendalian pemanfaatan
lahan sawah yang efektif oleh suatu otoritas Masalahnya bukan terletak pada
integrasi kewenangan karena integrasi kewenangan akan menimbulkan berbagai
permasalahan seperti penyalahgunaan otoritas.
b. Kelebihan Kebijakan ini antara lain:
1. Cocok sebagai peredam risiko usahatani
2. Dapat difokuskan pada lokasi sasaran
c. Kelemahan Kebijakan ini antara lain:
1. Implementasinya agak rumit
2. Secara politis kurang populer
3. Efektif untuk membatasi alih fungsi sistematis
Alternatif Kebijakan II
Kebijakan Harga: Subsidi Input dan Output Kebijakan harga (subsidi) dapat berupa
subsidi input, subsidi harga output, maupun kombinasi dari keduanya.
a. Deskripsi Alternatif Kebijakan
Kebijakan ini bertujuan bahwa subsidi pada hakekatnya adalah kebijakan
distortif yang membutuhkan dukungan anggaran pemerintah dan potensial
menimbulkan inefisiensi ekonomi. Oleh karena itu subsidi menjadi layak secara
ekonomi jika terkait dengan upaya untuk mengoreksi pasar yang distortif agar
menjadi lebih fair. Secara umum subsidi menjadi lebih relevan apabila dikaitkan
dengan upaya untuk mendorong petani mengadopsi teknologi baru atau mendorong
optimalisasi aplikasi input. Kredit bersubsidi dapat dianjurkan dalam kondisi dimana
kendala yang dihadapi petani dalam permodalan sulit dipecahkan melalui pasar
perkreditan formal yang telah ada.
b. Kelebihan Kebijakan ini antara lain:
1. Efeknya cepat
2. Ongkosnya relatif murah
3. Rancang bangun kebijakan lebih sederhana
No ALTERNATIF KEBIJAKAN
1. Menciptakan insentif agar pemilik lahan sawah tetap mempertahankan fungsi
lahan sawahnya sebagai lahan usahatani
2. Menciptakan kondisi disinsentif bagi pihak-pihak lain yang ingin mengalih
fungsikan lahan sawah ke penggunaan lain. Ditempuh melalui pengenaan biaya
sebagai kompensasi terhadap kerugian akibat hilangnya manfaat dari sifat multi
fungsi lahan sawah
Alternatif kebijakan I
Menciptakan insentif agar pemilik lahan sawah tetap mempertahankan fungsi lahan
sawahnya sebagai lahan usahatani
a. Deskripsi Alternatif Kebijakan
Kebijakan ini bertujuan agar bahwa surplus ekonomi (land rent) dari
pemanfaatan lahan untuk aktivitas pertanian adalah lebih rendah – dan selalu
cenderung lebih rendah – dari aktivitas non pertanian. Oleh karena itu, jika
mekanisme alokasi pemanfaatan lahan diserahkan pada mekanisme pasar maka
sangat sulit (hampir mustahil) untuk membatasi kecenderungan alih fungsi lahan
sawah.
b. Kelebihan Kebijakan ini antara lain:
1. Dapat difokuskan pada lokasi sasaran
2. Efektif untuk membatasi alih fungsi sistematis (industri, kompleks perumahan, jalan
tol,dsb.)
3. Efeknya cepat
c. Kelemahan Kebijakan ini antara lain:
1. Memerlukan waktu yang lama untuk merealisasikannya
2. Rancang bangun kebijakan rumit (belum berpengalaman)
Alternatif Kebijakan II
Menciptakan kondisi disinsentif bagi pihak-pihak lain yang ingin mengalih fungsikan
lahan sawah ke penggunaan lain. ditempuh melalui pengenaan biaya sebagai
kompensasi terhadap kerugian akibat hilangnya manfaat dari sifat multi fungsi lahan
sawah.
a. Deskripsi Alternatif Kebijakan
Kebijakan ini bertujuan supaya Instrumen ekonomi yang diarahkan untuk
menciptakan suasana tidak kondusif (disinsentif) bagi pihak-pihak yang ingin
mengalih fungsikan lahan sawah ditempuh melalui pengenaan biaya sebagai
kompensasi terhadap kerugian akibat hilangnya manfaat dari sifat multi fungsi lahan
sawah. Dengan pendekatan ini diharapkan kecenderungan untuk mengalihfungsikan
lahan sawah dapat ditekan.
b. Kelebihan Kebijakan ini antara lain:
1. Dapat difokuskan pada lokasi sasaran
2. Efektif untuk membatasi alih fungsi sistematis
c. Kelemahan Kebijakan ini antara lain:
1. Dampaknya kecil
2. Implementasinya agak rumit
3. Rancang bangun kebijakan rumit
No ALTERNATIF KEBIJAKAN
1. Bantuan Teknis Pengembangan Teknologi, Peningkatan produktivitas dan
perbaikan mutu produk dapat ditempuh melalui aplikasi teknologi yang
kondusif untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman.
2. Keringanan Pajak Lahan Sawah Untuk Petani di Wilayah Sasaran, yang
relevan dipertimbangkan adalah pajak, dengan memberikan keringanan pajak
lahan sawah (PBB) untuk petani pemilik lahan sawah di suatu wilayah
pesawahan yang ditetapkan sebagai kawasan lahan sawah abadi.
Alternatif Kebijakan I
Bantuan Teknis Pengembangan Teknologi, Peningkatan produktivitas dan
perbaikan mutu produk dapat ditempuh melalui aplikasi teknologi yang kondusif
untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman .
a. Deskripsi Alternatif Kebijakan
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat produktivitas dan kualitas produk
yang dihasilakan oleh petani padi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para
petani padi
Alternatif Kebijakan II
Keringanan Pajak Lahan Sawah Untuk Petani di Wilayah Sasaran, yang relevan
dipertimbangkan adalah pajak, dengan memberikan keringanan pajak lahan sawah
(PBB) untuk petani pemilik lahan sawah di suatu wilayah pesawahan yang
ditetapkan sebagai kawasan lahan sawah abadi.
0
Tambahkan komentar
2.
OCT
26
Unsur-unsur Administrasi
Administrasi memiliki 8 unsur yang saling berkaiatan satu sama lain yaitu:
1. Organisasi
Adalah system usaha kerjasama sekelompok orang yang terikat secara formal untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
2. Manajemen
Adalah kemampuan manajer untuk menggerakkan orang dan mengerahkan segenap fasilitas yang ada
dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya
3.Komunikasi
Adalah proses penyampaian informasi atau berita dari satu pihak kepada pihak lain melalui media
sehingga timbul adanya timbale balik dan saling pengertian
4. Kepegawaian
Adalah suatu proses untuk merencanakan, mengembangkan dan memelihara potensi-potensi yang ada
pada manusia untuk mencapai tujuan
5. Perbekalan
Adalah kegiatan mengadakan, mendayagunakan dan memelihara sarana prasarana serta menyingkirkan
saran aprasarana yang sudah tidak layak digunakan
6. Keuangan
Adalah proses yang berkenaan dengan pengadaan, pengalokasian, penggunaan dan pertanggungjawaban
tentang uang.
7. Ketatausahaan
Adalah proses menghimpun, mencatat, mengolah, mengirim dan menyimpan bahan-bahan informasi.
0
Tambahkan komentar
3.
OCT
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Penelitian ini berkenaan dengan kebijakan publik, khususnya dari aspek implementasi
kebijakan oleh karena itu teori-teori utama yang akan dijadikan landasan adalah teori
kebijakan publik dan teori implementasi kebijakan publik.
Untuk materi muatan Perda diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :
“Materi Muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus
daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Menurut Van Meter Van Horn (dalam Leo Agustino, 2006:139) menyatakan,
“implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu
(dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan”
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang, untuk mengimplementasikan kebijakan
publik ada dua pilihan langkah yaitu, langsung mengimplementasikan dalam bentuk program
atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
menyangkut tiga hal, yaitu : 1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; 2) adanya aktivitas atau
kegiatan pencapaian tujuan; dan 3) adanya hasil kegiatan.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena masalah-masalah yang
kadang tidak dijumpai dalam konsep muncul di lapangan. Ancaman utama dari implementasi
kebijakan adalah inkonsistensi implementasi. Dalam pelaksanaannya kemungkinan bisa
terjadi adanya kendala dan penyimpangan yang dilakukan oleh pelaksananya kemungkinan
bisa terjadi adanya kendala dan penyimpangan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan.
Masalah implementasi ini berkaitan dengan tujuan-tujuan kebijakan dengan realisasi dari
kebijakan tersebut.
Kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dapat kita lihat dari pernyataan
seorang ahli studi kebijakan Eugne Bardach (dalam Agustino, 2006:138) melukiskan
kerumitan dalam proses implementasi menyatakan pernyataan sebagai berikut :
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya
bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang
kedenganrannya mengenakan bagi telinga pemimpin dan para pemilih yang
mendengarkannya. dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang
memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.
Dari berbagai defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh berbagai aktor pelaksana kebijakan dengan
sarana-sarana pendukung berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan tidak
adanya masalah- masalah yang dihadapi; (dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik:
Volume 1 ( Nomor 1) tahun 2010).
3. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.
Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah pada
implementasi/pelaksanaan dan dampaknya (manfaat) yang dikehendaki dari semua program-
program yang dikehendaki. (dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik: Volume 1 (
Nomor 1) tahun 2010).
Pendapat Ripley dan Franklin diatas menunjukkan bahwa keberhasilan suatu
implementasi akan ditentukan bagaimana tingkat kepatuhan, lancarnya rutinitas fungsi
lembaga , dan hasil kebijakan yang sesuai dengan rencana dari kebijakan.
b. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Enam variabei menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi kinerja
kebijakan yaitu :
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya jika dan hanya jika
ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level
pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi
informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan (publik) akan sangat banyak
dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta sesuai dengan para agen pelaksananya. Selain itu,
cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala
hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka
seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini
sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
orang-orang yang terkait langsung terhadap kebijakan yang mengenal betul persoalan dan
permasalahan yang mereka rasakan.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam
persepektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana
lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi
lingkungan eksternal.
Keenam varibel tersebut secara skematis dapat di gambarkan pada gambar 1 sebagai
berikut;
Ukuran dan Tujuan
komunikasi Anrtar Organisasidan kegiatan pelaksanaan
Karakteristik Agen Pelaksana
Sumber-sumber Kebijkasanaan
Lingkungan : Ekonomi, Sosial dan Politik
Sikap Para Pelaksana
Prestasi
Kerja
4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari pada hubungan kausalitas yang handal.
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungannya.
Model ini terdiri dari 10 point yang harus diperhatikan dengan seksama agar
implementasi kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik. Ada beragam sumber daya,
misalnya. Waktu, keuangan, sumber daya manusia, peralatan yang harus tersedia dengan
memadai. Disamping itu, sumber daya tersebut harus kombinasi berimbang. Tidak boleh
terjadi ketimpangan, misalnya sumber daya manusia cukup memadai tetapi peralatan tidak
memadai, atau sumber keuangan memadai tetapi ketersedian waktu dan keterampilan tidak
cukup. Hambatan lain, kondisi eksternal pelaksana harus dapat dikontrol agar kondusif bagi
implementasi kebijakan. Ini cukup sulit sebab kondisi lingkungan sangat luas, beragam serta
mempunyai karakteristik yang spesifik sehingga tidak mudah untuk dapat dikendalikan
dengan baik. Misalnya sistem sosial, hal ini sangat sulit untuk dikendalikan sebab sudah
sangat lama ada, tumbuh berkembang, dan sudah menjadi tradisi dan kepercayaan
masyarakat. Contoh lingkungan eksternal lainnya yang sulit dikontrol adalah keadaan
ekonomi masyarakat, dimana sangat tidak mudah untuk mengubah keadaan ekonomi
masyarakat, apalagi dalam waktu dekat demi implementasi suatu kebijakan public. Teori ini
juga mensyaratkan adanya komunikasi dan koordinasi sempurna. Seringkali, dalam
pelaksanaan suatu kegiatan, kedua hal ini kurang mendapatkan perhatiaan dengan baik.
Apalagi harus sempurna. Hal ini sering diperburuk karena adanya ego sektoral. Berdasakan
deskripsi diatas, teori ini kurang cocok untuk dijadikan untuk penelitian ini.
d. Model Implementasi Kebijakan Goerge C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang berspektif top down yang dikembangkan oleh
George C. Edward III. Edward III (dalam Agustino, 2008 : 149-154) menamakan model
implementasi kebijakan publiknya denganDirect and Indirect Impact on Implementation.
Dalam pendekatan teori ini terdapat empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan
impelementasi suatu kebijakan, yaitu : 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi; dan 4.
Struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel
komunikasi yaitu :
a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi
yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah
pengertian(misscommunication).
a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan dalah staf. Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak
mencukupi, memadai, ataupun tidak ompoten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan
implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan
kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama
informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus
mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi
mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah orang yang terlibat di dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
c) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang nihil, maka
kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan
proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal
tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu
pihak, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana
demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan
memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung
(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah
disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut Goerge
C.Edward III (dalam Agustino, 2008:152-154), adalah :
b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena
itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka
memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi
faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan
baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi(self interst) atau
organisasi.
4. Struktur birokrasi
Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur
birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan :
a) Standar Operating Prosedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para
pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang
dibutuhkan.
Model Goerge C.Edward III tersebut dapat dilihat dari gambar 2 sebagai berikut :
Communication
(Komunikasi)
Resources (Sumberdaya)
Implementation
(Pelaksanaan)
Dispositons (Karakter/Watak)
Bureaucratic Strukture (Struktur Birokrasi)
3. Teori dalam Ripley dan Franklin juga mengakomodasi beberapa point yang terdapat pada
teori Van Meter dan Van Horn serta Brian W. Hogwood and Lewis A.Gunn. Dalam teori
pada buku mereka, Ripley dan Franklin menetapkan sasaran dan target kebijakan yang harus
dipatuhi. Begitupun teori Van Meter dan Van Horn. Kinerja juga mendapat perhatian, baik
dalam Ripley and Franklin maupun Van Meter dan Van Horn serta Goerge C. Edward III.
Begitupun dengan faktor sumber daya, kondisi ekonomi sosial, dan politik serta sikap para
implementor juga sama-sama dianggap penting dalam teori mereka selanjutnya, teori dalam
Ripley and Franklin juga mempunyai keterkaitan dengan teori Hogwood dan Gunn. Variabel
sumber daya, tugas yang rinci dan komunikasi pada teori Hogwood dan Gunn merujuk pada
faktor kelancaran rutinitas fungsi tidak akan berjalan dengan baik, sedangkan point
komunikasi yang baik serta prosedur yang efektif dari teori Hogwood dan Gunn secara
implisit, dapat mengacuh pada dimensi kepatuhan yang terdapat pada teori Ripley and
Franklin. Dengan demikian, antara ketiga teori tersebut ada keterkaitan unsur, walaupun cara
pengungkapannya berbeda.
are for critical factories to policy implementation they are : “communication, resources, disposition, and
bureauratic structure”.
Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah provinsi Sumatera
Selatan Nomor 3 tahun 2007 tentang pengelolaan barang milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,
belum diketahui faktor tersebut akan ditemukan saat peneliti melakukan penelitian, faktor tersebut bisa saja
sama, bisa saja berbeda dari apa yang Goerge C.Edward III kemukakan.
F. Kerangka Teori
Menurut Ripley dan Franklin (dalam Alfatih, 2010 : 51-52) ada tiga cara yang
dominan bagi suksesnya implementasi kebijakan, yaitu:
1. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku (the degree of compliance on the
statute), tingkat keberhasilan implementasi kebijakan dapat diukur dengan melihat tingkat
kepatuhan terhadap isi kebijakan dengan peraturan yang telah diatur. Kepatuhan berasal dari
kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat, kepatuhan adalah istilah yang menjelaskan
ketaatan pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Menurut Kholit (dalam Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, 2004 : 411), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah,
sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan (ketaatan) adalah melaksanakan cara dan perilaku yang disarankan oleh
orang lain, dan kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif dalam mencapai
tujuan. Ripley memperkenalkan pendekatan “kepatuhan” dan pendekatan “faktual” dalam
implementasi kebijakan (Ripley & Franklin, 1986: 11) (dalam Alfatih, 2010). Pendekatan
kepatuhan muncul dalam literatur administrasi publik. Pendekatan ini memusatkan perhatian
pada tingkat kepatuhan agen atau individu bawahan terhadap agen atau individu atasan.
Perspektif kepatuhan merupakan analisis karakter dan kualitas perilaku organisasi. Menurut
Ripley, paling tidak terdapat dua kekurangan perspektif kepatuhan, yakni: (1) banyak faktor
non-birokratis yang berpengaruh tetapi justru kurang diperhatikan, dan (2) adanya program
yang tidak didesain dengan baik. Perspektif kedua adalah perspektif faktual yang berasumsi
bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yang
mengharuskan implementor agar lebih leluasa mengadakan penyesuaian. Kedua perspektif
tersebut tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Secara empirik, perspektif
kepatuhan mulai mengakui adanya faktor eksternal organisasi yang juga mempengaruhi
kinerja agen administratif. Kecenderungan itu sama sekali tidak bertentangan dengan
perspektif faktual yang juga memfokuskan perhatian pada berbagai faktor non-organisasional
yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Berdasarkan pendekatan kepatuhan dan
pendekatan faktual dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh
tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh kemampuan
implementor, yaitu: (1) kepatuhan implementor mengikuti apa yang diperintahkan oleh
atasan, dan (2) kemampuan implementor melakukan apa yang dianggap tepat sebagai
keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor non-organisasional, atau
pendekatan faktual.
2. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi, (smoothly functioning routine and the absence of
problem). Rutinitas berasal dari kata rutin yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia rutin
memiliki pengertian prosedur yang teratur dan tidak berubah-ubah. Prosedur itu sendiri
adalah tahapan-tahapan tertentu pada suatu program yang harus dijalankan untuk mencapai
suatu tujuan, dengan adanya kelancaran rutinitas suatu pelaksanaan pada program kegiatan
dapat menjadikan implementasi yang baik juga, sehingga suatu keberhasilan implementasi
kebijakan dapat ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah yang
dihadapi.
3. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki (the leading of the desired performance
and impact), bahwa dengan adanya kinerja dan dampak yang baik merupakan wujud
keberhasilan implementasi kebijakan.
Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi
dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan berhasil jika
pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat
program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan
manfaat program. Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala
program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil
dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau
sebaliknya.
Ketiga perspektif tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan implementasi
kebijakan, sehingga menjadi lebih mudah untuk diidentifikasi.
Teori Ripley dan Franklin ingin menekankan tingkat kepatuhan para implementor
kebijakan terhadap isi kebijakan itu sendiri. Setelah ada kepatuhan terhadap kebijakan yang
ada, pada tahap selanjutnya melihat kelancaran pelaksanaan rutinitas fungsi, serta seberapa
besar masalah yang dihadapi dalam implementasi. Pada akhirnya setelah semua berjalan
maka akan terwujud kinerja yang baik dan tercapainya tujuan (dampak) yang diinginkan.
Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dapat dipakai untuk mengukur apakah tugas pokok
organisasi implementor tersebut telah berjalan dengan lancar atau belum. Fungsi selanjutnya
dapat untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada, yang dapat menghambat lancarnya
implementasi sebuah kebijakan.
Teori yang digunakan Ripley dan Franklin ini bersifat top down. Teori Rasional (top
down) ini lebih menekankan pada usaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
membuat suatu kebijakan bisa berjalan sukses di lapangan. Model implementasi inilah yang
paling pertama muncul. Pendekatan top downmemiliki pandangan tentang hubungan
kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau “Segala sesuatu
adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta, segala sesuatu adalah buruk di tangan
manusia”.
G. Kerangka Pemikiran
Ketiga Perspektif menurut teori Ripley dan Franklin (dalam Alfatih, 2010 : 51-
52) dirujuk untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan ini sesuai untuk digunakan
sebagai dimensi dari Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 3
tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Studi
di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013)
karena relatif lebih mudah untuk diidentifikasi.
Keterangan :
Apabila dari ketiga perspektif tersebut adalah tingkat kepatuhan, kelancaran rutinitas
fungsi, dan dampak kinerja implementasi berjalan dengan baik maka akan menghasilkan
implementasi kebijakan pengelolaan aset yang baik, dan apabila dari ketiga perspektif salah
satunya tidak berjalan dengan lancar ini berarti pelaksanaan kebijakan pengelolaan aset
daerah tidak berjalan dengan baik.
7
Lihat komentar
4.
MAY
14
Latar Belakang
Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi baru, tetapi berakar dari pendekatan normative,
Woodrow Wilson sebagai penulis “The Study of Administration” ditahun 1887 dalam Shafritz & Hyde
(1997), merupakan vionernya.Di dalam aliran ini yang dibicarakan benar-benar manajemen publik. Wilson
mendesak agar ilmu administrasi publik segera mengarahkan perhatiannya pada orientasi yang dianut
dunia bisnis, perbaikan kualitas personel pada tubuh pemerintah, aspek organisasi dan metode-metode
kepemerintahan. Fokus dari ajaran tersebut adalah melakukan perbaikan fungsi ekskutif dalam tubuh
pemerintahan karena waktu itu dinilai telah berada di luar batas kewajaran sebagai akibat dari merebaknya
gejala korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan mengadopsi prinsip manajemen bisnis.
Wilson meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang mewarnai manajemen
publik sampai sekarang yaitu :
(1) pemerintah sebagai setting utama organisasi, (2) fungsi eksekutif sebagai fokus utama, (3) pencarian
prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi
administrasi, (4) metode perbandingan sebagai suatu metode studi pengembangan bidang administrasi
publik.
Warna manajemen publik dapat dilihat pada masing-masing paradigma, misalnya dalam paradigma
pertama yaitu pemerintah diajak mengembangkan sistem rekrutmen, ujian pegawai, klasifikasi jabatan,
promos, disiplin dan pensiun secara lebih baik. Manajemen sumber daya manusia dan barang/ jasa harus
diupayakan akuntabel agar tujuan negara dapat tercapai, paradigma kedua dikembangkan prinsip-prinsip
manajemen yang diklaim sebagai prinsip-prinsip universal yang dikenal sebagai POSDCORB (Planing,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting), yang merupakan karya
besar Luther Gullick dan Lundall Urwick di tahun 1937. Prinsip-prinsip ini kemudian dikritik dalam karya
“Administrative Behaviour”, yang mengajak para ahli tidak hanya mendasarkan dirinya pada aspek normatif
sebagai diajarkan dalam rasional tetapi harus melihat kenyataan yang terjadi dalam satu fungsi
manajemen yang penting yaitu pembuatan keputusan (decision making). Kritik ini telah memberikan ruang
baik kemunduran pengembangan fungsi manajemen publik waktu itu, karena para ahli politik akhirnya
melihat administrasi publik sekaligus manajemen publik sebagai kegiatan politik, atau lebih merupakan
bagian dari ilmu politik. Paradigma ketiga, karnanya fungsi-fungsi manajenen tidak perlu di ajarkan secara
normatif, atau tidak perlu lagi melihat fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagai sesuatu yang universal.
Paradigma keempat, setelah tidak menyetujui kritikan para ahli ilmu politik, konsep manajemen terus
dikembangkan seperti didirikannya School of Bussines dan administrasi publik serta Journal Administrative
Science Quarterly di Cornell University Amerika Serikat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok bahasan yang dikaji dalam makalah ini, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
efinisi dari Public Management dan New Public Management?
asan-alasan munculnya Public Management?
arakteristik, arah dan tujuan Public Management?
akah tahap-tahap perkembangan Public Management?
akah hubungan antara Management dengan Governance?
nakah penjelasan tentang Teori Public Domain?
nakah penjelasan tentang Teori Pasar?
C. Tujuan
Sejalan dengan perumusan masalah seperti tersebut di atas, maka pengkajian masalah dalam
makalah ini dikandung maksud untuk mencapai tujuan antara lain:
1. Untuk menjelaskan definisi lebih jelas mengenai Public Management.
2. Untuk menjelaskan apa saja alasan munculnya Public Management.
3. Untuk menjelaskan karakteristik, arah dan tujuan Public Management.
4. Untuk menjelaskan tahap-tahap perkembangan Public Management.
5. Untuk menjelaskan hubungan antara Management dan Governence.
6. Untuk menjelaskan tentang Teori Public Domain.
7. Untuk menjelaskan tentang Teori Pasar.
BAB II
ISI
A. Definisi
1. Public Management (Manajemen Publik)
Pada dasarnya public management, yaitu instansi pemerintah. Overman dalam Keban (2004 : 85),
mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”,meskipun sangat dipengaruhi
oleh “scientific management”. Manajemen publik bukanlah “policy analysis’, bukanlah juga administrasi
publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada satu pihak, dan
orientasi politik kebijakan dipihak lain. Public management adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-
aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing,
dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain. Berdasarkaan
pendapat Overman tersebut, OTT, Hyde dan Shafritz (1991:xi), mengemukakan bahw manajemen publik
dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih. Tapi untuk
membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan
sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik mempresentasikan sistem jantung dan sirkulasi
dalam tubuh manusia. Dengan kata manajemen publik merupakan proses menggerakkan SDM dan non
SDM sesuai perintah kebijakan publik.
J. Steven Ott, Albert C. Hyde dan Jay M. Shafritz (1991), berpendapat bahwa dalam tahun
1990an, manajemen publik mengalami masa transisi dengan beberapa isu terpenting yang akan sangat
menantang, yaitu: (1) privatisasi sebagai suatu alternatif bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan
publik, (2) rasionalitas dan akuntabilitas, (3) perencanaan dan kontrol, (4) keuangan dan penganggaran,
dan (5) produktivitas sumber daya manusia. Isu-isu ini telah menantang sekolah atau perguruan tinggi
yang mengajarkan manajemen publik atau administrasi publik untuk menghasilkan calon manajer publik
profesional yang kualitas tinggi, dan penataan sistem manajemen yang lebih baik.
Sedangkan Owen E.Hughes(1994), menyajikan dalam Public Management And Administration ,
bahwa pada awal tahun 1990an kita telah menyaksikan adanya suatu transformasi dalam tubuh sektor
publik di negara-negara maju, yaitu suatu perubahan bentuk administrasi publik dari yang kaku, hierarkhis,
dan birokratis menuju ke bentuk manajemen publik yang lebih fleksibel, dan berbasis pasar. Ini bukanlah
sekedar perubahan kecil tentang gaya manajemen tetapi perubahan mendasar tentang peran pemerintah
dalam masyarakat dan hubungan antara pemerintah dengan warganya. Administrasi publik tradisional
telah dikritik baik secara teoritik maupun praktis sehingga memunculkan paradigma baru yang kemudian
dikenal dengan istilah Public Management And New Public Management.
Doktrin utama Public Management adalah :
1. Fokus utamanya pada aktivitas manajemen, penilaian kinerja dan efisiensi, bukan pada kebijakan;
2. Memecah birokrasi publik ke dalam agensi-agensi (unit-unit) dibawah yang terkait langsung
dengan pemakai pelayanan;
3. Pemanfaatan ‘pasar-semu’ dan ‘kontrak kerja’ untuk menggalakkan persaingan;
4. Pengurangan anggaran pemerintah;
5. Penggunaan gaya manajemen yang lebih menekankan pada sasaran akhir, kontrak jangka pendek,
insentif anggaran, dan kebebasan melaksanakan manajemen.
Berdasarkan hal-hal di atas maka Public Management dapat diartikan sebagai bagian yang sangat
penting dari administrasi publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik
tidak membatasi dirinya hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup
aspek politik, sosial, kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik. Dan Public
Management berkaitan dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik
(pemerintahan) maupun sektor diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit
sector). Organisasi publik melaksanakan kebijakan publik. Public Management memanfaatkan fungsi-
fungsi : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan publik, maka berarti ia memfokuskan diri pada the managerial tools, techniques, knowledges and
skills yang dipakai untuk mengubah kebijakan menjadi pelaksanaan program.
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin
yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.
Orientasi NPM
NPM ini telah mengalami berbagai perubahan orientasi menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan
Pettgrew dalam Keban (2004 : 25), yaitu:
1. Orientasi The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.
2. Orientasi Downsizing and Decentralization yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya
fungsi dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat
dan tepat.
3. Orientasi in Search of Excellence yaitu mengutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Orientasi Public Service yaitu menekankan pada kualitas, misi dan nilai-nilai yang hendak dicapai
organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, kebutuhan dan partisipasi
“user” dan warga masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka menekankan “social learning” dalam
pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara berkesinambungan, partisipasi
masyarakat dan akuntabilitas.
Keenam alasan tersebut di atas, ditambahkan oleh Martin Minogue (2000) dengan menyebut
adanya 3 tekanan yang menyebabkan perlu adanya perubahan paradigma menuju ke Public
management yaitu:
1. Semakin membesarnya anggaran pemerintah
2. Rendahnya mutu kinerja pemerintah
3. Adanya nilai ideologi yang bersifat konfiktif terhadap perubahan paradigma pemerintahan
Adanya gelombang perubahan paradigma pemerintahan itu sendiri merupakan tekanan perubahan
tidak hanya karena ia merupakan perubahan yang fundamental dalam nilai-nilai sector public tetapi juga
karena ia memberikan peluang bagi perumus kebijakan untuk menemukan solusi terhadap tekanan yang
positif (meningkatkan mutu kinerja pemerintah), atau tekanan yang negative ( mereduksi ukuran dan peran
pemerintah).
Oleh karena itu “New Public Management” itu merupakan bagian dari strategi yang lebih luas
tentang “Good Governance”.
Teori penyelenggaraan pemerintahan (governance theory) didasarkan atas pandangan
R.A.W.Rhodes,1996 dan G.Stoker,(1998)
Stoker memandang perbedaan government dan governance hanya pada prosesnya (styles of
governing) bukan pada outputnya. Akhirnya Stoker dan pakar yang lainnya setuju untuk menyatakan
bahwa: “Governance itu menunjukan pada pengembangan gaya menjalankan pemerintahan dalam mana
antara sektor publik dan privat telah menjadi kabur. Esensi governance pada fokusnya yaitu mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak lagi tergantung pada bantuan dan sanksi dari pemerintah
“.”Konsep governance lebih tertuju pada kreasi suatu struktur atau tertib yang tidak dapat diimposisikan
keluar tetapi merupakan hasil dari interaksi banyak pihak yang ikut terlibat dalam proses pemerintahan dan
mereka saling mempengaruhi satu sama lain”.(Kooiman dan Vliet,1993).
Rhodes memandang paling tidak ada 6 istilah yang berbeda dalam memberi makna
lonsep governance,yaitu :
- as the minimal state
- as corporate governance
- as the new public management,
- as ‘good governance’
- as a socio-cybernetic system,
- as self-organizing network.
Penyelenggaraan pemerintah yang baik tidak memungkinkan lagi terjadinya tritomi peran sektor pertama
(eksekutif dan legislatif); sektor kedua(swasta)dan sektor ketiga (masyarakat) dalam menangani masalah
sosial ekonomi, karena peran tersebut sekarang sudah demikian kabur. Peran ketiga sector tersebut
seyogyanya sudah menyatu dan padu karena mereka punya kepentingan dan komitmen yang sama
tingginya untuk mengatasi masalah-masalah sosial-ekonomi tersebut.
Proposisi III : Governance identifies the power dependence involved in the relationship between institutions
involved in collective action
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik mengakui adanya saling ketergantungan diantara ketiga faktor
tersebut diatas dalam peran bersama untuk mengatasi masalah social-ekonomi. Tujuan masyarakat
kesejahteraan hidup masyarakat tidak membutuhkan lagi satu kekuatan manapun yang dominan yang
melebihi perannya atas yang lain , melainkan semuanya berinteraksi dan berinterrelasi serta punya akses
yang sama dalam berpatisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Proposisi IV : Governance is about autonomous self governing network of actors.
Penyelenggaaan pemerintahan yang baik merupakan jaringan kerja antar actor dari ketiga kekuatan yang
menyatu dalam suatu ikatan yang otonom dan kuat. Ketiga actor tadi akan menjadi kekuatan yang solid
dan dahsyat bila mereka bersedia memberikan dan menerima kontribusi baik sumber-sumber, keahlian,
kepentingan maupun tujuan-tujuan bersama yang diinginkan.
Proposisi V : Governance recognizes the capacity to get things done which does not rest on the power of
government to commandor use its authority. It sees government as able to use new tools and
techniques to steer and guide.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak
perlu semata-mata menggantungkan diri pada arahan, petunjuk dan otoritas pemerintah tetapi juga
kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan teknik pemerintahan dari sektor non-pemerintah untuk
merumuskan , melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan yang baik dan benar.
Kelima proposisi tersebut diatas walaupun mempunyai nilai dan arti yang cukup tinggi namun untuk
bisa diterapkan secara efektif masih perlu diuji tingkat signifikannya.
b. Penyusunan model manajemen sector public dapat dimulai dengan menetapkan tujuan-tujuan, persyaratan-
persyaratan, dan tugas-tugas public domain.
c. Mengatasi delima yang ada agar dapat tersusun model manajemen sector public yang tepat.
d. Menyusun suatu pendekatan manajemen domain public yang khas dan jelas tujuan-tujuannya, persyaratan-
persyaratannya, tugas-tugasnya dan termasuk pula dilemma yang dihadapinya.
Ketidak – tepatan Model Manajemen Sector Privat Untuk Mengkaji Manajemen Sector Publik akhir
– akhir ini banyak sekali model-model manajemen sector privat mendominasi pemikiran manajemen sektor
publik. Baik disadari atau tidak ,ada bahayanya mengadopsi sektor privat kedalam sektor manajemen
publik. Ini tidak berarti bahwa manajemen sektor publik tidak bisa belajar dari pengalaman manajemen
sektor privat, dan juga sebaliknya. Kedua belah pihak bisa saling bertukar model, tetapi harus sesuai
dengan tujuan, kondisi dan peran atau tugas masing-masing. Banyak aspek manajemen sektor publik yang
berbeda jauh dengan manajemen sektor privat, (lihat pada tabel perbedaan). Perhatikan pula hal-hal
berikut ini :
a. Stategic Management : Managemen sector privat selalu berada dalam kondisi persaingan yang tinggi.
Oleh karena itu untuk mengahasilkan produk yang bisa mencapai kinerja organisasi secara optimal maka
perlu dicermati terus-menerus faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan kendala yang ada pada
organisasi sector privat tersebut.
b. Marketing and the Customer : Pasar dan kegiatan pemasaran adalah merupakan peran yang cukup kritis
di sector privat, karena menyangkut hubungan antara perusahaan dan pelangganan. Hal ini sama dengan
sector public, yaitu hubungan antara organisasi public dengan mereka yang menggunakan jasa-jasa
pelayanannya yang bertindak sebagai customer
c. The budgetary process : Proses anggaran di sector privat berbeda tajam dengan sector public. Di sector
privat, penetapan anggaran didasarkan pada peramalan proses penjualan. Anggaran adalah merupakan
sarana yang menghubungkan antara pendapatan dan pengeluaran .
d. Public Accountability : sector privat akuntabilitas ada di pasar, sedangkan sector public akuntabilitas lebih
luas dan mendalam yaitu bertnggung jawab pada public secara luas dan partai individu-individu dengan
dimensi yang luas akuntabilitas public dilkukan lewat proses politik guna merespon berbagai suara
masyarakat terhadap tindakan-tindakan apa saja yang diambil oleh para pelaku sector public .
e. Public Demamds Pressure and Protest : sector privat berhubungan dengan public dalam pasar. Bila ia
menghadapi tuntutan, tekanan dan protes dari public maka semuanya ini adalah masalah yang harus
dihadapi mungkin salah satunya adalah dengan “exit” dari pasar sedangkan sektor publik tuntutan, tekanan
dan protes dari publik adalah merupakan suara “voise” yang punya hak yang harus dibina dan harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh aparat pemerintah.
f. Political Process : proses politik adalah merupakan persyaratan dasar bagi manajemen domain public.
Proses politik adalah merupakan sarana bagi penentuan kebutuhan kolektif, sebagai arena perbedaan
politik.
Tujuan, Kondisi, Tujuan, Kondisi, dan Tugas /Peran yang Spesifik bagi Pembuatan Model
Manajemen Domain Publik
a. Purposes of The Public Domain : Domain public adalh merupakan arena dan organisasi bagi upaya
pencapaian tujuan konektif atau era dimana nilai-nilai kolektif hendak diperoleh. Demokrasi adalah
merupakan nilai dasar bagi manajemen domain public. Organisasi public bekerja untuk menyediakan dan
memberikan berbagai pelayanan yang ditentukan oleh pilihan kolektif lewat proses politik.
b. Conditions Which Constitute The Public Domain: keputusan-keputusan dalam domain public diambil lewat
proses politik, seperti misalnya lewat debat, diskusi, tekanan dan protes. Setiap tindakan yang berada
pada tataran domain public harus dapat dipertanggung jawabkan pada public.
c. Task of Government : tugas pemerintah diekspresikan dalam tujuan domain public. Dalam domain public itu
nilai kolektif dibangun lewat debat dan diskusi dalam arena public. Tugas pemerintah untuk pembentukan
hukum dan pemeliharaan ketertiban yang didalamnya diisi dengan warna keadilan.
i. A choise of Values : di dalam domain public terdapat berbagai nilai yang bias berbeda dan konflik antar nilai
j. A Balance of Interests : menejemen domain public disusun atas dasar banyak kepentingan yang harus
dicapainya .
Manajemen
Mutu SDM disektor public harus sama dengan mutu SDM di sector bisnis agar berbagai teknik
manajerial (MBO,TQM, tsb)dapat juga diterapkan.Tetapi hal ini mempunyai implikasi bahwa sektor public
juga harus menerapkan politik penggajian berdasarkan pada merit system : “equal pay for equal work”.Gaji
yang diterimakan kepada pegawai sektor publik harus sama seperti pada sektor privat yang besar kecilnya
didasarkan atas efektifitas kontrak kinerjanya..
Pembuatan Kebijakan
Asumsi ketiga dari teori pasar adalah mengenai bagaimana kebijakan publik itu seyogyanya
dirumuskan,utama yang selama ini disentralisasikan pada birokrat karier di sektor publik. Teori pasar
mengendapi adanya desentralisasi pembuatan kebijakan pada agensi-agensi yang berkarakter di jenjang
bawah yang diberi otonomi untuk membuat kebijakan. Diharapkan agensi di bawah yang berjiwa
‘wirausaha’ itu mampu menangkap signal pasar,mampu melakukan aktivitas yang lebih inovatif dan lebih
berani menanggung resiko,dan perlu adanya birokrasi publik yang lebih mementingkan ‘public interest’
dari pada ‘self interest’.
Tetapi politisasi level bawah diberi kewenangan membuat level bawah untuk diberi kewenangan
membuat kebijakan dinilai oleh beberapa pihak yang menolak sebagai melanggar prinsip merit system.
Selain itu ada masalah lain yang berkaitan dengan posis dan peran warga Negara. Menurut teori pasar
warga Negara adalah merupakan penerima program pemerintah dan public yang secara umu sebagai
konsumen posisi yang memberdayakan adalah warga sebagai konsumen berharap akan memperoleh
pelayana yang baik sebagai mana yang diberikan oleh sector privat sedangkan yang merendahkan adalah
posisi warga Negara sekedar sebagai konsumen.
Kepentingan Publik
Pandangan teori pasar tentang konsep teori public :
1. Pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang murah dan bermutu bagi publiknya
2. Warga Negara harus dipandang sebagai konsumen sekaligus sebagai pembayar pajak yang punya
kewajiban hak .
Teori pasar menghendaki agar sector public dapat memberikan pelayanan yang ramah kepada
pelanggan (customer friendly)
Menurut teori ini individu birokrat itu pada hakekatnya permotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri :
kekuasaan , kekayaan dan kepentingan dirinya yang lain atas biaya agensinya. Teori ini berpandangan
pada hasil akan dicapai dengan baik dalm menyidiakan barang dan jasa public bila melihatkan mekanisme
pasar secar optimal teori pilihan public yang berbasis rasional actor model melihat manusia itu adalah
merupakan mahluk yang cenderung berupa utility maximiser yang sangat egoistic, sellf-regarding and
instrumentain their behavior, choosing how to atc on the basis of the consequences for their personal
welfare pandangan seperti ini jelas bertolak belakang dengan teori tipe ideal dari weber dimana
diasumsikan bahwa birokrasi termotivasi dengan realisasi perannya sebagai service to the state sebagai
abdi Negara pelayan masyarakat yang berjuang untuk kepentingan public(public interest) dan bukan untuk
kepentingan diri sendiri(self interest).
BAB III
KESIMPULAN
Public Management dapat diartikan sebagai bagian yang sangat penting dari administrasi
publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik tidak membatasi dirinya
hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup aspek polotik, sosial,
kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik. Dan Public Management berkaitan
dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik (pemerintahan) maupun sektor
diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit sector).
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin
yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.
Menurut Owen E.Hughes (1994), ada 6 alasan munculnya paradigma Public Management yaitu :
1. Administrasi publik tradisional telah gagal mencapai tujuanynya secara efektif dan efisien sehingga perlu
diubah menuju ke orientasi yang lebih memusatkan perhatian pada pencapaian hasil(kinerja) dan
akuntabilitas;
2. Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik yang kaku menuju ke kondisi organisasi
public, kepegawaian, dan pekerjaan yang lebih luwes;
3. Perlunya menetapkan tujuan organisasi da pribadi secara jelas dan juga perlu ditetapkan alat ukur
keberhasilan kinerja lewat indicator kinerja;
4. Perlunya para pegawai senior lebih punya komitmen politik pada pemerintah yang sedang berkuasa
daripada bersikap netral atau non partisan;
5. Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih disesuaikan dengan tuntutan dan signal pasar;
dan
6. Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi pemerintah dengan melakukan kontrak kerja
dengan pihak lain (contracting out) dan privatisasi.
M.Minougue (2000) menyebut adanya 5 karakteristik utama Public Management, yaitu:
1. A separation of strategic policy from operational management. Public management lebih banyak terkait
dengan tugas-tugas operasional pemerintahaan dari pada peran perumusan kebijakan.
2. A concern with results rather than process and procedure. Public management lebih berkonsentrasi pada
upaya mencapai tujuan daripada upaya berkutat dengan proses dan prosedur.
3. An orientation the needs of customer rather than those of bureaucratic organizations. Public management
lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dari pada kebutuhan birikrasi.
4. A withdrawal from direct service provision in favour of a steering or enabling role. Public management
menghindarkan diri dari berperan memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat sesuai dengan
peran nutamanya memberikan arahan saja atau pemberdayaan kepada masyarakat.
5. A trans formed bureaucratic culture/ A change to entrepreneurial management culture. Public management
mengubah diri dari budaya birokrasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor publik, Public Management diarahkan kegiatannya
pada:
1. Melakukan restrukturisasi sektor publik lewat proses privatisasi.
2. Melakukan restrukturisasi dan merampingkan struktur dinas sipil di pusat.
3. Memperkenalkan nilai-nilai persaingan khususnya lewat pasar internal dan mengkontrakkan pelayanan
public kepada pihak swasta dan intervensi oleh pemerintah.
4. Meningkatkan efisiensi lewat pemeriksaan dan pengukuran kinerja.
Islamy, Irfan. 2003. Dasar-dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik . Malang, Indonesia :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA.
Pasalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Makasar, Indonesia : ALFABETA.
0
Tambahkan komentar
5.
MAY
13
Arti Perjuangan........!!!!!
0
Tambahkan komentar
6.
MAY
12
Power Of Love
Power of love
Andai di dunia ini tidak ada cinta, maka hidup akan serasa gersang, hampa dan tidak
ada dinamika.
Cinta bisa membuat sesuatu yang berat menjadi ringan, Yang sulit menjadi
sederhana, permusuhan menjadi,Perdamaian dan yang jauh menjadi dekat.
Itulah gambaran kekuatan cinta.
Cinta, ditilik dari sudut manapun selalu menarik untuk dibahas.
Sejarah mencatat, Sejumlah seniman, teolog sampai filosop membicarakan cinta dari
berbagai perspektifnya baik dalam bentuk roman, puisi, syair Bahkan sampai dalam
bentuk tulisan ilmiah yang bernuansa teologis, fenomenologis, psikologis ataupun
sosiologis.
Filosop sekaliber Plato bahkan pernah mengatakan Siapa yang tidak terharu oleh
cinta,
Berarti berjalan dalam gelap gulita.
Pernyataan ini menggambarkan betapa besar perhatian Plato pada masalah cinta,
sampai-sampai dia menyebut orang yang tidak tertarik untuk membicarakannya
sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan.
Peranan cinta dalam kehidupan tidak diragukan lagi pentingnya.
Erich fromm, murid kesayangannya Sigmund Freud menyebutkan empat unsur yang
harus ada dalam cinta, yaitu :
1. Care (perhatian).
Cinta harus melahirkan perhatian pada objek yang dicintai.
Kalau kita mencintai diri sendiri, maka kita akan memperhatikan kesehatan dan
kebersihan diri.
Kalau kita mencintai orang lain, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang
dihadapi orang tersebut dan akan berusaha meringankan bebannya.
Kalau kita mencintai Allah Swt., maka kita akan memperhatikan apa saja yang Allah
ridhai dan yang dimurkai-Nya.
3. Respect (hormat).
Cinta harus melahirkan sikap menerima apa adanya objek yang dicintai, kelebihannya
kita syukuri, kekurangannya kita terima dan perbaiki.
Tidak bersikap sewenang-wenang dan selalu berikhtiar agar tidak mengecewakannya.
Inilah yang disebut respect.
4. Knowledge (pengetahuan).
Cinta harus melahirkan minat untuk memahami seluk beluk objek yang dicintai.
Kalau kita mencintai seorang wanita atau pria untuk dijadikan isteri atau suami, maka
kita harus berusaha memahami kepribadian, latar belakang keluarga, minat, dan
ketaatan beragamanya.
Kalau kita mencintai Tuhan, maka harus berusaha memahami ajaran-ajaran-Nya.
Kalau empat unsur ini ada dalam kehidupan kita, Insya Allah hidup ini akan
bermakna.
Apapun yang kita lakukan, kalau berbasiskan cinta pasti akan terasa ringan.
Karena itu nabi Saw pernah bersabda:
Tidak sempurna iman seseorang kalau dia belum mencintai orang lain sebagaimana
dia mencintai dirinya sendiri. Cintai oleh mu mahluk yang ada di muka bumi, pasti
Allah akan mencintaimu.
(HR. Muslim)
http://akudanbintang.blogspot.com
http://untaianhati.blogspot.com
http://mithlove.blogspot.com
http://mithlove.tripod.com
0
Tambahkan komentar
7.
MAY
12
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
Jolon-jolon kekota Pares....
________________________________________________________________
________________________________________________________________
Pet cecepet.......
2
Lihat komentar
8.
MAY
12
3. Peran serta masyarakat dalam politik adalah terciptanya masyarakat politik yang “Kritis Partisipatif”
dengan ciri-ciri Sbb :
a. Meningkatnya respon masyarakat terhadapkebijakan pemerintah
b. Adanya partisipasi rakyat dalam mendukung atau menolak suatu kebijakan politik
c. Meningkatnya partisipasi rakyat dalam berbagai kehiatan organisasi politik, organisasi kemasyarakatan,
dan kelompok-kelompok penekan
"SEMOGA BERMANFAAT"
Indahnya Berbagi. By: Rinto Susanto/Rinto Thedarling OfTempirai
Diposting 12th May 2012 oleh Anak Tempirai
Label: Pengetahuan Publik
0
Tambahkan komentar
9.
MAY
11
Puisi Cinta
Puisi adalah perwakilan kata hati
Ku ungkapkan isi hati melalui sajak cinta yang tak berarti ini....
Karena bibirku terlalu keluh untuk ungkapkan cinta...
Dalam hati kau lah yang terkasih....
Ku relakan hatiku jatuh dalam cintamu.....
0
Tambahkan komentar
10.
MAY
11
Tugas Kewirausahaan
ANTA CITRA TRAVEL
Latar Belakang
Anta Citra Tour & Travel yang didirikan Maret tahun 2007 merupakan perusahaan Biro Perjalanan Wisata
dan layanan jasa liburan berupa Jasa Perjalanan Wisata/Tour, Jasa Pelayanan Penerbangan (Pesawat
Domestik dan Internasional), Voucher Hotel, serta akomodasi wisata lainnya.
Selaku perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata, kami di tuntut untuk selalu hadir dengan
sumberdaya yang berpengalaman, kami selalu berusaha untuk memberikan informasi seakurat mungkin
sehingga memberikan informasi yang dibutuhkan bagi para wisatawan.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi wisata, kami juga menerima layanan konsultasi wisata online setiap
saat melalui telepon ataupun komunikasi via chatting dengan customer service kami.
Seiring dengan perkembangan media bisnis saat ini, jasa pelayanan penerbangan, pengurusan
dokumentasi perjalanan, juga perlunya pariwisata sebagai mediasi untuk penyegaran dari padatnya
aktifitas.
Anta Citra Cabang Palembang didirikan pada tanggal 12 Januari 2012 merupakan cabang yang terletak di
kota palembang , Anta Citra Travel Cabang Palembang adalah Tempat pemesanan tiket pesawat dalam
dan luar Negeri dimana Anda dapat membandingkan harga secara langsung, mencari jumlah tersedianya
tempat dan sekaligus memesan tempat di salah satu Maskapai Rendah Biaya di Indonesia. Selain itu Anta
Citra Travel juga melayani perjalanan wisata, antar jemput Bandara, Dokumen Travel, Voucher Hotel, dan
Umroh. Anta Citra Travel beralamat di Jl. Srijaya ( Depan SMA 1 ) Bukit Besar Palembang. Moto utama
Anta Citra Travel adalah untuk membantu pemesanan tiket semudah mungkin.
FRANCHISE
Anta Citra Wisata hadir dengan konsep yang bisa memberikan peluang juga kesempatan kepada siapa
saja untuk bisa berbisnis dan berkompetensi dalam bidang Tour & Travel.
Dengan bergabung bersama kami untuk menjadi salah satu cabang resmi Anta Citra Tour & Travel,
anda akan mendapatkan pengalaman serta pengetahuan yang dalam tentang dunia bisnis ini.
Dengan didukung oleh tenaga SDM yang berpengalaman dan dipadukan dengan pengalaman dalam
bisnis jaringan menghasilkan sebuah sistem penjualan dan layanan jasa yang unik dan terjangkau.
Hadirnya Anta Citra Tour & Travel ternyata diluar dugaan mendapat sambutan bukan saja dari masyarakat
jakarta tetapi mencuri perhatian para pebisnis diberbagai kota. Hal ini dikarenakan Anta Citra Tour & Travel
hadir dengan konsep baru dimana memiliki bisnis travel agent tidak sesulit yang dibayangkan bahkan
masyarakat awam pun dapat memiliki bisnis ini dengan mudah dan murah. Akibat sambutan yg luar biasa
dari masyarakat maka tidak heran jika sampai detik ini Anta Citra Tour & Travel telah hadir lebih dari 12
outlet di seluruh indonesia. Survey membuktikan bahwa Anta Citra Tour & Travel berkembang pesat
dikarenakan Sudah Menjadi komitmen kami untuk terus maju dan berkembang dengan memberikan jasa
pelayanan kami yang profesional, dan memberikan kesempatan yang sama kepada semua kalangan untuk
menjadi salah satu media bisnis yang bisa menciptakan lapangan kerja juga dapat meningkatkan taraf
hidup.
LEGALITAS:
II. PAKET TOURPaket - paket yang kami tawarkan berupa referensi untuk wisata anda bersama keluarga,
bulan madu, rekan kerja, lingkungan sekitar, bahkan anda juga dapat mempromosikan kepada siapa saja
untuk bisa menikmati liburan sambil berwisata. Obyek Wisata Domestik dan Internasional telah kami
rancang sebagai salah satu alternatif liburan dan wisata anda agar lebih menyenangkan juga
mengesankan, di antaranya ;
Domestik : Pantai Kuta, Tanah Lot, Candi Borobudur, Tangkuban Perahu, Lembah Anai, Danau Toba,
Pantai Tanjung Pesona, Alam Mayang, Monas, Tugu Katulistiwa, Tana Toraja, Kota Batu, Pantai Senggigi,
Gunung Bromo, Bukit Kelam, Pulau Seribu, dan masih banyak lagi
Internasional : Universal Studio, Disney Land, Mikimoto, Istana Himeji, Paris, Niagara, Hollywood,
Colosseum, Venesia, Mount Everest, Tajmahal Christ Redeemer, Piramid, Genting, Pattaya, dll
Paket tour kami dirancang bekerjasama dengan local operator yang berpengalaman, sehingga kami dapat
memberikan alternatif paket tour yang murah dan menyenangkan. Silakan memanfaatkan berbagai pilihan
di blog kami untuk mendapatkan paket tour dan hotel yang sesuai dengan budget dan keinginan Anda.
Kami juga memberikan penawaran khusus untuk group tour / paket tour rombongan : Family dan
perusahaan dengan harga yang bersaing dan pelayanan yang reliable. Khusus bagi Anda pecinta wisata
backpaker, kami menyediakan tools pencarian hotel budget / backpacker di seluruh kota dunia, agar
rencana liburan Anda hemat dan nyaman.
Demikianlah informasi dari kami semoga bermanfaat, untuk informasi lebih lanjut Anda dapat datang
langsung kekantor kami di Jl.Srijaya Negara ( Depan SMA 1 ) atau Via Telpon Ke No.08526621183.
Terima Kasih
di Publikasikan oleh : Rinto susanto ( 071014010050 )
Universitas Sriwijaya
Fakultas ISIP Kampus Palembang
Administrasi Negara
Diposting 11th May 2012 oleh Anak Tempirai
Label: Publik
0
Tambahkan komentar
Memuat